TAREKAT SEBAGAI METODE SULUK
RINGKASAN MATERI
TAREKAT DAN SULUK
Dosen: Prof. Dr. H. M. Amin Syukur, M. A
Disusun guna memenuhi
Tugas Ujian Akhir Semester
Disusun Oleh:
M. Mahmud Abadi (104411060)
FAKULTAS USHULUDDIN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SEMARANG
2013
TAREKAT
SEBAGAI METODE SULUK
1. Pengertian
Tarekat
Etimologis, tarekat berasal dari bahasa
arab tariqah yang berarti al-khat fi al-syai’ (garis sesuatu al-shirah
(jalan). Juga bermakna al- hal (keadaan).
Terminologis, tarekat juga berarti jalan
atau cara tertentu untuk mencapai tingkatan-tingkatan (maqamat) dalam
mendekatkan diri pada Allah. Karena melalui cara ini seseorang penganut ajaran
tarekat (sufi) dapat mencapai peleburan diri dengan yang nyata (fana fi
al-haq). Dengan demikian mengikuti suatu tarekat berarti melakukan olah batin,
dengan latihan-latihan spiritual
(riyadloh) dan perjuangan yang sungguh sungguh (mujahaddah) di bidang
olah kerohanian.
Dalam
ilmu tasawuf di terangkan, bahwa:
Tarekat, itu ialah jalan atau petunjuk
dalam melakukan sesuatu ibadah sesuai dengan ajaran yang dicontohkan oleh nabi
Muhammad saw, dan dikerjakan oleh sahabat-sahabat nabi, tabiin dan
tabiin-tabiin turun temurun sampai kepada guru-guru atau ulama-ulama sambung
menyambung dan rantai berantai sampai pada masa kita ini.
Nama tarekat biasanya diambil dari nama
pemimpin kelompok belajar tersebut, misalnya: tarekat naqsyabandiyah dinamai
demikian karena kelompok pembelajaran tasawuf itu di rintis oleh Bahauddin
al-Naqsyaband. Di dalam tarekat terdapat seorang mursyid (pembimbing) dan satu
asisten atau lebih dinamai khalifah (wakil) dan pengikutnya dinamai murid. Dan
tempat asrama atau pondoknya disebut ribath atau zwiyah dan tariyah, yang dalam
bahasa persia disebut khanaqoh.
2.
Istilah-istilah yang mirip
dengan tarekat
Suluk, Syariat, Tasawuf, Shirah, Sabil, dan Organisasi
3. Dasar
tarekat (Al-Qur’an dan Al-Hadits)
QS.
Al-Jin: 16
Èq©9r&ur (#qßJ»s)tFó$# n?tã Ïps)Ì©Ü9$# Nßg»oYøs)óV{ ¹ä!$¨B $]%yxî ÇÊÏÈ
“ Dan bahwasanya: Jikalau mereka tetap berjalan Lurus di atas
jalan itu (agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air
yang segar (rezki yang banyak)”.
QS.
Al-Kahfi : 110
ö@è%
!$yJ¯RÎ) O$tRr&
×|³o0 ö/ä3è=÷WÏiB #Óyrqã ¥n<Î)
!$yJ¯Rr& öNä3ßg»s9Î) ×m»s9Î) ÓÏnºur ( `yJsù tb%x. (#qã_öt uä!$s)Ï9
¾ÏmÎn/u ö@yJ÷èuù=sù
WxuKtã $[sÎ=»|¹
wur õ8Îô³ç
Íoy$t7ÏèÎ/
ÿ¾ÏmÎn/u
#Jtnr&
ÇÊÊÉÈ
“ Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu,
yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan
yang Esa". Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka
hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan
seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya".
QS.Al– Akhqof : 30
(#qä9$s% !$oYtBöqs)»t
$¯RÎ) $oY÷èÏJy
$·7»tFÅ2
tAÌRé& .`ÏB Ï÷èt/ 4ÓyqãB
$]%Ïd|ÁãB
$yJÏj9
tû÷üt/
Ïm÷yt
üÏöku
n<Î) Èd,ysø9$#
4n<Î)ur
9,ÌsÛ 8LìÉ)tGó¡B
ÇÌÉÈ
“ Mereka berkata: "Hai kaum Kami, Sesungguhnya Kami telah
mendengarkan kitab (Al Quran) yang telah diturunkan sesudah Musa yang
membenarkan Kitab-Kitab yang sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran dan
kepada jalan yang lurus”.
QS. Al- An’am :153
¨br&ur #x»yd ÏÛºuÅÀ $VJÉ)tGó¡ãB çnqãèÎ7¨?$$sù
(
wur
(#qãèÎ7Fs? @ç6¡9$#
s-§xÿtGsù
öNä3Î/
`tã ¾Ï&Î#Î7y 4
öNä3Ï9ºs Nä38¢¹ur ¾ÏmÎ/
öNà6¯=yès9
tbqà)Gs? ÇÊÎÌÈ
“ Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang
lurus, Maka ikutilah Dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain),
karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya. yang demikian itu
diperintahkan Allah agar kamu bertakwa”.
SEJARAH
TAREKAT DAN FAKTOR KELAHIRANNYA
Pada awalnya ajarna tarekat di lalui oleh sufi secara
individual. Kemudian dengan seiring dengan berjalannya waktu tarekat diajarkan
kepada orang lain baik secara individual maupun secara kolektif, model
pengajaran ini sudah di mulai sejak zaman Al-Hallaj (858-922 M). Model
pengajaran Al-Hallaj kemudian di ikuti dan ditiru oleh sufi lainnya, sehingga
timbullah dalam islam kumpulan sufi yang mempunyai tokoh sufi tertentu sebagai
guru besarnya (syekhnya) dengan tarekat tertentu lengkap dengan para pengikut
atau murid-muridnya.
Kemudian kumpulan orang ini membentuk organisasi
dengan mempunyai corak dan peraturan sendiri-sendiri diantranya muncul berbagai
macam tarekat seperti tarekat Qadiriyyah di Bagqhdad irak. Dengan demikian tarekat
yang mulanya perkumpulan orang sufi tanpa ikatan, sekarang menjadi berkembang
organisasi sufi populer yang mempunyai peraturan tetentu. Perjalanan berikutnya
dalam catatan Mirce Aliade (1987) tarekat menjadi dua ratus buah dan mempunyai
jaringan yang luas. Oleh karena itu perkembangan tarekat tidak semata
diterangkan dari sudut pandang agama, menurut Fazlur Rohman ada beberapa
perspektif yang digunakan dalam menerangkan perkembangan tarekat yaitu agama,
social dan juga politik.
Sementara itu, sebagai respon atas situasi politik,
melalui tarekat, kaum muslimin mempertahankan kedaulatan spiritual dan
mengkukuhkan kembali jalinan persaudaraan sesama muslim dalam ikatan
persaudaraan spiritual yang kuat. Dalam kaitan ini tarekat kemudian bisa
dimaknai sebagai fenomena politik ketika dunia islam menghadapi masa kritis
sejak abad ke- 6H/13 M. Pada saat itu Blok Barat ( Palestina, Syiria, Mesir,
dll) menghadapi serbuan eropa yang terkenal dengan peristiwa Perang Salib.
Dunia Timur menghadapi gempuran tentara Monggol. Sedangkan pusat pemerintahan
Baghdad terus mengalami perebutan kekuasaan. Khalifah Abasiyah, meskipun secara
formal masih berkuasa, kekuasaanya sudah tidak efektif.
Krisis kekuasaan politik tersebut menyebabkan umat
islam kehilangan pegangan, bahkan disintegrasi sosial dan pertentangan internal
antar bangsa arab, Persia dan Turki. Dalam kehidupan beragama juga terjadi
pertentangan yang tajam antara Sunni dan Syi’ah. Pada masa ini juga, kehidupan
ekonomi umat merosot dengan tajam.
Dalam keadaan seperti ini, umat islam berusaha
mempertahankan agamanya dengan berpegang pada doktrin yang dapat menentramkan
jiwa, yakni doktrin tasawuf yang mendorong berbagai aliran tarekat. Hal ini
dilakukan melalui tindak kesabaran, keyakinan, kesalehan, penyerahan diri, zuhud
dan menerima keadaan apa adanya(qana’ah) . Cara hidup seperti ini
merupakan tema utama perjuangan dalam pertempuran tanpa mengenal tempat.
Kekalahan politik kemudian ditransformasikan dalam kemenangan spiritual diluar
sejarah.
Transformasi kekalahan politik ke dalam pelembagaan
oleh spiritual ternyata menjadi pengganti kekuatan islam politik yang telah
mengalami kemunduran. Proses-proses perluasan islam ke berbagai belahan dunia
pasca runtuhnya kekuasaan politik islam secara nyata dilakukan oleh pedagang
muslim sufi yang mempunyai hubungan trans-nasional. Hal ini bisa dilihat pada
penyebaran islam seperti di Afrika dan Asia. Tarekat di Afrika Barat bahkan
disebut oleh Ousmane Kane sebagai organisasi sosial politik (sociopolitical
organization).
Menurut John Obert Voll, tarekat semakin membesar dan
bermunculan setelah kekuasaan Turki menyebar kemana-mana. Tarekat menjadi
lambang oposisi dan gerakan perlawanan rakyat secara diam-diam terhadap
kekuasaan Turki, Makkah, Mesir, India, dan Indonesia yang merupakan pusat-pusat
tarekat saat itu. Tarekat kemudian menjadi fenomena trans-nasional, yang
melampau batas-batas geografis dan kekuatannya merupakan gabungan antara dua
hal, yaitu doktrin (ajaran) dan pola hubungan antara guru (syekh) dan murid
anggota tarekat yang tergambar dalam silsilah tarekat.
ARTI
TASAWUF DAN PEMBAGIANNYA (Akhlaqi, Amali, Falsafi)
1. Asal-usul
perkataan tasawuf (Etimologi)
a. Ahlush
Shuffah
Yakni kelompok
kaum muhajirin pengikut Nabi Muhammad saw yang pindah dari makkah ke madinah
yang kehilangan harta benda dalam keadaan miskin dan tinggal diserambi masjid
Nabi.
b. Shaf
Yang berarti
barisan pertama dalam sembahyang cdimasjid yang melambangkan kemuliaan dan
keutamaan.
c. Shafwu
Yang berarti
bersih, hal ini dinishbahkan karena kaum sufi memiliki hati yang suci dan
bersih.
d. Shufah
bin Basyar
Seorang ahli
ibadah di zaman dahulu kala yang tekun disisi ka’bah.
e. Shaufanah
Bangsa buah-buahan
kecil berbulu-bulu yang tumbuh dipadang pasir tanah arab.
f. Shuf
Berarti kain yang
terbuat dari bulu, kaum sufi memakai woll kasar di zaman dahulu kala sebagai
symbol kesederhanaan dan kefakiran.
Definisi
tasawuf ( Terminologi)
Tasawuf
merupakan suatu ilmu yang membahas tentang jalan dan cara yang ditempuh
dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui pembersihan rohani, peningkatan
amal sholeh, berakhlaq dan beribadah sesuai yang diajarkan Rosulullah saw.
2. Tasawuf
dan pembagiannya serta para tokohnya
1. Tasawuf
Akhlaqi
Dalam pandangan kaum sufi, manusia
cenderung mengikuti hawa nafsu. Manusia dikendalikan oleh nafsunya, bukan
manusia yang mengendalikan hawa nafsunya. Ia cenderung ingin menguasai dunia sehingga menurut
Al-Ghazali hal ini akan membawa pada jurang kehancuran moral. Sebab disadari
atau tidak ia akan terbawah pada pemujaan dunia dan hidup di dunia adalah tujuan
utama, bukan digunakan sebagai jembatan untuk mencari kebahagiaan hakiki.
Pandangan hidup seperti ini akan
menimbulkan pertentangan antar manusia karena ia lupa wujud dirinya sebagai
hambah Allah yang senantiasa tunduk pada aturan-aturannya, karena mereka
disibukkan dengan persoalan dunia sehingga perhatiannyapun tidak tertuju pada
Allah. Kata Al- Ghazali disebabkan tidak terkontrolnya hawa nafsu.
Sebenarnya manusia tidak boleh mematikan
sama sekali nafsunya, tetapi ia harus menguasainya agar nafsu itu tidak
membawah pada kesesatan, karena nafsu diciptakan agar manusia dapat lebih
hidup, lebih maju, penuh kreativitas, dan semangat. Karena kalau tidak ada
nafsu manusia tidak akan berkembang.
Memang nafsu manusia sebagaimana
diterangkan di Al- Qur’an mempunyai kecenderungan baik dan buruk.
QS. AL-Jaatsiyah 23:
|M÷uätsùr&
Ç`tB
xsªB$#
¼çmyg»s9Î)
çm1uqyd ã&©#|Êr&ur ª!$# 4n?tã 5Où=Ïæ tLsêyzur 4n?tã ¾ÏmÏèøÿx
¾ÏmÎ7ù=s%ur @yèy_ur 4n?tã ¾ÍnÎ|Çt/
Zouq»t±Ïî `yJsù
ÏmÏöku .`ÏB Ï÷èt/ «!$# 4
xsùr&
tbrã©.xs? ÇËÌÈ
Maka
pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan
Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya[1384] dan Allah telah mengunci mati
pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka
siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat).
Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?
“Maksudnya Tuhan membiarkan orang itu
sesat, karena Allah telah mengetahui bahwa Dia tidak menerima petunjuk-petunjuk
yang diberikan kepadanya.”
QS.As-Syamsi 7-10:
<§øÿtRur $tBur
$yg1§qy
ÇÐÈ $ygyJolù;r'sù $yduqègéú $yg1uqø)s?ur ÇÑÈ ôs% yxn=øùr& `tB
$yg8©.y
ÇÒÈ ôs%ur
z>%s{ `tB
$yg9¢y
ÇÊÉÈ
7. dan jiwa serta penyempurnaannya
(ciptaannya),8. Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan
ketakwaannya.9. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu,10.
dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.
Oleh karena itu, untuk sampai sedekat itu
mungkin dengan Allah seseorang harus membersihkan nafsunya, dengan selalu
melakukan pembersihan diri yang didalam tasawuf dinamakan Takhalli, Tajjali dan
Tahalli. Sebagai penyempurnaaan akhlaq dalam tasawuf.
2. Tasawuf
Amali
Tasawuf amali ini merupakan kelanjutan
dari tasawuf akhlaqi, karena seseorang tidak akan bisa dekat dengan tuhan dengan amalan yang
dikerjakan sebelum ia membersihkan jiwanya. Jiwa yang bersih merupakan syarat
utama untuk bisa kembali pada Tuhan. Karena dia zat yang suci yang bersih dan
hanya menginginkan atau menerima orang-orang
yang suci. Allah SWT berfirman:
QS. Al-Baqarah:
222
tRqè=t«ó¡our
Ç`tã
ÇÙÅsyJø9$# (
ö@è%
uqèd
]r& (#qä9ÍtIôã$$sù
uä!$|¡ÏiY9$#
Îû ÇÙÅsyJø9$#
(
wur
£`èdqç/tø)s? 4Ó®Lym tbößgôÜt (
#sÎ*sù tbö£gsÜs? Æèdqè?ù'sù
ô`ÏB
ß]øym
ãNä.ttBr&
ª!$#
4
¨bÎ)
©!$#
=Ïtä
tûüÎ/º§qG9$# =Ïtäur úïÌÎdgsÜtFßJø9$# ÇËËËÈ
“. mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah:
"Haidh itu adalah suatu kotoran". oleh sebab itu hendaklah kamu
menjauhkan diri[137] dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati
mereka, sebelum mereka suci[138]. apabila mereka telah Suci, Maka campurilah
mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan
diri.”
“ Maksudnya
menyetubuhi wanita di waktu haidh. Ialah sesudah mandi. Adapula yang
menafsirkan sesudah berhenti darah keluar.”
Dalam
pengalaman ajaran tasawuf ada beberapa istilah untuk menjelaskannya yaitu
melalui Syariat, Tarekat, Hakekat dan Ma’rifat untuk dapat mencapai kebenaran
Tuhan.
3. Tasawuf
Falsafi
Ialah tasawuf yang ajarannya memadukan
antara visi mistik dengan visi rasional. Berbeda dengan tasawuf akhlaqi dan
amali yang masih berada dalam lingkungan tasawuf sunni. Seperti tasawufnya Al-Ghazali, tasawuf falsafi
menggunakan terminologi falsafi dalam mengungkapkan ajarany. Terminologi
falsafi tersebut berasal dari
bermacam-macam ajaran filsafat, yang telah mempengaruhi para tokoh-tokohnya.
Pemaduan antara taswawuf dan filsafat
dalam ajaran tasawuf falsafi ini, dengan sendirinya telah membuat ajaran-ajaran
tasawuf jenis ini bercampur dengan sejumlah ajaran-ajaran filsafat diluar islam
seperti Yunani, Persia, India dan Nasrani. Akan tetapi orisinalitasnya sebagai tasawuf tetap tidak hilang, meskipun
para tokoh-tokohnya berlatar belakang berbedah, tetap berusaha menjaga kemandirian ajaran aliran mereka.
Ciri umum tasawuf Falsafi ialah kesamaran-kesamaran ajaranya, akibat
banyaknya ungkapan dan peristilahan khusus yang hanya bisa dipahami oleh mereka
yang memahami ajaran tasawuf jenis ini. Selanjutnya tasawuf falsafi jenis ini
tidak bisa dipandang sebagai filsafat, karena ajaran dan metodenya didasarkan
pada rasa (zauq), sebaliknya tidak pula bisa dikategorikan pada tasawuf dalam
pengertiannya yang murni, karena ajarannya sering diungkapkan dalam bahasa filsafat
dan lebih cenderung kepada panteisme.
A. Tokoh
Tasawuf Akhlaqi
§ Al-Ghazali
(Ajaran Tasawufya tentang Takhalli, Tahalli, dan Tajjali)
B. Tokoh
Tasawuf Amali
§ Abdul
Qodir Jaelani (Ajaran Tasawufnya tentang Tarekat)
§ Al-Qusyairi
§ Abu
Ali Daqaq
§ Abu
Yahya Zakaria Amsari
C. Tokoh
Tasawuf Falsafi
§ Abu
Yazid Al- Bustami (Ajaran Tasawufnya
tentang ittihad)
§ Husein
Ibn Mansur Al-Hallaj (Ajaran Tasawufnya tentang Hulul)
§ Muhyi
Al-Din Ibn Arabi (Ajaran Tasawufnya tentang Wahdat Al-Wujud)
§ Syeikh
Hamzah Fansuri ( Ajaran Tasawufnya
tentang Wujudiyyat)
§ Syeikh
Syamsudin Sumatrani
§ Suharwardi
PRINSIP-PRINSIP
DALAM TAREKAT (Mursyid, Murid, Bai’at, Ajaran Dan Silsilah)
a. Mursyid
Syekh atau guru mempunyai kedudukan yang
penting dalam tarekat. Ia tidak saja merupakan seorang pemimpin yang mengawasi
murid-muridnya dalam kehidupan lahir dan pergaulan sehari-hari, agar tidak
menyimpang dari pada ajaran-ajaran islam dan terjerumus dalam maksiat berbuat
dosa besar dan kecil yang harus ditegurnya. Tetapi ia merupakan pemimpin kerohanian
yang tinggi kedudukannya dalam tarekat. Ia merupakan perantara dalam ibadah
antara murid dan Tuhan. Demikian
keyakinan yang terdapat dalam kalangan ahli tarekat itu.
Oleh karena itu, jabatan ini tidaklah
dapat dipangku oleh sembarang orang, meskipun ia mempunyai lengkap
pengetahuannya tentang sesuatu tarekat, tetapi yang terpenting adalah ia harus
mempunyai kebersihan rohani dan kehidupan batin yang murni. Bermacam-macam nama
yang tinggi diberikan kepadanya menurut
kedudukannya.
§ Nussak,
orang yang mengajarkan segala amal dan perintah agama.
§ Ubbad,
orang yang ahli dan ikhlas mengerjakan segala ibadah.
§ Mursyid,
orang yang mengajar dan memberi contoh pada murid-muridnya.
§ Imam,
pemimpin tidak saja dalam segala ibadah tetapi dalam sesuatu aliran keyakinan.
§ Syeikh,
kepala dari kumpulan tarekat dan kadang-kadang dinamakan juga dengan nama
kehormatan.
§ Sadah,
yang artinya penghulu atau orang yang dihormati dan diberi kekuasaan penuh.
Adapun
syarat-syarat seorang Mursyid antara lain:
§ Mendapat
posisi rijalul kamal, sempurna syariat, akhlaq, hakikat, dan ma’rifat.
§ Harus
mempunyai kemampuan lebih
§ Mempunyai
kemampuan politikus (siasatul muluk)
§ Mempunyai
kemampuan filosofis
§ Orang
yang alim
§ Filosof
seorang mursyid dapat melihat kejadian yang belum terjadi
b. Murid
Merupakan pengikut suatu tarekat, yaitu
orang yang menghendaki pengetahuan dan petunjuk dalam segala amal ibadahnya.
Murid itu terdiri dari laki-laki dan perempuan, baik belum dewasa maupun sudah
lanjut umurnya. Murid-murid itu tidak hanya mempelajari segala sesuatu yang
diajarkan atau yang dilatihkan guru padanya, yang berasal dari ajaran sesuatu
tarekat, tetapi harus patuh pada beberapa adab
dan akhlak yang ditentukan untuknya baik
terhadap syeikhnya, dirinya sendiri, maupun terhadap saudara-saudaranya
setarekat serta orang-orang islam yang lain.
Segala sesuatu yang betalian dengan itu
diperhatikan sungguh oleh mursyid suatu tarekat, karena kepada kepribadian
murid-muridnya itulah tergantung berhasil atau tidaknya perjalanan suluk yang
ditempuhnya. Pelajaran-pelajaran sufi dan latihan-latihan tarekat akan kurang
faedahnya jika pelajaran dan latihan itu tidak berbekas kepada perubahan akhlak
dan budi pekerti murid-murid itu.
Adapun
syarat-syarat seorang Murid antara lain:
§ Pasrah
§ Tidak
boleh mnentang syeikhnya
§ Tidak
boleh mengunjing syeiknya
§ Tidak
boleh melakukan rukhsoh
c. Bai’at
Adalah sumpah atau pernyataan kesetiaan
yang diucapakan oleh seorang murid kepada guru mursyid sebagai simbol penyucian
serta keabsahan seseorang mengamalkan ilmu tarekat. Jadi bai’at menjadi semacam
upacara sakral yang harus dilakukan oleh setiap orang yang ingin belajar
tarekat. Oleh karenanya dalam upacara bai’at ini selain diucapkan sumpah juga
diajarkan kewajiban seseorang murid untuk mentaati guru yang membai’atnya.
Dengan bai’atnya maka seseorang memperoleh status keanggotaan secara formal,
membangun ikatan spiritual dengan mursyidnya dan membangun persaudaraan mistik
dengan amggota yang lain.
Dalam upacara bai’at juga diajarkan zikir
yang harus dilakukan murid dalam sehari semalam. Zikir ini untuk mengendalikan
hawa nafsu tercela (madzmumah), menumbuhkan nafsu terpuji (mahmuda). Ada tiga
jenis zikir yang harus dilakukan pengamal tarekat.
§ Zikir
nafi isbat (dengan mengucapakan kalimah la illaha illallah)
§ Zikir
ismu zat (dengan mengucapakan kalimah Allah)
§ Zikir
Hifz al-anfus (dengan mengucapakan kalimah Hu Allah)
Bentuk dasar dari bai’at adalah dengan
melakukan jabat tangan. Bentuk lainnya adalah dengan memberikan baju seragam
atau topi ciri khas tertentu dari tarekat yang diikuti. Ada tarekat yang dalam
peraktek sumpah setia dengan melakukan percukuran rambut. Setiap tarekat
memiliki model bai’at yang berbeda dari tarekat lain.
d. Silsilah
Merupakan hubungan nama-nama yang sangat
panjang yang satu bertalian dengan yang lain, biasanya tertulis rapi dengan
bahasa arab diatas sepotong kertas yang diserahkan kepada murid tarekat sesudah
ia melakukan latihan dan amal-amal dan sesudah ia menerima petunjuk-petunjuk,
irsyad dan peringatan-peringatan talqin, dan sesudah membuat janji untuk tidak
melakukan maksiat yang dilarang oleh gurunya, dan menerimah ijazah atau khirqah
sebagai tanda boleh meneruskan bagi pelajaran tarekat itu kepada orang lain.
Mereka yang akan mengabungkan diri kepada
sesuatu tarekat, hendaknya mengetahui sungguh-sungguh nisbah atau hubungan
guru-gurunya itu sambung menyambung antara satu sama lain sampai kepada Nabi.
Karena yang demikian itu dianggap perlu dan tidak boleh tidak, sebab bantuan
kerohanian yang diambil dari guru-gurunya itu harus benar dan jika tidak benar
tidak berhubungan sampai kepada Nabi , maka bantuan itu dianggap terputus dan
tidak merupakan warisan dari pada Nabi.
ETIKA
DALAM TAREKAT ( adab murid dengan mursyid, mursyid dengan murid, murid dengan
dirinya sendiri dan murid dengan sesama murid atau masyarakat).
A. Adab
murid terhadap gurunya
1. Murid
harus menyerahkan diri sebulat-bulatnya dengan sepewnuhnya kepadagurunya. Ia
rela dengan segala apapun yang diperbuat oleh gurunya, yang dihidmatinya dengan
harta benda dan jiwa raganya. Kemudian barulah terlahir iradah dan muhibbah.
2. Tidak
boleh sekali-kali seorang murid menentang atau menolak apa yang dikerjakan
guruynya, meskipun pekerjaan itu pada lahirnya kelihatan termasuk haram.
3. Seorang
murid tidak boleh mempunyai maksud berkumpul dengan syeikhnya untuk tujuan
dunia dan akhirat. Dengan tidak menegaskan kesatuan yang sebenarnya mengenai
hal ihwal, maqam, fana’, maupun baqa’ dalam keesaan tuhan.
4. Seorang
murid tidak boleh melepaskan ikhtiarnya sendiri dari ikhtiar syeikhnya dalam
segala pekerjaan, baik merupakan keseluruhan atau bagian-bagian ibadat dan adat
kebiasaan.
5. Murid
tidak boleh mempergunjingkan sekali-kali keadaan syeikhnya, karena itu pokok
dri kebinasaan.
6. Murid
harus memelihara syeikhnya pada waktu ia tidak ada, sebagaimana ia memelihara
guru itu waktu hadir bersama-sama.
7. Seorang
murid harus menganggap setiap berkat yang diperolehnya, baik dunia maupun
akhirat disebabkan oleh berkat syeiknya itu.
8. Ia
tidak boleh menyembunyikan pada gurunya sesuatu yang terjadi pada dirinya,
mengenai ihwal, kekhawatiran, kejadian-kejadian yang tertimpa atas dirinya,
segala macam kasyf dan keramat yang
dianugerahkan Allah sewaktu-waktu padanya
harus diceritakan terus terang pada gurunya.
9. Seorang
murid tidak boleh menafsirkan sendiri segala kejadian, segala mimpi-mimpi dan
kasyf yang terbuka padanya.
10. Ia
tidak boleh menyiarkan rahasia-rahasia gurunya atau mengadakan siaran-siaran
yang lain tentang gurunya itu.
11. Ia
tidak boleh mengawini seorang wanita yang kelihatan disukai oleh syeikhnya yang
hendak dinikahinya. Atau mengawini seoraang wanita bekas istri gurunya, baik
yang ditinggal cerai atau sudah mati.
12. Seorang
murid tidak boleh hanya mengeluarkan nasehat atau pandangan kepada gurunya, dan
juga tidak meninggalkan pekerjaan yang sedang dihadapi gurunya itu.
13. Apabila
syeikhnya tidak ada, maka ia mengunjungi keluarganya dan berbuat baik dengan
segala khidmat, karena pekerjaannya itu akan mengikat hati gurunya.
14. Apabila
seorang murid memandang diriya dengan penuh ujub karena amalnya, atau telah
meningkat baik dalam hal ihwal, maka segerahlah diadukan kepada gurunya. Agar mendapat petunjuk untuk mengobati
penyakit itu sehingga tidak menimbulkan ria’ dan munafik dalam hatinya.
15. Murid
tidalk boleh memberikan atau menjual
kepada orang lain apa yang dihadiahkan oleh gurunya. Meskipun gurunya
mengijinkannya karena dalam pemberian guru itu tersembunyi air kefakiran yang
dicari-cari dan yang mendekatkan dia pada Allah.
16. Adabmurid
yang baik dalam hal ihwalnya ialah, ia memberikan harta bendanya sebagai
sedekah atas permintaan syeikhnya.
17. Murid
yang baik tidaklah menganggap ada sesuatu kekurangan pada syeiknya, meskipun ia
melihat kekurangan itu terjadi dalam kehidupannya.
18. Murid
tidak boleh banyak bicara didepan syeikhnya, harus ia tahu waktu-waktu bicara
itu.
19. Tidak
boleh sekali-kali dihadapan guru seorang murid berbicara keras
20. Tidak
boleh duduk bersimpuh didepannya, tidak boleh duduk diatas sajadah, tetapi
memilih tempat yang menunjukan tingkah laku merendahkan diri, seterusnya ia
berkhidmat kepada syeikhnya.
21. Cepat
kaki ringan tangan mengenai segala apa yang diperintahkan oleh gurunya, tidak
istirahat dan berhenti sebelum pekerjaan itu selesaai.
22. Seorang
murid harus ingat, menjauhkan diri dari pada segala pekerjaan yang dibenci oleh
syeiknya.
23. Tidak
boleh bergaul dengan orang yang dibenci oleh syeiknya, tetapi mencintai orang
yang dicintainya.
24. Ia
harus sabar jika syeikhnya belum memenuhi permintaanya dan tidak boleh
mengerutu dan membanding-bandingkan dirinya dengan orang lain.
25. Tidak
boleh duduk ditempat yang disediakan bagi guru, tidak boleh segan terhadap
pekerjaan, tidak boleh berpergian, kawin atau mengerjakan hal kecil tanpa dapat
ijinya.
26. Tidak
boleh menyampaikan kepada orang lain pekerjaan syeikhnya kecuali yang
dapat dipahami mereka itu sekedar
kekuatan akalnya.
27. Tidak
boleh menyampaikan salamnya melalui orang lain kepada syeiknya, tetapi kalau
ada kesempatan menziarahinya sendiri.
B. Adab
mursyid dengan murid
1. Ia
harus alim dan ahli dalam memberikan tuntunan-tuntunan kepada murid-muridnya
dalam ilmu fiqih, aqa’id, dan tauhid. Dengan menyingkirkan keraguan kepada muridnya mengenai persoalan itu.
2. Bahwa
ia mengenal atau arif dengan segala sifat-sifat kesempurnaan hati, segala
adab-adabnya, segala kegelisahan jiwa dan penyakitnya begitu pula tahu cara
menyehatkannya kembali.
3. Bahwa
ia mempunyai belas kasihan terhadap orang islam, khusus terhadap
murid-muridnya.
4. Mursyid
itu hendaknya pandai menyimpan rahasia murid-muridnya, tidak membuka kebaikan
dimuka umum serta mengawasi dengan pandangan sufinya.
5. Bahwa
ia tidak menyalahgunakan amanah muridnya, tidak mempergunakan harta benda
muridnya dan tidak boleh menginginkan apa yang ada pada mereka.
6. Bahwa
ia tidak sekali-kali menyuruh muridya itu dengan suatu perintah, kecuali jika
yang demikian itu layak dan pantas juga dikerjakan olehnya.
7. Bahwa
seorang mursyid hendaknya ingat sungguh-sungguh, tidak terlalu banyak bergaul
apalagi bersenda gurau dengan muridnya.
8. Ia
mengusahakan segala ucapan bersih dari pengaruh nafsu dan keinginan, terutama
tentang ucapan yang pada pendapatnya akan memberi bekas kepada kehidupan batin
muridnya.
9. Seorang
murid yang bijaksana selalu berlapang dada, ikhlas, dan tidak ingin memberi
perintah kepada murid itu apa yang tidak ia sanggupi.
10. Apabila
ia melihat seorang murid yang karena bersama-sama dan berhubungan dia,
memperlihatkan kebesaran dan ketinggian hatinya, maka segeralah ia
memerintahkan muridnya berkhalwat.
11. Apabila
ia melihat bahwa kehormatan terhadap dirinya sudah berkurang dalam anggapan dan
hati murid-muridnya, hendaklah ia mengambil siasat yang bijaksana untuk mencegah
yang demikian itu.
12. Jangan
diluapkan olehnya memberi petunjuk tertentu pada waktu tertentu kepada muridnya
untuk memperbaiki hal mereka.
13. Sesuatu yang harus mendapat perhatiannya yang
penuh ialah kebangsaan rohani yang sewaktu-waktu timbul pada muridnya yang
masih dalam didikannya.
14. Ia
melarang murid-muridnya banyak bicara dengan teman-temannya, kecuali dalam
hal-hal penting.
15. Ia
menyediakan tempat berkhalwat, bagi perseorangan murid-muridnya.
16. Hendaklah
dijaga, agar muridnya tidak melihat segala gerak-geriknya, tidak melihat
tidurnya, dan tidak melihat makan dan minumnya, karena sewaktu-waktu hal
tersebut dapat mengurangi kehormatan syeikhnya.
17. Ia
mencegah muridnya banyak makan, karena banyak makan dapat menghambat
tercapainya latihan-latihan yang diberikan syeikhnya.
18. Melarang
murid-muridnya berhubungan dengan syeikh tarekat lain.
19. Ia
melarang murid-muridnya pulang balik kepada raja-raja dan orang-orang besar
dengan tidak ada keperluan yang tertentu.
20. Mursyid
itu selalu dalam khutbah-khutbahnya mempergunakan kata-kata dan cara-cara yang
lemah yang dapat menawan hati dan fikiran, jangan sekali-kali khutbahnya itu
mengandung kecaman karena dapat menjauhkan dari muridnya.
21. Apabila
seseorang mengundangnya, maka ia menerimah undangan itu dengan penuh kehormatan
dan penghargaan.
22. Apabila
ia duduk ditengah-tengah muridnya, maka hendaklah ia duduk dengan tenang dan
penuh sabar, jangan menoleh kanan kiri, jangan mengantuk atau tidur, jangan
melujurkan kakinya ditengah-tengah pertemuan menutup matanya, merendahkan
suaranya, menghindarkan segala sifat-sifat tercela.
23. Bahwa ia harus menjaga pada waktu seseorang
muridnya datang menemui dia jangan memalingkan mukanya.
24. Hendaklah
ia suka bertanya tentang seseorang murid yang tidak hadir, apabila murid itu
sakit, segerahlah ia menengok, apabilah murid itu memerlukan sesuatu,
segerahlah ia berikhtiar menolongnya, dan apabila ia ternyata uzur, hendaklah
ia menyuruh memanggil dan berkirim salam.
C. Adab
murid terhadap dirinya sendiri
1. Ia
harus meninggalkan semua teman yang jahat, dan mencari serta mempergauli teman
yang baik.
2. Menjauhkan
anak istrinya pada waktu berzikir karena seluruh perhatiannya jiwa dan hatinya
harus tertuju pada Tuhan semata.
3. Hendaknya
ia meninggalkan kesenangan hidup yang berlimpah, mengambil sekedar apa yang
dimakan, diminum, pakaian dan hubungan suami istri.
4. Meninggalkan
cinta dunia, dan memikirkan akhirat.
5. Jangan
tidur dalam keadaan jinabah, selalu bersih bahkan tidurlah dalam keadaan
berwudlu.
6. Jangan
menghendaki apa yang ada pada orang lain apabila kekurangan rizki.
7. Sabar
dan berkeyakinan bahwa dalam perjalanan menemui Tuhannya ia tidak butuh
kekayaan dan kesenangan.
8. Selalu
memperhitungkan kekurangan dan keburukan, kebaikan (muhasabah).
9. Menyedikitkan
tidur, terutama pada sahur dan berdoa serta beramal sebanyaknya .karena waktu
itu waktu yang mustajab.
10. Membiasakan
diri makan yang halal dan makan yang
sedikit.
11. Mengangkat
tangan sebelum kenyang.
12. Memelihara
lidah dan matanya.
13. Mengawasi
hatinya jangan berburuk sangka.
14. Jangan suka bersenda gurau, karena dapat mematikan
hati dan jiwa dan menjadikan gelap.
15. Meninggalkan
tanya menanyadan perdebatan, apalagi pertengkaran tentang sesuatu pembahasan
ilmu.
16. Bersedia mendatangi dan mempergauli orang-orang yang sedang bingung dan sempit
pikirannya, membicarakan adap yang baik dan membuka jiwa yang sempit.
17. Mencintai
kedudukan dan pengaruh, kebesaran dan kemegahan dapat memutuskan jalan kepada
kebenaran.
18. Murid-murid
hendaknya tawadu’.
19. Hendaknya
ia selalu takut kepada Tuhan, sambil meminta ampun terhadap dosanya.
20. Tidak
menerangkan kepada seseorangpun juga apa yang dilihatnya dalam mimpi atau dalam
jiwanya dari pada rahasia-rahasia yang diperlihatkan Tuhan kepadanya kecuali
pada gurunya sendiri.
21. Hendaknya
ia menjaga waktu yang tetap untuk zikir kepada Tuhannya, dengan cara yang ditunjukkan
oleh syeikhnya tidak ditmbah dan dikurangi.
D. Adab
murid terhadap sesama murid dan masyarakat
1. Ia
mengakui persahabatan yang meletakkan kepadanya beberapa kewajiban yaitu:
2. Ia
mencintai sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.
3. Ia
memberi salam, ia berjabat tangan, ia mengeluarkan tutur kata yang baik sesuai
dengan ajaran Nabi.
4. Ia
tidak melepaskan sahabatnya itu sebelum
ia memintak maaf.
5. Ia
bergaul dengan kelakuan yang baik.
6. Ia
berbuat sesuatu terhadapnya dengan penuh kecintaan dan lemah lembut.
7. Umumnya
ia memperlihatkan akhlak-akhlak Nabi yang dibiasakan pada dirinya.
Junaid berkata ada
empat perkara yang dapat mengangkat derajat seorang sufi meskipun tidak berilmu
dan amalnya:
§ Penyantun
dan sabar
§ Dan
Merendahkan diri
§ Bermurah
tangan
§ Dan
berbaik budi
Diantaranya ialah
rela hati terhadap teman, meskipun mereka lebih tinggi kedudukannya dan lebih
baik nasibnya dari pada murid itu, diantaranya:
§ Bertolong
menolong dalam perkara kebajikan dan taqwa.
§ Member
petunjuk kepada yang benar.
§ Mencegah
kejahatan.
§ Tidak
membuka malu dan kesalahan temannya.
§ Berbaik
sangka dengan temanya.
§ Jika
ia hendak menerangkan sesuatu kekurangan, maka dimisalkannya kekurangan itu
terdapat pada dirinya sendiri, agar diambil ibarat oleh temannya itu.
§ Harus
menerimah alasan uzur yang di kemukakan oleh temannya, meskipun ia tahu ia
berdusta.
§ Memenuhi
janji-janji yang diperbuatnya mengenai pertolongan dan pemberian
§ Tidak
lekas marah jika sesuatu janjinya dibangkitkan orang.
§ Mengunjunginya
pada waktu susah dan sakit.
§ Membaca
doa dan wirid-wirid yang baik.
PRO-KONTRA TASAWUF DAN TAREKAT
A. Pro
terhadap tasawuf
§ Ihya’
sebagai sumber ilmu tasawufkitab yang disususn berdasarkan hasil mukasyafah
Al-Ghazali yang diperoleh sewaktu beliau uzlah.
B. Kontra
terhadap tasawuf
§ Ilmu
tasawuf berasal dari kitab ihya’ yang ditulis oleh Al-Ghazali dengan kebiasaan
mereka-reka hadis-hadis yang sebenarnya mauquf menjadi seakan-akan marju’.
C. Kontra
tarekat
§ Bahwa
tarekat tidak berasal dari Nabi
§ Fanatisme
§ Eksklusif
§ Sinkritis
§ Asketis
§ Berlebih-lebihan
dalam ibadah
§ Melanggar
syariat
§ Kultus
(taqlid buta)
§ TBC
(tanajuh, bid’ah, kurufat atau keyakinan yang tidak dilandasi ilmu pengetahuan
yang benar)
D. Pro
tarekat
§ Kehidupan
zuhud (sederhana)
§ Melatih
hati yang bersih (Seni Menata Hati pribadi terpuji)
§ Tawadlu’
kepada mursyid atau guru
§ Lebih
mendekatkan kepada Allah SWT
§ Mukasyafah
§ Suhbah
(persahabatan)
§ Futuwah
§ Itsar
§ Membina
budi pekerti
§ Inklusif
sesama tarekat
§ Media
dakwah
Referensi
·
Ja’far Shodiq, Pertemuan antara Tarekat dan Nu, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2008.hlm.38.
·
Mustofa Zahri, Kunci
Memahami Ilmu Tasawuf, Surabaya: PT. Bintang Ilmu,1979.hlm.251.
·
Abu Bakar Aceh, Pengantar
Ilmu Tarekat Kajian Historis tentang Mistik, Solo: Ramadhan, 1995.
·
Muhsin Jamil, Tarekat
dan Dinamika Sosial Politik Tafsir Sosial Sufi Nusantara, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2005.
·
Asmaran, Pengantar Studi
Tasawuf, Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada.1994.hlm,65.
·
Hamzah Ya’qub, Tingkat
Ketenangan dan Kebahagiaan Mukmin, Jakarta: CV.ATISA,1997,hlm,9.
0 comments:
Post a Comment