Our social:

Sunday, 6 March 2016

HADITS-HADITS MUHASABAH



I.     PENDAHULUAN
Muraqabah dan muhasabah merupakan suatu hal yang saling berkaitan satu sama lain. Sebelum melakukan muhasabah sebaiknya terlebih dahulu melakukan muraqabah yakni dengan melihat, mengetahui dan mendengar tentang dirinya sendiri sehingga orang akan selalu merasa di awasi, dilihat dan di dengar Tuhan dalam setiap tingkah lakunya, yang mengakibatkan orang akan selalu berhati-hati dalam setiap tindak-tanduknya dan senantiasa mawas diri.
Setelah muraqabah dilakukan seseorang harus mengadakan muhasabah, yakni memikirkan dan memperhitungkan apa saja yang telah diperbuat dan apa yang akan diperbuat selanjutnya. Karena dengan muhasabah orang akan selalu mengadakan koreksi terhadap dirinya terhadap apa saja yang sudah dilakukan sehingga orang akan menyadari terhadap setiap kesalahan dalam dirinya dan akhirnya sedikit kemungkinan untuk melihat celah atau kesalahan orang lain, karena orang tersebut telah sibuk mengkoreksi dirinya sendiri dan hal tersebut lebih baik dari pada mencari-cari kekurangan orang lain.

  II.               RUMUSAN MASALAH
A.    Pengertian Muhasabah
B.     Hadits-hadits Tentang Muhasabah

III.               PEMBAHASAN
A.Pengertian Muhasabah
Muhasabah dapat diartikan sebagai metode mawas diri. Sehingga yang dimaksud dengan metode mawas diri adalah meninjau kedalam, ke hati nurani guna mengetahui benar  tidaknya, bertanggung jawab tidaknya suatu tindakan yang telah diambil. Sementara dalam pengertian lain dijelaskan, metode mawas diri adalah integrasi diri dimana egoisme dan egosentrisme diganti dengan sepi ing pamrih. Tahap integrasi diri ini perlu di ikuti dengan  trasformasi diri dengan latihan-latihan agar manusia menemukan identitas baru, ego baru, dan diakhiri dengan partisipasi manusia dalam kegiatan Illahi.
Secara teknis psikologis, usaha tersebut dapat dinamakan introspeksi yang pada dasarnya merupakan cara untuk menelaah diri agar lebih bertambah baik  dalam berperilaku dan bertindak, atau merupakan cara berfikir terhadap segala perbuatan, tingkahlaku, kehidupan batin, pikiran, perasaan, keinginan, pendengaran, penglihatan dan segenap unsur kejiwaan lainnya.
Dengan demikian, metode muhasabah tersebut dapat digunakan untuk mendapatkan gambaran tentang:
a)                                Ketenangan dan kedamaian yang hadir dalam jiwa
b)   Sugesti yang mendorong ke arah hidup yang bermakna
c)    Rasa cinta dan dekat kepada Allah
Sehingga muhasabah atau yang disebut juga sebagai metode mawas diri, selain dapat mendorong orang untuk menyadari kekhilafannya, dapat pula memotivasi orang mendekatkan diri kepada Allah, mendorong ke arah hidup bermakna dalam dataran kesehatan mental, dan hidup bermanfaat sebagaimana perilaku manusia sejati yang ciri-cirinya menurut Marcel sebagai berikut:
1)      Memiliki semangat partisipasi
2)      Semangat kesiap-siagaan
3)      Memiliki harapan kepada yang mutlak[1]
Oleh karena itu, sebagai seorang sufi haruslah senantiasa mencurahkan dan mengerakkan perhatiannya terhadap dirinya sendiri dalam saat apapun dan dalam melakukan perbuatan apapun. Ia harus selalu waspada memandang diri sendiri didalam setiap garak-geriknya, baik gerak-gerik jasmani, maupun gerak–gerik bathinnya.
Orang-orang sufi yang senantiasa melakukan koreksi diri atau mengontrol dirinya, akan selalu tampak padanya perbuatan apa yang sedang dilakukannya. Dan karena itu ia tidak akan berani melakukan suatu perbuatan jahat yang bagaimanapun kecilnya. Karena itu sangatlah beruntung bagi orang yang selalu mengontrol perbuatannya, kesalahannya dan merasa bahwa semua amalnya akan dipertanggung jawabkan dihadapan Allah SWT.[2]
Sejalan dengan itu Abu Hamid al-Ghazali berkata bahwa hakikat muhasabah adalah mengoreksi diri dan memikirkan apa yang telah diperbuat dimasa lalu dan yang akan diperbuat di masa yang akan datang.
Adapun faktor utama yang menyebabkan seseorang mau melakukan muhasabah adalah keimanan dan keyakinan bahwa Allah akan menghitung amal semua hambahnya. Jika amalnya baik, maka Allah akan memberikan balasan yang baik pula. Sebaliknya jika amalnya buruk, maka ia akan mendapatkan balasan yang buruk pula.
Dengan muhasabah seorang muslim berpegang teguh kepada kitab Allah dan menjaga diri dari larangannya. Ia akan selalu menegakkan hukum Allah selalu konsekuen berpegang kepada ajaran islam.[3]

B. Hadis-Hadis Muhasabah
Seorang yang selalu mengontrol perbuatannya sendiri maka akan selamat dan terhindar dari kesesatan, serta tiada ada kesempatan baginya untuk melihat cela orang lain karena ia sendiri sibuk mengontrol dirinya. Dari itu ia akan selamat dan beruntung. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
 (رواه بزر)¨ %]9#  > qŠã  `ã &7Šã &=ó© `J< /qÞ
“Berbahagialah orang yang cacatnya melalaikan dia memperhatikan cacat-cacat manusia”( H.R.Bazar).
            Orang yang selalu berfikir tentang keberadaan dirinya, mengontrol segala kesalahannya dan mengawasi segala gerak-geriknya menandakan hati dan fikirannya masih jernih dan masih berfungsi secara normal dan bahkan Rosulullah SAW mengolongkan orang yang jenius atau orang yang cerdas karena pandai mengoreksi kesalahannya sendiri. Sebagaimana sabda beliau:
    %0   #q0   &¤ÿR ì7?# `H _ $è9#r NqJ9# è/ $J9 @Jãr &¤ÿR b#Š `B §Š5<#
                                                                        رواه ترمذى)  ) !# ?ã _J?r
“Orang yang pintar ialah orang yang selalu mengoreksi dirinya dan beramal untuk bekal sesudah mati dan orang yang lemah ialah orang yang selalu menurutkan hawa nafsunya dan berangan-angan terhadap Allah”(H.R.Turmudzi).
            Dari sini dapatlah dikatakan pengontrolan terhadap diri sendiri bukanlah dilakukan sewaktu-waktu saja atau dalam waktu-waktu tertentu saja. Haruslah dilakukan setiap hari atau setiap saat. Sebab apabila sekali waktu atau suatu saat lengah, saat itu akan dipergunakan oleh syetan sebaik-baiknya, sehingga mudah terjerumus kedalam jurang kejahatan. Pada akhirnya akan timbul penyesalan, karena itu kewaspadaan harus selalu dijaga. Karena itu Allah memperingatkan manusia dengan firmannya:
ûÓÍ_t6»tƒ tPyŠ#uä Ÿw ãNà6¨Yt^ÏFøÿtƒ ß`»sÜø¤±9$# !$yJx. ylt÷zr& Nä3÷ƒuqt/r& z`ÏiB Ïp¨Zyfø9$# äíÍ\tƒ $yJåk÷]tã $yJåky$t7Ï9 $yJßgtƒÎŽãÏ9 !$yJÍkÌEºuäöqy 3 ¼çm¯RÎ) öNä31ttƒ uqèd ¼çmè=Î6s%ur ô`ÏB ß]øym Ÿw öNåktX÷rts? 3 $¯RÎ) $uZù=yèy_ tûüÏÜ»uФ±9$# uä!$uÏ9÷rr& tûïÏ%©#Ï9 Ÿw tbqãZÏB÷sムÇËÐÈ  
“ Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaitan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapamu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya 'auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dan suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan syaitan-syaitan itu pemimpin-pemimpim bagi orang-orang yang tidak beriman”(Q.S.Al-A’Raf:27)
            Seorang sufi akan senantiasa berusaha mengoreksi segala apa yang tersembunyi dalam hatinya dari berbagai cacat dan kekurangan. Hal ini lebih baik dari pada mencari-cari kekurangan dan kesalahan orang lain. Sebagaimana dikatakan oleh Syekh Ahmad bin Muhammad bin Abdul Karim bin Atha’illah Al Iskandary dalam Al-Hikam:
7Zã =fm %I <) 7ù q±? `I Šz >qè9# `I  7ù `Ý/ %I <) 7ù q±?
                                                                                           . > qó9# `I 
“Usahamu untuk mengetahui apa yang tersimpan dalam dirimu berbagai macam cela itu adalah lebih baik, Dari pada usahamu kepada apa yang terhalang dari kamu dari berbagai macam perkara yang ghaib”.
            Dalam pribahasa dikatakan, gajah dipelupuk mata tiada kelihatan, tapi semut di seberang lautan tampak kelihatan. Inilah ungkapan yang menerangkan watak manusia yang suka melihat dan meneliti kesalahan orang lain walau sekecil-kecilnya, akan tetapi lupa atau sengaja melupakan diri terhadap kesalahan diri sendiri.
            Bagi seorang sufi tidak diperkenankan melakukan perbuatan semacam itu, karena perbuatan seperti itu sangat dilarang oleh Allah. Sebagaimana firmannya:
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qç7Ï^tGô_$# #ZŽÏWx. z`ÏiB Çd`©à9$# žcÎ) uÙ÷èt/ Çd`©à9$# ÒOøOÎ) ( Ÿwur (#qÝ¡¡¡pgrB Ÿwur =tGøótƒ Nä3àÒ÷è­/ $³Ò÷èt/ 4 =Ïtär& óOà2ßtnr& br& Ÿ@à2ù'tƒ zNóss9 ÏmŠÅzr& $\GøŠtB çnqßJçF÷d̍s3sù 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# 4 ¨bÎ) ©!$# Ò>#§qs? ×LìÏm§ ÇÊËÈ 
“ Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang”(Q.S. Al-Hujurat:12).
            Oleh karena itu, sebagai orang islam dan beriman, hendaknya senantiasa pandai-pandai mengoreksi dan membersihkan aib atau kesalahan yang terjadi pada diri sendiri dan berusaha dengan segala daya dan upaya untuk mengekang hawa nafsu. Karena pada dasarnya, kesalahan-kesalahan yang terjadi itu adalah karena menurutkan hawa nafsu. Sebagaimana firman Allah:
$¨Br&ur ô`tB t$%s{ tP$s)tB ¾ÏmÎn/u ygtRur }§øÿ¨Z9$# Ç`tã 3uqolù;$# ÇÍÉÈ   ¨bÎ*sù sp¨Ypgø:$# }Ïd 3urù'yJø9$# ÇÍÊÈ    
Dan Adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, Maka Sesungguhnya syurgalah tempat tinggal(nya”(Q.S.An Nazi’at:40-41).
            Agar kita selalu terhindar dari sumber bergejolaknya hawa nafsu tersebut, maka hendaknya kita mengisi jiwa ini dengan ilmu ma’rifat, taat dalam menjalankan perintah-perinyahnya dan menjauhi larangannya. Dan yang lebih penting adalah kita harus selalu menghisab diri kita sebelum dihisab di akhirat. Sebagaimana pesan Khalifah Umar Bin Khatab ra:
#qRqò û # @;% %dqRr #q9 %s? û # @;% M5¡ÿR # # q; %m
“Adakanlah perhitungan terhadap dirimu sendiri sebelum diadakan hisab kepadamu dan timbanglah amalmu sebelum diadakan timbangan padamu”.[4]
Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT:
$pkšr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# öÝàZtFø9ur Ó§øÿtR $¨B ôMtB£s% 7tóÏ9 ( (#qà)¨?$#ur ©!$# 4 ¨bÎ) ©!$# 7ŽÎ7yz $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ÇÊÑÈ  
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.(Q.S.Al-Hasyr:18).[5]

IV. KESIMPULAN
            Dari uraian pembahasan tentang muhasabah di atas, kami menyimpulkan bahwa sebelum melakukan muhasabah sebaiknya terlebih dahulu melakukan muraqabah. Dimana muraqabah yaitu melihat, mengetahui dan mendengarkan tentang dirinya sendiri dan muhasabah yaitu memikirkan dan memperhitungkan apa saja yang telah diperbuat dan apa yang akan diperbuat selanjutnya. Sehingga orang yang melakukan muhasabah akan menyadari kesalahannya sendiri dan tidak akan mencari-cari kesalahan orang lain.
            Muhasabah juga dapat diartikan sebagai metode mawas diri, disamping itu muhasabah apabila dipandang dari kacamata psikologi dapat dinamakan sebagai intropeksi yang pada dasarnya merupakan cara untuk menelaah diri agar lebih bertambah baik  dalam berperilaku dan bertindak, atau merupakan cara berfikir terhadap segala perbuatan, tingkahlaku, kehidupan batin, pikiran, perasaan, keinginan, pendengaran, penglihatan dan segenap unsur kejiwaan lainnya.
            Dan pada dasarnya muhasabah itu digunakan atau ditujukan untuk mendapatkan gambaran tentang: Ketenangan dan kedamaian yang hadir dalam jiwa, sugesti yang mendorong ke arah hidup yang bermakna dan rasa cinta dan dekat kepada Allah.


V. PENUTUP
            Demikian makalah yang dapat kami sampaikan, semoga kita semua orang muslim dan muslimah dapat melakukan muhasabah yang seperti dipaparkan di atas, dan kita senantiasa mengoreksi kesalahan diri kita sendiri tanpa mencari-cari kesalahan orang lain. Disamping itu kita juga harus selalu ber-istighfar dan minta hidayah kepada Allah SWT  setiap saat, karena kita tidak mengerti letak kesalahan kita sendiri yang telah kita lakukan setiap harinya.
                   Demikian makalah yang dapat kami susun dan kami sangat menyadari makalah ini kurang dari kesempurnaan maka kritik dan saran yang membangun demi perbaikan dan pengembangan sangat kami harapkan. Dan semoga ini dapat menambah pengetahuan kita dan bermanfaat. Aamiin.....







DAFTAR PUSTAKA


·      Hawwa, Sa’id, Mensucikan Jiwa, Robbani Pers, 2007.
·      Tebba, Sudirman, Meditasi Sufistik, Banten: Pustaka Irvan, 2007.
·      Hadziq, Abdullah, Rekonsiliasi Psikologi sufistik dan Humanistik, Semarang: Rasail, 2005.
·      Aziz, ALSaifullah , Risalah Memahami Ilmu Tasawuf, Surabaya: Terbit  Terang, 1998.











[1] Abdullah Hadziq, Rekonsiliasi Psikologi sufistik dan Humanistik, Semarang: RASA IL, 2005.hlm.30-32.

[2] Saifullah Al Aziz, Risalah Memahami Ilmu Tasawuf, Surabaya: Terbit Terang, 1998.hlm.106.
[3] Sudirman tebba,  Meditasi Sufistik, Banten: Pustaka Irvan, 2007 .hlm,28.

[4] Saifullah Al Aziz, Risalah Memahami Ilmu Tasawuf, Surabaya: Terbit  Terang, 1998. hlm.106-110.
[5]       Sa’id Hawwa, Mensucikan Jiwa, Robbani Pers, 2007. hlm,140.

0 comments: