Our social:

Thursday, 10 March 2016

TAREKAT SEBAGAI METODE SULUK

RINGKASAN MATERI
TAREKAT DAN SULUK
Dosen: Prof. Dr. H. M. Amin Syukur, M. A
Disusun guna memenuhi
Tugas Ujian Akhir Semester
Disusun Oleh:
M. Mahmud Abadi (104411060)
FAKULTAS USHULUDDIN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SEMARANG
2013


TAREKAT SEBAGAI METODE SULUK
1.      Pengertian Tarekat
Etimologis, tarekat berasal dari bahasa arab tariqah yang berarti al-khat fi al-syai’ (garis sesuatu al-shirah (jalan). Juga bermakna al- hal (keadaan).
Terminologis, tarekat juga berarti jalan atau cara tertentu untuk mencapai tingkatan-tingkatan (maqamat) dalam mendekatkan diri pada Allah. Karena melalui cara ini seseorang penganut ajaran tarekat (sufi) dapat mencapai peleburan diri dengan yang nyata (fana fi al-haq). Dengan demikian mengikuti suatu tarekat berarti melakukan olah batin, dengan latihan-latihan spiritual  (riyadloh) dan perjuangan yang sungguh sungguh (mujahaddah) di bidang olah kerohanian.
Dalam ilmu tasawuf di terangkan, bahwa:
Tarekat, itu ialah jalan atau petunjuk dalam melakukan sesuatu ibadah sesuai dengan ajaran yang dicontohkan oleh nabi Muhammad saw, dan dikerjakan oleh sahabat-sahabat nabi, tabiin dan tabiin-tabiin turun temurun sampai kepada guru-guru atau ulama-ulama sambung menyambung dan rantai berantai sampai pada masa kita ini.

Nama tarekat biasanya diambil dari nama pemimpin kelompok belajar tersebut, misalnya: tarekat naqsyabandiyah dinamai demikian karena kelompok pembelajaran tasawuf itu di rintis oleh Bahauddin al-Naqsyaband. Di dalam tarekat terdapat seorang mursyid (pembimbing) dan satu asisten atau lebih dinamai khalifah (wakil) dan pengikutnya dinamai murid. Dan tempat asrama atau pondoknya disebut ribath atau zwiyah dan tariyah, yang dalam bahasa persia disebut khanaqoh.
2.      Istilah-istilah yang mirip dengan tarekat
Suluk, Syariat, Tasawuf, Shirah, Sabil,  dan Organisasi
3.      Dasar tarekat (Al-Qur’an dan Al-Hadits)
QS. Al-Jin: 16
Èq©9r&ur (#qßJ»s)tFó$# n?tã Ïps)ƒÌ©Ü9$# Nßg»oYøs)óV{ ¹ä!$¨B $]%yxî ÇÊÏÈ  
“ Dan bahwasanya: Jikalau mereka tetap berjalan Lurus di atas jalan itu (agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rezki yang banyak)”.
QS. Al-Kahfi : 110
ö@è% !$yJ¯RÎ) O$tRr& ׎|³o0 ö/ä3è=÷WÏiB #Óyrqム¥n<Î) !$yJ¯Rr& öNä3ßg»s9Î) ×m»s9Î) ÓÏnºur ( `yJsù tb%x. (#qã_ötƒ uä!$s)Ï9 ¾ÏmÎn/u ö@yJ÷èuù=sù WxuKtã $[sÎ=»|¹ Ÿwur õ8ÎŽô³ç ÍoyŠ$t7ÏèÎ/ ÿ¾ÏmÎn/u #Jtnr& ÇÊÊÉÈ
“ Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya".

QS.Al– Akhqof : 30
(#qä9$s% !$oYtBöqs)»tƒ $¯RÎ) $oY÷èÏJy $·7»tFÅ2 tAÌRé& .`ÏB Ï÷èt/ 4ÓyqãB $]%Ïd|ÁãB $yJÏj9 tû÷üt/ Ïm÷ƒytƒ üÏöku n<Î) Èd,ysø9$# 4n<Î)ur 9,ƒÌsÛ 8LìÉ)tGó¡B ÇÌÉÈ  
“ Mereka berkata: "Hai kaum Kami, Sesungguhnya Kami telah mendengarkan kitab (Al Quran) yang telah diturunkan sesudah Musa yang membenarkan Kitab-Kitab yang sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus”.
QS. Al- An’am :153
¨br&ur #x»yd ÏÛºuŽÅÀ $VJŠÉ)tGó¡ãB çnqãèÎ7¨?$$sù ( Ÿwur (#qãèÎ7­Fs? Ÿ@ç6¡9$# s-§xÿtGsù öNä3Î/ `tã ¾Ï&Î#Î7y 4 öNä3Ï9ºsŒ Nä38¢¹ur ¾ÏmÎ/ öNà6¯=yès9 tbqà)­Gs? ÇÊÎÌÈ  
“ Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, Maka ikutilah Dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya. yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa”.


SEJARAH TAREKAT DAN FAKTOR KELAHIRANNYA
Pada awalnya ajarna tarekat di lalui oleh sufi secara individual. Kemudian dengan seiring dengan berjalannya waktu tarekat diajarkan kepada orang lain baik secara individual maupun secara kolektif, model pengajaran ini sudah di mulai sejak zaman Al-Hallaj (858-922 M). Model pengajaran Al-Hallaj kemudian di ikuti dan ditiru oleh sufi lainnya, sehingga timbullah dalam islam kumpulan sufi yang mempunyai tokoh sufi tertentu sebagai guru besarnya (syekhnya) dengan tarekat tertentu lengkap dengan para pengikut atau murid-muridnya.
Kemudian kumpulan orang ini membentuk organisasi dengan mempunyai corak dan peraturan sendiri-sendiri diantranya muncul berbagai macam tarekat seperti tarekat Qadiriyyah di Bagqhdad irak. Dengan demikian tarekat yang mulanya perkumpulan orang sufi tanpa ikatan, sekarang menjadi berkembang organisasi sufi populer yang mempunyai peraturan tetentu. Perjalanan berikutnya dalam catatan Mirce Aliade (1987) tarekat menjadi dua ratus buah dan mempunyai jaringan yang luas. Oleh karena itu perkembangan tarekat tidak semata diterangkan dari sudut pandang agama, menurut Fazlur Rohman ada beberapa perspektif yang digunakan dalam menerangkan perkembangan tarekat yaitu agama, social dan juga politik.
Sementara itu, sebagai respon atas situasi politik, melalui tarekat, kaum muslimin mempertahankan kedaulatan spiritual dan mengkukuhkan kembali jalinan persaudaraan sesama muslim dalam ikatan persaudaraan spiritual yang kuat. Dalam kaitan ini tarekat kemudian bisa dimaknai sebagai fenomena politik ketika dunia islam menghadapi masa kritis sejak abad ke- 6H/13 M. Pada saat itu Blok Barat ( Palestina, Syiria, Mesir, dll) menghadapi serbuan eropa yang terkenal dengan peristiwa Perang Salib. Dunia Timur menghadapi gempuran tentara Monggol. Sedangkan pusat pemerintahan Baghdad terus mengalami perebutan kekuasaan. Khalifah Abasiyah, meskipun secara formal masih berkuasa, kekuasaanya sudah tidak efektif.
Krisis kekuasaan politik tersebut menyebabkan umat islam kehilangan pegangan, bahkan disintegrasi sosial dan pertentangan internal antar bangsa arab, Persia dan Turki. Dalam kehidupan beragama juga terjadi pertentangan yang tajam antara Sunni dan Syi’ah. Pada masa ini juga, kehidupan ekonomi umat merosot dengan tajam.
Dalam keadaan seperti ini, umat islam berusaha mempertahankan agamanya dengan berpegang pada doktrin yang dapat menentramkan jiwa, yakni doktrin tasawuf yang mendorong berbagai aliran tarekat. Hal ini dilakukan melalui tindak kesabaran, keyakinan, kesalehan, penyerahan diri, zuhud dan menerima keadaan apa adanya(qana’ah) . Cara hidup seperti ini merupakan tema utama perjuangan dalam pertempuran tanpa mengenal tempat. Kekalahan politik kemudian ditransformasikan dalam kemenangan spiritual diluar sejarah.
Transformasi kekalahan politik ke dalam pelembagaan oleh spiritual ternyata menjadi pengganti kekuatan islam politik yang telah mengalami kemunduran. Proses-proses perluasan islam ke berbagai belahan dunia pasca runtuhnya kekuasaan politik islam secara nyata dilakukan oleh pedagang muslim sufi yang mempunyai hubungan trans-nasional. Hal ini bisa dilihat pada penyebaran islam seperti di Afrika dan Asia. Tarekat di Afrika Barat bahkan disebut oleh Ousmane Kane sebagai organisasi sosial politik (sociopolitical organization).
Menurut John Obert Voll, tarekat semakin membesar dan bermunculan setelah kekuasaan Turki menyebar kemana-mana. Tarekat menjadi lambang oposisi dan gerakan perlawanan rakyat secara diam-diam terhadap kekuasaan Turki, Makkah, Mesir, India, dan Indonesia yang merupakan pusat-pusat tarekat saat itu. Tarekat kemudian menjadi fenomena trans-nasional, yang melampau batas-batas geografis dan kekuatannya merupakan gabungan antara dua hal, yaitu doktrin (ajaran) dan pola hubungan antara guru (syekh) dan murid anggota tarekat yang tergambar dalam silsilah tarekat.

