Sejarah Tarekat dan Faktor Kelahirannya
Nama Kelompok V:
Roudhotul Jannah (
104411038 )
Widiana Rahmatika (
104411048 )
Leni Budiarti (
104411055 )
Mahmud Abadi (
104411056 )
Muhammad Saifulloh (
104411057 )
Sejarah
Tarekat dan Faktor Kelahirannya
Pada awalnya ajarna tarekat di lalui oleh sufi secara
individual. Kemudian dengan seiring dengan berjalannya waktu tarekat diajarkan
kepada orang lain baik secara individual maupun secara kolektif, model
pengajaran ini sudah di mulai sejak zaman Al-Hallaj (858-922 M). Model
pengajaran Al-Hallaj kemudian di ikuti dan ditiru oleh sufi lainnya, sehingga
timbullah dalam islam kumpulan sufi yang mempunyai tokoh sufi tertentu sebagai
guru besarnya (syekhnya) dengan tarekat tertentu lengkap dengan para pengikut
atau murid-muridnya.
Kemudian kumpulan orang ini membentuk organisasi
dengan mempunyai corak dan peraturan sendiri-sendiri diantranya muncul berbagai
macam tarekat seperti tarekat Qadiriyyah di Bagqhdad irak. Dengan demikian
tarekat yang mulanya perkumpulan orang sufi tanpa ikatan, sekarang menjadi berkembang
organisasi sufi populer yang mempunyai peraturan tetentu. Perjalanan berikutnya
dalam catatan Mirce Aliade (1987) tarekat menjadi dua ratus buah dan mempunyai
jaringan yang luas. Oleh karena itu perkembangan tarekat tidak semata
diterangkan dari sudut pandang agama, menurut Fazlur Rohman ada beberapa
perspektif yang digunakan dalam menerangkan perkembangan tarekat yaitu agama,
social dan juga politik.
Sementara itu, sebagai respon atas situasi politik,
melalui tarekat, kaum muslimin mempertahankan kedaulatan spiritual dan
mengkukuhkan kembali jalinan persaudaraan sesama muslim dalam ikatan
persaudaraan spiritual yang kuat. Dalam kaitan ini tarekat kemudian bisa
dimaknai sebagai fenomena politik ketika dunia islam menghadapi masa kritis
sejak abad ke- 6H/13 M. Pada saat itu Blok Barat ( Palestina, Syiria, Mesir,
dll) menghadapi serbuan eropa yang terkenal dengan peristiwa Perang Salib.
Dunia Timur menghadapi gempuran tentara Monggol. Sedangkan pusat pemerintahan
Baghdad terus mengalami perebutan kekuasaan. Khalifah Abasiyah, meskipun secara
formal masih berkuasa, kekuasaanya sudah tidak efektif.
Krisis kekuasaan politik tersebut menyebabkan umat
islam kehilangan pegangan, bahkan disintegrasi sosial dan pertentangan internal
antar bangsa arab, Persia dan Turki. Dalam kehidupan beragama juga terjadi
pertentangan yang tajam antara Sunni dan Syi’ah. Pada masa ini juga, kehidupan
ekonomi umat merosot dengan tajam.
Dalam keadaan seperti ini, umat islam berusaha
mempertahankan agamanya dengan berpegang pada doktrin yang dapat menentramkan
jiwa, yakni doktrin tasawuf yang mendorong berbagai aliran tarekat. Hal ini
dilakukan melalui tindak kesabaran, keyakinan, kesalehan, penyerahan diri,
zuhud dan menerima keadaan apa adanya(qana’ah) . Cara hidup seperti ini
merupakan tema utama perjuangan dalam pertempuran tanpa mengenal tempat.
Kekalahan politik kemudian ditransformasikan dalam kemenangan spiritual diluar
sejarah.
Transformasi kekalahan politik ke dalam pelembagaan
oleh spiritual ternyata menjadi pengganti kekuatan islam politik yang telah
mengalami kemunduran. Proses-proses perluasan islam ke berbagai belahan dunia
pasca runtuhnya kekuasaan politik islam secara nyata dilakukan oleh pedagang
muslim sufi yang mempunyai hubungan trans-nasional. Hal ini bisa dilihat pada
penyebaran islam seperti di Afrika dan Asia. Tarekat di Afrika Barat bahkan
disebut oleh Ousmane Kane sebagai organisasi sosial politik (sociopolitical
organization).
Menurut John Obert Voll, tarekat semakin membesar dan
bermunculan setelah kekuasaan Turki menyebar kemana-mana. Tarekat menjadi
lambang oposisi dan gerakan perlawanan rakyat secara diam-diam terhadap
kekuasaan Turki, Makkah, Mesir, India, dan Indonesia yang merupakan pusat-pusat
tarekat saat itu. Tarekat kemudian menjadi fenomena trans-nasional, yang
melampau batas-batas geografis dan kekuatannya merupakan gabungan antara dua
hal, yaitu doktrin (ajaran) dan pola hubungan antara guru (syekh) dan murid
anggota tarekat yang tergambar dalam silsilah tarekat.
Referensi:
Muhsin Jamil, Tarekat dan Dinamika Sosial Politik,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.hlm,45.
0 comments:
Post a Comment