Our social:

Saturday, 5 March 2016

filsafat




MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata kuliah: Filsafat Umum
Dosen Pengampu: Dra. Yusriyah, M. Ag.



Disusun Oleh:
M. MAHMUD ABADI: 104411056


FAKULTAS USHULUDDIN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2011
OBJEK FILSAFAT
PENDAHULUAN
     Berbicara tentang filsafat, kita harus tahu terlebih dahulu apa arti filsafat itu sendiri. Kata filsafat atau falsafat, berasal dari bahasa Yunani: philoshophia yang banyak diperoleh pengertian-pengertian, baik secara harfiah atau etimologi. Terdiri dari kata philos yang berarti cinta, gemar, suka dan kata sophia berarti pengetahuan, hikmah dan kebijaksanaan. filsafat menurut arti katanya dapat diartikan sebagai cinta, cinta kepada ilmu pengetahuan atau kebenaran. Suka kepada hikmah dan kebijaksanaan.
     Objek penyelidikan filsafat adalah segala yang ada dan mungkin ada, tidak terbatas. Inilah yang disebut objek material filsafat. Kalau demikian apa yang membedakan antara objek filsafat dan objek ilmu pengetahuan lainnya? Objek filsafat yang dimaksud adalah objek materialnya, sebab ilmu pengetahuan pun mempunyai objek material yang sama dengan filsafat, yaitu segala yang ada dan yang mungkin ada. Ilmu pengetahuan bebas dan tidak terikat untuk menentukan objek penyelidikannya, dan sampai saat ini, belum ada pembahasan dalam objek ilmu pengetahuan (objek material). Oleh karena itu, kalau dilihat dari objek materialnya, baik filsafat maupun ilmu pengetahuan, memiliki objek yang sama.[1]
RUMUSAN MASALAH
1.      Objek Filsafat
PEMBAHASAN
Objek filsafat
     Isi filsafat ditentukan oleh objek apa yang dipikirkan, objek yang dipikirkan oleh filsafat ialah segala yang ada dan yang mungkin ada. Jadi luas sekali. Objek filsafat sangat luas, meliputi segala pengetahuan manusia serta segala sesuatu yang ingin diketahui manusia. Oleh karena itu manusia memiliki pikiran atau akal yang aktif, maka manusia sesuai dengan tabiatnya, cenderung untuk mengetahui segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada menurut akal pikirannya. Jadi objek filsafat ialah mencari keterangan sedalam-dalamnya.
     Objek filsafat ada dua yaitu Objek Materia dan Objek Forma, tentang objek materia ini banyak yang sama dengan objek materia sains. Sains memiliki objek materia yang empiris, filsafat menyelidiki objek itu juga, tetapi bukan bagian yang empiris melainkan bagian yang abstrak. Sedang objek forma filsafat tiada lain ialah mencari keterangan yang sedalam-dalamnya tentang objek materi filsafat (yakni segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada).[2]
Dari keterangan di atas dapat dijelaskan, bahwa:

1. Objek materia filsafat ialah Sarwa yang ada, yang pada garis besarnya dapat dibagi atas tiga persoalan pokok:
a.       Hakekat Tuhan
b.      Hakekat Alam dan
c.       Hakekat Manusia
2. Objek  forma filsafat ialah usaha mencari keterangan secara radikal (sedalam-dalamnya sampai ke akarnya) tentang objek materi filsafat (sarwa-yang-ada). Di sinilah diketahui bahwa sesuatu yang ada atau yang berwujud inilah yang menjadi penyelidikan dan menjadi pembagian filsafat menurut objeknya ialah:
1) Ada Umum, yakni menyelidiki apa yang ditinjau secara umum. Dalam realitanya terdapat bermacam-macam yang kesemuanya mungkin adanya. Dalam bahasa Eropa, ada umum  ini disebut “Ontologia” yang berasal dari perkataan Yunani “Onontos” yang berarti “ada”.
2) Ada Mutlak, sesuatu yang ada secara mutlak yakni zat yang wajib adanya, tidak tergantung kepada apa dan siapapun juga. Adanya tidak berpermulaan dan tidak berpenghabisan ia harus terus menerus ada, karena adanya dengan pasti. Ia merupakan asal adanya segala sesuatu. Ini disebut orang “Tuhan” dalam Bahasa Yunani disebut “Theodicea” dan dalam Bahasa Arab disebut “Ilah” atau “Allah”.
3) Cosmologia, yaitu filsafat yang mencari hakekat alam dipelajari apakah sebenarnya alam dan bagaimanakah hubungannya dengan Ada Mutlak. Cosmologia ini ialah filsafat alam yang menerangkan bahwa adanya alam adalah tidak mutlak, alam dan isinya adanya itu karena dimungkinkan Allah. “Ada tidak mutlak”, mungkin “ada” dan mungkin “lenyep sewaktu-waktu” pada suatu masa.
4) Antropologia (Filsafat Manusia), karena manusia termasuk “ada yang tidak mutlak” maka juga menjadi objek pembahasan. Apakah manusia itu sebenarnya, apakah kemampuan-kemampuannya dan apakah pendorong tindakannya? Semua ini diselidiki dan dibahas dalam Antropologia.
5) Etika, filsafat yang menyelidiki tingkah laku manusia. Betapakah tingkah laku manusia yang dipandang baik dan buruk serta tingkah laku manusia mana yang membedakannya dengan lain-lain makhluk.
6) Logika, filsafat akal budi dan biasanya juga disebut mantiq. Akal budi adalah akal yang terpenting dalam penyelidikan manusia untuk mengetahui kebenaran. Tanpa kepastian tentang logika, maka semua penyelidikan tidak mempunyai kekuatan dasar. Tegasnya tanpa akal budi takkan ada penyelidikan. Oleh karena itu dipersoalkan adakah manusia mempunyai akal budi dan dapatkah akal budi itu mencari kebenaran? Dengan segera timbul pula soal, apakah kebenaran itu dan sampai dimanakah kebenaran dapat ditangkap oleh akal budi manusia. Maka penyelidikan tentang akal budi itu disebut Filsafat Akal Budi atau Logika.

Penyelidikan tentang bahan dan aturan berpikir disebut logica minor, adapun yang menyelidiki isi berpikir disebut logica mayor. Filsafat akal budi ini disebut Epistimologi dan adapula yang menyebut Critica, sebab akal yang menyelidiki akal.[3]
Adapun objek bahasan filsafat terbagi menjadi tiga bahasan pokok:
1)      Al-Wujud atau ontologi;
2)      Al-Ma’rifat atau epistemologi;
3)      Al-Qayyim atau aksiologi;[4]
     Pembahasan ontologi mencakup hakekat segala yang ada (al-manjudat). Dalam dunia filsafat “yang mungkin ada” termasuk dalam pengertian “yang ada”. Dengan kata lain, “yang mungkin ada” merupakan salah satu jenis “yang ada”. Dan ia tidak dapat dimasukan kedalam kelompok “yang ada”, dalam arti tidak ada atau dalam bahasan lain “mustahil ada”.
     Pada umumnya bahasan “yang ada” (al-manjudat) terbagi menjadi dua bidang, yaitu fisika dan metafisika. Bidang fisika mencakup tentang manusia, alam semesta, dan segala sesuatu yang terkandumg di dalamnya, baik benda hidup maupun benda mati. Sementara bidang metafisika membahas ketuhanan dan masalah yang imeteri.
     Pembahasan epistermologi bersangkutan dengan hakikat pengetahuan dan cara bagaimana atau dengan sarana apa pengetahuan dapat diperoleh. Pembicaraan tentang hakikat pengetahuan ini ada dua teori. Teori pertama yang disebut dengan realisme berpandangan bahwa pengetahuan adalah gambaran atau kopi yang sebenarnya dari apa yang ada dalam alam nyata. Gambaran atau pengetahuan yang ada dalam akal adalah kopi dari yang asli yang terdapat di luar akal. Jadi, pengetahuan menurut teori ini sesuai dengan kenyataan.
    Sementara itu, teori kedua yang disebut dengan idealisme berpandangan bahwa pengetahuaa adalah gambaran menurut pendapat atau penglihatan orang yang mengetahui. Berbeda dengan realisme, pengetahuan menurut teori idealisme ini berarti tidak menggambarkan kebenaran yang sebenarnya karena, menurutnya, pengetahuan yang sesuai dengan kenyataat  adalah mustahil.
     Pembicaraan tentang metode-metode untuk memperoleh pengetahuan ada dua teori pula, teori pertama yang disebut dengan empirisme berpandangan bahwa pengetahuan diperoleh dengan perantaraan pancaindra. Alat utama inilah yang memperoleh kesan-kesan dari apa yang ada di alam nyata. Kesan-kesan tersebut berkumpul dalam diri manusia yang kemudian menyusun, dan mengaturnya menjadi pengetahuan, sementara itu, teori kedua yang disebut dengan rasionalisme berpandangan bahwa pengetahuan dipseroleh dengan perantaraan akal. Memamng untuk memperoloeh data-data dari alam nyata dibutuhkan pancaindra, tetapi untuk menghubung-hubungkan satu data dengan data yang lain  atau untuk menerjemahkan satu kejadian dengan kejadian lainnya yang terjadi di alam nyata ini dibutuhkan sekali akal. Andaikan hanya bersandar pada pancaindra semata, manusia tidak akan mampu menafsirkan proses alamiyah yang terjadi di jagat raya ini. Jadi akallah yang menyusun konsep-konsep rasional yang disebut dengan pengetahuan.[5]
     Akan tetapi, dalam ajaran agama wahyu, pengetahuan dapat diperoleh dari wahyu. Pengetahuan yang dibawa wahyu diyakini bersifat absolut dan mutlak benar, sedangkan pengetahuan yang diperoleh melalui pancaindra dan akal bersifat relatif.
    Pembahasan aksiologi bersangkutan dengan hakikat nilai. Dalam menentukan hakikat atau ukuran baik dan buruk dibahas dalam filsafat etika atau akhlak. Dan menentukan hakikat benar dan salah dibahas dalam filsafat logika atau mantiq. Dalam menentukan hakikat atau ukuran indah dan tidaknya dibahas dalam filsafat estetika atau jamal.[6]



KESIMPULAN
     Objek filsafat ada dua yaitu Objek Materia dan Objek Forma, diantara objek materia adalah hakikat Tuhan, Alam, dan Manusia. Sedangkan didalam objek forma yaitu: Ada Umum, Ada Mutlak, Cosmologia,  Antropologia,  Etika, dan Logika.
     objek bahasan filsafat terbagi menjadi tiga bahasan pokok:
1)      Al-Wujud atau ontologi;
2)      Al-Ma’rifat atau epistemologi;
3)      Al-Qayyim atau aksiologi
Pembicaraan tentang hakikat pengetahuan ini ada dua teori yaitu realisme dan idealisme. Pembicaraan tentang metode-metode untuk memperoleh pengetahuan ada dua teori pula yaitu empirisme dan rasionalisme.

PENUTUP
     Demikian makalah yang dapat kami susun dan kami sangat menyadari makalah ini jauh dari kesempurnaan maka kritik dan saran yang membangun demi perbaikan dan pengembangan sangat kami harapkan. Dan semoga ini dapat menambah pengetahuan kita dan bermanfaat. Amin.....








Daftar Pustaka

·         Prof. Dr. Juhaya S. Praja, Aliran-aliran Filsafat dan Etika, Kencana, Bandung: 2004
·         Hanafi, MA., Pengantar Filsafat Islam, Bulan Bintang, jakarta: 1990
·         Dr. Ahmad Tafsir. Filsafat Umum; Akal Dan Hati Sejak Thales Sampai James, PT. Remaja Rosda Jarya, Bandung:
·         Umar Muhammad Al-Taumiy Al-Syibany, Muqaddamat fi al-Filsafat al-Islamiyat, Tripoli: al-Dar al-‘Arabiyyat li al-Kitab, 1976
·         Harun Nasution, Filsafat Agama, Bulan Bintang, Jakarta: 1973.



[1] Prof. Dr. Juhaya S. Praja, Aliran-aliran Filsafat dan Etika, Kencana, Bandung. Hal.17
[2] Hanafi, MA., Pengantar Filsafat Islam, Bulan Bintang, jakarta
[3] Dr. Ahmad Tafsir. Filsafat Umum; Akal Dan Hati Sejak Thales Sampai James, PT. Remaja Rosda Jarya, Bandung.

[4] Umar Muhammad Al-Taumiy Al-Syibany, Muqaddamat fi al-Filsafat al-Islamiyat, Tripoli: al-Dar al-‘Arabiyyat li al-Kitab, hal.30-31
[5] Harun Nasution, Filsafat agama, Bulan Bintang, Jakarta hal.7
[6] Ibid, hal.30-31

0 comments: