MAKALAH Masa Dewasa Akhir (Sosioemosional)
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Psikologi Perkembangan
Dosen Pengampu: Sri Rejeki, M. sos, S. Psi. I

Disusun Oleh:
NAMA : RATYH SURYANI
NIM
: 104411060
FAKULTAS USHULUDDIN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2012
Masa
Dewasa Akhir (Sosioemosional)
I. PENDAHULUAN
Perkembangan sosioemosional masa dewasa akhir. Akibat perubahan
Fisik yang semakin menua maka perubahan ini akan sangat berpengaruh terhadap
peran dan hubungan dirinya dengan lingkunganya. Dengan semakin lanjut usia
seseorang secara berangsur-angsur ia mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya
karena berbagai keterbatasan yang dimilikinya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi
sosial para lansia menurun, baik secara kualitas maupun
kuantitasnya sehingga hal ini secara perlahan mengakibatkan terjadinya
kehilangan dalam berbagai hal yaitu: kehilangan peran ditengah masyarakat,
hambatan kontak fisik dan berkurangnya komitmen.
Di makalah yang bertema Perkembangan Sosioemosional Masa Dewasa Akhir akan di bahas mengeni
perubahan-perubahan sosial terhadap lingkungannya, dan adapun teori-teori yang
mendasarinya. Adapun beberapa rumusan masalah yang akan di bahas di bawah ini.
II. RUMUSAN
MASALAH
A. Teori Perkembangan pada Masa Dewasa Akhir
1. Teori Integritas Versus Keputusasaan dari Erikson
2. Teori-teori Sosial Mengenai Penuaaa
B. Perkembangan Sosioemosional Masa Dewasa Akhir
1. Perkembangan Integritas
III.
PEMBAHASAN
A. Teori Perkembangan pada Masa Dewasa Akhir
1.
Teori Integritas Versus
Keputusasaan dari Erikson
Erik Erikson (1968) percaya bahwa masa dewasa akhir
dicirikan oleh tahap terakhir dari delapan tahap siklus kehidupan, Integritas Versus Keputusasaan (integrity versus despair). Dalam pandangan Erikson, tahun-tahun
akhir kehidupan merupakan suatu masa untuk melihat kembali apa yang telah kita
lakukan dengan kehidupan kita. Melalui beberapa jalan yang berbeda, orang
dewasa lanjut telah mengembangkan suatu harapan yang positif disetiap periode
sebelumnya. Jadi demikian, pandangan tentang masa lalu (retrospective glances)
dan kenagan akan menampakan suatu gambaran dari kehidupan yang dilewatkan
dengan baik, dan seseorang dewasa lanjut akan merasa puas (integritas).
Namun jika seorang dewasa lanjut melalui satu atau lebih tahapan-tahapan yang
awal dengan suatu cara yang negatif (terisolasi di dalam masa dewasa awal atau
terhambat di masa dewasa tengah, misalnya), pandangan tentang masa lalu akan
menampilkan keragu-raguan, kemurungan, dan keputusasaan terhadap keseluruhan
nilai dari kehidupan seseorang. Kata-kata Erikson sendiri mengungkapan kekayaan
dari pemikirannya mengenai krisis integrasi, versus keputusasaan pada
orang-orang dewasa lanjut.[1]
2. Teori-teori Sosial Mengenai Penuaan
Teori pemisahan (disengagement theory) menyatakan bahwa orang-orang dewasa lanjut secara pelahan-lahan
menarik diri dari masyarakat (Cumming & Henry, 1961). Pemisahan
merupakan aktivitas timbal-balik di masa orang-orang dewasa lanjut tidak hanya
menjauh dari masyarakat, tetapi masyarakan menjauh dari mereka. Menurut teori
ini, orang-orang dewasa lanjut mengembangkan suatu kesibukan terhadap dirinya
sendiri (self preoccupation), mengurangi hubungan emosional dengan orang
lain, dan menunjukan penurunan ketertarikan terhadap berbagai persoalan
kemasyarakatan. Penurunan interaksi sosial dan peningkatan kesibukan terhadap
diri sendiri dianggap mampu meningkatkan kepuasan hidup dikalangan orang-orang
dewasa lanjut.[2]
Teori aktivitas (activity theory), semakin orang-orang dewasa lanjut aktif dan
terlibat , semakin kecil kemungkinan mereka menjadi renta dan kemungkinan besar
mereka merasa puas dengan kehidupannya. Teori aktivitas ini menyatakan
bahwa individu-individu seharusnya melanjutkan peran-peran masa dewasa
tengahnya disepanjang masa dewasa akhir; jika peran-peran itu diambil dari
mereka (seperti dalam PHK, misalnya), penting bagi mereka untuk menemukan
pesan-pesan pengganti yang akan memelihara keaktifan dan keterlibatan mereka di
dalam aktivitas-aktivitas masyarakat.[3]
Teori rekonstruksi gangguan sosial (social breakdown-reconstruction theory)
(Kuypers & Bengston, 1973), teori ini menyatakan bahwa penuaan
dikembangkan melaui fungsi psikologis negatif yang dibawa oleh
pandangan-pandangan negatif tentang dunia sosial dari orang-orang deewasa
lanjut dan tidak memadainya penyediaan layanan untuk mereka. Rekonstruksi
sosial dapat terjadi dengan merubah pandangan dunia sosial dari orang-orang
dewasa lanjut dan dengan menyediakan sistem-sistem yang mendukung mereka.
Gangguan sosial (social breskdown) dimulai denagan pandangan dunia
sosial yang negatif dan diakhiri dengan identifikasi dan pemberian label
seseorang sebagi individu yang tidak mampu.[4]
B. Perkembangan Sosioemosional Masa Dewasa Akhir
1. Perkembangan Integritas
Integritas
merupakan tahap perkembangan psikososial Erikson yang terakhir. Integritas
paling tepat dilukiskan sebagai suatu keadaan yang dicapai seseorang setelah
memelihara benda-benda, orang-orang, produk-produk dan ide-ide, serta setelah
berhasil melakukan penyesuaian diri dengan berbagai keberhasilan dan kegagalan
dalam kehidupannya. Lawan dari integritas adalah keputusasaan tertentu dalam menghadapi
perubahan-perubahan siklus kehidupan individu, terhadap kondisi-kondisi sosial
dan historis, ditambah dengan kefanaan hidup menjelang kematian. [5]
Tahap
integritas ini dimulai kira-kira usia sekitar 65 tahun, dimana orang-orang yang
tengah berada pada usia itu sering disebut sebagai usia tua atau orang usia
lanjut. Usia di atas 65 tahun, banyak menimbulkan masalah baru dalam kehidupan seseorang.
Meskipun masih banyak waktu luang yang dapat dinikmati, namun karena penurunan
fisik atau penyakit yang melemahkan telah membatasi kegiatan dan membuat orang
tidak merasa berdaya.[6]
Terdapat
beberapa tekanan yang membuat orang usia tua ini menarik diri dari keterlibatan
sosial.
(1) ketika masa pensiun tiba dan lingkungan berubah, orang mungkin lepas dari
peran dan aktifitas selama ini. (2) penyakit dan menurunnya kemampuan fisik dan mental,
membuat ia terlalu memikirkan diri sendiri secara berlebiha. (3) orang-orang yang lebih muda
disekitarnya cenderung menjauh darinya. dan (4) pada saat kematian semakin mendekat, orang ingin seperti ingin membuang semua
hal yang bagi dirinya tidak bermanfaat lagi.[7]
2.
Penyesuaian Pekerjaan Pada Usia
Lanjut
Pria lanjut usia biasanya
lebih tertarik pada jenis pekerjaan yang atatis daripada pekerjaan yang
bersifat menantang, yang mereka sadari tak mungkin ada. Akibatnya, mereka lebih
puas dengan pekerjaannya daripada orang yang lebih muda. Bahkan mengetahui
bahwa sebentar lagi mereka akan pensiun , tidak mempengaruhi sikap mereka
terhadap pekerjaannya jika mereka memang menikmati apa yang mereka kerjakan. [8]
Wanita yang tidak bekerja
selama masa dewasa dini ketika mereka sibuk dengan pekerjaan rumah tangga dan
mengurus anak, seringkali bekerja pada usia madya dan mendapatkan sebagian
kompensasi kepuasan dari tanggungjawab keluarga dan rumah semakin berkurang.
Bagaimanapun juga wanita dari kelompok ini cenderung merasa kurang puas dengan
pekerjaannya ketimbang pria. Hal ini terutama sekali karena pekerjaan yang
tersedia bagi wanita usia madya mencoba untuk bekerja kembali kurang menarik
dan kurang menantang daripada pekerjaan yang tersedia atau yang dikerjakan oleh
pria madya yang berpindah ke pekerjaan lain pada usia madya. Akibatnya, wanita
pada usia lanjut merasa kurang puas dengan pekerjaanya dan kurang merasa
terganggu dengan tibanya masa pensiun ketimbang pria usia lanjut.[9]
3. Hubungan
dengan pasangan
Penyesuaian yang pertama
yang penting yang berpusat sekitar hubungan keluarga, yang harus dilakukan
orang usia lanjut adalah pembangunan hubungan yang baik dengan pasangan
hidupnya. Dengan berubahnya peran dari pekerja ke pensiun, kebanyakan pria
menghabiskan sebagian besar waktunya untuk tinggal di rumah dari pada yang
mereka lakukan sebelum pensiun. Jika hubungan mereka dengan istrinya baik, hal
ini akan mendatangkan kebahagiaan bagi mereka berdua. Jika hubungan mereka kaku
dan dingin , maka percekcokan akan meningkat dengan kontak yang kostan.[10]
4. Hubunagan
Antargenerasi
Perubahan
sosio-historis dalam abad ke-20 telah menghasilkan variasi pola-pola dalam
hubunagan antargenerasi dalm keluarga. Di antar perbedaan struktur keluarga
antargenerasi yang telah dihasilkan adalah kelompok usia (age-condensed)
kesenjanagan usia (age-gapped), keterpotonagan (truncated), matrilineal ,
dan struktur keluarga tiri (stepfamily structur) (Bengston, Rosenthal,
& Burton, 1990).[11]
5. Hubungan
dengan Anak
Faktor
penyesuaian yang terpenting yang harus dilakukan oleh orang usia lanjut adalah
perubahan dalam hubunagan dengan anak atau keturunan. Hubunagan antara orang usia
lanjut dengan anak sebagian besar jauh kurang memuaskan dibandingkan dengan apa yang
diperkirakan oleh kepercayaan, bahkan
selama usia madya, di mana hubungan semacam ini mulai mengalami penyimpangan.
Apabila orang tua mau mengubah sikap mereka terhadap anak-anak untuk
menyesuaikan usia anak dan tingkat perkembangannya, maka kesempatan yang ada
adalah bahwa hubungan keorangtuaan akan
menjadi domonan selam tahun-tahun tersebut dan bahwa orang berusia lanjut akan
menemukan banyak kepuasan berteman dengan anak mereka. Walaupun bagaimanapun
juga orangtua yang enggan menyesuaikan sikap mereka dengan perkembangan dan
kebutuhan anak yang berubah, maka mereka akan mengalami masa tua yang sangat
sepi.[12]
6. Hubungan
dengan Cucu
Dalam
penyesuaian yang berpusat sekitar hubunagan keluarga yang harus dilakukan orang
usia lanjut adalah tipe hubungan dengan cucu mereka. Pola umum hubungan dengan
cucu dan peran umum yang dimainkan kakek atau nenek adalah pada waktu cucu
mereka masih kecil. Pada saat pria dan wanita mencapai usia lanjut , cucu-cucu
mereka mungkin telah menginjak remaja, atau dewasa muda. Dalam kasus seperti
ini, kakek dan nenek tidak lagi dimintai pertolongan untuk merawatnya. Seberapa
jauh mereka memandang cucu dan jenis hubungan apa yang dilakukan, sebagian
bergantung pada seberapa dekat kehidupan antar mereka satu sama lain dan
sebagian lagi bergantung seberapa jauh mereka dapat hidup bersama.[13]
7. Pernikahan
pada Usia Lanjut
Salah
satu cara orang usia lanjut dalam mengatasi kesepian dan hilangnya aktivitas
seksual yang disebabkan karena tidak mempunyai pasangan hidup, adalah cara
menikah kembali. Menikah lagi pada dewasa ini merupakan hal yang biasa daripada
masa lalu, sebagian karena sikap sosial terhadap perkawinan pada usia lanjut
sekarang lebih ditolerir daripada waktu dulu, terutama kalau hilangnya pasangan
hidup karena perceraian, sebaian lagi karena dewasa ini lebih banyak orang usia
lanjut yang lebih hidup dari masa dulu. Bagaimanapun seperti yang telah
ditekankan pada uraian yang terdahulu, bahwa kesempatan untuk menikah kembali
lebih sedikit bagi wanita daripada bagi pria dari tahun ke tahun.[14]
Orang
yang menikah di masa dewasa akhir biasanya lebih berbahagia dibandingkan
orang-orang sendiri (Lee, 1978). Kepuasan pernikahan lebih besar pada wanita dibandingkan laki-laki,
kemungkinan karena wanita lebih menekankan pada pencapaian kepuasan pernikahan
dibandingkan laki-laki. Namun demikian , dengan semakin banyak wanita yang
mengembangkan karir, perbedaab jenis kelamin seperti itu tidak terlanjut.[15]
Hidup
bersama pada usia lanjut. Tidak dapat disangsikan lagi bahwa pernikahan kembali
merupakan suatu hal yang dianggap biasa yang dapat diterima oleh masyarakat
umum untuk menghilangkan masalah kesepian dan hilangnya kesempatan melakukan
hubungan seksual secara rutin yang disebabkan oleh kematian atau perceraian.
Fakta yang menyatakan bahwa pernikahan kembali terjadi pada setiap jenjang usia bagi orang yang
kehilangan pasangan hidup adalah benar, terutama mereka yang tinggal di
kota-kota kecil dan masyarakat pedesaan.[16]
Penyesuain
diri terhadap kesendirian pada usia lanjut. Kepercayaan umum menyatakan bahwa orang
usia lanjut yang tidak pernah menikah akan tidak bahagia dan tidak benar kalau
perasaan kesepian di masa usia lanjut disebabakan oleh pengalaman nyata. Orang
bujangan yang telah belajar selama bertahun-tahun untuk mengembangkan minatnya
dan mulai ikut terlibat dalam kegiatan penanggulangan masalah keluarga yang kurang hubungan sosial,
sebagian hasilnya, pria tersebut kurang merasa kesepian di hari tuanya daripada
pria yang menikah yang perhatiannya terpusat pada masalah keluarga dan rumah tangganya, tetapi di masa tuanya
mereka harus hidup tanpa anak dan istri.[17]
IV.
KESIMPULAN
Dari penjelasan rumusan
masalah di atas dapat disimpulkan bahwa pada masa dewasa akhir atau yang sering
disebut sebagai usia lanjut merupakan masa-masa yang menentukan kehidupan,
apakah berakhir dengan kebahagiaan atau sebaliknya yaitu kesedihan atau
keputusasaan. Semua itu tergantung masing-masing individu yang menjalani
hidupnya sendiri, memang dalam masa dewasa akhir ini sangat banyak
problem-problem yang dihadapi pada lingkungannya, akan tetapi, semua problem
itu bisa dilewati dengan baik dan berakhir dengan kepuasan. Apabila mereka
(orang usia lanjut) mampu melewati fase integritas dengan baik pasti akan
mendapatkan kepuasan dalam hidupnya, karena fase integritas dapat digambarkan
sebagai suatu keadaan yang dicapai seseorang
setelah memelihara benda-benda, orang-orang, produk-produk dan ide-ide, serta
setelah berhasil melakukan penyesuaian diri dengan berbagai keberhasilan dan
kegagalan dalam kehidupannya. Dan adapun lawan dari integritas adalah keputusasaan tertentu dalam menghadapi
perubahan-perubahan siklus kehidupan individu, terhadap kondisi-kondisi sosial
dan historis, ditambah dengan kefanaan hidup menjelang kematian. Selain itu,
pada dewasa akhir haruslah mampu menyesuaikan terhadap kehidupan sosial pada
lingkungannya seperti, mampu menyesuaikan hubungan dengan keluarga, pekerjaanya
(bagi yang belum pensiun), hubungan antargenerasi, pasangan, anak, cucu, dan
hubungan-hubungan yang lain sebagainya, apabila semua itu bisa dilewati dengan
baik dan sesuai perkembangan zaman sudah pasti masa dewasa akhir akan happy
ending.
V.
PENUTUP
Demikian yang dapat pemakalah sampaikan tentang masa dewasa akhir
khususnya dalam sosioemosionalnya, kami dari pemakalah berharap kita dapat
memahami bagaimana seorang usia lanjut dalam melewati masa akhirnya terhadap
sosial lingkungannya, dan agar kita juga bisa sedikit merasakan apa yang
dihadapi mereka dalam kehidupannya. Di dalam makalah ini
tentunya ada kesalahan dalam penulisan, kami dari pemakalah sangat membutuhkan
kritik dan saran yang dapat membangun demi perbaikan dang pengembangan pada
makalah ini, dan semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan kita sekaligus
bermanfaat dalam dunia akademik maupun dunia penerapan pngetahuan ini. Âmîîîn…….
Daftar Pustaka
§ Santrock, John W., Life‒Span Development:
Perkembangan Masa Hidup, Edisi 5 Jilid 2, Jakarta: Erlangga, 2002.
§ Desmita, Psikologi Perkembangan.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010.
§ Hurlock, Elizabeth B, Develophmental
Psycology: Psikologi Perkembangan, Jakarta: Erlangga. 1980.
[1]
John W. Santrock,
Life‒Span Development: Perkembangan Masa Hidup, Edisi 5
Jilid 2, Jakarta: Erlangga, 2002, h. 250.
[5] Desmita, Psikologi Perkembangan.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010, h. 253.
[6] Desmita, Psikologi Perkembangan…
h. 253-254.
[8]
Elizabeth B. Hurlock, Develophmental
Psycology: Psikologi Perkembangan, Jakarta: Erlangga, 1980. h. 414.
[10] Elizabeth B. Hurlock, Develophmental
Psycology: Psikologi Perkembangan… h. 420
[12] Elizabeth B. Hurlock, Develophmental
Psycology: Psikologi Perkembangan…h. 423.
[16] Elizabeth B. Hurlock, Develophmental
Psycology: Psikologi Perkembangan… h. 427.
0 comments:
Post a Comment