HADITS-HADITS MUHASABAH
I. PENDAHULUAN
Muraqabah dan muhasabah merupakan suatu
hal yang saling berkaitan satu sama lain. Sebelum melakukan muhasabah sebaiknya
terlebih dahulu melakukan muraqabah yakni dengan melihat, mengetahui dan
mendengar tentang dirinya sendiri sehingga orang akan selalu merasa di awasi, dilihat
dan di dengar Tuhan dalam setiap tingkah lakunya, yang mengakibatkan orang akan
selalu berhati-hati dalam setiap tindak-tanduknya dan senantiasa mawas diri.
Setelah muraqabah dilakukan seseorang harus
mengadakan muhasabah, yakni memikirkan dan memperhitungkan apa saja yang telah
diperbuat dan apa yang akan diperbuat selanjutnya. Karena dengan muhasabah
orang akan selalu mengadakan koreksi terhadap dirinya terhadap apa saja yang
sudah dilakukan sehingga orang akan menyadari terhadap setiap kesalahan dalam
dirinya dan akhirnya sedikit kemungkinan untuk melihat celah atau kesalahan
orang lain, karena orang tersebut telah sibuk mengkoreksi dirinya sendiri dan
hal tersebut lebih baik dari pada mencari-cari kekurangan orang lain.
II.
RUMUSAN MASALAH
A. Pengertian
Muhasabah
B. Hadits-hadits
Tentang Muhasabah
III.
PEMBAHASAN
A.Pengertian
Muhasabah
Muhasabah dapat diartikan sebagai metode
mawas diri. Sehingga yang dimaksud dengan metode mawas diri adalah meninjau
kedalam, ke hati nurani guna mengetahui benar
tidaknya, bertanggung jawab tidaknya suatu tindakan yang telah diambil. Sementara
dalam pengertian lain dijelaskan, metode mawas diri adalah integrasi diri
dimana egoisme dan egosentrisme diganti dengan sepi ing pamrih. Tahap integrasi diri ini perlu di ikuti dengan trasformasi diri dengan latihan-latihan agar
manusia menemukan identitas baru, ego baru, dan diakhiri dengan partisipasi
manusia dalam kegiatan Illahi.
Secara teknis psikologis, usaha tersebut
dapat dinamakan introspeksi yang pada dasarnya merupakan cara untuk menelaah
diri agar lebih bertambah baik dalam
berperilaku dan bertindak, atau merupakan cara berfikir terhadap segala
perbuatan, tingkahlaku, kehidupan batin, pikiran, perasaan, keinginan, pendengaran,
penglihatan dan segenap unsur kejiwaan lainnya.
Dengan demikian, metode muhasabah tersebut
dapat digunakan untuk mendapatkan gambaran tentang:
a)
Ketenangan dan kedamaian
yang hadir dalam jiwa
b) Sugesti
yang mendorong ke arah hidup yang bermakna
c) Rasa
cinta dan dekat kepada Allah
Sehingga muhasabah atau yang disebut juga sebagai metode
mawas diri, selain dapat mendorong orang untuk menyadari kekhilafannya, dapat
pula memotivasi orang mendekatkan diri kepada Allah, mendorong ke arah hidup
bermakna dalam dataran kesehatan mental, dan hidup bermanfaat sebagaimana
perilaku manusia sejati yang ciri-cirinya menurut Marcel sebagai berikut:
1) Memiliki
semangat partisipasi
2) Semangat
kesiap-siagaan
3) Memiliki
harapan kepada yang mutlak[1]
Oleh
karena itu, sebagai seorang sufi haruslah senantiasa mencurahkan dan mengerakkan
perhatiannya terhadap dirinya sendiri dalam saat apapun dan dalam melakukan
perbuatan apapun. Ia harus selalu waspada memandang diri sendiri didalam setiap
garak-geriknya, baik gerak-gerik jasmani, maupun gerak–gerik bathinnya.
Orang-orang
sufi yang senantiasa melakukan koreksi diri atau mengontrol dirinya, akan
selalu tampak padanya perbuatan apa yang sedang dilakukannya. Dan karena itu ia
tidak akan berani melakukan suatu perbuatan jahat yang bagaimanapun kecilnya. Karena
itu sangatlah beruntung bagi orang yang selalu mengontrol perbuatannya, kesalahannya
dan merasa bahwa semua amalnya akan dipertanggung jawabkan dihadapan Allah SWT.[2]
Sejalan
dengan itu Abu Hamid al-Ghazali berkata bahwa hakikat muhasabah adalah
mengoreksi diri dan memikirkan apa yang telah diperbuat dimasa lalu dan yang
akan diperbuat di masa yang akan datang.
Adapun
faktor utama yang menyebabkan seseorang mau melakukan muhasabah adalah keimanan
dan keyakinan bahwa Allah akan menghitung amal semua hambahnya. Jika amalnya
baik, maka Allah akan memberikan balasan yang baik pula. Sebaliknya jika
amalnya buruk, maka ia akan mendapatkan balasan yang buruk pula.
Dengan
muhasabah seorang muslim berpegang teguh kepada kitab Allah dan menjaga diri dari
larangannya. Ia akan selalu menegakkan hukum Allah selalu konsekuen berpegang
kepada ajaran islam.[3]
B. Hadis-Hadis Muhasabah
Seorang
yang selalu mengontrol perbuatannya sendiri maka akan selamat dan terhindar
dari kesesatan, serta tiada ada kesempatan baginya untuk melihat cela orang
lain karena ia sendiri sibuk mengontrol dirinya. Dari itu ia akan selamat dan
beruntung. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
(رواه بزر)¨ %]9# >
qã `ã &7ã &=ó© `J<
/qÞ
“Berbahagialah
orang yang cacatnya melalaikan dia memperhatikan cacat-cacat manusia”(
H.R.Bazar).
Orang yang selalu berfikir tentang keberadaan dirinya, mengontrol
segala kesalahannya dan mengawasi segala gerak-geriknya menandakan hati dan
fikirannya masih jernih dan masih berfungsi secara normal dan bahkan Rosulullah
SAW mengolongkan orang yang jenius atau orang yang cerdas karena pandai
mengoreksi kesalahannya sendiri. Sebagaimana sabda beliau:
%0 #q0
&¤ÿR
ì7?# `H _
$è9#r NqJ9#
è/
$J9
@Jãr &¤ÿR b#
`B §5<#
رواه
ترمذى) ) !# ?ã _J?r
“Orang
yang pintar ialah orang yang selalu mengoreksi dirinya dan beramal untuk bekal
sesudah mati dan orang yang lemah ialah orang yang selalu menurutkan hawa
nafsunya dan berangan-angan terhadap Allah”(H.R.Turmudzi).
Dari sini dapatlah dikatakan pengontrolan terhadap diri
sendiri bukanlah dilakukan sewaktu-waktu saja atau dalam waktu-waktu tertentu
saja. Haruslah dilakukan setiap hari atau setiap saat. Sebab apabila sekali
waktu atau suatu saat lengah, saat itu akan dipergunakan oleh syetan
sebaik-baiknya, sehingga mudah terjerumus kedalam jurang kejahatan. Pada
akhirnya akan timbul penyesalan, karena itu kewaspadaan harus selalu dijaga. Karena
itu Allah memperingatkan manusia dengan firmannya:
ûÓÍ_t6»t tPy#uä w ãNà6¨Yt^ÏFøÿt ß`»sÜø¤±9$# !$yJx. ylt÷zr& Nä3÷uqt/r& z`ÏiB Ïp¨Zyfø9$# äíÍ\t $yJåk÷]tã $yJåky$t7Ï9 $yJßgtÎãÏ9 !$yJÍkÌEºuäöqy 3 ¼çm¯RÎ) öNä31tt uqèd ¼çmè=Î6s%ur ô`ÏB ß]øym w öNåktX÷rts? 3 $¯RÎ) $uZù=yèy_ tûüÏÜ»u¤±9$# uä!$uÏ9÷rr& tûïÏ%©#Ï9 w tbqãZÏB÷sã ÇËÐÈ
“ Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh
syaitan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapamu dari surga, ia
menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya
'auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dan suatu
tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan
syaitan-syaitan itu pemimpin-pemimpim bagi orang-orang yang tidak beriman”(Q.S.Al-A’Raf:27)
Seorang sufi akan senantiasa berusaha mengoreksi segala
apa yang tersembunyi dalam hatinya dari berbagai cacat dan kekurangan. Hal ini
lebih baik dari pada mencari-cari kekurangan dan kesalahan orang lain. Sebagaimana
dikatakan oleh Syekh Ahmad bin Muhammad bin Abdul Karim bin Atha’illah Al
Iskandary dalam Al-Hikam:
7Zã =fm
%I <) 7ù q±? `I z >qè9#
`I
7ù `Ý/ %I <) 7ù q±?
. >
qó9# `I
“Usahamu
untuk mengetahui apa yang tersimpan dalam dirimu berbagai macam cela itu adalah
lebih baik, Dari pada usahamu kepada apa yang terhalang dari kamu dari berbagai
macam perkara yang ghaib”.
Dalam pribahasa dikatakan, gajah dipelupuk mata tiada
kelihatan, tapi semut di seberang lautan tampak kelihatan. Inilah ungkapan yang
menerangkan watak manusia yang suka melihat dan meneliti kesalahan orang lain
walau sekecil-kecilnya, akan tetapi lupa atau sengaja melupakan diri terhadap
kesalahan diri sendiri.
Bagi seorang sufi tidak diperkenankan melakukan perbuatan
semacam itu, karena perbuatan seperti itu sangat dilarang oleh Allah. Sebagaimana
firmannya:
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qç7Ï^tGô_$# #ZÏWx.
z`ÏiB
Çd`©à9$#
cÎ) uÙ÷èt/ Çd`©à9$#
ÒOøOÎ) ( wur (#qÝ¡¡¡pgrB
wur =tGøót Nä3àÒ÷è/ $³Ò÷èt/ 4 =Ïtär&
óOà2ßtnr& br& @à2ù't
zNóss9 ÏmÅzr& $\GøtB çnqßJçF÷dÌs3sù 4 (#qà)¨?$#ur
©!$# 4 ¨bÎ) ©!$# Ò>#§qs? ×LìÏm§ ÇÊËÈ
“ Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka
(kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah
mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain.
Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah
mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang”(Q.S.
Al-Hujurat:12).
Oleh karena itu, sebagai orang islam
dan beriman, hendaknya senantiasa pandai-pandai mengoreksi dan membersihkan aib
atau kesalahan yang terjadi pada diri sendiri dan berusaha dengan segala daya
dan upaya untuk mengekang hawa nafsu. Karena pada dasarnya, kesalahan-kesalahan
yang terjadi itu adalah karena menurutkan hawa nafsu. Sebagaimana firman Allah:
$¨Br&ur ô`tB t$%s{
tP$s)tB ¾ÏmÎn/u
ygtRur }§øÿ¨Z9$# Ç`tã 3uqolù;$# ÇÍÉÈ ¨bÎ*sù sp¨Ypgø:$# }Ïd 3urù'yJø9$# ÇÍÊÈ
“ Dan
Adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari
keinginan hawa nafsunya, Maka Sesungguhnya syurgalah tempat tinggal(nya”(Q.S.An
Nazi’at:40-41).
Agar kita selalu terhindar dari sumber bergejolaknya hawa
nafsu tersebut, maka hendaknya kita mengisi jiwa ini dengan ilmu ma’rifat, taat
dalam menjalankan perintah-perinyahnya dan menjauhi larangannya. Dan yang lebih
penting adalah kita harus selalu menghisab diri kita sebelum dihisab di
akhirat. Sebagaimana pesan Khalifah Umar Bin Khatab ra:
#qRqò û # @;%
%dqRr
#q9 %s?
û # @;%
M5¡ÿR # # q; %m
“Adakanlah
perhitungan terhadap dirimu sendiri sebelum diadakan hisab kepadamu dan
timbanglah amalmu sebelum diadakan timbangan padamu”.[4]
Hal ini sejalan dengan
firman Allah SWT:
$pkr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# öÝàZtFø9ur
Ó§øÿtR $¨B ôMtB£s%
7tóÏ9 ( (#qà)¨?$#ur
©!$# 4 ¨bÎ) ©!$# 7Î7yz $yJÎ/
tbqè=yJ÷ès?
ÇÊÑÈ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok
(akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa
yang kamu kerjakan”.(Q.S.Al-Hasyr:18).[5]
IV. KESIMPULAN
Dari uraian pembahasan tentang muhasabah di atas, kami
menyimpulkan bahwa sebelum melakukan muhasabah sebaiknya terlebih dahulu
melakukan muraqabah. Dimana muraqabah yaitu melihat, mengetahui dan
mendengarkan tentang dirinya sendiri dan muhasabah yaitu memikirkan dan
memperhitungkan apa saja yang telah diperbuat dan apa yang akan diperbuat
selanjutnya. Sehingga orang yang melakukan muhasabah akan menyadari
kesalahannya sendiri dan tidak akan mencari-cari kesalahan orang lain.
Muhasabah juga dapat diartikan sebagai metode mawas diri,
disamping itu muhasabah apabila dipandang dari kacamata psikologi dapat
dinamakan sebagai intropeksi yang pada dasarnya merupakan cara untuk menelaah
diri agar lebih bertambah baik dalam
berperilaku dan bertindak, atau merupakan cara berfikir terhadap segala
perbuatan, tingkahlaku, kehidupan batin, pikiran, perasaan, keinginan, pendengaran,
penglihatan dan segenap unsur kejiwaan lainnya.
Dan pada dasarnya muhasabah itu digunakan atau ditujukan
untuk mendapatkan gambaran tentang: Ketenangan dan kedamaian yang hadir dalam
jiwa, sugesti yang mendorong ke arah hidup yang bermakna dan rasa cinta dan
dekat kepada Allah.
V. PENUTUP
Demikian makalah yang dapat kami sampaikan, semoga kita
semua orang muslim dan muslimah dapat melakukan muhasabah yang seperti
dipaparkan di atas, dan kita senantiasa mengoreksi kesalahan diri kita sendiri
tanpa mencari-cari kesalahan orang lain. Disamping itu kita juga harus selalu
ber-istighfar dan minta hidayah kepada Allah SWT setiap saat, karena kita tidak mengerti
letak kesalahan kita sendiri yang telah kita lakukan setiap harinya.
Demikian makalah yang dapat kami susun
dan kami sangat menyadari makalah ini kurang dari kesempurnaan maka kritik dan
saran yang membangun demi perbaikan dan pengembangan sangat kami harapkan. Dan
semoga ini dapat menambah pengetahuan kita dan bermanfaat. Aamiin.....
DAFTAR PUSTAKA
·
Hawwa, Sa’id, Mensucikan Jiwa, Robbani Pers, 2007.
·
Tebba, Sudirman, Meditasi Sufistik, Banten: Pustaka Irvan,
2007.
·
Hadziq, Abdullah, Rekonsiliasi Psikologi sufistik dan
Humanistik, Semarang: Rasail, 2005.
·
Aziz, ALSaifullah , Risalah Memahami Ilmu Tasawuf, Surabaya:
Terbit Terang, 1998.
0 comments:
Post a Comment