Our social:

Thursday, 10 March 2016

Sejarah Tarekat dan Faktor Kelahirannya

Nama Kelompok V:
Roudhotul Jannah                   ( 104411038 )
Widiana Rahmatika                ( 104411048 )
Leni Budiarti                           ( 104411055 )
Mahmud Abadi                       ( 104411056 )
Muhammad Saifulloh             ( 104411057 )

Sejarah Tarekat dan Faktor Kelahirannya
Pada awalnya ajarna tarekat di lalui oleh sufi secara individual. Kemudian dengan seiring dengan berjalannya waktu tarekat diajarkan kepada orang lain baik secara individual maupun secara kolektif, model pengajaran ini sudah di mulai sejak zaman Al-Hallaj (858-922 M). Model pengajaran Al-Hallaj kemudian di ikuti dan ditiru oleh sufi lainnya, sehingga timbullah dalam islam kumpulan sufi yang mempunyai tokoh sufi tertentu sebagai guru besarnya (syekhnya) dengan tarekat tertentu lengkap dengan para pengikut atau murid-muridnya.
Kemudian kumpulan orang ini membentuk organisasi dengan mempunyai corak dan peraturan sendiri-sendiri diantranya muncul berbagai macam tarekat seperti tarekat Qadiriyyah di Bagqhdad irak. Dengan demikian tarekat yang mulanya perkumpulan orang sufi tanpa ikatan, sekarang menjadi berkembang organisasi sufi populer yang mempunyai peraturan tetentu. Perjalanan berikutnya dalam catatan Mirce Aliade (1987) tarekat menjadi dua ratus buah dan mempunyai jaringan yang luas. Oleh karena itu perkembangan tarekat tidak semata diterangkan dari sudut pandang agama, menurut Fazlur Rohman ada beberapa perspektif yang digunakan dalam menerangkan perkembangan tarekat yaitu agama, social dan juga politik.
Sementara itu, sebagai respon atas situasi politik, melalui tarekat, kaum muslimin mempertahankan kedaulatan spiritual dan mengkukuhkan kembali jalinan persaudaraan sesama muslim dalam ikatan persaudaraan spiritual yang kuat. Dalam kaitan ini tarekat kemudian bisa dimaknai sebagai fenomena politik ketika dunia islam menghadapi masa kritis sejak abad ke- 6H/13 M. Pada saat itu Blok Barat ( Palestina, Syiria, Mesir, dll) menghadapi serbuan eropa yang terkenal dengan peristiwa Perang Salib. Dunia Timur menghadapi gempuran tentara Monggol. Sedangkan pusat pemerintahan Baghdad terus mengalami perebutan kekuasaan. Khalifah Abasiyah, meskipun secara formal masih berkuasa, kekuasaanya sudah tidak efektif.
Krisis kekuasaan politik tersebut menyebabkan umat islam kehilangan pegangan, bahkan disintegrasi sosial dan pertentangan internal antar bangsa arab, Persia dan Turki. Dalam kehidupan beragama juga terjadi pertentangan yang tajam antara Sunni dan Syi’ah. Pada masa ini juga, kehidupan ekonomi umat merosot dengan tajam.
Dalam keadaan seperti ini, umat islam berusaha mempertahankan agamanya dengan berpegang pada doktrin yang dapat menentramkan jiwa, yakni doktrin tasawuf yang mendorong berbagai aliran tarekat. Hal ini dilakukan melalui tindak kesabaran, keyakinan, kesalehan, penyerahan diri, zuhud dan menerima keadaan apa adanya(qana’ah) . Cara hidup seperti ini merupakan tema utama perjuangan dalam pertempuran tanpa mengenal tempat. Kekalahan politik kemudian ditransformasikan dalam kemenangan spiritual diluar sejarah.
Transformasi kekalahan politik ke dalam pelembagaan oleh spiritual ternyata menjadi pengganti kekuatan islam politik yang telah mengalami kemunduran. Proses-proses perluasan islam ke berbagai belahan dunia pasca runtuhnya kekuasaan politik islam secara nyata dilakukan oleh pedagang muslim sufi yang mempunyai hubungan trans-nasional. Hal ini bisa dilihat pada penyebaran islam seperti di Afrika dan Asia. Tarekat di Afrika Barat bahkan disebut oleh Ousmane Kane sebagai organisasi sosial politik (sociopolitical organization).
Menurut John Obert Voll, tarekat semakin membesar dan bermunculan setelah kekuasaan Turki menyebar kemana-mana. Tarekat menjadi lambang oposisi dan gerakan perlawanan rakyat secara diam-diam terhadap kekuasaan Turki, Makkah, Mesir, India, dan Indonesia yang merupakan pusat-pusat tarekat saat itu. Tarekat kemudian menjadi fenomena trans-nasional, yang melampau batas-batas geografis dan kekuatannya merupakan gabungan antara dua hal, yaitu doktrin (ajaran) dan pola hubungan antara guru (syekh) dan murid anggota tarekat yang tergambar dalam silsilah tarekat.
Referensi:
Muhsin Jamil, Tarekat dan Dinamika Sosial Politik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.hlm,45.

0 comments: