Our social:

Sunday, 6 March 2016

MAKALAH META KECERDASAN DALAM PSIKOLOGI SUFISTIK



Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Psikologi Sufistik
Dosen Pengampu: Prof. Dr. H. Abdullah Hadziq, M. A




Disusun Oleh:
        NAMA : M. MAHMUD ABADI
    NIM     : 104411056


FAKULTAS USHULUDDIN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2012
META KECERDASAN DALAM PSIKOLOGI SUFISTIK

I.       PENDAHULUAN
Kecerdasan adalah sebuah kekuatan yang bersifat non material dan bukan spiritual. Ia sangat diperlukan oleh manusia dan sejumlah makhluk lainya guna dijadikan sebagai alat bantu di dalam menjalani kehidupannya di alam dunia. Kecerdasan itu dapat terbentuk melalui penyentuan, pemolesan sampai dengan perekayasaan oleh sistem-sistem yang memang selaras untuk hal tersebut. Sebab, pada awalnya kecerdasan memerlukan sebuah potensi yang tersembunyi; tersimpan pada sejumlah unsure perangkat yang ada pada diri manusia. Salah satu yang memiliki kemampuan untuk dapat melakukan pemberdayaan dan menjadikan bermanfaatnya kecerdasan yang ada pada diri manusia adalah Al-Quran Al-Karim.
Sebagai salah satu dari dua sumber rujukan yang dibutuhkan di dalam mengembangkan tingkat kemampuan individu, Al-Quran dianggap-oleh sebagian orang-tidak emiliki pengaruh apa pun untuk membentuk kecerdasan yang ada pada diri manusia. Memang tidak banyak orang yang mampu melihat dan dapat menggunakan Al-Quran sebagai kekuatan pemicu, penuntun, dan penjaminan kecerdasan yang ada pada diri manusia.[1]
Oleh karena itu di sini akan dibahas makalah tentang “Meta Kecerdasan dalam Psikologi Sufistik” dalam matakuliah Psikologi Sufistik.
II.    RUMUSAN MASALAH
A.    Hakikat Meta Kecerdasan
B.     Implikasi Meta Kecerdasan Bagi Prilaku Psikologis
III. PEMBAHASAN
A.    Hakikat Meta Kecerdasan
Setelah memetakan tiga paradigma kecerdasan, yakni kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ), berikutnya akan coba dibahas konstruksi atau pola relasi diantara ketiganya. Pola relasi ini mengandaikan terjadinya relasi positif antara IQ, EQ dan SQ, meskipun tetap mengakui adanya diferensiasi.
Sadar atau tidak, potensi kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual itu ada dalam keseluruhan diri kita sebagai manusia. Kecerdasan intelektual mencakup unsur logis (matematika) dan linguistik (verbal atau bahasa). Kecerdasan emotional mencangkup unsur interpersonal dan intrapersonal. Sementara kecerdasan spiritual adalah bagaimana mengkhayati dan mengabdikan diri –beribadah- kepada Khalik (Sang Pencipta).[2]
Kita akan melihat bahwa antara kecerdasan emosi (EQ), kecerdasan spiritual (SQ) dan kecerdasan Intelektual (IQ) sangat berkaitan erat satu dengan yang lain. Apabila kita berorientasi pada “Tauhid”, maka hasilnya adalah EQ, IQ dan SQ yang terintegrasi, pada saat masalah datang akar radar hati bereaksi menangkap signal. Karena berorientasi pada materialisme, maka emosi yang di hasilkan adalah yang tidak terkendali, sehingga menghasilkan sikap-sikap sebagai berikut: marah, sedih, kesal dan takut. Akibat emosi yang tak terkendali, God Spot menjadi terbelunggu atau suara hati tidak memiliki peluang untuk muncul.  Bisikan suara hati Ilahiyah yang bersifat mulia tidak lagi bisa didengar dan menjadi tidak berfungsi, ini mengakibatkan Ia tak mampu berkolaborasi dengan piranti kecerdasan yang lain. Karena suara hati tertutup, maka yang paling memegang peranan adalah emosi. Emosional yang memberi perintah kepada sektor kecerdasan intelektual IQ. IQ akan menghitung, tetapi berdasarkan dorongan kemarahan, kekecewaan, kesedihan, iri hati, dan kedengkian. Bayangkanlah apa yang akan terjadi kemudian![3]
Tingkatan IQ atau kecerdasan intelektual atau kecerdasan otak seseorang umumnya tetap, sedangkan EQ (kecerdasan emosi) dapat terus di tingkatkan. Hal ini didukung oleh pendapat seorang pakar EQ, Daniel Goleman sebagai berikut: Dalam peningkatan inilah kecerdasan emosi sangat berbeda dengan IQ, yang umumnya hamper tidak berubah selama kita hidup. Bila kemampuan murni kognitif relative tidak berubah, maka sesungguhnya kecakapan emosi dapat dipelajari kapan saja. Tidak peduli apakah orang tersebut tidak peka, pemalu, pemarah. Kikuk, atau sulit bergaul dengan orang lain sekalipun, dengan motivasi dan usaha yang benar kita mampu mempelajari serta menguasai kecakapan emosi tersebut. Tetapi bagaimana?[4]
Dalam perspektif neuroscience Ketiga bentuk kecerdasan ini (IQ, EQ, dan SQ), mempunyai akar-akar neurobiologis di otak manusia. Fakta menyatakan bahwa otak menyediakan komponen anatomisnya untuk aspek rasional (IQ), emosional (EQ), dan spiritual (SQ). Ini artinya secara kodrati, manusia telah disiapkan dengan tiga aspek tersebut. Kecerdasan emosional ada di sistem limbik, alias otak dalam, yang terdiri dari thalamus, hypothalamus dan hippocampus. Kecerdasan intelektual ada di korteks serebrum atau otak besar. Sedangkan kecerdasan spiritual mempunyai dasar neurofisiologis pada osilasi frekuensi gamma 40 Hertz yang bersumber pada integrasi sensasi-sensasi menjadi persepsi obyek-obyek dalam pikiran manusia.
Dalam perspektif Islam, dikenal istilah aql, qalb dan fuad sebagai pusat IQ , EQ dan SQ menunjukkan bahwa Islam memberikan apresiasi yang sama terhadap ketiga sistem kecerdasan tersebut. Hubungan ketiganya dapat dikatakan saling membutuhkan dan melengkapi. Namun kalau akan dibedakan, maka SQ merupakan "Prima Causa" dari IQ dan EQ. SQ mengajarkan interaksi manusia dengan al-Khaliq, sementara IQ dan EQ mengajarkan interaksi manusia dengan dirinya dan alam di sekitarnya. Tanpa ketiganya bekerja proporsional, maka manusia tidak akan dapat menggapai statusnya sebagai "Khalifah" di muka bumi. Oleh karena Islam memberikan penekanan yang sama terhadap "hablun min Allāh" dan "hablun min al-nās", maka dapat diyakini bahwa keseimbangan IQ, EQ dan SQ merupakan substansi dari ajaran Islam. Penggabungan ketiga hal ini akan menghasilkan manusia-manusia paripurna yang siap menghadapi hidup dan menghasilkan efek kesuksesan atas apa yang dilakukannya.
IQ, EQ & SQ adalah perangkat yang bekerja dalam satu kesatuan sistem yang saling terkait (interconnected) di dalam diri kita, sehingga tidak mungkin juga kita pisah-pisahkan fungsinya. Berhubungan dengan orang lain tetap membutuhkan otak dan keyakinan sama halnya dengan keyakinan yang tetap membutuhkan otak dan perasaan. mengabaikan salah satu dari ketiga bentuk kecerdasan berbasis neuroscience di atas adalah sesuatu kekeliruan, demikian juga jika mengagungkan salah satu diantaranya merupakan kesalahan. Pentingnya keseimbangan ketiga kecerdasan ini untuk menjadi seorang yang paripurna.
Penggabungan antara kecerdasan spiritual dengan kecerdasan intelektual dalam berbagai hal akan melahirkan “idealisme” dalam diri yang dalam konstektualnya lebih benyak membentuk wilayah-wilayah individual (catra pribadi). Sedangkan penggabungan antara ketiga kecerdasan tersebut yakni intelektual-spiritual dan emosional memunculkan tipe-tipe kecerdasan baru hingga pencapaian kecerdasan dialektis.[5]
99Q (“99” Quotient) merupakan sebuah istilah yang diilhami oleh 99 nama Allah yang mulia (al-asmaa’ al-husnaa). 99Q bisa disebut 99 Qalbu. Kerangka teoritik dalam menggagas 99Q ini adalah bahwa dalam diri manusia ada 99 potensi kecerdasan dan kemampuan yang merupakan manifestasi dari 99 nama Allah. Tetapi sangat disayangkan tidak banyak orang yang mempergunakannya.[6]
Dalam sebuah hadits Nabi Saw. Disebutkan, “ Sesungguhnya Allah menciptakan Adam sesuai dengan citra-Nya,” (HR Bukhari dan Muslim). Hadits ini mengindikasikan bahwa dalam diri manusia ada potensi Ilahiyah, karena ruh manusia-sebagaimana disebutkan Al-Quran-adalah bagian dari “Ruh Tuhan” (QS Al-Hijr [15]: 29).[7]
B.     Implikasi Meta Kecerdasan Bagi Prilaku Psikologis
Sebuah implikasi yang di tujukan Al-Quran dalam meta kecerdasan bagi prilaku psikologis untuk umat manusia adalah rangsangan untuk melekukan hal-hal yang berkaitan dengan dapat terbentuknya kecerdasan, yaitu:
a.    Agar menjadi penuntut ilmu.
Dituturunkan dari Tuhan Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya, yakni Al-Qur’an dalam bahasa Arab untuk kaum yang menuntut ilmu,”(QS Fushshilat [41]:2-3)
b.    Agar menggunakan akal.
Ini adalah ayat-ayat Al-Kitab (Al-Quran) yang nyata. Sesungguhnya Kami enurunkan kepadanya Al-Quran berbahasa Arab, agar kamu semua menggunakan akal,”(QS Yusuf [12]:1-2).
c.    Untuk ditafakuri.
“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Quran, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka menafakuri,” (QS Al-Nahl [16]: 44).
d.   Meraih kedudukan Hamba Allah Swt, yang disucikan.
Seandainya pada sisi kami ada sebuah kitab dari para pendahulu, bener-benar kami akan menjadi hamba Allah yang disucikan,” (QS Al-Shaffat [37]: 168-169).[8]




IV. KESIMPULAN
Dari pembahasan makalah di atas kami dapat menyimpulkan bahwa Meta Kecerdasan dalam Psikologi Sufistik yaitu Meta kecerdasan adalah konsep kecerdasan dengan perspektif majemuk. Kecerdasan tidak hanya ditakar dari kecerdasan intelektualnya IQ) saja, tetapi bahwa manusia ternyata juga memiliki potensi kecerdasan lain yang bahkan lebih penting yaitu kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ).
Kecerdasan intelektual (IQ) adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional. Sedangkan Kecerdasan emosi (EQ) merupakan kemampuan seperti kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustrasi; mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan; mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stress tidak melumpuhkan kemampuan berfikir; berempati dan berdo’a. Adapun Kecerdasan spiritual (SQ) adalah kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau value, yakni kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup dalam konteks makna yang lebih luas. Kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibanding dengan yang lain. Dapat juga dikatakan bahwa kecerdasan spiritual merupakan kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan, melalui langkah- langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah dalam upaya menggapai kualitas hanif dan ikhlas.
IQ, EQ & SQ adalah perangkat yang bekerja dalam satu kesatuan sistem yang saling terkait (interconected) di dalam diri kita, sehingga tidak mungkin juga kita pisah-pisahkan fungsinya. Kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan tertinggi, karena ia bisa menjembatani dan lebih memfungsikan dua kecerdasan lain yaitu IQ dan EQ secara lebih efektif. Hubungan ketiganya dapat dikatakan saling membutuhkan dan melengkapi. Namun jika hendak dibedakan, maka SQ merupakan prima causa dari IQ dan EQ. Kecerdasan spiritual mengajarkan interaksi manusia dengan al-Khaliq, sementara IQ dan EQ mengajarkan interaksi manusia dengan dirinya dan alam sekitarnya.

V.    PENUTUP
Demikian makalah yang membahas tentang Meta Kecerdasan Dalam Psikologi Sufistik, dari pemakalah menyarankan bahwa kita seharusnya mampu mengamalkan apa yang telah dijelaskan pada ringkasan makalah di atas, dan semoga kita mampu menerapkan atau mengimplikasikan di dalam kehidupan maupun perilaku psikologis kita. Dan demikian makalah yang dapat kami susun dan kami sangat menyadari makalah ini kurang dari kesempurnaan, maka kritik dan saran yang membangun demi perbaikan dan pengembangan sangat kami harapkan. Dan semoga ini dapat menambah pengetahuan kita dan bermanfaat. Aamiin.....



DAFTAR PUSTAKA
Alim, meta-kecerdasan-integrasi-kecerdasan, http://alim-online.blogspot.com/2010/05/meta-kecerdasan-integrasi-kecerdasan.html, Selasa, 29 Mei 2012, 00.45 WIB.
Djarot Sensa, Muhammad, Quranic Quotient, Jakarta: Hikmah, 2005.
Ginanjar Agustian,  Ary, Rahasia Sukses Membangkitkan ESQ POWER, Jakarta: ARGA,  2003.
Ginanjar Agustian, Ary, ESQ, THE ESQ WAY 165, 1 Ihsan 6 Rukun Iman 5 Rukun Islam, Jakarta: ARGA, 2005.
Sulaiman Al-Kumayi, 99Q, kecerdasan 99,  Bandung: Hikmah, 2003.


[1] Muhammad, Djarot Sensa, Quranic Quotient, Jakarta: Hikmah, 2005. h. 1-3.
[2]Alim, meta-kecerdasan-integrasi-kecerdasan, http://alim-online.blogspot.com/2010/05/meta-kecerdasan-integrasi-kecerdasan.html, Selasa, 29 Mei 2012, 00.45 WIB.
[3] Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangkitkan ESQ POWER, Jakarta: ARGA,  2003. H. 217.
[4] Ary Ginanjar Agustian, ESQ, THE ESQ WAY 165, 1 Ihsan 6 Rukun Iman 5 Rukun Islam, Jakarta: ARGA, 2005. h. 280.
[5] Alim, meta-kecerdasan-integrasi-kecerdasan, http://alim-online.blogspot.com/2010/05/meta-kecerdasan-integrasi-kecerdasan.html, Selasa, 29 Mei 2012, 00.45 WIB.
[6] Sulaiman Al-Kumayi, 99Q, kecerdasan 99,  Bandung: Hikmah, 2003. h. xii.
[7] Ibid. h. xii
[8] Muhammad, Djarot Sensa, Quranic Quotient, Jakarta: Hikmah, 2005. h. 21.

0 comments: