Our social:

Sunday, 6 March 2016

MAKALAH Masa Dewasa Akhir (Sosioemosional)


Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Psikologi Perkembangan
Dosen Pengampu: Sri Rejeki, M. sos, S. Psi. I


Disusun Oleh:
        NAMA : RATYH SURYANI
    NIM     : 104411060

FAKULTAS USHULUDDIN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2012
Masa Dewasa Akhir (Sosioemosional)
I.     PENDAHULUAN
Perkembangan sosioemosional masa dewasa akhir. Akibat perubahan Fisik yang semakin menua maka perubahan ini akan sangat berpengaruh terhadap peran dan hubungan dirinya dengan lingkunganya. Dengan semakin lanjut usia seseorang secara berangsur-angsur ia mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya karena berbagai keterbatasan yang dimilikinya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial para lansia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitasnya sehingga hal ini secara perlahan mengakibatkan terjadinya kehilangan dalam berbagai hal yaitu: kehilangan peran ditengah masyarakat, hambatan kontak fisik dan berkurangnya komitmen.
Di makalah yang bertema Perkembangan Sosioemosional Masa Dewasa Akhir akan di bahas mengeni perubahan-perubahan sosial terhadap lingkungannya, dan adapun teori-teori yang mendasarinya. Adapun beberapa rumusan masalah yang akan di bahas di bawah ini.
II.     RUMUSAN MASALAH
A.      Teori Perkembangan pada Masa Dewasa Akhir
1.    Teori Integritas Versus Keputusasaan dari Erikson
2.    Teori-teori Sosial Mengenai Penuaaa
B.       Perkembangan Sosioemosional Masa Dewasa Akhir
1.    Perkembangan Integritas

III.     PEMBAHASAN
A.      Teori  Perkembangan pada Masa Dewasa Akhir      
1.      Teori Integritas Versus Keputusasaan dari Erikson
Erik Erikson (1968) percaya bahwa masa dewasa akhir dicirikan oleh tahap terakhir dari delapan tahap siklus kehidupan, Integritas Versus Keputusasaan (integrity versus despair). Dalam pandangan Erikson, tahun-tahun akhir kehidupan merupakan suatu masa untuk melihat kembali apa yang telah kita lakukan dengan kehidupan kita. Melalui beberapa jalan yang berbeda, orang dewasa lanjut telah mengembangkan suatu harapan yang positif disetiap periode sebelumnya. Jadi demikian, pandangan tentang masa lalu (retrospective glances) dan kenagan akan menampakan suatu gambaran dari kehidupan yang dilewatkan dengan baik, dan seseorang dewasa lanjut akan merasa puas (integritas). Namun jika seorang dewasa lanjut melalui satu atau lebih tahapan-tahapan yang awal dengan suatu cara yang negatif (terisolasi di dalam masa dewasa awal atau terhambat di masa dewasa tengah, misalnya), pandangan tentang masa lalu akan menampilkan keragu-raguan, kemurungan, dan keputusasaan terhadap keseluruhan nilai dari kehidupan seseorang. Kata-kata Erikson sendiri mengungkapan kekayaan dari pemikirannya mengenai krisis integrasi, versus keputusasaan pada orang-orang dewasa lanjut.[1]
2.      Teori-teori Sosial Mengenai Penuaan
Teori pemisahan (disengagement theory) menyatakan bahwa orang-orang dewasa lanjut secara pelahan-lahan menarik diri dari masyarakat (Cumming & Henry, 1961). Pemisahan merupakan aktivitas timbal-balik di masa orang-orang dewasa lanjut tidak hanya menjauh dari masyarakat, tetapi masyarakan menjauh dari mereka. Menurut teori ini, orang-orang dewasa lanjut mengembangkan suatu kesibukan terhadap dirinya sendiri (self preoccupation), mengurangi hubungan emosional dengan orang lain, dan menunjukan penurunan ketertarikan terhadap berbagai persoalan kemasyarakatan. Penurunan interaksi sosial dan peningkatan kesibukan terhadap diri sendiri dianggap mampu meningkatkan kepuasan hidup dikalangan orang-orang dewasa lanjut.[2]
Teori aktivitas (activity theory), semakin orang-orang dewasa lanjut aktif dan terlibat , semakin kecil kemungkinan mereka menjadi renta dan kemungkinan besar mereka merasa puas dengan kehidupannya. Teori aktivitas ini menyatakan bahwa individu-individu seharusnya melanjutkan peran-peran masa dewasa tengahnya disepanjang masa dewasa akhir; jika peran-peran itu diambil dari mereka (seperti dalam PHK, misalnya), penting bagi mereka untuk menemukan pesan-pesan pengganti yang akan memelihara keaktifan dan keterlibatan mereka di dalam aktivitas-aktivitas masyarakat.[3]
Teori rekonstruksi gangguan sosial (social breakdown-reconstruction theory) (Kuypers & Bengston, 1973), teori ini menyatakan bahwa penuaan dikembangkan melaui fungsi psikologis negatif yang dibawa oleh pandangan-pandangan negatif tentang dunia sosial dari orang-orang deewasa lanjut dan tidak memadainya penyediaan layanan untuk mereka. Rekonstruksi sosial dapat terjadi dengan merubah pandangan dunia sosial dari orang-orang dewasa lanjut dan dengan menyediakan sistem-sistem yang mendukung mereka. Gangguan sosial (social breskdown) dimulai denagan pandangan dunia sosial yang negatif dan diakhiri dengan identifikasi dan pemberian label seseorang sebagi individu yang tidak mampu.[4]