ARTI TASAWUF DAN PEMBAGIANNYA (Akhlaqi, Amali, Falsafi)
1.      Asal-usul perkataan tasawuf (Etimologi)
a.       Ahlush Shuffah
Yakni kelompok kaum muhajirin pengikut Nabi Muhammad saw yang pindah dari makkah ke madinah yang kehilangan harta benda dalam keadaan miskin dan tinggal diserambi masjid Nabi.
b.      Shaf
Yang berarti barisan pertama dalam sembahyang cdimasjid yang melambangkan kemuliaan dan keutamaan.
c.       Shafwu
Yang berarti bersih, hal ini dinishbahkan karena kaum sufi memiliki hati yang suci dan bersih.
d.      Shufah bin Basyar
Seorang ahli ibadah di zaman dahulu kala yang tekun disisi ka’bah.
e.       Shaufanah
Bangsa buah-buahan kecil berbulu-bulu yang tumbuh dipadang pasir tanah arab.
f.       Shuf
Berarti kain yang terbuat dari bulu, kaum sufi memakai woll kasar di zaman dahulu kala sebagai symbol kesederhanaan dan kefakiran.
Definisi tasawuf ( Terminologi)
Tasawuf  merupakan suatu ilmu yang membahas tentang jalan dan cara yang ditempuh dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui pembersihan rohani, peningkatan amal sholeh, berakhlaq dan beribadah sesuai yang diajarkan Rosulullah saw.
2.      Tasawuf dan pembagiannya serta para tokohnya
1.      Tasawuf Akhlaqi
Dalam pandangan kaum sufi, manusia cenderung mengikuti hawa nafsu. Manusia dikendalikan oleh nafsunya, bukan manusia yang mengendalikan hawa nafsunya. Ia cenderung  ingin menguasai dunia sehingga menurut Al-Ghazali hal ini akan membawa pada jurang kehancuran moral. Sebab disadari atau tidak ia akan terbawah pada pemujaan dunia dan hidup di dunia adalah tujuan utama, bukan digunakan sebagai jembatan untuk mencari kebahagiaan hakiki.
Pandangan hidup seperti ini akan menimbulkan pertentangan antar manusia karena ia lupa wujud dirinya sebagai hambah Allah yang senantiasa tunduk pada aturan-aturannya, karena mereka disibukkan dengan persoalan dunia sehingga perhatiannyapun tidak tertuju pada Allah. Kata Al- Ghazali disebabkan tidak terkontrolnya hawa nafsu.
Sebenarnya manusia tidak boleh mematikan sama sekali nafsunya, tetapi ia harus menguasainya agar nafsu itu tidak membawah pada kesesatan, karena nafsu diciptakan agar manusia dapat lebih hidup, lebih maju, penuh kreativitas, dan semangat. Karena kalau tidak ada nafsu manusia tidak akan berkembang.
Memang nafsu manusia sebagaimana diterangkan di Al- Qur’an mempunyai kecenderungan baik dan buruk.
QS. AL-Jaatsiyah 23:
|M÷ƒuätsùr& Ç`tB xsƒªB$# ¼çmyg»s9Î) çm1uqyd ã&©#|Êr&ur ª!$# 4n?tã 5Où=Ïæ tLsêyzur 4n?tã ¾ÏmÏèøÿxœ ¾ÏmÎ7ù=s%ur Ÿ@yèy_ur 4n?tã ¾ÍnÎŽ|Çt/ Zouq»t±Ïî `yJsù ÏmƒÏöku .`ÏB Ï÷èt/ «!$# 4 Ÿxsùr& tbr㍩.xs? ÇËÌÈ
 Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya[1384] dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?

“Maksudnya Tuhan membiarkan orang itu sesat, karena Allah telah mengetahui bahwa Dia tidak menerima petunjuk-petunjuk yang diberikan kepadanya.”
QS.As-Syamsi 7-10:
<§øÿtRur $tBur $yg1§qy ÇÐÈ   $ygyJolù;r'sù $yduqègéú $yg1uqø)s?ur ÇÑÈ   ôs% yxn=øùr& `tB $yg8©.y ÇÒÈ   ôs%ur z>%s{ `tB $yg9¢yŠ ÇÊÉÈ
7. dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya),8. Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.9. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu,10. dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.
Oleh karena itu, untuk sampai sedekat itu mungkin dengan Allah seseorang harus membersihkan nafsunya, dengan selalu melakukan pembersihan diri yang didalam tasawuf dinamakan Takhalli, Tajjali dan Tahalli. Sebagai penyempurnaaan akhlaq dalam tasawuf.
2.      Tasawuf Amali
Tasawuf amali ini merupakan kelanjutan dari tasawuf akhlaqi, karena seseorang tidak akan  bisa dekat dengan tuhan dengan amalan yang dikerjakan sebelum ia membersihkan jiwanya. Jiwa yang bersih merupakan syarat utama untuk bisa kembali pada Tuhan. Karena dia zat yang suci yang bersih dan hanya menginginkan  atau menerima orang-orang yang suci. Allah SWT berfirman:
QS. Al-Baqarah: 222
štRqè=t«ó¡our Ç`tã ÇÙŠÅsyJø9$# ( ö@è% uqèd ]Œr& (#qä9ÍtIôã$$sù uä!$|¡ÏiY9$# Îû ÇÙŠÅsyJø9$# ( Ÿwur £`èdqç/tø)s? 4Ó®Lym tbößgôÜtƒ ( #sŒÎ*sù tbö£gsÜs?  Æèdqè?ù'sù ô`ÏB ß]øym ãNä.ttBr& ª!$# 4 ¨bÎ) ©!$# =Ïtä tûüÎ/º§q­G9$# =Ïtäur šúï̍ÎdgsÜtFßJø9$# ÇËËËÈ
“. mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran". oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri[137] dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci[138]. apabila mereka telah Suci, Maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.”

Maksudnya menyetubuhi wanita di waktu haidh. Ialah sesudah mandi. Adapula yang menafsirkan sesudah berhenti darah keluar.”
            Dalam pengalaman ajaran tasawuf ada beberapa istilah untuk menjelaskannya yaitu melalui Syariat, Tarekat, Hakekat dan Ma’rifat untuk dapat mencapai kebenaran Tuhan.
3.      Tasawuf Falsafi
Ialah tasawuf yang ajarannya memadukan antara visi mistik dengan visi rasional. Berbeda dengan tasawuf akhlaqi dan amali yang masih berada dalam lingkungan tasawuf sunni.  Seperti tasawufnya Al-Ghazali, tasawuf falsafi menggunakan terminologi falsafi dalam mengungkapkan ajarany. Terminologi falsafi tersebut berasal  dari bermacam-macam ajaran filsafat, yang telah mempengaruhi para tokoh-tokohnya.
Pemaduan antara taswawuf dan filsafat dalam ajaran tasawuf falsafi ini, dengan sendirinya telah membuat ajaran-ajaran tasawuf jenis ini bercampur dengan sejumlah ajaran-ajaran filsafat diluar islam seperti Yunani, Persia, India dan Nasrani. Akan tetapi orisinalitasnya  sebagai tasawuf tetap tidak hilang, meskipun para tokoh-tokohnya berlatar belakang berbedah, tetap berusaha  menjaga kemandirian ajaran aliran mereka.
Ciri umum tasawuf Falsafi ialah  kesamaran-kesamaran ajaranya, akibat banyaknya ungkapan dan peristilahan khusus yang hanya bisa dipahami oleh mereka yang memahami ajaran tasawuf jenis ini. Selanjutnya tasawuf falsafi jenis ini tidak bisa dipandang sebagai filsafat, karena ajaran dan metodenya didasarkan pada rasa (zauq), sebaliknya tidak pula bisa dikategorikan pada tasawuf dalam pengertiannya yang murni, karena ajarannya sering diungkapkan dalam bahasa filsafat dan lebih cenderung kepada panteisme.
A.    Tokoh Tasawuf Akhlaqi
§  Al-Ghazali (Ajaran Tasawufya tentang Takhalli, Tahalli, dan Tajjali)
B.     Tokoh Tasawuf Amali
§  Abdul Qodir Jaelani (Ajaran Tasawufnya tentang Tarekat)
§  Al-Qusyairi
§  Abu Ali Daqaq
§  Abu Yahya Zakaria Amsari
C.     Tokoh Tasawuf Falsafi
§  Abu Yazid Al- Bustami  (Ajaran Tasawufnya tentang ittihad)
§  Husein Ibn Mansur Al-Hallaj (Ajaran Tasawufnya tentang Hulul)
§  Muhyi Al-Din Ibn Arabi (Ajaran Tasawufnya tentang Wahdat Al-Wujud)
§  Syeikh Hamzah Fansuri  ( Ajaran Tasawufnya tentang Wujudiyyat)
§  Syeikh Syamsudin Sumatrani
§  Suharwardi


PRINSIP-PRINSIP DALAM TAREKAT (Mursyid, Murid, Bai’at, Ajaran Dan Silsilah)
a.      Mursyid
Syekh atau guru mempunyai kedudukan yang penting dalam tarekat. Ia tidak saja merupakan seorang pemimpin yang mengawasi murid-muridnya dalam kehidupan lahir dan pergaulan sehari-hari, agar tidak menyimpang dari pada ajaran-ajaran islam dan terjerumus dalam maksiat berbuat dosa besar dan kecil yang harus ditegurnya. Tetapi ia merupakan pemimpin kerohanian yang tinggi kedudukannya dalam tarekat. Ia merupakan perantara dalam ibadah antara murid dan  Tuhan. Demikian keyakinan yang terdapat dalam kalangan ahli tarekat itu.
Oleh karena itu, jabatan ini tidaklah dapat dipangku oleh sembarang orang, meskipun ia mempunyai lengkap pengetahuannya tentang sesuatu tarekat, tetapi yang terpenting adalah ia harus mempunyai kebersihan rohani dan kehidupan batin yang murni. Bermacam-macam nama yang tinggi  diberikan kepadanya menurut kedudukannya.
§  Nussak, orang yang mengajarkan segala amal dan perintah agama.
§  Ubbad, orang yang ahli dan ikhlas mengerjakan segala ibadah.
§  Mursyid, orang yang mengajar dan memberi contoh pada murid-muridnya.
§  Imam, pemimpin tidak saja dalam segala ibadah tetapi dalam sesuatu aliran keyakinan.
§  Syeikh, kepala dari kumpulan tarekat dan kadang-kadang dinamakan juga dengan nama kehormatan.
§  Sadah, yang artinya penghulu atau orang yang dihormati dan diberi kekuasaan penuh.
Adapun syarat-syarat seorang Mursyid antara lain:
§  Mendapat posisi rijalul kamal, sempurna syariat, akhlaq, hakikat, dan ma’rifat.
§  Harus mempunyai kemampuan lebih
§  Mempunyai kemampuan politikus (siasatul muluk)
§  Mempunyai kemampuan filosofis
§  Orang yang alim
§  Filosof seorang mursyid dapat melihat kejadian yang belum terjadi
b.      Murid
Merupakan pengikut suatu tarekat, yaitu orang yang menghendaki pengetahuan dan petunjuk dalam segala amal ibadahnya. Murid itu terdiri dari laki-laki dan perempuan, baik belum dewasa maupun sudah lanjut umurnya. Murid-murid itu tidak hanya mempelajari segala sesuatu yang diajarkan atau yang dilatihkan guru padanya, yang berasal dari ajaran sesuatu tarekat, tetapi harus patuh pada beberapa adab  dan akhlak yang ditentukan untuknya baik  terhadap syeikhnya, dirinya sendiri, maupun terhadap saudara-saudaranya setarekat serta orang-orang islam yang lain.
Segala sesuatu yang betalian dengan itu diperhatikan sungguh oleh mursyid suatu tarekat, karena kepada kepribadian murid-muridnya itulah tergantung berhasil atau tidaknya perjalanan suluk yang ditempuhnya. Pelajaran-pelajaran sufi dan latihan-latihan tarekat akan kurang faedahnya jika pelajaran dan latihan itu tidak berbekas kepada perubahan akhlak dan budi pekerti murid-murid itu.
Adapun syarat-syarat seorang Murid antara lain:
§  Pasrah
§  Tidak boleh mnentang syeikhnya
§  Tidak boleh mengunjing syeiknya
§  Tidak boleh melakukan rukhsoh
c.       Bai’at
Adalah sumpah atau pernyataan kesetiaan yang diucapakan oleh seorang murid kepada guru mursyid sebagai simbol penyucian serta keabsahan seseorang mengamalkan ilmu tarekat. Jadi bai’at menjadi semacam upacara sakral yang harus dilakukan oleh setiap orang yang ingin belajar tarekat. Oleh karenanya dalam upacara bai’at ini selain diucapkan sumpah juga diajarkan kewajiban seseorang murid untuk mentaati guru yang membai’atnya. Dengan bai’atnya maka seseorang memperoleh status keanggotaan secara formal, membangun ikatan spiritual dengan mursyidnya dan membangun persaudaraan mistik dengan amggota yang lain.
Dalam upacara bai’at juga diajarkan zikir yang harus dilakukan murid dalam sehari semalam. Zikir ini untuk mengendalikan hawa nafsu tercela (madzmumah), menumbuhkan nafsu terpuji (mahmuda). Ada tiga jenis zikir yang harus dilakukan pengamal tarekat.
§  Zikir nafi isbat (dengan mengucapakan kalimah la illaha illallah)
§  Zikir ismu zat (dengan mengucapakan kalimah Allah)
§  Zikir Hifz al-anfus (dengan mengucapakan kalimah Hu Allah)
Bentuk dasar dari bai’at adalah dengan melakukan jabat tangan. Bentuk lainnya adalah dengan memberikan baju seragam atau topi ciri khas tertentu dari tarekat yang diikuti. Ada tarekat yang dalam peraktek sumpah setia dengan melakukan percukuran rambut. Setiap tarekat memiliki model bai’at yang berbeda dari tarekat lain.
d.      Silsilah
Merupakan hubungan nama-nama yang sangat panjang yang satu bertalian dengan yang lain, biasanya tertulis rapi dengan bahasa arab diatas sepotong kertas yang diserahkan kepada murid tarekat sesudah ia melakukan latihan dan amal-amal dan sesudah ia menerima petunjuk-petunjuk, irsyad dan peringatan-peringatan talqin, dan sesudah membuat janji untuk tidak melakukan maksiat yang dilarang oleh gurunya, dan menerimah ijazah atau khirqah sebagai tanda boleh meneruskan bagi pelajaran tarekat itu kepada orang lain.
Mereka yang akan mengabungkan diri kepada sesuatu tarekat, hendaknya mengetahui sungguh-sungguh nisbah atau hubungan guru-gurunya itu sambung menyambung antara satu sama lain sampai kepada Nabi. Karena yang demikian itu dianggap perlu dan tidak boleh tidak, sebab bantuan kerohanian yang diambil dari guru-gurunya itu harus benar dan jika tidak benar tidak berhubungan sampai kepada Nabi , maka bantuan itu dianggap terputus dan tidak merupakan warisan dari pada Nabi.


ETIKA DALAM TAREKAT ( adab murid dengan mursyid, mursyid dengan murid, murid dengan dirinya sendiri dan murid dengan sesama murid atau masyarakat).
A.    Adab murid terhadap gurunya
1.      Murid harus menyerahkan diri sebulat-bulatnya dengan sepewnuhnya kepadagurunya. Ia rela dengan segala apapun yang diperbuat oleh gurunya, yang dihidmatinya dengan harta benda dan jiwa raganya. Kemudian barulah terlahir iradah dan muhibbah.
2.      Tidak boleh sekali-kali seorang murid menentang atau menolak apa yang dikerjakan guruynya, meskipun pekerjaan itu pada lahirnya kelihatan termasuk haram.
3.      Seorang murid tidak boleh mempunyai maksud berkumpul dengan syeikhnya untuk tujuan dunia dan akhirat. Dengan tidak menegaskan kesatuan yang sebenarnya mengenai hal ihwal, maqam, fana’, maupun baqa’ dalam keesaan tuhan.
4.      Seorang murid tidak boleh melepaskan ikhtiarnya sendiri dari ikhtiar syeikhnya dalam segala pekerjaan, baik merupakan keseluruhan atau bagian-bagian ibadat dan adat kebiasaan.
5.      Murid tidak boleh mempergunjingkan sekali-kali keadaan syeikhnya, karena itu pokok dri kebinasaan.
6.      Murid harus memelihara syeikhnya pada waktu ia tidak ada, sebagaimana ia memelihara guru itu waktu hadir bersama-sama.
7.      Seorang murid harus menganggap setiap berkat yang diperolehnya, baik dunia maupun akhirat disebabkan oleh berkat syeiknya itu.
8.      Ia tidak boleh menyembunyikan pada gurunya sesuatu yang terjadi pada dirinya, mengenai ihwal, kekhawatiran, kejadian-kejadian yang tertimpa atas dirinya, segala macam kasyf  dan keramat yang dianugerahkan Allah sewaktu-waktu padanya  harus diceritakan terus terang pada gurunya.
9.      Seorang murid tidak boleh menafsirkan sendiri segala kejadian, segala mimpi-mimpi dan kasyf yang terbuka padanya.
10.  Ia tidak boleh menyiarkan rahasia-rahasia gurunya atau mengadakan siaran-siaran yang lain tentang gurunya itu.
11.  Ia tidak boleh mengawini seorang wanita yang kelihatan disukai oleh syeikhnya yang hendak dinikahinya. Atau mengawini seoraang wanita bekas istri gurunya, baik yang ditinggal cerai atau sudah mati.
12.  Seorang murid tidak boleh hanya mengeluarkan nasehat atau pandangan kepada gurunya, dan juga tidak meninggalkan pekerjaan yang sedang dihadapi gurunya itu.
13.  Apabila syeikhnya tidak ada, maka ia mengunjungi keluarganya dan berbuat baik dengan segala khidmat, karena pekerjaannya itu akan mengikat hati gurunya.
14.  Apabila seorang murid memandang diriya dengan penuh ujub karena amalnya, atau telah meningkat baik dalam hal ihwal, maka segerahlah diadukan kepada gurunya.  Agar mendapat petunjuk untuk mengobati penyakit itu sehingga tidak menimbulkan ria’ dan munafik dalam hatinya.
15.  Murid tidalk boleh memberikan  atau menjual kepada orang lain apa yang dihadiahkan oleh gurunya. Meskipun gurunya mengijinkannya karena dalam pemberian guru itu tersembunyi air kefakiran yang dicari-cari dan yang mendekatkan dia pada Allah.
16.  Adabmurid yang baik dalam hal ihwalnya ialah, ia memberikan harta bendanya sebagai sedekah atas permintaan syeikhnya.
17.  Murid yang baik tidaklah menganggap ada sesuatu kekurangan pada syeiknya, meskipun ia melihat kekurangan itu terjadi dalam kehidupannya.
18.  Murid tidak boleh banyak bicara didepan syeikhnya, harus ia tahu waktu-waktu bicara itu.
19.  Tidak boleh sekali-kali dihadapan guru seorang murid berbicara keras
20.  Tidak boleh duduk bersimpuh didepannya, tidak boleh duduk diatas sajadah, tetapi memilih tempat yang menunjukan tingkah laku merendahkan diri, seterusnya ia berkhidmat kepada syeikhnya.
21.  Cepat kaki ringan tangan mengenai segala apa yang diperintahkan oleh gurunya, tidak istirahat dan berhenti sebelum pekerjaan itu selesaai.
22.  Seorang murid harus ingat, menjauhkan diri dari pada segala pekerjaan yang dibenci oleh syeiknya.
23.  Tidak boleh bergaul dengan orang yang dibenci oleh syeiknya, tetapi mencintai orang yang dicintainya.
24.  Ia harus sabar jika syeikhnya belum memenuhi permintaanya dan tidak boleh mengerutu dan membanding-bandingkan dirinya dengan orang lain.
25.  Tidak boleh duduk ditempat yang disediakan bagi guru, tidak boleh segan terhadap pekerjaan, tidak boleh berpergian, kawin atau mengerjakan hal kecil tanpa dapat ijinya.
26.  Tidak boleh menyampaikan kepada orang lain pekerjaan syeikhnya kecuali yang dapat  dipahami mereka itu sekedar kekuatan akalnya.
27.  Tidak boleh menyampaikan salamnya melalui orang lain kepada syeiknya, tetapi kalau ada kesempatan menziarahinya sendiri.
B.     Adab mursyid dengan murid
1.      Ia harus alim dan ahli dalam memberikan tuntunan-tuntunan kepada murid-muridnya dalam ilmu fiqih, aqa’id, dan tauhid. Dengan menyingkirkan keraguan  kepada muridnya mengenai persoalan itu.
2.      Bahwa ia mengenal atau arif dengan segala sifat-sifat kesempurnaan hati, segala adab-adabnya, segala kegelisahan jiwa dan penyakitnya begitu pula tahu cara menyehatkannya kembali.
3.      Bahwa ia mempunyai belas kasihan terhadap orang islam, khusus terhadap murid-muridnya.
4.      Mursyid itu hendaknya pandai menyimpan rahasia murid-muridnya, tidak membuka kebaikan dimuka umum serta mengawasi dengan pandangan sufinya.
5.      Bahwa ia tidak menyalahgunakan amanah muridnya, tidak mempergunakan harta benda muridnya dan tidak boleh menginginkan apa yang ada pada mereka.
6.      Bahwa ia tidak sekali-kali menyuruh muridya itu dengan suatu perintah, kecuali jika yang demikian itu layak dan pantas juga dikerjakan olehnya.
7.      Bahwa seorang mursyid hendaknya ingat sungguh-sungguh, tidak terlalu banyak bergaul apalagi bersenda gurau dengan muridnya.
8.      Ia mengusahakan segala ucapan bersih dari pengaruh nafsu dan keinginan, terutama tentang ucapan yang pada pendapatnya akan memberi bekas kepada kehidupan batin muridnya.
9.      Seorang murid yang bijaksana selalu berlapang dada, ikhlas, dan tidak ingin memberi perintah kepada murid itu apa yang tidak ia sanggupi.
10.  Apabila ia melihat seorang murid yang karena bersama-sama dan berhubungan dia, memperlihatkan kebesaran dan ketinggian hatinya, maka segeralah ia memerintahkan muridnya berkhalwat.
11.  Apabila ia melihat bahwa kehormatan terhadap dirinya sudah berkurang dalam anggapan dan hati murid-muridnya, hendaklah ia mengambil siasat yang bijaksana untuk mencegah yang demikian itu.
12.  Jangan diluapkan olehnya memberi petunjuk tertentu pada waktu tertentu kepada muridnya untuk memperbaiki hal mereka.
13.    Sesuatu yang harus mendapat perhatiannya yang penuh ialah kebangsaan rohani yang sewaktu-waktu timbul pada muridnya yang masih dalam didikannya.
14.  Ia melarang murid-muridnya banyak bicara dengan teman-temannya, kecuali dalam hal-hal penting.
15.  Ia menyediakan tempat berkhalwat, bagi perseorangan murid-muridnya.
16.  Hendaklah dijaga, agar muridnya tidak melihat segala gerak-geriknya, tidak melihat tidurnya, dan tidak melihat makan dan minumnya, karena sewaktu-waktu hal tersebut dapat mengurangi kehormatan syeikhnya.
17.  Ia mencegah muridnya banyak makan, karena banyak makan dapat menghambat tercapainya latihan-latihan yang diberikan syeikhnya.
18.  Melarang murid-muridnya berhubungan dengan syeikh tarekat lain.
19.  Ia melarang murid-muridnya pulang balik kepada raja-raja dan orang-orang besar dengan tidak ada keperluan yang tertentu.
20.  Mursyid itu selalu dalam khutbah-khutbahnya mempergunakan kata-kata dan cara-cara yang lemah yang dapat menawan hati dan fikiran, jangan sekali-kali khutbahnya itu mengandung kecaman karena dapat menjauhkan dari muridnya.
21.  Apabila seseorang mengundangnya, maka ia menerimah undangan itu dengan penuh kehormatan dan penghargaan.
22.  Apabila ia duduk ditengah-tengah muridnya, maka hendaklah ia duduk dengan tenang dan penuh sabar, jangan menoleh kanan kiri, jangan mengantuk atau tidur, jangan melujurkan kakinya ditengah-tengah pertemuan menutup matanya, merendahkan suaranya, menghindarkan segala sifat-sifat tercela.
23.   Bahwa ia harus menjaga pada waktu seseorang muridnya datang menemui dia jangan memalingkan mukanya.
24.  Hendaklah ia suka bertanya tentang seseorang murid yang tidak hadir, apabila murid itu sakit, segerahlah ia menengok, apabilah murid itu memerlukan sesuatu, segerahlah ia berikhtiar menolongnya, dan apabila ia ternyata uzur, hendaklah ia menyuruh memanggil dan berkirim salam.
C.    Adab murid terhadap dirinya sendiri
1.      Ia harus meninggalkan semua teman yang jahat, dan mencari serta mempergauli teman yang baik.
2.      Menjauhkan anak istrinya pada waktu berzikir karena seluruh perhatiannya jiwa dan hatinya harus tertuju pada Tuhan semata.
3.      Hendaknya ia meninggalkan kesenangan hidup yang berlimpah, mengambil sekedar apa yang dimakan, diminum, pakaian dan hubungan suami istri.
4.      Meninggalkan cinta dunia, dan memikirkan akhirat.
5.      Jangan tidur dalam keadaan jinabah, selalu bersih bahkan tidurlah dalam keadaan berwudlu.
6.      Jangan menghendaki apa yang ada pada orang lain apabila kekurangan rizki.
7.      Sabar dan berkeyakinan bahwa dalam perjalanan menemui Tuhannya ia tidak butuh kekayaan dan kesenangan.
8.      Selalu memperhitungkan kekurangan dan keburukan, kebaikan (muhasabah).
9.      Menyedikitkan tidur, terutama pada sahur dan berdoa serta beramal sebanyaknya .karena waktu itu waktu yang mustajab.
10.  Membiasakan diri makan yang halal  dan makan yang sedikit.
11.  Mengangkat tangan sebelum kenyang.
12.  Memelihara lidah dan matanya.
13.  Mengawasi hatinya jangan berburuk sangka.
14.     Jangan suka bersenda gurau, karena dapat mematikan hati dan jiwa dan menjadikan gelap.
15.  Meninggalkan tanya menanyadan perdebatan, apalagi pertengkaran tentang sesuatu pembahasan ilmu.
16.   Bersedia mendatangi dan mempergauli  orang-orang yang sedang bingung dan sempit pikirannya, membicarakan adap yang baik dan membuka jiwa yang sempit.
17.  Mencintai kedudukan dan pengaruh, kebesaran dan kemegahan dapat memutuskan jalan kepada kebenaran.
18.  Murid-murid hendaknya tawadu’.
19.  Hendaknya ia selalu takut kepada Tuhan, sambil meminta ampun terhadap dosanya.
20.  Tidak menerangkan kepada seseorangpun juga apa yang dilihatnya dalam mimpi atau dalam jiwanya dari pada rahasia-rahasia yang diperlihatkan Tuhan kepadanya kecuali pada gurunya sendiri.
21.  Hendaknya ia menjaga waktu yang tetap untuk zikir kepada Tuhannya, dengan cara yang ditunjukkan oleh syeikhnya tidak ditmbah dan dikurangi.
D.    Adab murid terhadap sesama murid dan masyarakat
1.      Ia mengakui persahabatan yang meletakkan kepadanya beberapa kewajiban yaitu:
2.      Ia mencintai sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.
3.      Ia memberi salam, ia berjabat tangan, ia mengeluarkan tutur kata yang baik sesuai dengan ajaran Nabi.
4.      Ia tidak melepaskan sahabatnya itu  sebelum ia memintak maaf.
5.      Ia bergaul dengan kelakuan yang baik.
6.      Ia berbuat sesuatu terhadapnya dengan penuh kecintaan dan lemah lembut.
7.      Umumnya ia memperlihatkan akhlak-akhlak Nabi yang dibiasakan pada dirinya.
Junaid berkata ada empat perkara yang dapat mengangkat derajat seorang sufi meskipun tidak berilmu dan amalnya:
§  Penyantun dan sabar
§  Dan Merendahkan diri
§  Bermurah tangan
§  Dan berbaik budi
Diantaranya ialah rela hati terhadap teman, meskipun mereka lebih tinggi kedudukannya dan lebih baik nasibnya dari pada murid itu, diantaranya:
§  Bertolong menolong dalam perkara kebajikan dan taqwa.
§  Member petunjuk kepada yang benar.
§  Mencegah kejahatan.
§  Tidak membuka malu dan kesalahan temannya.
§  Berbaik sangka dengan temanya.
§  Jika ia hendak menerangkan sesuatu kekurangan, maka dimisalkannya kekurangan itu terdapat pada dirinya sendiri, agar diambil ibarat oleh temannya itu.
§  Harus menerimah alasan uzur yang di kemukakan oleh temannya, meskipun ia tahu ia berdusta.
§  Memenuhi janji-janji yang diperbuatnya mengenai pertolongan dan pemberian
§  Tidak lekas marah jika sesuatu janjinya dibangkitkan orang.
§  Mengunjunginya pada waktu susah dan sakit.
§  Membaca doa dan wirid-wirid yang baik. 
PRO-KONTRA TASAWUF DAN TAREKAT

A.    Pro terhadap tasawuf
§  Ihya’ sebagai sumber ilmu tasawufkitab yang disususn berdasarkan hasil mukasyafah Al-Ghazali yang diperoleh sewaktu beliau uzlah.
B.     Kontra terhadap tasawuf
§  Ilmu tasawuf berasal dari kitab ihya’ yang ditulis oleh Al-Ghazali dengan kebiasaan mereka-reka hadis-hadis yang sebenarnya mauquf menjadi seakan-akan marju’.
C.    Kontra tarekat
§  Bahwa tarekat tidak berasal dari Nabi
§  Fanatisme
§  Eksklusif
§  Sinkritis
§  Asketis
§  Berlebih-lebihan dalam ibadah
§  Melanggar syariat
§  Kultus (taqlid buta)
§  TBC (tanajuh, bid’ah, kurufat atau keyakinan yang tidak dilandasi ilmu pengetahuan yang benar)
D.    Pro tarekat
§  Kehidupan zuhud (sederhana)
§  Melatih hati yang bersih (Seni Menata Hati pribadi terpuji)
§  Tawadlu’ kepada mursyid atau guru
§  Lebih mendekatkan kepada Allah SWT
§  Mukasyafah
§  Suhbah (persahabatan)
§  Futuwah
§  Itsar
§  Membina budi pekerti
§  Inklusif sesama tarekat
§  Media dakwah








Referensi

·         Ja’far  Shodiq, Pertemuan  antara Tarekat dan Nu, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008.hlm.38.
·         Mustofa Zahri, Kunci Memahami Ilmu Tasawuf, Surabaya: PT. Bintang Ilmu,1979.hlm.251.
·         Abu Bakar Aceh, Pengantar Ilmu Tarekat Kajian Historis tentang Mistik, Solo: Ramadhan, 1995.
·         Muhsin Jamil, Tarekat dan Dinamika Sosial Politik Tafsir Sosial Sufi Nusantara, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.
·         Asmaran, Pengantar Studi Tasawuf, Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada.1994.hlm,65.
·         Hamzah Ya’qub, Tingkat Ketenangan dan Kebahagiaan Mukmin, Jakarta: CV.ATISA,1997,hlm,9.

0 comments: