Our social:

Saturday, 5 March 2016

MAKALAH PUASA



Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Fiqih
Dosen Pengampu: Mundhir, M, Ag


Disusun Oleh:
        NAMA : M. MAHMUD ABADI
    NIM     : 104411056

FAKULTAS USHULUDDIN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2011
PENDAHULUAN
Dalam agama Islam terdapat rukun Islam yang memerintahkan kita untuk menahan diri dari segala sesuatu dan itu dinamakan dengan puasa. Puasa menurut bahasa berarti menahan diri dari segala sesuatu, seperti: menahan diri tidak makan, tidak minum dan lain-lain. Menurut istilah puasa adalah: menahan sesuatu yang membukakan atau membatalkan sejak terbit faja rsampai terbenam matahari dengan syarat dan rukun tertentu. Puasa dalam agama Islam dibedakan menjadi tiga:
1. puasa wajib, meliputi puasa Ramadhan, kifarat, nadzar.
2. puasa sunnah, meliputi puasa 6 hari di bulan syawal, hari Arafah (9 Dzulhijjah), Senin-Kamis, tanggal 13,14,15 bulan qomariah, 10 Muharam, bulan Sya’ban dan Daud.
3. puasa yang diharamkan, meliputi: puasa pada waktu dua hari raya, tiga hari tasrik, dan puasa terus-menerus sepanjang tahun serta puasanya istri tetapi suaminya tidak meridhai kecuali puasa Ramadhan.

RUMUSAN MASALAH
A.    Syarat-syarat Wajib Puasa
B.     Dispensasi Tidak Puasa
C.     Hal-hal Yang Merusak Puasa

PEMBAHASAN
A.    Syarat-Syarat Wajib Puasa
Para ulama’ ahli fiqih membedakan syarat-syarat puasa atas:
a.       Syarat wajib puasa yang meliputi:
1.      Berakal (‘aqli).
Orang yang gila tidak diwajibkan  puasa.
2.      Baligh (sampai umur).
Oleh karena itu anak-anak belum wajib berpuasa.
Hadits Nabi yang diriwayatkan Oleh Abu Daud dan Nasa’i menyebutkan:

رفع القلم عن ثلاث :عن النائم حتى يستيقظ وعن المجنون حتى يفيق، وعن الصبى حتى يبلغ. (رواه ابوداود والنسائ)


Artinya: “Tiga orang terlepas dari pada hukum, yaitu orang yang sedang tidur sehingga ia bangun, orang gila sampai dia sembuh dan kanak-kanak sampai baligh”.
3.      Kuat berpuasa (qadir).
Orang yang tidak kuat untuk berpuasa baik karena tua  atau sakit yang tidak dapat diharapkan sembuhnya, tidak diwajibkan atasnya puasa, tapi wajib bayar fidyah.[1]
b.      Syarat syah puasa mencakup:
1.      Islam.
Orang yang bukan Islam (kafir) tidak syah puasanya, demikian orang yang murtad.
2.      Mumayiz (mengerti dan mampu membedakan  yang baik dengan yang tidak baik).
3.      Suci dari pada darah haid, nifas dan wiladah. Wanita diwajibkan puasa selama mereka tidak haid, jika mereka sedang haid tidak diwajibkan puasa, tetapi diwajibkan mengerjakan qadha sebanyak puasa yang ditinggalkan setelah selesai bulan puasa. Nifas dan wiladah disamakan dengan haid. Bedanya bila sang ibu itu menyusui anaknya ia boleh membayar fidyah. Disinilah letak perbedaan antara meninggalkan shalat dan meninggalkan puasa bagi orang yang sedang haid. Pada shalat, bagi orang yang haid lepas sama sekali kewajiban shalat, sedangkan pada puasa tidak lepas, tetapi ditunda untuk dibayar (diqadla) pada waktu yang lain
4.      Dikerjakan dalam waktu/hari yang dibolehkan puasa.[2]

B.     Dispensasi Tidak Puasa
Allah SWT mewajibkan puasa ramadhan atas orang-orang muslim, orang yang tidak mempunyai uzur-syar’i (yang dibenarkan syara’), wajib mengerjakan pada waktunya. Sedangkan mereka yang mempunyai halangan syar’i dan bisa mengerjakan di luar waktunya, dibolehkan untuk mengqadhanya.[3]
Adapun golongan yang mendapatkan dispensasi untuk tidak menjalankan puasa meliputi:
·         Orang sakit yang tidak diharapkan lagi kesembuhannya mempunyai kewajiban sebagaimana orang yang tua renta, yaitu wajib memberi makan orng miskin setiap harinya.
·         Adapun orang yang mempunyai uzur yang bisa hilang, seperti orang yang sedang dalam perjalanan, orang yang sakit yang bisa diharapkan sembuhnya, wanita yang hamil dan menyusui jika takut akan membahayakan diri atau bayinya, serta wanita yang haid atau nifas, maka mereka wajib mengqadha puasa, yaitu, menunaikan puasa diluar bulan Ramadhan sebanyak hari yang ditinggalkannya.
·         Orang yang sakit boleh tidak berpuasa jika jika puasanya membahayakan dirinya. Dan, orang yang dalam perjalanan boleh tidak berpuasa jika jarak perjalanannya tersebut sudah cukup untuk melakukan qashar, dan hal ini merupakan sebuah kesunnahan.[4]
·         Orang yang merasa terlalu berat menjalankan puasa baik karena udzur ketuaanya ataupun karena sakit yang berkepanjangan, demikian pula bagi wanita yang hamil dan menyusui anaknya.[5]

C.     Hal-hal Yang Merusak Puasa
Adapun beberapa hal yang dapat membatalkan puasa seseorang, hal-hal trsebut wajib diketahui oleh setiap muslim, karena dengan mengetahuinya mereka dapat menghindarinyadan mengamankan puasanya dari hal-hal yang merusaknya. Diantara hal-hal tersebut adalah sebagai berikut:
1)      Bersetubuh. Jika seorang bersetubuh disaat berpuasa, maka seketika itu puasanya menjadi batal. Sehingga, ia harus mengqadhanya dan harus membayar kafarat. Kafarat yang harus ia bayar adalah membebaskan seorang budak. Apabila yidak menemukannya atau tidak memiliki harta untuk menggantikan harganya, maka ia harus berpuasa dua bula berturut-turut. Apabila tidak mampu berpuasa dua bulan berturut-turut karena ada udzur yang dibenarkan oleh syara’, maka ia harus memberi makan enam puluh orang miskin, setiap orang setengah sha’[6] dari makanan pokok di negerinya.
2)      Mengeluarkan mani. Karene mencium, menyentuh berulang-ulang melihat istri atau wanita lain, atau juga melakukan onani. Apabila hal ini terjadi pada seseorang, maka puasanya menjadi batal dan ia harus mengqadhanya tanpa harus membayar kafarat. Karena, kafarat khusus dibayar oleh orang yang bersetubuh di siang hari.
Seorang yang tidur lalu mengeluarkan mani, puasanya tetap sah dan tidak batal. Ia juga tidak mempunyai tanggungan apa-apa, karena hal tersebut terjadi di luar kehendaknya. Tetapi, ia tetap wajib mandi janabah.
3)      Makan dan minum dengan sengaja membatalkan puasanya. Akan tetapi orang yang makan dan minum karena lupa, maka puasanya tetap sah. Termasuk yang membatalkan puasa adalah memasukan air dan sejenisnya ke dalam hidung hingga sampai ke dalam perut (seperti menghirup), memasukan zat makanan melalui infus, dan menyuntik darah ke dalam tubuh. Semua ini membatalkan puasa karena dapat menguatkan tubuh seseorang.
4)      Mengeluarkan darah dari dalam tubuh karena dibekam, fashad (mengeluarkan darah dari tempat tertentu untuk pengobatan), atau mengeluarkan darah untuk didonorkan. Semua ini membatalkan puasa.
Adapun mengeluarkan sedikit darah untuk diperiksa misalnya, maka tidaklah membatalkan puasa. Demikian juga apabila mengeluarkan darah dengan tanpa sengaja, seperti mimisan, terluka, atau copot gigi, maka tidak membatalkan puasa.
5)      Muntah dengan disengaja. Artinya, dengan sengaja mengeluarkan isi perut. Sedangkan jika tidak disengaja, maka tidak mempengaruhi puasanya.[7]
6)      Keluar darah haid dan nifas. Batalnya puasa karena keluar darah haid dan nifas adalah sebagai konsekwensi syarat syahnya puasa (suci dari haid dan nifas), bila syarat telah tidak terpenuhi, maka gugurlah puasa tersebut.
7)      Gila yang datangnya waktu sedang menjalankan puasa. Batalnya puasa karena gila adalah juga sebagai konsekwensi syarat wajib puasa yaitu salah satunya adalah berakal, bila yang bersangkutan hilang akalnya (gila), maka salah satu syarat wajib puasa telah tidak terpenuhi, maka gugurlah puasa tersebut.[8]
           



KESIMPULAN
            Setelah kita membaca makalah diatas kita dapat menyimpulkan tentang syarat-syarat puasa, dispensasi tidak puasa, dan hal-hal yang dapat merusak puasa. Diantara syarat-syarat wajib puasa adalah Berakal (‘aqli), Baligh (sampai umur), dan Kuat berpuasa (qadir). Dan syarat-syarat syah puasa adalah Islam, Mumayiz (mengerti dan mampu membedakan  yang baik dengan yang tidak baik), Suci dari pada darah haid, nifas dan wiladah, dan dikerjakan dalam waktu/hari yang dibolehkan puasa. Sedangkan dispensasi puasa diantaranya adalah orang sakit yang tidak diharapkan lagi kesembuhannya, adapun orang yang mempunyai uzur yang bisa hilang, orang yang sakit boleh tidak berpuasa jika jika puasanya membahayakan dirinya, orang yang merasa terlalu berat menjalankan puasa baik karena udzur ketuaanya ataupun karena sakit yang berkepanjangan, demikian pula bagi wanita yang hamil dan menyusui anaknya. Sedangkan hal-hal yang merusak puasa yaitu, bersetubuh, mengeluarkan mani dengan disengaja, makan dan minum dengan sengaja, mengeluarkan darah dari dalam tubuh karena dibekam, muntah dengan disengaja, keluar darah haid dan nifas, dan gila yang datangnya waktu sedang menjalankan puasa.

PENUTUP
     Demikian makalah yang dapat kami susun dan kami sangat menyadari makalah ini jauh dari kesempurnaan maka kritik dan saran yang membangun demi perbaikan dan pengembangan sangat kami harapkan. Dan semoga ini dapat menambah pengetahuan kita dan bermanfaat. Amin.....





                                Daftar Pustaka

·         Saleh Al-Fauzan, Fiqih Sehari-hari, Jakarta: Gema Insani Press, 2005.
·         Dr. Zakiah Daradjat dkk, Ilmu Fiqh, Jakarta: asona, 1983



[1] Dr. Zakiah Daradjat dkk, Ilmu Fiqh, Jakarta: asona, hal.303
[2] Ibid, h. 303
[3] Saleh Al-Fauzan, Fiqih Sehari-hari, Jakarta: Gema Insani Press, 2005, h.303
[4] Ibid, h.304
[5] Ibid, h.317
[6] Setengah sha’ adalah sekitar 1024 gram, penj.
[7] Ibid, h.298
[8] Ibid, h.308