B.       Perkembangan Sosioemosional Masa Dewasa Akhir
1.    Perkembangan Integritas
Integritas merupakan tahap perkembangan psikososial Erikson yang terakhir. Integritas paling tepat dilukiskan sebagai suatu keadaan yang dicapai seseorang setelah memelihara benda-benda, orang-orang, produk-produk dan ide-ide, serta setelah berhasil melakukan penyesuaian diri dengan berbagai keberhasilan dan kegagalan dalam kehidupannya. Lawan dari integritas adalah keputusasaan tertentu dalam menghadapi perubahan-perubahan siklus kehidupan individu, terhadap kondisi-kondisi sosial dan historis, ditambah dengan kefanaan hidup menjelang kematian. [5]
Tahap integritas ini dimulai kira-kira usia sekitar 65 tahun, dimana orang-orang yang tengah berada pada usia itu sering disebut sebagai usia tua atau orang usia lanjut. Usia di atas 65 tahun, banyak menimbulkan masalah baru dalam kehidupan seseorang. Meskipun masih banyak waktu luang yang dapat dinikmati, namun karena penurunan fisik atau penyakit yang melemahkan telah membatasi kegiatan dan membuat orang tidak merasa berdaya.[6]
Terdapat beberapa tekanan yang membuat orang usia tua ini menarik diri dari keterlibatan sosial. (1) ketika masa pensiun tiba dan lingkungan berubah, orang mungkin lepas dari peran dan aktifitas selama ini. (2) penyakit dan menurunnya kemampuan fisik dan mental, membuat ia terlalu memikirkan diri sendiri secara berlebiha. (3) orang-orang yang lebih muda disekitarnya cenderung menjauh darinya. dan (4) pada saat kematian semakin mendekat, orang ingin seperti ingin membuang semua hal yang bagi dirinya tidak bermanfaat lagi.[7]
2.    Penyesuaian Pekerjaan Pada Usia Lanjut
Pria lanjut usia biasanya lebih tertarik pada jenis pekerjaan yang atatis daripada pekerjaan yang bersifat menantang, yang mereka sadari tak mungkin ada. Akibatnya, mereka lebih puas dengan pekerjaannya daripada orang yang lebih muda. Bahkan mengetahui bahwa sebentar lagi mereka akan pensiun , tidak mempengaruhi sikap mereka terhadap pekerjaannya jika mereka memang menikmati apa yang mereka kerjakan. [8]
Wanita yang tidak bekerja selama masa dewasa dini ketika mereka sibuk dengan pekerjaan rumah tangga dan mengurus anak, seringkali bekerja pada usia madya dan mendapatkan sebagian kompensasi kepuasan dari tanggungjawab keluarga dan rumah semakin berkurang. Bagaimanapun juga wanita dari kelompok ini cenderung merasa kurang puas dengan pekerjaannya ketimbang pria. Hal ini terutama sekali karena pekerjaan yang tersedia bagi wanita usia madya mencoba untuk bekerja kembali kurang menarik dan kurang menantang daripada pekerjaan yang tersedia atau yang dikerjakan oleh pria madya yang berpindah ke pekerjaan lain pada usia madya. Akibatnya, wanita pada usia lanjut merasa kurang puas dengan pekerjaanya dan kurang merasa terganggu dengan tibanya masa pensiun ketimbang pria usia lanjut.[9]
3.      Hubungan dengan pasangan
Penyesuaian yang pertama yang penting yang berpusat sekitar hubungan keluarga, yang harus dilakukan orang usia lanjut adalah pembangunan hubungan yang baik dengan pasangan hidupnya. Dengan berubahnya peran dari pekerja ke pensiun, kebanyakan pria menghabiskan sebagian besar waktunya untuk tinggal di rumah dari pada yang mereka lakukan sebelum pensiun. Jika hubungan mereka dengan istrinya baik, hal ini akan mendatangkan kebahagiaan bagi mereka berdua. Jika hubungan mereka kaku dan dingin , maka percekcokan akan meningkat dengan kontak yang kostan.[10]
4.      Hubunagan Antargenerasi
Perubahan sosio-historis dalam abad ke-20 telah menghasilkan variasi pola-pola dalam hubunagan antargenerasi dalm keluarga. Di antar perbedaan struktur keluarga antargenerasi yang telah dihasilkan adalah kelompok usia (age-condensed) kesenjanagan usia (age-gapped), keterpotonagan (truncated), matrilineal , dan struktur keluarga tiri (stepfamily structur) (Bengston, Rosenthal, & Burton, 1990).[11]
5.      Hubungan dengan Anak
Faktor penyesuaian yang terpenting yang harus dilakukan oleh orang usia lanjut adalah perubahan dalam hubunagan dengan anak atau keturunan. Hubunagan antara orang usia lanjut dengan anak sebagian besar jauh kurang memuaskan  dibandingkan dengan apa yang diperkirakan  oleh kepercayaan, bahkan selama usia madya, di mana hubungan semacam ini mulai mengalami penyimpangan. Apabila orang tua mau mengubah sikap mereka terhadap anak-anak untuk menyesuaikan usia anak dan tingkat perkembangannya, maka kesempatan yang ada adalah bahwa hubungan  keorangtuaan akan menjadi domonan selam tahun-tahun tersebut dan bahwa orang berusia lanjut akan menemukan banyak kepuasan berteman dengan anak mereka. Walaupun bagaimanapun juga orangtua yang enggan menyesuaikan sikap mereka dengan perkembangan dan kebutuhan anak yang berubah, maka mereka akan mengalami masa tua yang sangat sepi.[12]
6.      Hubungan dengan Cucu
Dalam penyesuaian yang berpusat sekitar hubunagan keluarga yang harus dilakukan orang usia lanjut adalah tipe hubungan dengan cucu mereka. Pola umum hubungan dengan cucu dan peran umum yang dimainkan kakek atau nenek adalah pada waktu cucu mereka masih kecil. Pada saat pria dan wanita mencapai usia lanjut , cucu-cucu mereka mungkin telah menginjak remaja, atau dewasa muda. Dalam kasus seperti ini, kakek dan nenek tidak lagi dimintai pertolongan untuk merawatnya. Seberapa jauh mereka memandang cucu dan jenis hubungan apa yang dilakukan, sebagian bergantung pada seberapa dekat kehidupan antar mereka satu sama lain dan sebagian lagi bergantung seberapa jauh mereka dapat hidup bersama.[13]
7.      Pernikahan pada Usia Lanjut
Salah satu cara orang usia lanjut dalam mengatasi kesepian dan hilangnya aktivitas seksual yang disebabkan karena tidak mempunyai pasangan hidup, adalah cara menikah kembali. Menikah lagi pada dewasa ini merupakan hal yang biasa daripada masa lalu, sebagian karena sikap sosial terhadap perkawinan pada usia lanjut sekarang lebih ditolerir daripada waktu dulu, terutama kalau hilangnya pasangan hidup karena perceraian, sebaian lagi karena dewasa ini lebih banyak orang usia lanjut yang lebih hidup dari masa dulu. Bagaimanapun seperti yang telah ditekankan pada uraian yang terdahulu, bahwa kesempatan untuk menikah kembali lebih sedikit bagi wanita daripada bagi pria dari tahun ke tahun.[14]
Orang yang menikah di masa dewasa akhir biasanya lebih berbahagia dibandingkan orang-orang sendiri (Lee, 1978). Kepuasan pernikahan lebih besar  pada wanita dibandingkan laki-laki, kemungkinan karena wanita lebih menekankan pada pencapaian kepuasan pernikahan dibandingkan laki-laki. Namun demikian , dengan semakin banyak wanita yang mengembangkan karir, perbedaab jenis kelamin seperti itu tidak terlanjut.[15]
Hidup bersama pada usia lanjut. Tidak dapat disangsikan lagi bahwa pernikahan kembali merupakan suatu hal yang dianggap biasa yang dapat diterima oleh masyarakat umum untuk menghilangkan masalah kesepian dan hilangnya kesempatan melakukan hubungan seksual secara rutin yang disebabkan oleh kematian atau perceraian. Fakta yang menyatakan bahwa pernikahan kembali terjadi  pada setiap jenjang usia bagi orang yang kehilangan pasangan hidup adalah benar, terutama mereka yang tinggal di kota-kota kecil dan masyarakat pedesaan.[16]
Penyesuain diri terhadap kesendirian pada usia lanjut. Kepercayaan umum menyatakan bahwa orang usia lanjut yang tidak pernah menikah akan tidak bahagia dan tidak benar kalau perasaan kesepian di masa usia lanjut disebabakan oleh pengalaman nyata. Orang bujangan yang telah belajar selama bertahun-tahun untuk mengembangkan minatnya dan mulai ikut terlibat dalam kegiatan penanggulangan masalah  keluarga yang kurang hubungan sosial, sebagian hasilnya, pria tersebut kurang merasa kesepian di hari tuanya daripada pria yang menikah yang perhatiannya terpusat pada masalah keluarga  dan rumah tangganya, tetapi di masa tuanya mereka harus hidup tanpa anak dan istri.[17]

IV.            KESIMPULAN
Dari penjelasan rumusan masalah di atas dapat disimpulkan bahwa pada masa dewasa akhir atau yang sering disebut sebagai usia lanjut merupakan masa-masa yang menentukan kehidupan, apakah berakhir dengan kebahagiaan atau sebaliknya yaitu kesedihan atau keputusasaan. Semua itu tergantung masing-masing individu yang menjalani hidupnya sendiri, memang dalam masa dewasa akhir ini sangat banyak problem-problem yang dihadapi pada lingkungannya, akan tetapi, semua problem itu bisa dilewati dengan baik dan berakhir dengan kepuasan. Apabila mereka (orang usia lanjut) mampu melewati fase integritas dengan baik pasti akan mendapatkan kepuasan dalam hidupnya, karena fase integritas dapat digambarkan sebagai suatu keadaan yang dicapai seseorang setelah memelihara benda-benda, orang-orang, produk-produk dan ide-ide, serta setelah berhasil melakukan penyesuaian diri dengan berbagai keberhasilan dan kegagalan dalam kehidupannya. Dan adapun lawan dari integritas adalah keputusasaan tertentu dalam menghadapi perubahan-perubahan siklus kehidupan individu, terhadap kondisi-kondisi sosial dan historis, ditambah dengan kefanaan hidup menjelang kematian. Selain itu, pada dewasa akhir haruslah mampu menyesuaikan terhadap kehidupan sosial pada lingkungannya seperti, mampu menyesuaikan hubungan dengan keluarga, pekerjaanya (bagi yang belum pensiun), hubungan antargenerasi, pasangan, anak, cucu, dan hubungan-hubungan yang lain sebagainya, apabila semua itu bisa dilewati dengan baik dan sesuai perkembangan zaman sudah pasti masa dewasa akhir akan happy ending.


V.            PENUTUP
Demikian yang dapat pemakalah sampaikan tentang masa dewasa akhir khususnya dalam sosioemosionalnya, kami dari pemakalah berharap kita dapat memahami bagaimana seorang usia lanjut dalam melewati masa akhirnya terhadap sosial lingkungannya, dan agar kita juga bisa sedikit merasakan apa yang dihadapi mereka dalam kehidupannya. Di dalam makalah ini tentunya ada kesalahan dalam penulisan, kami dari pemakalah sangat membutuhkan kritik dan saran yang dapat membangun demi perbaikan dang pengembangan pada makalah ini, dan semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan kita sekaligus bermanfaat dalam dunia akademik maupun dunia penerapan pngetahuan ini. Âmîîîn…….

Daftar Pustaka
§  Santrock, John W., Life‒Span Development: Perkembangan Masa Hidup, Edisi 5 Jilid 2, Jakarta: Erlangga, 2002.
§  Desmita, Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010.
§  Hurlock, Elizabeth B, Develophmental Psycology: Psikologi Perkembangan, Jakarta: Erlangga. 1980.





[1] John W. Santrock, Life‒Span Development: Perkembangan Masa Hidup, Edisi 5 Jilid 2, Jakarta: Erlangga, 2002, h. 250.
[2] Ibid, h. 239.
[3] John W. Santrock, Life‒Span Development: Perkembangan Masa Hidup h. 239.
[4].Ibid. h. 239.
[5] Desmita, Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010, h. 253.
[6] Desmita, Psikologi Perkembangan… h. 253-254.
[7]Ibid, h. 254.
[8] Elizabeth B. Hurlock, Develophmental Psycology: Psikologi Perkembangan, Jakarta: Erlangga, 1980. h. 414.
[9] Ibid, h. 414.
[10] Elizabeth B. Hurlock, Develophmental Psycology: Psikologi Perkembangan… h. 420
[11] John W. Santrock, Life‒Span Development: Perkembangan Masa Hidup… h. 251.
[12] Elizabeth B. Hurlock, Develophmental Psycology: Psikologi Perkembangan…h. 423.
[13] Ibid, h. 424.
[14] Ibid, h. 426.
[15] John W. Santrock, Life‒Span Development: Perkembangan Masa Hidup… h. 246.
[16] Elizabeth B. Hurlock, Develophmental Psycology: Psikologi Perkembangan… h. 427.
[17] Ibid, h. 428.

0 comments: