MAKALAH PUASA
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Fiqih
Dosen Pengampu: Mundhir, M, Ag
Disusun Oleh:
NAMA : M. MAHMUD ABADI
NIM
: 104411056
FAKULTAS USHULUDDIN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2011
PENDAHULUAN
Dalam agama Islam terdapat rukun Islam yang memerintahkan kita untuk menahan diri dari segala sesuatu dan itu
dinamakan dengan puasa. Puasa menurut bahasa berarti menahan diri dari segala sesuatu, seperti: menahan diri
tidak makan, tidak minum dan lain-lain. Menurut istilah puasa adalah:
menahan sesuatu yang membukakan atau membatalkan sejak terbit faja rsampai terbenam matahari dengan syarat dan rukun tertentu. Puasa
dalam agama Islam dibedakan menjadi tiga:
1. puasa wajib, meliputi puasa Ramadhan, kifarat, nadzar.
2. puasa sunnah, meliputi puasa 6 hari di bulan syawal, hari Arafah (9 Dzulhijjah), Senin-Kamis, tanggal
13,14,15 bulan qomariah, 10 Muharam, bulan Sya’ban dan Daud.
3. puasa yang diharamkan, meliputi:
puasa pada waktu dua hari raya, tiga hari tasrik, dan puasa terus-menerus sepanjang tahun serta puasanya istri tetapi suaminya tidak meridhai kecuali puasa Ramadhan.
RUMUSAN MASALAH
A.
Syarat-syarat
Wajib Puasa
B.
Dispensasi
Tidak Puasa
C.
Hal-hal
Yang Merusak Puasa
PEMBAHASAN
A.
Syarat-Syarat Wajib Puasa
Para ulama’ ahli fiqih membedakan syarat-syarat puasa atas:
a.
Syarat wajib puasa yang meliputi:
1.
Berakal (‘aqli).
Orang yang gila
tidak diwajibkan puasa.
2.
Baligh (sampai umur).
Oleh karena itu
anak-anak belum wajib berpuasa.
Hadits Nabi
yang diriwayatkan Oleh Abu Daud dan Nasa’i menyebutkan:
رفع القلم عن ثلاث :عن النائم حتى يستيقظ وعن المجنون حتى يفيق، وعن
الصبى حتى يبلغ. (رواه ابوداود والنسائ)
Artinya: “Tiga
orang terlepas dari pada hukum, yaitu orang yang sedang tidur sehingga ia
bangun, orang gila sampai dia sembuh dan kanak-kanak sampai baligh”.
3.
Kuat berpuasa (qadir).
Orang yang
tidak kuat untuk berpuasa baik karena tua
atau sakit yang tidak dapat diharapkan sembuhnya, tidak diwajibkan
atasnya puasa, tapi wajib bayar fidyah.[1]
b.
Syarat syah puasa mencakup:
1.
Islam.
Orang yang
bukan Islam (kafir) tidak syah puasanya, demikian orang yang murtad.
2.
Mumayiz (mengerti dan mampu
membedakan yang baik dengan yang tidak
baik).
3.
Suci dari pada darah haid, nifas dan
wiladah. Wanita diwajibkan puasa selama mereka tidak haid, jika mereka sedang
haid tidak diwajibkan puasa, tetapi diwajibkan mengerjakan qadha sebanyak puasa
yang ditinggalkan setelah selesai bulan puasa. Nifas dan wiladah disamakan
dengan haid. Bedanya bila sang ibu itu menyusui anaknya ia boleh membayar
fidyah. Disinilah letak perbedaan antara meninggalkan shalat dan meninggalkan
puasa bagi orang yang sedang haid. Pada shalat, bagi orang yang haid lepas sama
sekali kewajiban shalat, sedangkan pada puasa tidak lepas, tetapi ditunda untuk
dibayar (diqadla) pada waktu yang lain
4.
Dikerjakan dalam waktu/hari yang
dibolehkan puasa.[2]
B.
Dispensasi Tidak Puasa
Allah SWT mewajibkan puasa ramadhan
atas orang-orang muslim, orang yang tidak mempunyai uzur-syar’i (yang
dibenarkan syara’), wajib mengerjakan pada waktunya. Sedangkan mereka yang
mempunyai halangan syar’i dan bisa mengerjakan di luar waktunya,
dibolehkan untuk mengqadhanya.[3]
Adapun golongan yang mendapatkan dispensasi
untuk tidak menjalankan puasa meliputi:
·
Orang sakit yang tidak diharapkan
lagi kesembuhannya mempunyai kewajiban sebagaimana orang yang tua renta, yaitu
wajib memberi makan orng miskin setiap harinya.
·
Adapun orang yang mempunyai uzur
yang bisa hilang, seperti orang yang sedang dalam perjalanan, orang yang sakit
yang bisa diharapkan sembuhnya, wanita yang hamil dan menyusui jika takut akan
membahayakan diri atau bayinya, serta wanita yang haid atau nifas, maka mereka
wajib mengqadha puasa, yaitu, menunaikan puasa diluar bulan Ramadhan sebanyak
hari yang ditinggalkannya.
·
Orang yang sakit boleh tidak
berpuasa jika jika puasanya membahayakan dirinya. Dan, orang yang dalam
perjalanan boleh tidak berpuasa jika jarak perjalanannya tersebut sudah cukup untuk
melakukan qashar, dan hal ini merupakan sebuah kesunnahan.[4]
·
Orang yang merasa terlalu berat
menjalankan puasa baik karena udzur ketuaanya ataupun karena sakit yang
berkepanjangan, demikian pula bagi wanita yang hamil dan menyusui anaknya.[5]
C.
Hal-hal Yang Merusak Puasa
Adapun beberapa hal yang dapat membatalkan puasa seseorang, hal-hal
trsebut wajib diketahui oleh setiap muslim, karena dengan mengetahuinya mereka
dapat menghindarinyadan mengamankan puasanya dari hal-hal yang merusaknya.
Diantara hal-hal tersebut adalah sebagai berikut:
1)
Bersetubuh. Jika seorang bersetubuh
disaat berpuasa, maka seketika itu puasanya menjadi batal. Sehingga, ia harus
mengqadhanya dan harus membayar kafarat. Kafarat yang harus ia bayar adalah
membebaskan seorang budak. Apabila yidak menemukannya atau tidak memiliki harta
untuk menggantikan harganya, maka ia harus berpuasa dua bula berturut-turut.
Apabila tidak mampu berpuasa dua bulan berturut-turut karena ada udzur yang
dibenarkan oleh syara’, maka ia harus memberi makan enam puluh orang
miskin, setiap orang setengah sha’[6]
dari makanan pokok di negerinya.
2)
Mengeluarkan mani. Karene mencium,
menyentuh berulang-ulang melihat istri atau wanita lain, atau juga melakukan
onani. Apabila hal ini terjadi pada seseorang, maka puasanya menjadi batal dan
ia harus mengqadhanya tanpa harus membayar kafarat. Karena, kafarat khusus
dibayar oleh orang yang bersetubuh di siang hari.
Seorang yang
tidur lalu mengeluarkan mani, puasanya tetap sah dan tidak batal. Ia juga tidak
mempunyai tanggungan apa-apa, karena hal tersebut terjadi di luar kehendaknya.
Tetapi, ia tetap wajib mandi janabah.
3)
Makan dan minum dengan sengaja
membatalkan puasanya. Akan tetapi orang yang makan dan minum karena lupa, maka
puasanya tetap sah. Termasuk yang membatalkan puasa adalah memasukan air dan
sejenisnya ke dalam hidung hingga sampai ke dalam perut (seperti menghirup),
memasukan zat makanan melalui infus, dan menyuntik darah ke dalam tubuh. Semua
ini membatalkan puasa karena dapat menguatkan tubuh seseorang.
4)
Mengeluarkan darah dari dalam tubuh
karena dibekam, fashad (mengeluarkan darah dari tempat tertentu untuk
pengobatan), atau mengeluarkan darah untuk didonorkan. Semua ini membatalkan
puasa.
Adapun mengeluarkan sedikit darah untuk diperiksa misalnya, maka
tidaklah membatalkan puasa. Demikian juga apabila mengeluarkan darah dengan
tanpa sengaja, seperti mimisan, terluka, atau copot gigi, maka tidak
membatalkan puasa.
5)
Muntah dengan disengaja. Artinya,
dengan sengaja mengeluarkan isi perut. Sedangkan jika tidak disengaja, maka
tidak mempengaruhi puasanya.[7]
6)
Keluar darah haid dan nifas.
Batalnya puasa karena keluar darah haid dan nifas adalah sebagai konsekwensi
syarat syahnya puasa (suci dari haid dan nifas), bila syarat telah tidak terpenuhi,
maka gugurlah puasa tersebut.
7)
Gila yang datangnya waktu sedang
menjalankan puasa. Batalnya puasa karena gila adalah juga sebagai konsekwensi
syarat wajib puasa yaitu salah satunya adalah berakal, bila yang bersangkutan
hilang akalnya (gila), maka salah satu syarat wajib puasa telah tidak
terpenuhi, maka gugurlah puasa tersebut.[8]
KESIMPULAN
Setelah kita membaca makalah diatas kita dapat menyimpulkan tentang
syarat-syarat puasa, dispensasi tidak puasa, dan hal-hal yang dapat merusak
puasa. Diantara syarat-syarat wajib puasa adalah Berakal (‘aqli), Baligh
(sampai umur), dan Kuat berpuasa (qadir). Dan syarat-syarat syah puasa adalah Islam,
Mumayiz (mengerti dan mampu membedakan
yang baik dengan yang tidak baik), Suci dari pada darah haid, nifas dan
wiladah, dan dikerjakan dalam waktu/hari yang dibolehkan puasa. Sedangkan
dispensasi puasa diantaranya adalah orang sakit yang tidak diharapkan lagi
kesembuhannya, adapun orang yang mempunyai uzur yang bisa hilang, orang yang
sakit boleh tidak berpuasa jika jika puasanya membahayakan dirinya, orang yang
merasa terlalu berat menjalankan puasa baik karena udzur ketuaanya ataupun
karena sakit yang berkepanjangan, demikian pula bagi wanita yang hamil dan
menyusui anaknya. Sedangkan hal-hal yang merusak puasa yaitu, bersetubuh, mengeluarkan mani dengan disengaja, makan dan minum
dengan sengaja, mengeluarkan darah dari dalam tubuh
karena dibekam, muntah dengan disengaja, keluar
darah haid dan nifas, dan gila yang
datangnya waktu sedang menjalankan puasa.
PENUTUP
Demikian makalah yang dapat kami susun dan
kami sangat menyadari makalah ini jauh dari kesempurnaan maka kritik dan saran
yang membangun demi perbaikan dan pengembangan sangat kami harapkan. Dan semoga
ini dapat menambah pengetahuan kita dan bermanfaat. Amin.....
Daftar
Pustaka
·
Saleh Al-Fauzan, Fiqih Sehari-hari,
Jakarta: Gema Insani Press, 2005.
·
Dr.
Zakiah Daradjat dkk, Ilmu Fiqh, Jakarta: asona, 1983
1 comments:
izin copas min buat referensi..
sukses selalu....
Post a Comment