filsafat
MAKALAH
Disusun Guna
Memenuhi Tugas
Mata
kuliah: Filsafat Umum
Dosen Pengampu: Dra. Yusriyah, M. Ag.

Disusun Oleh:
M. MAHMUD ABADI:
104411056
FAKULTAS
USHULUDDIN
INSTITUT AGAMA
ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2011
OBJEK FILSAFAT
PENDAHULUAN
Berbicara
tentang filsafat, kita harus tahu terlebih dahulu apa arti filsafat itu
sendiri. Kata filsafat atau falsafat, berasal dari bahasa Yunani: philoshophia
yang banyak diperoleh pengertian-pengertian, baik secara harfiah atau etimologi.
Terdiri dari kata philos yang berarti cinta, gemar, suka dan kata sophia
berarti pengetahuan, hikmah dan kebijaksanaan. filsafat menurut arti katanya
dapat diartikan sebagai cinta, cinta kepada ilmu pengetahuan atau kebenaran.
Suka kepada hikmah dan kebijaksanaan.
Objek penyelidikan
filsafat adalah segala yang ada dan mungkin ada, tidak terbatas. Inilah yang
disebut objek material filsafat. Kalau demikian apa yang membedakan antara
objek filsafat dan objek ilmu pengetahuan lainnya? Objek filsafat yang dimaksud
adalah objek materialnya, sebab ilmu pengetahuan pun mempunyai objek material
yang sama dengan filsafat, yaitu segala yang ada dan yang mungkin ada. Ilmu
pengetahuan bebas dan tidak terikat untuk menentukan objek penyelidikannya, dan
sampai saat ini, belum ada pembahasan dalam objek ilmu pengetahuan (objek
material). Oleh karena itu, kalau dilihat dari objek materialnya, baik filsafat
maupun ilmu pengetahuan, memiliki objek yang sama.[1]
RUMUSAN MASALAH
1.
Objek Filsafat
PEMBAHASAN
Objek filsafat
Isi filsafat ditentukan
oleh objek apa yang dipikirkan, objek yang dipikirkan oleh filsafat ialah
segala yang ada dan yang mungkin ada. Jadi luas sekali. Objek filsafat sangat
luas, meliputi segala pengetahuan manusia serta segala sesuatu yang ingin
diketahui manusia. Oleh karena itu manusia memiliki pikiran atau akal yang
aktif, maka manusia sesuai dengan tabiatnya, cenderung untuk mengetahui segala
sesuatu yang ada dan yang mungkin ada menurut akal pikirannya. Jadi objek filsafat
ialah mencari keterangan sedalam-dalamnya.
Objek filsafat ada dua
yaitu Objek Materia dan Objek Forma, tentang objek materia ini banyak yang sama
dengan objek materia sains. Sains memiliki objek materia yang empiris, filsafat
menyelidiki objek itu juga, tetapi bukan bagian yang empiris melainkan bagian
yang abstrak. Sedang objek forma filsafat tiada lain ialah mencari keterangan
yang sedalam-dalamnya tentang objek materi filsafat (yakni segala sesuatu yang
ada dan yang mungkin ada).[2]
Dari keterangan di atas dapat dijelaskan, bahwa:
1. Objek materia filsafat ialah Sarwa yang ada, yang pada garis besarnya dapat dibagi atas tiga persoalan pokok:
a.
Hakekat Tuhan
b.
Hakekat Alam dan
c.
Hakekat Manusia
2. Objek forma filsafat ialah
usaha mencari keterangan secara radikal (sedalam-dalamnya sampai ke akarnya)
tentang objek materi filsafat (sarwa-yang-ada). Di sinilah diketahui bahwa
sesuatu yang ada atau yang berwujud inilah yang menjadi penyelidikan dan
menjadi pembagian filsafat menurut objeknya ialah:
1) Ada Umum, yakni menyelidiki apa yang ditinjau secara umum. Dalam
realitanya terdapat bermacam-macam yang kesemuanya mungkin adanya. Dalam bahasa
Eropa, ada umum ini disebut “Ontologia”
yang berasal dari perkataan Yunani “Onontos” yang berarti “ada”.
2) Ada Mutlak, sesuatu yang ada secara mutlak yakni zat yang wajib
adanya, tidak tergantung kepada apa dan siapapun juga. Adanya tidak
berpermulaan dan tidak berpenghabisan ia harus terus menerus ada, karena adanya
dengan pasti. Ia merupakan asal adanya segala sesuatu. Ini disebut orang
“Tuhan” dalam Bahasa Yunani disebut “Theodicea” dan dalam Bahasa Arab
disebut “Ilah” atau “Allah”.
3) Cosmologia, yaitu filsafat yang mencari hakekat alam dipelajari
apakah sebenarnya alam dan bagaimanakah hubungannya dengan Ada Mutlak.
Cosmologia ini ialah filsafat alam yang menerangkan bahwa adanya alam adalah
tidak mutlak, alam dan isinya adanya itu karena dimungkinkan Allah. “Ada tidak
mutlak”, mungkin “ada” dan mungkin “lenyep sewaktu-waktu” pada suatu masa.
4) Antropologia (Filsafat Manusia), karena manusia termasuk “ada
yang tidak mutlak” maka juga menjadi objek pembahasan. Apakah manusia itu
sebenarnya, apakah kemampuan-kemampuannya dan apakah pendorong tindakannya?
Semua ini diselidiki dan dibahas dalam Antropologia.
5) Etika, filsafat yang menyelidiki tingkah laku manusia. Betapakah
tingkah laku manusia yang dipandang baik dan buruk serta tingkah laku manusia
mana yang membedakannya dengan lain-lain makhluk.
6) Logika, filsafat akal budi dan biasanya juga disebut mantiq.
Akal budi adalah akal yang terpenting dalam penyelidikan manusia untuk
mengetahui kebenaran. Tanpa kepastian tentang logika, maka semua penyelidikan
tidak mempunyai kekuatan dasar. Tegasnya tanpa akal budi takkan ada
penyelidikan. Oleh karena itu dipersoalkan adakah manusia mempunyai akal budi
dan dapatkah akal budi itu mencari kebenaran? Dengan segera timbul pula soal,
apakah kebenaran itu dan sampai dimanakah kebenaran dapat ditangkap oleh akal
budi manusia. Maka penyelidikan tentang akal budi itu disebut Filsafat Akal
Budi atau Logika.
Penyelidikan tentang bahan dan aturan berpikir disebut logica minor, adapun yang menyelidiki isi berpikir disebut logica mayor. Filsafat akal budi ini disebut Epistimologi dan adapula yang menyebut Critica, sebab akal yang menyelidiki akal.[3]
Penyelidikan tentang bahan dan aturan berpikir disebut logica minor, adapun yang menyelidiki isi berpikir disebut logica mayor. Filsafat akal budi ini disebut Epistimologi dan adapula yang menyebut Critica, sebab akal yang menyelidiki akal.[3]
Adapun objek
bahasan filsafat terbagi menjadi tiga bahasan pokok:
1)
Al-Wujud atau ontologi;
2)
Al-Ma’rifat atau epistemologi;
3)
Al-Qayyim atau aksiologi;[4]
Pembahasan ontologi
mencakup hakekat segala yang ada (al-manjudat). Dalam dunia filsafat
“yang mungkin ada” termasuk dalam pengertian “yang ada”. Dengan kata lain,
“yang mungkin ada” merupakan salah satu jenis “yang ada”. Dan ia tidak dapat
dimasukan kedalam kelompok “yang ada”, dalam arti tidak ada atau dalam bahasan
lain “mustahil ada”.
Pada umumnya bahasan
“yang ada” (al-manjudat) terbagi menjadi dua bidang, yaitu fisika dan
metafisika. Bidang fisika mencakup tentang manusia, alam semesta, dan segala
sesuatu yang terkandumg di dalamnya, baik benda hidup maupun benda mati.
Sementara bidang metafisika membahas ketuhanan dan masalah yang imeteri.
Pembahasan epistermologi
bersangkutan dengan hakikat pengetahuan dan cara bagaimana atau dengan sarana
apa pengetahuan dapat diperoleh. Pembicaraan tentang hakikat pengetahuan ini
ada dua teori. Teori pertama yang disebut dengan realisme berpandangan
bahwa pengetahuan adalah gambaran atau kopi yang sebenarnya dari apa yang ada
dalam alam nyata. Gambaran atau pengetahuan yang ada dalam akal adalah kopi
dari yang asli yang terdapat di luar akal. Jadi, pengetahuan menurut teori ini
sesuai dengan kenyataan.
Sementara itu, teori
kedua yang disebut dengan idealisme berpandangan bahwa pengetahuaa
adalah gambaran menurut pendapat atau penglihatan orang yang mengetahui.
Berbeda dengan realisme, pengetahuan menurut teori idealisme ini berarti tidak
menggambarkan kebenaran yang sebenarnya karena, menurutnya, pengetahuan yang
sesuai dengan kenyataat adalah mustahil.
Pembicaraan tentang
metode-metode untuk memperoleh pengetahuan ada dua teori pula, teori pertama
yang disebut dengan empirisme berpandangan bahwa pengetahuan diperoleh
dengan perantaraan pancaindra. Alat utama inilah yang memperoleh kesan-kesan
dari apa yang ada di alam nyata. Kesan-kesan tersebut berkumpul dalam diri
manusia yang kemudian menyusun, dan mengaturnya menjadi pengetahuan, sementara
itu, teori kedua yang disebut dengan rasionalisme berpandangan bahwa
pengetahuan dipseroleh dengan perantaraan akal. Memamng untuk memperoloeh
data-data dari alam nyata dibutuhkan pancaindra, tetapi untuk
menghubung-hubungkan satu data dengan data yang lain atau untuk menerjemahkan satu kejadian dengan
kejadian lainnya yang terjadi di alam nyata ini dibutuhkan sekali akal.
Andaikan hanya bersandar pada pancaindra semata, manusia tidak akan mampu
menafsirkan proses alamiyah yang terjadi di jagat raya ini. Jadi akallah yang
menyusun konsep-konsep rasional yang disebut dengan pengetahuan.[5]
Akan tetapi, dalam
ajaran agama wahyu, pengetahuan dapat diperoleh dari wahyu. Pengetahuan yang
dibawa wahyu diyakini bersifat absolut dan mutlak benar, sedangkan
pengetahuan yang diperoleh melalui pancaindra dan akal bersifat relatif.
Pembahasan aksiologi
bersangkutan dengan hakikat nilai. Dalam menentukan hakikat atau ukuran baik
dan buruk dibahas dalam filsafat etika atau akhlak. Dan menentukan hakikat
benar dan salah dibahas dalam filsafat logika atau mantiq. Dalam menentukan
hakikat atau ukuran indah dan tidaknya dibahas dalam filsafat estetika atau jamal.[6]
KESIMPULAN
Objek filsafat ada dua yaitu Objek Materia
dan Objek Forma, diantara objek materia adalah hakikat Tuhan, Alam, dan
Manusia. Sedangkan didalam objek forma yaitu: Ada Umum, Ada Mutlak, Cosmologia, Antropologia, Etika, dan
Logika.
objek bahasan filsafat terbagi menjadi tiga bahasan pokok:
1)
Al-Wujud atau ontologi;
2)
Al-Ma’rifat atau epistemologi;
3) Al-Qayyim atau aksiologi
Pembicaraan
tentang hakikat pengetahuan ini ada dua teori yaitu realisme dan idealisme. Pembicaraan
tentang metode-metode untuk memperoleh pengetahuan ada dua teori pula yaitu
empirisme dan rasionalisme.
PENUTUP
Demikian makalah yang
dapat kami susun dan kami sangat menyadari makalah ini jauh dari kesempurnaan
maka kritik dan saran yang membangun demi perbaikan dan pengembangan sangat
kami harapkan. Dan semoga ini dapat menambah pengetahuan kita dan bermanfaat.
Amin.....
Daftar Pustaka
·
Prof. Dr. Juhaya S. Praja, Aliran-aliran
Filsafat dan Etika, Kencana, Bandung: 2004
·
Hanafi, MA., Pengantar Filsafat
Islam, Bulan Bintang, jakarta: 1990
·
Dr. Ahmad Tafsir. Filsafat Umum;
Akal Dan Hati Sejak Thales Sampai James, PT. Remaja Rosda Jarya, Bandung:
·
Umar Muhammad Al-Taumiy Al-Syibany, Muqaddamat
fi al-Filsafat al-Islamiyat, Tripoli: al-Dar al-‘Arabiyyat li al-Kitab,
1976
·
Harun Nasution, Filsafat Agama,
Bulan Bintang, Jakarta: 1973.
[1] Prof.
Dr. Juhaya S. Praja, Aliran-aliran Filsafat dan Etika, Kencana, Bandung. Hal.17
[2] Hanafi,
MA., Pengantar Filsafat Islam, Bulan Bintang, jakarta
[3] Dr.
Ahmad Tafsir. Filsafat Umum; Akal Dan Hati Sejak Thales Sampai James, PT.
Remaja Rosda Jarya, Bandung.
[4]
Umar Muhammad Al-Taumiy Al-Syibany, Muqaddamat fi al-Filsafat al-Islamiyat,
Tripoli: al-Dar al-‘Arabiyyat li al-Kitab, hal.30-31
[5] Harun
Nasution, Filsafat agama, Bulan Bintang, Jakarta hal.7
[6] Ibid,
hal.30-31
0 comments:
Post a Comment