Our social:

Sunday, 6 March 2016

KAMUS SUFFI

N
nabî: نبي  
Seorang nabi. Seorang nabi adalah wali Allah yang memiliki pengetahuan unik tentang Allah Ghaib.allah telah mengutus 124.000 nabi kepada umat manusia untuk menunjuki mereka Jalan Kembali kepada Allah. Para nabi di perintahkan  Allah untuk mengajak manusia kembali pada jalan khusus (agama) mereka. Segenap ajaran-ajaran dalam agama ini berbeda-beda sesuai umat manusia yang ditujunya, tapi Sumber semua itu tetaplah satu, yaitu Allah. Setiap nabi dan setiap agama mengungkapkan Wajah spesifik Yang Maha mutlak. Muhammad Al-Mushthafâ adalah nabi Allah yang terakhir. Risalah universal yang disampaikannya adalah agama yang lengkap dan sempurna. Agama ini ditujukan kepada semua manusia dan tidak hanya terbatas pada sekelompok orang. (Lihat ahâdîts; ahmad; awliyâ’; dîn; furqân; iqra’; Muhammad; mushthafâ; nubuwwah; Al-Qur’ân; sunnah; ummah; wâlî; wilâyah).
nadâmah:         ندامة       
penyesalan. Sebuah hadits berbunyi, “penyesalan adalah tindakan taubat” (“al-nadâm al-tawbah”). (Lihat awbah; inabah; isyq; khasyyah; khawf; tawbah).
nafas:   نفس       
napas atau saat. Nafas adalah waktu tak terbagi ketika setiap maujud dalam kosmos mengalami penciptaan baru. Energi spiritual (barakah) dari jalan sufi disampaikan dalam tarikan napas sang mursyid. Hanya dengan menerima bay’ah. Ikrar tahbisan, secara bertatap muka dari sang mursyid, kekuatan penuh dari sang ilahi ini bisa mulai bekerja dalam diri sang murid. Sang mursyid, yang menerima sendiri transmisi napas ini dari mursyid-nya sendiri, kemudian memindahkan napas ini kepada segenap muridnya. Merenungkan napas sendiri bisa mengantar sang murid kepada pengetahuan tentang”pembaruan penciptaan dalam setiap saat”. (Lihat ’abd al-waql; an; ‘arifin; bay’ah; hayrah;nafas; al-rahman; tajdid al-khalq al-anat)
nafas al-rahman:نفس الرحمن   
Napas Yang Maha Pengasih. Istilah yang sangat indah ini menunjukan sifat memudar eksistensi dalam keadaan perubahan dan pembaharuannya yang konstan. Inilah sekat tertinggi (al-barzakh al-a’la) dan substansi alam semesta adalah nafas al-rahman. Dan ketiadaannya, entitas-entitas itu dikerutkan dan disempitkan. Napas ilahi ini membuatnya lega dan memberikannya eksistensi. Allah menghembuskan napas, dan melalui nafas-Nya Yang Maha Pengasih, Dia berbicara. Kita semua, ciptaan, adalah kata-katan-Nya. Kita adalah bentuk dan Dia adalah makna. (Lihat al-a’yan al-tsabilah; ayat; al-barzakh al-a’la; harf; kalam; kalam-i-dzati; kalam-i-tafshili; karb, ma’na; sukun; surah).
Al-Nafi’:النافع      
Yang Maha Menciptakan Kebaikan. Salah satu Nama Indah Allah (al-asma’ al-husna).
nafilah:نافلة  
 Amalan sunat. Amalan-amalan sunat (nawafil) berarti dari amalan-amalan fardhu (fara’idh) yang merupakan asal-usulnya. Sebuah nafilah adalah sebuah amalan ibadah dan pengabdian yang melaluinya sang hamba mendekatkan diri kepada Tuhannya. Manusia adalah “amalan sunat” Allah yang mencitakan kita karena kehendak bebas-Nya menawarkan diri kepada kita. Allah adalah Wujud Mutlak dengan diri-Nya sendiri, sedangkan kita ada melalui Allah. (Lihat fara’idh; nawafil al-khayrat; qurb al-fara’idh; qurb al-nawafil).
nafkh:نفخ   
Penghembusan napas yang dengannya kosmos ini menjadi ada. Penghembusan napas ini dilakukan oleh Allah. Inspirasi ilahi (ilham) turun pada sang hamba melalui nafkh ini. (lihat ilham).
nafl:نفل   
Tambahan atau sunat. Nafl adalah sesuatu yang lebih dari yang diharapkan. Ini adalah nikmat, karunia dan anugerah. (Lihat nafilah; nawafil al-khayrat; qurb al-nawafil).
nafs:نفس   
Ego, diri, atau jiwa. Nafs adalah dimensi manusia yang berada di dalam ruh (rûh), yang adalah cahaya, dan jasmani (jism), yang ada kegelapan. Perjuangan spiritual (mujahadah) dilakukan untuk melawan berbagai kecenderungan jiwa rendah dari nafs yang menjauhkan hati (qalb) dari Allah. Nafs adalah juga wilayah imajinasi. Allah ada dalam diri kita, tapi kita tidak melihat Allah. Tasawuf ditujukan untuk mengubah jiwa rendah (al-nafs al-ammarah) menjadi jiwa lebih tinggi (al-nafs al-kamilah) dan “melihat” Allah di mana-mana. Ada tujuh tingkatan jiwa, tujuh posisi dalam shalat, tujuh ayat dalam surat Al-fatihah, dan tujuh tingkat pengetahuan, yang semuanya berjalin berkelindan dengan sangat indah. (Lihat al-‘abd; hayawaniyyah; al-insan al-kamil; jism; khawathir; khawf; latha’if; makr nafsi; al-malamatiyyah; man ‘afaf nafsahu, ‘araf rabbahu; mujahadah; munafiq; mursyid; mushtawif; qalb; ruh; al-ru’unah al-nafsiyyah; shalah; sayr ila Allah; syaithan; al-thabib al-ilahi).
al-nafs al-ammarah:النفس الاما رة     
Jiwa yang memerintah. Al-Quran menyebut jiwa ini, “…Sungguh, jiwa (manusia) menyuruh berbuat kejahatan,…” (QS yusuf [12]: 53). Nafs ini ada dalam alam indra dan dikuasai oleh berbagai hasrat dan keinginan dunia rendah. Perjuangan dalam tahap-tahap awal perjalanan Spiritual adalah melawan al-nafs al-ammarah. al-nafs al-ammarah adalah islam tahap pertama, serupa dengan posisi berdiri (qiyam) dalam shalat. al-nafs al-ammarah berarti melakukan perjalanan menuju Allah. (Lihat Al-islam; qiyam; shalah).
al-nafs al-hayawaniyyah:النفس الحيوانية     
Jiwa hewani. Inilah jiwa paling rendah. Inilah manusia yang dicampakkan ke tataran “yang paling rendah dari yang rendah” (asfal al-safilin). “jiwa hewani” sepenuhnya patuh dan taat pada dorongan-dorongan alami rendah. Orang yang didominasi oleh Al-nafs al-hayawaniyyah tidaklah pantas dan layak melakukan perjuangan spiritual karena dia berdiri di kubu kekafiran. (Lihat asfal al-safilin; hayawaniyyah; ; idhlal; syaiyhan).
al-nafs al-ilahiyyah:النفس الإلهية     
jiwa ilahi. Al-nafs al-ilahiyyah adalah Allah bersama dengan segenap sifat-Nya, yakni Mahahidup, Maha Mengetahui, Mahakuasa, Maha Berkehendak, Maha Mendengar, Maha Melihat, dan Maha Berbicara. (lihat ilahiyyat; shifah).
al-nafs al-kamilah:النفس الكاملة    
Jiwa paripurna. Al-Quran menyebut Jiwa ini, “masuklah dalam golongan hamba-hamba-Kudan masuklah dalam Surga-Ku” (QS Al-Fajr [89]: 29-30). Inilah tahap terakhir dalam perkembangan jiwa menuju sang Jiwa. Inilah tahap Islam hakiki ketika sang hamba terus-menerus melakukan perjalanan bersama Allah. Al-nafs al-kamilah serupa dengan posisi duduk akhir (jalsah) dalam shalat. Al-nafs al-kamilah dicapai dengan rahmat Allah. (Lihat al-islam; jalsah; shalah).
al-nafs al-kulliyyah:النفس الكلية    
 jiwa Universal yang ada di bawah Akal Pertama (al-‘aql al-awwal) dan menggambarkan dimensi reseptif dari alam spiritual.
al-nafs al-lawwamah:النفس اللوامة    
Jiwa  yang mencela. Al-Quran menyebut jiwa ini, “Dan Aku bersumpah demi jiwa yang mencela” (QS Al-Qiyamah [75]:2). Jiwa ini menyadari dan mengetahui berbagai kekurangannya. Perjalanan yang ditempuh adalah demi Allah. Al-nafs al-lawwamah adalah anak tangga kedua (iman) dalam tangga pengetahuan, serupa dengan rukuk dalam shalat. Al-nafs al-lawwamah telah dipasang atas diri kaum sufi agung, Al-malamatiyyah, untuk menjaga mereka dari sikap membangga-banggakan diri. (Lihat iman; al-malamatiyyah; rukuk; shalah).
al-nafs al-mulhammah:النفس الملهمة       
jiwa yang terilhami. Al-Quran menyebut jiwa ini, “demi jiwa dan penyempurnaannya” (QS Al-Syams [91]: 7). Jiwa ini menjauhkan manusia dari kejahatan dan mampu melihat sarana yang akan mengantarkan menuju kebahagiaan. Ia melalui perjalanan di bawah pengawasan Allah. Al-nafs al-mulhammah adalah anak tangga ketiga (ihsan) dalam tangga pengetahuan, serupa posisi berdiri (qiyam) kedua (i’tidal) dalam shalat. (Lihat ihsan; ilham; qiyam; shalah).
al-nafs al-muthma’innah:النفس المطمئنة    
jiwa yang tenang. Al-Quran menyebut jiwa ini “wahai jiwa yang tenag!” (QS Al-fajr [89]:27). Jiwa ini tenang karena beristirahat dalam Keyakinan Allah. Ia telah dipadukan kembali dengan Ruh. al-nafs al-muthma’innah melakukan perjalanan bersama Allah. Ia adalah anak tangga keempat (‘ilm al-yaqin) dalam tangga penetahuan. Serupa dengan sujud (sajdah) pertama dalam shalat. (Lihat ilm al-yaqin; muhsin; mu’min; sajdah; shalah).
al-nafs al-mardhiyyah:النفس المرضية    
Jiwa yang diridhai Allah. Al-Quran menyebut jiwa ini, “…Dan diridhai oleh-Nya!” (QS al-fajr [89]: 28). Ia mengalami kebingungan dalam melakukan perjalanan dari Allah. Al-nafs al-mardhiyyah adalah anak tangga keenam (haqq al-yaqin) dalam tangga pengetahuan, serupa dengan sujud (sajdah) kedua dalam shalat. (Lihat haqq al-yaqin; al-muhaqqiqin; sajdah; shalah).
al-nafs al-qaddisah:النفس القدسة    
Jiwa yang disucikan. Jiwa ini sepenuhnya dinapasi dengan mengingat Allah (dzikrullah). (Lihat dzakir; dzikrullah; laylah al-mi’raj; wahdat-i-dzatiyyah; wahdat-i-makan; wahdat-i-zamaniyyah).
al-nafs al-radhiyyah:
Jiwa yang ridha. Al-Quran menyebut jiwa ini, “Kembalilah pada Tuhanmu dengan hati ridha…” (QS Al-fajr [89]: 28). Jiwa ini ridha dengan dirinya sendiri karena keseimbangan harmonis dari berbagi karakter mulianya. Jiwa ini hilang dalam Allah dan melakukan dan melakukan perjalanan di dalam Allah. Al-nafs al-radhiyyah adalah anak tangga kelima (‘ayn al-yaqin) pada tangga Penetahuan. Serupa dengan posisi duduk (jalsah) pertama dalam shalat. (Lihat ‘ayn al-yaqin; jalsah; shalah).
al-nafs al-wahidah:
Jiwa yang unik. Ini adalah jiwa nabi pertama, Adam a.s. seperti manusia diciptakan dari Al-nafs al-wahidah. Nabi Adam adalah ayah jasmani, dan Nabi Muhammad Saw. Adalah ayah Ruhani. (Lihat al-‘aql al-awwal; al-haqiqah; al-Muhammadiyyah; Muhammad Rasulullah; nur Muhammad; ummah).
nafsani:
Egosentris. Istilah ini diberlakukan pada berbagai kecenderungan egosentris. Ada empat jenis “pikiran yang masuk” (khawathir) pada hati: Ilahi (ilahi), spiritual (ruhani), egosentris (nafsani), dan setani (syaythani). (Lihat idhlal; mushtawif; nafs; al-thabib al-ilahi).
nafts:
Menghembuskan seperti dalam bernapas. Pengetahuan tentang berbagai misteri (asrar), yang berbeda di luar jangkauan akal, mencapai hati melalui hembusan (nafs) Ruh Suci (al-ruh al-quddus). Pengetahuan ini hanya dimiliki oleh seorang nabi atau wali Allah. (Lihat asrar; awliya’; nafs; nafs al-rahman; al-ruh al-quddus).
nafy:
Negasi. Nafy adalah negasi atau bayangan eksistensi dari “yang lain” (ghayr). Contoh utama nafy adalah bagian pertama dari Pernyataan Keimanan (syahadah)‒”Tidak ada tuhan kecuali Allah” (la ilaha illa Allah). “Tidak ada tuhan” (la ilaha) adalah negasi dan “kecuali Allah” (illa Allah) adalah afirmasi. Inilah Keesaan (tawhid). (Lihat la ilaha illa Allah; itsbat; mahw fi itsbat; nu’ut al-jalal; tawhid).
al-nafy al-mumatsalah:
Negasi keserupaan. Inilah pengakuan Ketakterbandingan Allah (tanzih). “…Tak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya,…” (QS Al-Syura [42]: 11). (Lihat al-asma’ al-jalaliyyah; al-ghayb; haybah; jalal; khasyyah; tanzih; tasybih).
nahy:
Larangan. Aturan-aturan yang dibawa para nabi dan rasul bisa berupa perintah (amr) atau larangan (nahy). Larangan-larangan ini bisa berjenis “terlarang” (madzhur) atau “tercela” (makruh). Kalam ilahi berupa hokum suci Allah pun dibedakan menjadi berbagai aturan (hukm) atau riwayat (khabar) di Kursi (al-kursi)-Nya. (Lihat al-‘arsy; hukm; khabar; al-kursi; syari’ah).
na’ib:
Wakil. Allah menciptakan manusia paripurna sebagai wakil-Nya. Sesudah menciptakannya, Allah kemudian menghijab diri-Nya dari pandangan  segenap ciptaan-Nya. Sekiranaya Allah memanifestasikan diri-Nya dalam kosmos, tidak perlu lagi ada wakil-Nya, yakni manusia Paripurna. (Lihat amanah; al-insan al-kamil; iqra’; al-khalifah; Muhammad Rasulullah; Mushthafa; Al-Quran).
na’aim:
Kebahagiaan. Kebahagiaan puncak (dan ini menunggu para wali Allah  di surga-Nya) adalah kebahagiaan yang selalu diperbaharui setiap saat. Inilah penyingkapan Pengetahuan terus-menerus yang dialami oleh para wali Allah (awliya). Ini adalah perjumpaan mereka yang selalu baru dengan pengungkapan-diri ilahi. (Lihat al-islam; khalaq jaded; ladzdzah; liqa’; makarim al-akhlaq; al-muqarrabun; musyahadah; tajdid al-khalq fi al-anat; tajdid al-khalq bi al-anfas).
najah:
Selamat. Najah dicapai seseorang dengan memperoleh pengetahuan yang bermanfaat dan kemudian  mengamalkannya. Inilah kebahagiaan dalam  kehidupan di dunia (al-dunya) dan di akhiri nanti (akhirat). (Lihat ‘ilm; mujahadah; taqwa).
al-naqidhayn:
Hal-hal yang bertentangan. Nama Allah tidak bisa dideskripsikan karena menghimpun berbagai hal yang bertentangan (Al-naqidhayn). Ini ditunjukan oleh firman Allah, “…tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya…” (QS Al-Syura [42]: 11). Pengetahuan  tentang Allah bisa “disingkapan” dengan menghimpun berbagai hal yang bertentangan dalam Nama Agung-Nya, Allah. (Lihat Al-asma’ al-mutaqabilah; jam’uhu al-dhiddayn; ma’rifah; tawhid).
naql:
Transmisi. Ucapan-ucapan (ahadits) Nabi Muhammad Saw. Dipandang “sahih” (shahih) jika mata rantai transmisi (naql)-nya kuat. Sementara para ulama bersandar hanya pada hadis-hadis (ahadits) yang “sahih” (shahih) melalui transmisi (naql), kaum Sufi sering mengutip hadis-hadis yang dipandang “sahih” atas dasar “penyingkapan” (kasyf). (Lihat ahl al-kasyf wa al-wujud; kasyf; shahih).
naqsh:
Kekurangan. Bagian dari kesempurnaan eksistensi (Hakikat Ilahi) ialah adanya kekurangan (naqsh) di dalamnya. Sebab, seandanya tidak ada kekurangan, kesempurnaan eksistensi menjadi tidak sempurna. Namun, ketidaksempurnaan ini tidak bersifat relative.  Eksistensi yang “terlihat” melalui mata batin (bashirah) orang yang mengalami “penyingkapan” (musyahadah) menampakan Kesempurnaan Mutlak. Setiap saat adalah Kesempurnaan. Akan tetapi, hanya orang yang mempunyai tatakrama dan sopan-santun dengan waktu (adib Al-waqt) yang memahami Kesempurnaan ini. (Lihat adab; al-adib; ahl al-kasyf wa al-wujud;  hama ust; kamal; tawhid).
al-naqsh al-khalqi:
Sifat ketaksempurnaan ciptaan. Yang seperti, ciptaan mempunyai sifat tidak sempurna karena dia adalah “selain Allah” (ma siwa Allah). Allah sajalah Yang Mahasempurna. Makhluk bisa mencapai tahap Kesempurnaan yang diperlukan oleh tingkatannya. Seluruh maujud adalah sempurna dalam hal ini, kecuali manusia. Dia mesti berjuang dan berusaha mencapai Kesempurnaan tingkatannya dalam hierarki eksistensi. Manusia yang telah mencapainya adalah Manusia Paripurna. (Lihat amanah; hayawaniyyah; al-insan al-kamil; la maqam; makan; maratib; ma siwa Allah; al-nafs al-kamilah).
nar:
Neraka. Nar adalah realitas dalam kehidupan ini dan di akhirat nanti. Realitas neraka dialami dalam kehidupan ini manakala seseorang lalai dan memisahkan diri dari Allah. (Lihat akhirat; hu’d; dunya; idhlal; jahannam; qurb).
nashib:
Bagian dalam kehidupan. Nashib menunjukan apa yang telah di tetapkan pada setiap makhluk, pembimbing Sepiritual memberikan bagian yang telah ditentukan kepada setiap murid-nya. (Lihat afadha; idzn; isti’dad; mursyid; qadha’; qasim; qismah).
nashsh:
Teks-teks yang jelas. Istilah ini menunjukan “teks-teks” yang di dalamnya tidak ada kekaburan dan kesamaran sama sekali. Manakala pengungkapan diri Allah terjadi melalui Nama Yang Mahalahir (al-zhahir) dalam dimensi tak tampak (alam realitas dan makna), “teks-teks yang jelas” ini kemudian dipahami melalui pandangan batin (bashirah). Disebut “teks-teks yang jelas” karena pemilik berbagai makna tidak sedang melakukan refleksi. Pengetahuan ini hanya dimiliki kaum ahli tarekat. (Lihat bashirah; ma’na).
naskh:
Penghapusan. Ayat-ayat tertentu dalam Al-Quran dihapuskan semasa Nabi Muhammad Saw. masih hidup. Kaum sufi memandang ayat-ayat ini sebagai teks-teks yang “ditunda” alih-alih “dihapuskan”‒yakni ,ditunda hingga tiba saatnya manusia mencapai tingkatan pengetahuan yang tinggi. Dengan pengetahuan yang tinggi ini, dia kemudia bisa mengimplementasikan pesan-pesan ayat-ayat tertentu itu. (Lihat bid’ah; hasanah; al-islam; Al-Qur’an).
nasut:
Sifat manusia. Nasut adalah alam kemanusiaan dan penciptaan. Inilah sifat manusia yang ke dalamnya ditutupkan Sifat Ilahi (lahut). (Lihat al-lahut).
nasy’ah:
Konfigurasai. Manusia adalah yang paling sempurna dari dari segenap konfigurasi dalam kosmos. Sebab, Allah meniupkan kepada manusia ruh-Nya dan memberinya potensi untuk memanifestasikan Nama Serba-meliputi, yakni Allah. Konfigurasi (nasy’ah) jiwa manusia tidak bisa diubah menjadi konfigurasi baru, tetapi bisa diseimbangkan oleh dokter Ilahi, yaitu seoramg nabi atau Pembimbing  Spiritual sebagai Ahli Warisnya. (Lihat husn al-akhlaq; inhiraf; i’tidal; mizaj; mijaz mustaqim; al-thabib al-ilahi; uswah hasanah).
na’t:
Puisi dan lagu-lagu (qawwali) untuk menghormati Nabi Muhammad Saw. Puisi dan lagu-lagu seperti ini bisa bekerja pada berbagai tingkatan makna, mulai dari cinta sederhana dan indah kepada Kekasih allah (habibullah), yang merupakan karakteristik semua Muslim yang saleh melalui “penyingkapan” (kasyf) Hakikat Muhammad (al-haqiqah al-Muhammadiyyah), yang memasok segenap hati hamba-hamba (ghulam)-Nya dengan cinta ilahi (‘isy, mahabbah). (Lihat Ahmad; habibullah; ghulam; al-haqiqah al-Muhammadiyyah; Muhammad; Mushthofa; nur Muhammad).
na’t-i-syarif:
Lagu pujian mulia untuk menghormati Nabi Muhammad Saw. (Lihat na’t).
nathiq:
Berpikir dan berbicara. (Lihat hayawan nathiq).
al-nawafil:
Amalan-amalan sunat. (lihat nafilah; nawafil al-khayrat; qurb al-nawafil).
nawafil al-khayrat:
Amalan-amalan sunat yang baik. Dengan rahmat Allah yang tak terhingga, pengalaman tulus Nawafil al-khayrat bisa melahirkan kesempurnaan spiritual yang di dalamnya pendengaran, penglihatan, ujaran sang hamba, dan sebagainya, dinafikan. Dia kemudian mendengar, melihat, berbicara melalui Allah. Ini adalah “kedekatan berbagai Amalan Ibadah Sunat” (qurb al-nawafil). (Lihat al-insan al-kamil; kamal; qurb al-nawafil).
nawalah:
Pemberian jubah kehormatan. Ini adalah anugerah Allah kepada Orang-orang Sendirian (al-afrad). (Lihat fard).
nawm:
Tidur. Sebuah hadis berbunyi, “manusia ini sesungguhnya tidur dan ketika mati ia terbangun dan terjaga.” Sufi adalah orang yang dirinya mati, dan terjaga dalam Jiwa Agung. Setelah orang terjaga, dia tidak lagi tidur. Dalam syair mistik dan lagu-lagu Sufi (qawwali), sang pecinta sering kali mengadu kepada Kekasih yang membangunkannya dari tidur dan tidak membiarkan segenap anggota tubuhnya beristirahat. Dalam setiap momen eksistensinya, setiap sel dalam tubuh sang pencipta tak henti-hentinya mencari Kekasih. Atau, kadang-kadang, keterjagaan ini manis tak terkira: “Jika Engkau ada di sini, aku akan begadang sepanjang malam. Ketika Engkau tidak ada, aku tak bisa tidur. Segala puji bagi Allah atas dua keterjagaan ini! “istilah ini juga mengacu pada dua jenis tidur biasa yang dialami manusia: tidur beristirahat dari kelelahan dan tidur yang bermimpi. Jenis tidur yang kedua ini merupakan perpindahan (intiqal) dari sisi lahiriah (zhahir) persepsi indra ke sisi batiniah (bathin)-nya. (Lihat ‘asyiq; intiqal; isyq; qalb; qawwali; ru’ya; ru’yah; syawq).
naz:
Kemesraan. Manakala sang pecinta memohon sang Kekasih untuk sekedar memandangnya sekilas, sang Kekasih pun menanggapinya dengan kemesraan sempurna. (Lihat asyiq; ghaybah; al-ghayrah; ‘isyq; niyaz).
nazhar:
Mempertimbangkan, melihat, memandang, mengawasi atau menyidik.
al-nazhar al-fikri:
Pertimbangan reflektif untuk mencapai berbagai kesimpulan.  Pengetahuan yang diperoleh dari Al-nazhar al-fikri tidak lengkap dan, oleh karena itu, lebih rendah dari pengetahuan yang diperoleh kaum ahli tarekat melalui “penyingkapan” (kasys), “rasa” (dzawq), “penyaksian” (musyahadah), dan “pandangan-batin” (bashirah). Pertimbangan reflektif bukanlah jalan Tasawuf. (Lihat al-‘aql; al-fiqr).
nazhar shahih:
Pertimbangan yang benar. Nazhar shahih adalah melihat, mempertimbangkan, dan memikirkan tanda-tanda yang tampak dan tak tampak, yang dengan demikian mengetahui situasi kosmos yang sebenarnya. (Lihat asbab; ayat; khalq).
nazhir:
Pengamat. Sang nazhir adalah orang yang mengamati. Pengamat sejati adalah orang yang hanya memandang Allah. Setiap orang yang memandang Allah berada di bawah kekuasaan salah satu Nama Ilahi. Melalui Nama tetentu itu, sang pengamat merasakan pengungkapan-diri khusus yang pada gilirannya memberikan keyakinan khusus kepada dirinya. Orang yang mengamati Allah dan berada di bawah kekuasaan sifat Nama Allah tidak pernah membatasi keyakinannya sendiri. Orang seperti inilah yang mengenal Allah. (Lihat ahl al-kasyf wa al-wujud; arifin; asma’; tajalli).
nadzirun:
Pemikir-pemikir penuh pertimbangan. Nazhirun adalah adalah orang-orang yang mengetahuannya lebih rendah dari pengetahuan langsung yang dimiliki oleh kaum ahli Taswuf yang memperoleh dan memiliki penyingkapan. (Lihat ahl al-kasyf wa al-wujud).
nida’:
Seruan. Allah “menyeru” manusia pada kebahagiaan. Nama-nama  yang berada “menyeru” segenap makhluk. Manusia “menyeru” Tuhannya ketika sedang berdoa dan membutuhkan. (Lihat asma’; huda; munajat; nabi; Al-Qur’an; rasul; al-shirath al-mustaqim).
nifaq:
Kemunafikan. Ketika sedang berada dalam “kesatuan” sang hamba disebut munafik jika menegaskan “sesuatu selain Allah”. (Lihat al-‘abd; baqa’; fana’; jam’ al-jam’; ma siwa Allah; munafiq; muwahhid).
nikah:
Perkawinan. “Perkawinan Ilahi” adalah perkawinan yang di dalamnya  Allah., Yang Mahabenar, mengarahkan Perhatian (tawajjuh)-Nya pada sesuatu yang bersifat mungkin (mumkin) dan menciptakannya. Orang yang mengalami ekstase mungkin mengucapkan berbagai frase berkenaan dengan perkawinan (nikah)-nya dengan sang Kekasih, dengan kebahagiaan bersatu dan kerinduan yang terpuaskan. Atau,  kadar ekstasenya menguasai dirinya sedemikian rupa sehingga dia tidak lagi mengetahui apa pun tentang kerinduan (syawq), cinta bergelora (‘isyq), perkawinan (nikah), dan kesatuan ( jam’ al-jam’). (Lihat al-a’yan al-tsabitah; jam’ al-jam’; mumkin; tawajjuh).
al-ni’mah:
Anugerah Allah. Anugerah-Nya merupakan sebuah  aspek dari Rahmat (rahmah)-Nya. Pada puncaknya, setiap pengalaman spiritual, “penyingkapan” (kasyf), “rasa” (dzawq), miniman (syurb), dan “pemuasan dahaga” (ri) adalah melalui Rahmat Ilahi. Tanpa Rahmat Allah, manusia tidak dapat berbuat apa-apa. (Lihat al-‘abd; adab; rahmah; syukr).
nisab:
Berbagai keterkaitan. Kosmos, yang bersifat majemuk, terdiri atas berbagai keterkaitan. Allah telah menepatkan Nama-nama Ilahi di atas diri-Nya dan kosmos, dan dari keterkaitan ini terbentuklah berbagai macam hubungan. Contoh-contoh dari berbagai korelasi (nisbah) ini adalah Pencipta (Al-Khaliq) dan ciptaan (khalq). Yang Maha Pengasih (Al-Rahman) dan objek Rahmat (markum), dan sebagainya. (Lihat asma’; nisbah).
nisab dzatiyyah:
Keterkaitan-keterkaitan esensial. Berbagai arketipe (al-‘ayan al-tsabitah) dalam ketiadaanya adalah keterkaitan-keterkaitan esensial murni tanpa bentuk yang tepat. (Lihat al-‘ayan al-tsabitah).
nisbah:
Hubungan. Ketuhanan adalah hubungan (nisbah) antara “Ke-Dia-an” dengan entitas. “Ke-Dia-an” (huwiyyah) dalam diri-Nya sendiri tidaklah memerlukan hubungan ini, melainkan entitas-entitas itulah yang membutuhkannya. Allah telah menempatkan Nama-nama Ilahi di antara diri-Nya dan kosmos, dan dari  hubungan inilah terbentuk berbagai macam keterkaitan (nisab). Setiap Nama adalah hubungan, bukan entitas. Setiap maujud mempunyai hubungan khusus dengan satu Nama Ilahi tersebut. Nama itu akan menimbulkan akibat lebih kuat dan kekuatan lebih besar pada maujud daripada Nama-nama lainnya. (Lihat asma’; huwiyyah; rabb).
nisyan:
Kelupaan. Karena manusia diciptakan berdasarkan “bentuk” Allah, dia mempunyai potensi untuk melupakan kehambaan (‘ubudah, ubudiyyah)-nya dan memandang dirinya sebagai Tuhan. Namun, kelupaan (nisyan)-nya ini adalah sebuah Sifat Ilahi, sebagaimana ditunjukan dalam firman Allah, “…mereka melupakan Allah, dan Dia pun melupakan mereka,…” (QS Al-Taubah [9]: 67). (Lihat al-‘abd; adab; ubudah; ‘ubudiyyah).
niyabah:
Kewakilan. Tak ada stu pun maujud yang diberi nama dengan semua Nama Ilahi kecuali manusia. Sebagai cermin hati Nama Allah, Manusia Paripurna diberi kekhalifahan (khilafah) dan kewakilan (niyabah). Melalui kewakilan ini, sang sang hamba bisa mengerahkan “kekuatan pengatur” (tahakkum) dengan bertindak melalui tekad dan kemauan spiritual (himmah). Pemilik-pemilik kewakilan diantara para wali Allah mempunyai kemampuan untuk menggunakan “pemberian bebas” (tasharruf). Niyabah juga mengacu pada Nama-nama Ilahi itu sendiri. Sebagian Nama Ilahi  berfungsi selaku wakil-wakil Allah dan disebut sebagai Nama-nama kewakilan. (Lihat asma’; himmah; al-khalifah; tahakkum; tsharruf).
niyaz:
Konstansi atau kestabilan dalam mencari Allah. Kehambaan sang hamba dan kerinduan sang pecinta tetaplah konstan dalam segala kondisi dan keadaan. Para hamba dan pecinta Allah duduk dengan sabar di pintu Allah. Dengan senantiasa memandang Allah, mereka terus-menerus menatap Keagungan dan keindahan Allah. (Lihat abad; bab; jalal; jamal; jam’uhu al-dhiddayn; naz).
niyyah:
Niat. Manusia Paripurna (al-insan al-kamil) adalah yang pertama dalam niat dan kehendak melalui Allah yang menjadikan dia sebagai  tujuan dan sebab terakhir penciptaan dunia. Dari sisi penciptaan, segenap kepatuhan pada allah memerlukan kesucian niat. Tanpa niat suci, tidak akan ada ketulusan dalam kata atau tindakan.  Apa pun hasil dari tindakan itu, niat awallah yang menentukan bobotnya. Sesungguhnya, tindakan maupun hasilnya adalah kepunyaan Allah!  (Lihat af’al; ‘amal; fa’il; al-insan al-kamil; “lawlaka, lawlaka,  ma khalaqtu al-aflaka”, qadha’; qadar; sa’adah; syaqa).
niza:
Konflik. Konflik dalam kosmos berakar dari konflik di antara Nama-nama Ilahi.  Ketidakseimbangan diri manusia diakibatkan oleh niza’ ini. Di bawah bimbingan seorang dokter Ilahi 9al-thabib al-ilahi) dan melalui perjuangan spiritual (mujahadah), gejolak dan konflik batin ini bisa dipadamkan, ditundukan,  dan diubah menjadi keselarasan , keseimbangan, dan ketenangan. (Lihat al-asma’ al-mutaqabilah; dzikrullah; huda; Husn al-akhlaq; al-jihad al-akbar; idhlal; inhiraf; I’tidal; isti’dad; mizaj; al-mizaj al-mustaqim; munaza’ah; al-thabib; al-ilahi; uswah hasanah).
al-mizham:
Tatanan atau aturan. Tatanan telah ditetapkan oleh Allah. Relitas-realitas tidak berubah. Sang hamba adalah hamba. Tuhan adalah Tuhan. Yang Mahabenar adalah Yang Mahabenar. Makhluk adalah makhluk. Segala sesuatu berada pada tempat semestinya. (Lihat al-‘abd; adab; al-adib; ‘arifin; al-malamatiyyah; ‘ubudah).
nubuwwah:
Kenabian. Kenabian Institusional (nubuwwah al-tasyri’) berakhir dengan Penutup Para Nabi, Muhammad Al-Mushthafa. Perintah Ilahi dan Hukum  Suci berakhir dengan diri beliau. Jenis kenabian ini mencapai hati semua nabi melalui Malaikat-malaikat Wahyu yang memberikan Pengetahuan ke dalam hati-hati mereka. Selama turunya Wahyu, para nabi dan rasul melihat “malaikat” maupun “pemberian” pengetahuan ini. Allah telah mengunci pintu Kenabian seperti ini. Akan tetapi, masih ada kenabian umum (nubuwwah al-ammah) dan kenabian kewalian (nubuwwah al-wilayah) yang dimiliki oleh para wali Allah. Inilah kenabian yang melauinya Pengetahuan Ilahi dianugerahkan pada hati para wali. Tidak seperti para nabi dan rasul, para wali hanya melihat “malaikat” atau “pemberian” pengetahuan ini. Mereka tidak pernah melihat gabungan keduanya. Sekiranya buka karena kenabian umum dan kenabian kewalian ini, maka Pengetahuan tentang Allah akan dihapus untuk selamanya dengan membiarkan manusia tanpa bimbingan langsung dari Allah. Melalui para Pewaris Nabi Muhammad Al-Mushthafa, manusia mampu mencapai Pengetahuan tentang Allah. Para nabi tidaklah diutus untuk menyingkap berbagai rahasia. Yang demikian adalah pekerjaan para wali allah. Ajaran lahiriah Nabi Muhammad Saw., sebagai seorang Nabi (nabi) adalah syari’ah. Ajaran batiniahnya, sebagai seorang wali (wali), adalah haqiqah. Inilah salah satu makna dalam ucapan beliau, “Aku adalah Ahmad tanpa M” (“Ana Ahmad bila mim”). (Lihat “Ana Ahmad bila mim”; Muhammad; mubasysyirah; al-mulqiyat; mursyid; mushthafa; nabi; wilayah).
 Nubuwwah al-‘ammah:
Kenabian umum. Nubuwwah al-‘ammah adalah jenis kenabian yang dimiliki para Sufi Agung. (Lihat awliya’; al-malamatiyyah; mubasysyirah; nabi; nubuwwah; wilayah).
nubuwwah al-ikhtishash:
Kenabian khusus. Nubuwwah al-ikhtishah inilah yang dimiliki setiap nabi allah. (lihat nabi; nubuwwah).
nubuwwah al-muktasabah:
Kenabian perolehan. Jenis kenabian perolehan ii adalah kenabian yang dimiliki oleh para sufi agung. (lihat awliya; al-malamaliyyah; al-muhaqqiqun; nabi; wali; wilayah)
nubuwwah al-tasyri:
Kenabian institusional. Iostilaah ini mengacu pada misi para nabi khusus, seperti nabi musa a.s. dan nabi Muhammad saw, yang diutus untuk menyebarkan berbagai aturan hokum baru. (lihat ahadits, Muhammad; musthafa; nabi; al-qur’an; syari’ah; sunnah; ummah)
nubuwwah al-wilayah:                                                      
Kenabian kewalian. Nubuwwah al-wwilayah adalah ketika peniupan (nafs) inspirasi (ilham) masuk kedalam hati suci salah seorang wali allah dengan membawa berita gembira (busyr). (lihat awliya; busyra; ilham; mubasysyirah; nafs; wilayah).
nufudz:
Kemampuan menembus “para pemilik keadaan mistik”, yang dengannya mereka sanggup melakukan berbagai hal ajaib “di luar kebiasaan”. (lihat ahwal; himmah; kharq al-adah; ubidah).
Nuh :
Nabi nuh a.s. yang melalui kata ini turunlah hikmah kemahaagungan (alhikmah al-subuhiyyah).
nujaba:
Orang-orang mulia. Dalam hierarki sufi, terdapat empat puluhorang mulia yang memikul tanggung jawab terhadap ciptaan. Mereka tidak bisa bertindak kecuali atas nama “sesuatu selain allah” (ma siwa Allah).
al-nun:
Huruf arab nun. Surah ke-68 dalam al-qur’an dimulai dengan “nun dan pena,”(nun wa al-qalam”). Nun dilambangkan dengan bak tinta. Ini adalah pengetahuan tentang rancangan universal tanpa rincian. Pena (al-qalam) dicelupkan kedalam bak tinta. Pena adalah pengetahuan terinci tentang segala sesuatu pada tataran primordial. (lihat al-lawh al-mahfizh al-‘ala)
nuqaba:
Para pemeriksa. Dalam hierarki sufi, para pemeriksa adalah mereka yang mengeluarkan segala sesuatu yang tersembunyi dari jiwa mausia.
Al-Nur:
Sang cahaya. Salah satu nama indah Allah (al-asma’ al-husna).
nur:
Cahaya. Nur adalah cahaya ciptaan yang memencar dariu cahaya Allah yang tak gtercipta. Ketika cahaya ini masuk dalam hati , ia menghilangkan tatanan maujud (al-kawm) yang menghilangkan mata batin (bashirah). Sehingga ia tidak menyaksikan “sesuatu selain Allah” (ma siwa Allah). Agar “penyingkapan” bisa terjadi, cahaya yang berasal dari Allah . dalam kasus ini, tidak ada ‘penyingkapan”, dan pengetahuan tentang Allah (ma’rifat) tidak singgah di dalam hati. Mengingat Allah (dzikrullah) inilah yang menggosok hati dan memungkinnya diisi dengan cahaya. Sumber cahaya murni ini adalah kegaiban mutlak esensi itu sendiri. Cahaya yang paling sempurna dan kuat adalah cahaya yang digunakan Allah untuk “menyingkap” berbagai bentuk sebagaimana yang Allah maksudkan dan terlihat oleh imajinasi dalam mimpi. (lihat ahl al-kassyf wa al-wujud; ana jalisun man dzakarani; bashirah; al-ama; dzat; dzikrullah;al-haqiqah al-muhammadiyyah; idruk; ilham; “lawlaka ma khalaqtu al-aflaka; Muhammad rasullah; nur Muhammad; ru’yah).
nurani:
Bercahaya. Dalam kosmos, yaknio alam dari segala sesuatu yamng bertentangan , sesuatu yang bercahaya (nurani) adfalah lawan dari sesuatu yang gelam (zhulamani). Semuanya bersifat relative. Para malikat itu bercahaya jika disbandingkan dengan segala sesuatu yang bersifat jasmani . namun , sesungguhnya mereka adalah gelap dan padat dalam hubungannya dengan cahaya mutlak Allah. Para pecinta Allah meminum anggur berchaya (syarab nurani) yang diberikan langsung oleh sang sahabat (saqi). (lihat idhafah; nisbah; nur; syarab; tasnim).
nur muhammad:
Cahaya Muhammad. Allah mengambil segenggam cahaya-Nya dan berkata ,”jadilah Muhammad!” dari cahaya muhammmad (nur Muhammad) azali ini diciptakanlah seluruh semesta . cahaya Muhammad inilah yang memungkinkan sang penempuh jalan spiritual (salik) melanjutkan perjalanan menuju hakikat muhammmad (al-haqiqah al-muhammadiyyah). tanpa sifat dingin cahaya ini , sang salik tidak akan sanggup meneruskan perjalanan; jika dia melanjutkan perjalanan, dia akan terbakar habis. perbedaan antara cahaya Muhammad (nur muhammadf) dan hakikat Muhammad (al-haqiqah al-muhamadiyyah) terletak dalam berbagai tingkatan kemenurunan (tanazzul) wujud, dari kegaiban batiniah khazanah yang tersembunyi hingga manifestasi lahiriah kosmos. (lihat ahmad; fana fi rasul; ghulam; al-haqiqah al-muhammadiyyah; khalq “lawlaka, lawlaka, ma khalaqtu al-aflak,” Muhammad; mushtafa; tanazzul).
nuthq:
Ujaran rasional. Nuthq merupakan cirri pembeda manusia yang adalah “hewan berpikir dan berbicara” (hayawan nathiq). Sesungguhnya, seluruh kosmos berbicara dan bertasbih memuji tuhannya. Hanyalah manusia paripurna yang memahami pujian ini. (lihat ahmad; Alhamdulillah; ahl al-sama; kalam; kalam i-dzati; kalam tafshili).
nu’ut al-jalal:
Sifat-sifat keagungan . inilah sifat-sifat yang berkenaan dengam ketakterbandingan (tanzih) dan penafian keserupaan (nafy al-mumatsalah). (lihat asma’ al-jalaliyyah; jalal; tanzih).
nuzul:
turun . nuzul adalah proses menyifati wujud mutlak secara bertingkat . istilah ini juga bermakna turun. Manzil ini adalah tempat Allah turun (nuzul) pada sang hamba dan sang hamba pun turun (nuzul) pada Allah. (lihat nuzul).
al-nuzhzhar:
Mereka yang mempertimbangkan. Istilah ini mengisyaratkan para filosof, “orang-orang yang punya pertimbangan” (ahl al-nazhar) “orang-orang yang berpikir” (ahl al-fikr), dan ‘ para pemikir rasional” (al-uqala). (lihat ahl al-kasyf wa al-wujud; al-aql; al-fikr; ma’rifah).

Q

“ qaba qawsayn”:
“panjang dua busur’. Istilah ini juga disebut “keserbameliputan dari keserbameliputan” (jam’ al-jam). Hal ini merupakan salah satu kedudukan spiritual tertinggal berupa kesempurnann yang dicapai oleh manusia-manusia paripurna, yakni sebagian besar nabi Allah dan sebagian wali agung . inilah tahap yang mendahului keterserapan dalam sumber ,yakni Allah (“aw adna’”). Inilah tempat paling dekat yang bisa dicapai sang hamba sambil tetap berada dalam keadaan hamba. “garis pembagi” yang indah dan tak terlukiskan inilah yang memisahkan kesatuan dari kemajememukan,kegaiban dari yang kasat mata, Allah dari hamba-Nya. (lihat al-abd; “aw adna”; jam al-jam;kamal; laylah al-mi’raj;Muhammad; musthafa; “qiff ya muhammmad a lana rabbika yushalla”; ubudah; i-dzatiyyah; wahdatimakaniyyah; wahdati zamaniyyah).
qabdh:
Kesempitan. Qabdh adalah “kesempitan” spiritual ketika hati digenggam dan disempitkan oleh Allah melalui terror hukuman dan celaan . ini adalah ketakutan yang sangat dalam serta pengalaman tentang waktu kini. Setiap terjadi kesempitan (wqabdh) selalu diikuti oleh keluasaan (basth). (lihat al-asma al-jalaliyyah; basth; bu’d; hal; jalal; khauf; qalb; raja; wahsyah).
Al-Qabidh:
Yang maha menyempitkan. Salah satu nama indah Allah (al-asma al-husna).
al-qabil:
Wadah. Setiap entitas adalah wadah untuk menerima dan memanifestasikan wujud. Kadar penerimaan dan pemanifestasian ini bergantung pada kesiapan wadfah atau bergantung pada hakikat entitas. ( lihat al-a’yan al-tsabitah; al-faydh al-aqdas; haqa’iq; himmah; infi’al; isti’dad; al-nizham; wus’).
qabiliyyah:
Kemampuan menerima. Ini menunjukan kemampuan menerima dari sebuah entitas. (lihat al-qabil).
qabul:
Menerima (pengungkapan diri yang mahabenar). “menerima” di sini bukanlah “mengambil”. Tata karma moral (adab) dalam situasi ini memerlukan tingkat penghormatan , kepekjaan, kerendahhatian, dsan rasa syukur yang tinggi dari sang hamba. Kedua tanggan hamba ini yang menengadah ke atas dan mengisyaratkan kebutuhan dan poengabdian , senantiasa siap “menerima” apa pun yang akan di berikan Allah. Dia tidak mau mengulurkan kedua tanganya untuk “mengambil” . ( lihat al-‘abd; adab; du’a; husn al-akhlaq; isti’dad; al-abil; uswah hasanah).
qadha’:
Ketentuan atau takdir. Qadha adalah ketentuan umum (al-hukm al-kulli) Allah menyangkut entitas-entitas maujud. Sebab, entitas-entitas ini sendiri ada dalam eksistensinya. Ketentuan-Nya tentang berbagai keadaan sajalah yang akan terjadi atas semuanya itu sejak zaman keazalian (al-azl) hingga zaman keabadian (al-abad). Kaum arif sempurna dan para pecinta Allah (al-malamaliyyah) selalu menjaga tata karma sempurna kepada Allah . setiap kali mereka berbuat ma’siat, mereka tidak pernah berlindung pada  “ketentuan atau takdir” (al-qadha wa al-qadhar) guna membebaskan diri dari mereka dari celaan dan kesalahan . “jiwa yang mencela” (al-nafs al-lawwamah) pada diri mereka melindungi mereka dari ber bagai kekurangajaran seperti itu. (lihat adal; af’al; al-a’yan al-tsabithah; hal; al-lawh almahfizh; maktul; al-malamalaiyyah; nashib; niyyah).
qadam rasul:
Jejak rasul. Qadam rasul , sebuah replika suci, adalah bekas atau jejak kaki kiri nabi Muhammad saw. Pada sebongkah batu. Barakah luar biasa memancar dari qadam rasul, bahkan dari sekedar melihatnya akan menimbulkan pengaruh sangat kuat pada orang yang melihatnya. Jejak kaki suci itu mengingatkan bahwa selain sebagai keagungan alam semesta dan kekasi Allah, nabi Muhammad saw-bagaaimanapun juga- adalah seorang manusia yang berjalan di muka bumi. Keluarga spiritualnya , orang-orang yang berjuang di jalan Allah dan banyak mengingat-Nya, senantiasa ingin mengikuti jejak-jejak kekasih Allah ini dengan benar dan berharap bisa berjumpa dengannya ditelaga keberlimpahan di surga. (lihat ahmad; “ana bila mim”; ghulam; habibullah; al-kautsar; khayr al-akhlq; Muhammad; muisthafa; tabi; uswah hasanah).
qadar:
Takdir, nasib (qismah), atau kadar yang diberikan kepada setiap entitas. Qadar adalah penetapan ketentuan umum (al-hukm al-kulli) melalui pemberian eksitensi pada berbagai entitas sesuai dengan waktu dan situasi kesiapan mereka masing-masing. Takdir mengacu pada kenyataan bahwa setiap keadaan sebuah entitas dikondisikan oleh waktu gtertentu dan diakibatkan oleh sebab khusus. (lihat isti’dad; nashib; qadha’; qismah).
Al-Qadim:
Yang maha abadi. Sebuah nama ilahi.
Al-Qadir:
Yang maha kuasa. Salah satu nama indah Allah (al-asma’ al-husna).
qadir:
Kemampuan. Inilah ukuran kemampuan yang ditetapkan dan inheren dalam sesuatu. (lihat qadar).
qad jaffa al-qalam:
“pena telah mongering”. Dalam ungkapan lain, ketentuan ilahi tidak bisa diubah. Ungkapan ini agak mirip engan frase “sebagaimana dikehendaki Allah” (“ma syaa Allah”) dan “telah dituliskan” (“kana maktuban”). (lihat al-lawh al-mahfizh; qadar; al-qalam al-a’la).
Qaf:
Istilah ini mengacu pada gunung qaf-gunung mitos dan kosmis di ujung dunia tempat manusia mengalami kedekatan (qurb) dalam perjalanannya menuju Allah. (lihat mi’raj; qurb; al-faraidh; qurb al-nawaafil; uns).
Al-Qahhar:
Yang maha menguasai. Salah satu nama indah Allah (al-asma’ al-husna)
Al-qahir: orang yang menguasai. Al-qahir berhubungan dengan nama al-qahhar. Seseorang yang menguasai pastilah memerlukan orang yang di kuasai (maqhur). (lihat al-asma’ al-jalaliyyah).
qahr:                                                                                          
Keperkasaan, kekerasan, atau kemurkaan . melalui qahr-Nya sajalah Allah melenyapkan berbagai hasrat dan keinginan jiwa rendah dalam diri para wali (awliya)-Nya. Melalui keagungan (jalal)-Nya, qahr ini bisa turun dengan kekuatan penuh atas dirio sang hamba. Sang hamba dikuasai dan diliputi ketakziman dan ketakutan . akan tetapi , ketakutan (khasyyah) seperti inilah yang justru semakin mendekatkan dirinya kepada tuhannya. (lihat al-abd; al=asma’ al-jalaliyyah; haybah; khasyyah; khauf; rahbah; tanzih; ubudah).
al-qa’il:
Yang berbicara. Allah adalah yang maha berbicara (al-qa’il). Dia dilukiskan dengan ujaran (al-qalam). Melalui napas-Nya yang maha pengasih (nafs al-rahman) inilah nama-nama Allah yilahi mewujud sebagi bentuk dalam kosmos. Manakala mendengarkan makhluk, seorang yang sangat mengenal Allah (arif billah) mengetahui bahwa Allah senantiasa maha berbicara. (lihat al-arif; arif billah; arifin; asma’ al-alam; al-qalam; qurb al-nawafil).
al-qa’im bi-dzatihi:
Yang maha berdiri sendiri. Inilah Allah, yang mahamutlak. Allah, yang mahahidup (al-hayy). Allah, yang maha berdiri sendiri (al-qayyum).
al-qalam:
Pena. Pena dicelupkan dalam tinta dan menulis di atas halaman-halaman buku. Al-qalam menunjukan pengetahuan tentang segala sesuatu secara terinci pada tataran ciptaan primordial. (lihat al-aql al-awwal; idbar; iqbal; al-lawh al-mahfizh; al-nun; qadha; qadar).
al-qalam al-ala:                                                                                       
Pena tertinggi. Individualisasi objektif pertama terjadi dalam pena tertinggi, yang membedakan segenap makhluk dari pencipta dan merekam segenap bentuk eksistensi mereka di atas lembaran terjaga (al-lawh al-mahfizh). (lihat al-qalam; tanazzul).
qalandar:
Sebagai orang berpandangan bahwa kata qalandar mengacu pada seorang arif dan pecinta Allah yang telah mencapai salah satu tingkatan tertinggi dalam “pengetahuan” dan “cinta”-Nya. Jenis qalandar ini adalah salah seorang dari kaum al-malamatiyyah, dan dibicarakan serta dilantunkan dengan penuh ketakziman, penghormatan, dan cinta, oleh para penyair dan penyanyi sufi. Namun, sebagian lainnya mengatakan bahwa kata qalandar menunjukan sang sufi yang sengaja berbuat dan bertingkah aneh-aneh serta mencela dirinysa sendiri agar kebergantungannya kepada Allah mewujud. Dengan menampakan secara l;ahiriyah kondisi spiritualnya , jenis qalandar yang disebut terakhir ini bukanlah salah seorang dari kaum al-malamaliyyah. (lihat al-malamatiyyah).
qalb:
Hati. Hati manusia adalah tempat perubahan dan pasang surut yang konstan. Hati adalah organ intuisi supra rasional berbagai realitas transenden yang berhubungan dengan manusia. Hati adalah sekat (albarzakh) antara dunia ini dan akhirat nanti. Palagan jihad besar (al-jihad al-akbar) adalah hati. Inilah tempat jiwa rendah (nafs) yang memerosokan berhadapan dengan ruh (ruh) yang merindukan. Perang antara dua kekuatan ini adalah untuk menguasai hati manusia yang sangat berharga. Di bawah kesesatan sang penyesat (syaithan), nafs menghendaki hati agar terjerembab dalam relung kejahilan. Akan tetapi, ruh, yang berasal dari Allah, mengerahkan tarikan kuat pada hati untuk berusaha membimbingnya menuju pengetahuan tentang Allah. Semakin bersih hati disucikan, semakin mudah ia menerima tarikan ruh samawi yang tak terkalahkan ini. Hati adalah pusat suci manusia karena ia adalah “tempat” yang mengandung Allah. Mengawasi dan mencermati hati adalah bagian dari perjuangan spiritual (mujahadah) dalam perjalanan kembali. Orang-orang yang sudah m,el;angkah jauh dalam menempuh jalan spiritual tidak akan pernah membiarkan penjarah memasuki hati suci mereka. Hati manusia paripurna adalah singgasana ilahi (al-arsy) yang dikelilingi oleh berbagai hakikat spiritual. (lihat al-arsy; al-barzakh; al-insan al-kamil; khawathir; muruqabah; muhasabah; sadanah; tajdid; al-khalq fi al-anat; taqalub).
al-qamar:
Rembulan. Al-qamar adalah symbol bagi hati (qalb) yang meneruskan cahaya ruh (ruh) pada kegelapan jiwa (nafs). (lihat nafs; qalb; ruh).
qamus:
Kamus. Qamus adalah sebuah buku yang sarat dengan berbagaai definisi dan makna. Setiap manusia adalah sebuah qamua. Ketika manusia melihat ke dalam dirinya sendiri dan merenungkan tanda-tanda batin (ayat) dan makna-makna (ma’ani), dia akan mampu tingkatan jiwa , adalah tugas paling serius yang harus dilakukan manusia. Namun, dia tidak bisa melakukan perjalanan tanpa seorang pembimbing. Bukan hanya tidak mampu membaca kata-kata dalam kamus ini, dia juga tidak bisa memahami berbagai definisi dari kata-kata itu. Seorang pembimbing spiritual (mursyid) otentik akan mengantarkan dengan aman menuju pusat suci. Melalui ungkapan verbal (ibarah) dan kiasan simbolis (isyarah), sang mursyid akan membantu sang murid dan menjelaskan kepadanya kata-kata dalam kamus (qamus)-nya. Manakala seseorang berbicara atau menuliskan apa yang ada dalam dirinya, sesungguhnya dia tengah membuka-buka qamus dirinya untuk dibaca orang lian. (lihat ayat; ibarah; isyarah; kalam-i-tafshili; kitab; ma’na; murid; mursyid; sukunl shurah).
qashidah:
Kasidah atau lagu pujian penghormatan. (lihat diwan; na’l; qawwal; qawwali).
Qasim:
Sang pembagi. Nabi Muhammad al-mushtafa adalah “sang pembagi”. Cahaya Muhammad (nur Muhammad) berasal dari cahaya Allah. Dan seluruh ciptaan berasal dari cahaya Muhammad. Dia adalah syikh atau guru bagi semua ciptaan. Kepada mereka dia membagi-bagikannya cahaya-Nya. Dan cahaya itu adalah pengetahuan. Nabi Muhammad saw bersabda, “ya Allah, masukan aku dalam cahaya” dan dia juga berdo’a, “tuhanku tambahlah pengetahuanku.” Setiap syikh tasawuf, yang adalah para ahli waris dan keluarganya, menerima langsung bagian pengetahuan ilahi darinya. Pada gilirannya mereka membagikan bagian pengetahuan mereka itu kepada murid-murid mereka. Jika murid bergerak maju melampaui kefanaan dalam mursyid-nya (fana’ fi rasul) hingga kefana’an dalam rasul (fana’ fi rasul), maka dia akan menerima bagian pengetahuan ilahimya langsung dari qasim “sang pembagi”. Nabi Muhammad saw. Sendiri. (lihat afadha; fana’ fi rasul; ghulam; haqiqah al-faydh; al-haqiqah al-muhammadiyyah; mursyid; nur Muhammad).
Al-Qawi’:
Yang maha kuat. Salah satu nama indah Allah (al-asma’ al-husna).
qawl:
Ujaran. Hubungan pertama antara manusia dan Allah adalah ujaran (qawl)-Nya serta kita mendengarkan-Nya (sama’). Hubungan inilah yang memberikan kekuatan spiritual (barakah) dari “konser spiritual” (sama’). Orang yang berhak boleh sama’ adalah orang yang “menemukan” Allah dalam sama’. Manakala seseorang menyanyi, maka ujaran Allah itulah yang terdengar oleh pendengarnya. Dan “tak ada yang mendengarkan Allah kecuali Allah itu sendiri”. Ujaran (qawl) dan pendengaran (sama’) adalah milik Allah. Segala sesuatu yang ada maujud dalam napas yang maha pengasih (nafs al-rahman) sebagi akibat dari ujaran (qawl) Allah, yang berupa perintah ilahi, “jadilah!” (‘kun’). (lihat ahl aal-kasyf wa al-wujud; harf; nafas al-rhman; qawwal;qawwali; sama’; sukun; wajd; wujud).
qawm:
Kaum. Istilah ini sering digunakan sebagaisinonim bagi kaum sufi. Mereka adalah “kaum Allah”.
Qawwal:
Seorang sufi penyanyi. Selama “konser spiritual” (sama’), qawwal bisa menjadi sarana yang melaluinya para penyimak bertemu dengan Allah, dalam keadaan ektase (wajd). Ketika ini terjadi, maka sama’ itu benar adalah sama’ yang sejati, karena sama’ adalah seekor burung yang terbang dari Allah menuju Allah-Allah adalah si penyanyi dan Allah juga pendengar.  Barakah yang menaungi dan memancar dari sang qawwal dan musisinya sangatlah kuat. Pengaruhnya terhadap pendengar dapat menjadi hebat sekalipun pendengar itu tidak mengetahui, dan mengabaikan, kehadiran si penyanyi dan musisi. Bagi oraang yang telah disiapkan dan disucikan, melalui perjuangan spiritual (mujahadah) daan mengingat Allah (dzikrullah). Perkataan sang qawwal dapat membuat hati terbang menuju alam spiritual, di mana ribuan kegaiban dibukakan baginya. (lihat ahl al-kasyf wa al-wujud; ‘alam al-ulwi’; barakah; dzikrullah; qawl; sama’; wajd).
qawwali:
Lagu dan music sufi. Melalui irama qaawwaali, pendengaran terbukakan bagi masuknya (warid) pengetahuan dan kesadaran, yang dengannya dia mengalami ektase (wajd). Jika dia “menemukan” Allah dalam ektase ini, dia telah mengalami sama’ sejati. (lihat qawwal; sama’).
qayd:                                                                                  
Rintangan atau batasan yang mungkin dijumpai di dalam perjalanan menuju Allah. (lihat dzikrullah; himmah; mujahadah; shabr; salik; sama’).
Al-Qayyum:
Yang maha berdiri sendiri. Salah satu nama indah Allah (al-asma’ al-husna).
qiblah:
Orientasi ritual atau arah yang dituju ketika seseorang melakukan shalat. Pada akhirnya, qiblah adalah semua arah karena “kemana pun kamu menghadap, di situlah wajah Allah” (qs al-baqarah, [2]: 115). Pertama, untuk mencapai pengetahuan tentang “arah tak berarah” ini, sang penempuh jalan spiritual lebih dulu mengarahkan shalatnya ke makkah. Kedua, mursyid-nya menjadi qiblah-nya. Ketiga, dia berpaling pada hati sucinya. Kemudian, ketika Allah, yang maha benar (al-haqq), tersingkap pada hatinya, maka dia pun menghadap Allah. Dia hanyalah Allah. Allah meliputinya dan Allah ada dalam dirinya. Kemana lagi dia kini berpaling? (lihat al-‘abd; haram; haram al-syarif; hayrah; al-insan al-kamil; al-nafs al-kamilah; shalah).
qidam:
Keabadian, keazalian, atau pra-eksistensi. Qidam adalah apa yang tetap bagi sang hamba dalam pengetahuan Allah. (lihat al-‘abd; al-a-‘yan al-isabithah; sukun).
Qiff ya Muhammad a lana Rabbika yushalla:
“diamlah di situ, wahai Muhammad, tuhanmu bershalawat kepadamu”. Kata-kata ini diucapkan kepada nabi Muhammad saw. Pada malam kenaikannya ke hadirat ilahi (laylah al-mi’raj). Semoga Allah melimpahkan kedamaian dan rahmat-Nya yang abadi kepadanya. Frase yang sangat indah inu, yang diucapkan di alam samawi, mengandung banyak sekali kunci untuk menyingkap misteri hakikat nabvi dan keagungan shalat serta pujian. (lihat al-abd; ahmad; al-aql; “aw adna”; khayr al-khalq; “lawlaka, lawlaka, ma khalaqtu al-aflaka”; laylah al-mi’raj; al-haqiqah al-muhammadiyyah; Muhammad; mjusthafa;“qaba qawsayn”;shalla; shalah; shalawat; wahdat-i-dzatiyyah; wahdat-i-makaniyyah;wahdat-i-zamaniyyah).
qismah:
Nasib. (lihat qadar; “qismah wa al-nashib”).
qismah wa al-nashib:
“nasib dan bagian dalam kehidupan”. Ungkapan ini menunjukan peneriman berbagai peristiwa dalam kehidupan sehari-hari yang di dalamnya Allah menampakan keagungan atau keindahan-Nya. Penerimaan ini bisa melahirkan kesabaran dan ketenangan dalam diri sang muslim, yang seringkali disalahpahami oleh orang-orang luar. Akan tetapi, ketika mengucapkan qisma wa al-nashib, orang menerima kehendak Allah “secara verbal” saja. Hanyalah jika penerimaan ini dilakukan “secara sadar” yang di dalamnya sang muslim melihat dengan mata batin (bashirah)-nya bahwa segala sesuatu berasal dari Allah, ia bisa mengubah dirinya sepenuhnya. (lihat al-abd; bashirah; al-islam; istislam; nafs; nashib; qwadar; qasim; al-yaqin;ubudah).
qisth:
Neraca keadilan. Qisth adalah keadaan yang dimiliki oleh eksistensi. Seandainya Allah menjatuhkan “neraca keadilan” ini dari tangan-Nya, bahkan sesaat, maka seluruh kosmos ini akan lenyap dan musnah. Sebagaimana Allah memegang “neraca keadilan” ini, begitu pulalah hamba (al-abd)-Nya berpegang kuat pada neraca hokum (syari’ah) yang telah ditetapkan Allah sebagai sarana agar manusia mampu mencapai pengetahuan, kebahagiaan, kelembutan, dsan rahmat di dunia (dunya) ini dan di akhirat (akhirah) nanti. (lihat al-abd; adab; ‘adl; akhirah; dunya; huda; idhlal; syari’ah; ubudah).
qisyr:
Kulit atau bungkus luar. Orang-ornag yang memiliki kermampuan rasional adalah orang-orang kulit luar. Mereka tidak mempedulikan inti (lubb) dan salah mengambil sarana untuk mencapai tujuan. Akal (al-aql) harus digunakan sebagai kulit di atas inti. Kulit harus dibuang untuk memperoleh “makanan hakiki” pada inti, yakni pengetahuan tentang Allah . inilah makanan yang ahraus terus-menerus disantap oleh kaum sufi. Mengacu pada inti inilah ketika salah seorang syikh agung mengatakan, “berilah kami makna dengan daging segar”, dan yang lainnya berkata, “kami mengambil pengetahuan kami dari yang maha hidup (al-haryy) yang tidak mati.” Orang-orang yang melakukan ibadah ritual lahiriah tanpa berupaya menukik ke dalam makna-makna batiniah adsalah orang-orang kulit luar (qisyr). (lihat ab-i-hayat; ahl al-kasyf wa al-wujud; al-aql; ghiza; lubb; ma’na; mi’raj; munafiq; sidrah al-muntaaha; shurah).
qiyam:
Psisi berdiri dalam shalat (shalah). Psisi tegak dari “:orang yang melakukan shalat” (mushalli) adalah symbol perkembangan jiwa dalam kenaikannya menuju pengetahuan. Qiyam pertama menunjukan anak tangga pertama (islam) dalam tangga pengetahuan, yang berupa ketundukan verbal pada kehendak Allah, dan juga “jiwa yang menyuruh pada kejahatan” (al-nafs al-ammarah) ketika memulai perjalanna menuju Allah. Qiyam kedua (I’tidal) menunjukan anak tangga ketiga, ihsan, dan juga “jiwa terilhami” (al-nafs al-mulhammah). (lihat ihsan; al-islam; muhsin; muslim; al-nafs alammarah; al-nafs al-mulhammah; shalah).
qiyamah:
Kiamat. Qiyamah menunjukan saat ketika berbagai realitas akan muncul pada setiap entitas. Inilah saatnya ketika setiap entitas akan bertemu dengan berbagai amalan yang pernah dilakukannya. (lihat af’al; ‘amal; akhirah; idhlal; khawathir; al-mizan; al-ashli; al-qur’an; syari’ah; sunnah).
Al-Quddus:
Yang maha suci. Salah satu nama indah Allah (al-asma’ al-husna).
qudsi:
Orang yang suci. Dia adalah orang yang diterangi oleh sifat-sifat ilahi dan terus-menerus merenungkan kesadaran ilahi (sirr). (lihat dawam-i-hudhur; muraqabah; sir).
al-qudrah:
Kekuasaan ilahi. Al-qudrah adalah sifat ilahi yang diungkapkan oleh nama-Nya, yang maha kuasa (al-qadir). Enam sifat ilahi lainnya diungkapkan oleh nama-nama-Nya: yang maha hidup (al-hayy), yang maha mengetahui (al-‘alim), yang maha berkehendak (al-murid), yang maha mendengar (al-sami’), yang maha melihat (al-bashir), dan yang maha berbicara (al-mutakalim). (lihat qudrah; shifat).
qudrah:
Kekuasaan. Ada tujuh sifat ilahi yang dimiliki oleh manusia pada tataran yang sangat rendah. Sifat-sifat itu adalah hidup (hayah), berilmu (‘ilm), berkehendak (iradah), berkuasa (qudrah), mendengar (sam’), melihat (basher), dan berbicara (kalam). Perjalanan dari jiwa rendah menuju jiwa lebih tinggi adalah perjalanan dari kematian menuju kehidupan, dari kejahilan menuju pengetahuan dari kemalasan menuju kehendak, dari kelemahan menuju kekuasaan, dari tuli menjadi mendengar, dan dari buta menuju melihat. (lihat basher; hayah; ‘ilm; iradah; kalam; sam’)
Al-Qur’an:
“bacaan”. Al-qur’an adalah wahyu Allah terakhir kepada umat manusia. Kitab suci ini mengandung semua kunci untuk membuka pengetahuan Allah yang tiada habis-habisnya. Al-qur’an adalah “yang menghimpun” (qur’an) dan juga “yang membedakan” (furqan). Melihat furqan tanpa qur’an hanyalah melihat kemajemukan (katsrah) dan, oleh karenanya, menyekutukan Allah dengan yang lainnya. Melihat qur’an saja tanpa furqan berate mengingkari sebab-sebab sekunder (asbab) dan, oleh karenanya, membatasi Allah. Kata pertama iqra’ dalam wahyu terakhir, yang turun atas nabi Muhammad saw. Melalui jibril, malikat pembawa wahyu, membukakan bagi manusia jalan kembali sempurna dan lengkap kepada Allah. (lihat asbab; bid’ah hasanah; furqan; huda; iqra; al-islam; katsrah; Muhammad; naskh; tawlid).
qurb:
Kedekatan kepada Allah. Qurb adalah hakikat kedudukan (maqam)kesempurnaan, “panjang dua busur” (qaba qawasayn). Inilah batas kenaikan sang hamba sebelum fana dalam diri Allah. Al-muqarabbin adalah hamba-hamba yang telah mencapai kedekatan seperti ini. Salah satu kebingungan (hayrah) dalam perjalanan ini ialah bahwa dengan mempunyai pengetahuan tentang kejauhan (bu’d)-nya dari Allah, sang hamba sesungguhnya didekatkan (qurb). Kehambaan (‘ubudah) menunjukan kejauhan yang membawa kedekatan. Sang hamba mesti terkait pada tata karma dan sopan-santun sempurna (adab) dengan memuliakan dan menghormati kebenaran bahwa “sang hamba tetaplah hamba dan tuhan tetaplah tuhan “.(lihat al-abd; adab; arifin; ahl al-kasyf wa al-wujud; aw adna; ayn al-kautsar; bu’d; hayrah; al-malamaliyyah; al-muqarabin; “qaba qawsayn”; qurb al-jara’idh; qurb al-nawafil; ubudah).
qurban:
Kurban. Hari raya kurban (‘id al-adhha) “waktu tak berwaktu” ketika sang hamba berdiri di hadirat keesaan sesudah meniadakan, menghilangkan, membantai, dan mengurbankan dirinya sendiri. Sekiranya tersisa sebuah atom saja dari jiwanya sendiri, maka dia tidak akan bisa berdiri di hadirat keesaan ini. Kesatuan tempat (wahdat-i-makaniyyah), kesatuan zaman (wahdat-i-zamaniyyah), dan kesatuan esensi (wahdat-i-dzatiyyah) telah direalisasikan. Sang hamba telah lenyap, berpisah dan meninggalkan dirinya sendiri. Kini, dia tidak punya qiblah. “kemana pun kamu berpaling, di situlah  wajah Allah”. (lihat al-abd; arafah; al-aql; “aw adna”; fana’; hajj; haram; id al-adhha; jam’ al-jam’; qiblah; “qiff ya Muhammad, a lana rabbika yushalla”; sidrah al-muntaha; ubudah).
qurb al-fara’idh:
“kedekatan berbagai amalan ibadah wajib”. Qurb al-fara’idh adalah yang kedua terendah dari empat kedudukan (maqam) kesempurnaan. Sang hamba yng melaksanakan berbagai amalan ibadah wajib mencapai kedekatan ini. Sambil tetap mempertahankan sifat-sifatnya sendiri, realitas dirinya pun lenyap dalam Allah. Pelakunya adalalah Allah dan kehadiran tersembunyi sang pencipta tetap tersembunyi dalam Allah dan kehadiran tersembunyi sang pencinta dimabifestasikan oleh keberadaan dirinya menjadi berbagai fakultas Allah. Sang pecinta menjadi mata, surah kekasih, dan sebagainya. (lihat far’idh; al-hiss; idhthirar; ikhtiyar; iqamah al-shalah; jabr; al-kalam; kamal; kibrilahmar;maf’ul; mahur; al-muqarabbun;qurb).
qurb al-nawafil:
“kedekatan berbagai amalan ibadah sunat”. Qurb al-nawafil adalah yang paling rendah dari empat kedudukan (maqam) kesempurnaan. Sang hamba yang melakukan amalan-amalan ibadah sunat mencapai kedekatan ini. Sambil tetap mempertahankan realitas dirinya, dia pun didominasi sepenuhnya oleh keesaan Allah dan disifati oleh berbagai sifat-Nya. Allah memanifestasikan diri-Nya dengan nama-Nya, yang mahabatin (al-bathin), agar dia tetap tersembunyi dalam diri sang pecinta. Pelakunya adalah sang pecinta dan kehadiran Allah dalam dirinya dimanifestasikan dengan keberadaan-Nya menjadi segenap fakultas sang pecinta. Sang kekasih pun menjadi mata, suara sang pecinta, dan sebagainya. (lihat al-hiss; al-insan al-kamil; kamal; nawaafil; al-al-khayarat; qurb).
qurrah:
Kesegaran, ketenangan, dan kedamaian yang diberikan kepada nabi Muhammad dalam shalat. Dia adalah “suri tauladan terindah” (uswah hasanah). Dengan berupaya mengikuti jejak-jejaknya serta meneladani sunat nabi sajalah seseorang bisa mencapai qurrah ini dalam shalatnya. (lihat husn al-akhlaq; qadam rasul; shalah; sunnah; uswah hasanah).
al-qutbh:
“kutub” atau “poros” atau “sumbu”. Dalam hierarki sufi, qutbh menduduki puncaknya. Dia adalah seseorang di setiap zaman yang merupakan pusat pengawasa Allah atas dunia ini. Nabi Muhammad saw. Adalah kutub indah yang dikelilingi oleh alam-alam samawi.
qutbh:
Kutub, poros, atau sumbu. Di kalangan para wali (awliya) Allah, ada banyak kutub yang dikelilingi berbagai realitas spiritual. Setiap qutbh dinamai dengan dua nama: dia dalah “hamba Allah” (abd allah), melalui kesempurnaan esensialnya dalam memanifestasikan nama Allah dan dia adalah hamba dari salah satu nama ilahi tertentu – missal;nya, “hamba dari yang maha pemurah” (abd al-karim) atau “hamba yang maha pengasih” (abd al-rahman) – melalui kesempurnaan wujud aksidentalnya di tempat dan waktu tertentu untuk memenuhi fungsi tertentu. Sekalipun kutub-kutub itu berada di bawah nama serba-meliputi, yakni Allah, bagaimanapun juga mereka ditempatkan dalam berbagai peringkat keutamaan sesuai dengan nama ilahi yang mereka emban.
qutbh al-aqthab:
Kutub segala kutub. Dia adalah “kutub” (al-qutbh) yang ditatap seluruh kosmos. Sesudah menyandang berbagai sifat dari segenap nama ilahi, dia dalah cermin Allah. Dia mempunyai dua nama : dengan kesempurnaan esensialnya, ia adalah “hamba Allah” (abd allah), dan dengan kesempurnaannya merealisaasikan seluruh nama ilahi, dia adalah “hamba dari yang maha meliput” (abd al-jami’). “dia adalah pemilik waktu kini, mata waktu, dan misteri takdir”.
quthb falaki al-jamal:
Kutub indah yang dikelilingi berbagai alam. Ini adalah nabi Muhammad saw. (lihat al-haqiqah al-muhammadiyyah; “lawlaka, lawlaka, ma khalatu al-aflaka”; nur Muhammad).
quwwah:
Kapasitas, kekuasaan, atau fakultas.
al-quwwah al-mufakkirah:
Fakultas akal. (lihat al-aql; al-fikr).
al-quwwah al-mushawwirah:
Fakultas pemberi bentuk. (lihat khayat; ma;na; shirah).
al-quwwah al-mutakhayyilah:
Fakultas imajinasi. (lihat khayal; mitsal).
al-quwwah al-malakutiyyah:
Kekuatan supra-formal. Kekuatan samawi dan malakuti. (lihat hadhrah al-malakut).

R

al-rabb:
Tuhan. Allah adalah “tuhan” segala sesuatu yang ada. Segala sesuatu adalah “hamba” (marbub)-Nya. Tuhan dari setiap hamba adalah wajah Allah yang dipalingkan kepadanya. Tuhan segala sesuatu adalah penyingkapan diri khusus yang diberikan Allah kepadanya. Semuanya ini bergantung pada kesiapan (isti’dad) dari entitas tak berubah itu sendiri. Akan tetapi, dalam tasawuf, nama al-rabb mengimplikasikan kebalikannya, yakni sang hamba (al-abd), nabi Muhammad saw. Bersabda, “barabgsiapa mengenal dirinya sendiri, dia mengenal tuhannya.”beliau juga bersabda, “aku mengenal tuhanku melalui tuhanku.” (lihat al-abd,adab; arifin; al-baqa’ ba’da al-fana; “man arafa nafsahu, arafa rabbahu; ubudah).
rabb al-arbab:
Tuhan segala tuhan. Segala sesuatu mempunyai tuhan masing-masing. Mereka yng tersesat diridhai oleh tuhan mereka sendiri tetapi dikutuk oleh Allah, tuhan segala tuhan. Tuhan segala sesuatu adalah wajah tertentu (wajh) yang Allah palingkan kepadanya. Sebagian besar manusia memandang seba-sebab sekunder (asbab) sebagai tuhan-tuhan (arbab) merekla. Dengan berbuat demikian, mereka tidak menemukan tuhan segala tuhan, yakni Allah. (lihat arbab; arifin; asbab; “man arafa nafsahu, arafa rabbahu”; wajh; al-wajh al-khashash).
rabbani:                                
Bersifat ketuhann. Orang yang berdiri demi, dan menegakkan, keadilan-yakni, orang yang berjuang demi kebenaran- disebut haqqani.ditransformasikan dalam cara yang diberkahi dengan berbagai sifat ilahi. Dia menjadi rabbani (bersifat ketuhanan). Berbagai pikiran bersifat ketuhanan (ilahi) yang masuk (khawathir) disebut sebagai bersifat ketuhanan (rabbani). Kedudukan ma’rifah disebut sebagai kedudukan brsifat ketuhanan (rabbani), sedangkan kedudukan ‘ilm disebut sebagai kedudukan bersifat ketuhanan (ilahi). (lihat ‘ilm; khawathir; ma’rifah).
rabbaniyyah:
Ketuhanan. Dalam kesempurnaan kemaskulinan (rajuliyyah) terdapat isyarat ketuhanan . sedeangkan dalam kesempurnaan esensial penghambaan (ubudah), sama sekali tidak ada  ketuhanan. (lihat al-abd; kamal; rajul; ubudah; uswah hasanah).
“Rabbi zidni ‘ilma”:
“tuhanku, tambahlah pengetahuan qu!” (QS thaha [20] : 114). Allah memerintahkan nabi Muhammad saw. Untuk berdoa memohon tambahan pengetahuan. Nabi Muhammad tidak meminta tambahan apa pun selain pengetahuan, yaitu opengetahuan tentang Allah. Beliau juga berdoa, “ya ilahi, tambahlah kebingunganku kepada-Mu!” akan tetapi, pengetahuan tentang Allah adalah kebingungan dalam kebingungan yang membingungkan. Sebab, semakin bertaambah, cakrawala pengetahuan ini  meluas membentang jauh ke depan tanpa batas.allah maha tak terbatas daan pengetahuan Allah juga tak terbatas. Bertaambahnya pengetahuan berarti bertambahnya kebingungan, yakni bertambah dalam pengetahuan … ad infinitum. (lihat arifin; hayrah; la takrar fi al-tajalli; ma’rifah; tajjali).
rabith:
Kesalinghubungan, ikatan esensial, atau jalinan ikatan. Kosmos berakar kuat dalam hubungan dan ikatannya dengan Allah. (lihat al-abd; ashl; idhafah; mustanad; al-rabb).
rafi’ al-darajat:                                                                           
Yang maha mengangkat deraajat. Sebagai rafi’ al-darajat, Allah mengatur segala sesuatu secara sempurna sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan oleh setiap tataran sesuatu dalam hierarki eksistensi. Oleh karena itu, akar ilahiah dalam berbagai tataran kosmisi adalah nama rafi’ al-daarajat. (lihat kamal; maratib; tafadhul; tamam).
rafraf:
Baju hijau yang bercahaya sangat terang yang turun kepada nabi Muhammad pada saat kenaikan (mi’raj)-nya. Di atas rafraf ini, beliau diangkat ke atas dalam tahap terakhir kenaikan menuju singgasana ilahi (al-‘arsy) di hadirat ilahi. Semoga Allah memberkahi dan memberikan kedamaian kepada beliau. (lihat al-aql; buraq; laaylah al-mi’raj; sidrah al-muntaaha).
raghbah:
Kerinduan. Inilah kerinduan rahasia (sirr) sang pencinta pada kekasih. (lihat ‘asyiq; ‘isyq; syawq).
rahah:
Kedamaian, ketenangan, istirahat, atau kediaman. Ini adalah rahmat (rahmah) yang membawa berbagai entitas, dari kesusahan (karb) dalam ketiadaan menuju kesenangan dalamn eksistensi. Situasi ini terbalik bagi sang arif dan pecinta Allah yang telah fana dalam sang sumber (fana fi allah) dan dikembalikan pada ciptaan (al-baqa ba’da al-fana) untuk memenuhi tugasnya sebagai khalifah. Dikatakan bahwa sang sufi tidaklah diciptakan (al-shufi lam yuhlak). Dengan berusaha mengemban tanggung jawab pada ciptaan, ia mengalami kesusahan (karb) berupa tekanan dan kerinduan untuk kembali secara abadi kepada Allah. Ia menghabiskan seluruh waktunya untuk berusaha kembali ke asal-usulnya sediakala! (lihat al-abd; amanah; arifin; awliya; al-khalifah; sama’; shufi; tawajud; ubudah; uswah hasanah).
rahbah:
Terror. Rahbah bisa berupa terror langsung berupa ancaman hukuman yang disadari, atau terror tersembunyi dari pengetahuan tak ternilai dan berubah-ubah, atau terror rahasia berupa pemberitahuan bahwa apa yang diketahui sebelumnya akan terjadi. (lihat asma’ jalaliyyah; khawf; khasyyah; qahr).
Al-Rahim:
Yang Maha Penyayang. Salah satu Nama Indah Allah (al-asma’ al-husna). Allah menganugerahkan Nama Indah-Nya ini kepada Nabi Muhammad Saw.
rahmah:
Rahmat dan kasih sayang. Ada duaa macam rahmat: rahmat esesnsial (dzatiyyah), yaitu rahmat anugrah yang diberikan Allah kepada semua makhluk tanpa ada pembedaan; dan rahmat khusus (khashashah), yaitu rahmat keharusan yang diberikan Allah kepada hamba-hamba yang memmang berhak menerimanya. Manakala sang hamba telah dianugrahi “pembukaan penyingkapan” (futuh al-mukasyafah), maka ia melihat, mencium, merasa, menyentuh, dan mendengar rahmah Allah, yang tidak sadar mengelilinginya, bahkan menembus setiap atom dalam wujud dirinya. (lihat al-abd; khullah; al-malamaliyyah; al-muhaqqiqun; takhallul; takhali).
Al-Rahman:
Yang maha pengasih. Salah satu nama indah Allah (al-asma’ al-husna).
al-rahmaniyyah:
 Kemahakasihan atau rahmaat penuh berkah. Al-rahmaniyyah berada dipusat antara esensi gaib dan nama-nama sifat, yang berhadapan dengan ciptaan. (lihat al-‘ama; “ana ahmad bilamim”; asma’ afahiyyah; al-barzakh; al-gahyb; tanazzul).
al-rahman al-rahimiyyah:
Rahmat dari yang maha penyayang. Semata-mata karena rahmat dari yang maha penyayang, penyaksian keyakinan (‘ayn al-yaqin) bisa terbuka. Rahmat dari yang maha penyayang meliputi seluruh alam semesta. (lihat ‘ayn al-yaqin; hayrah; mujahadah; al-ni’mah; rahmah; suluk).
raja’:
Harapan. Raja’ adalah mengharapkan rahmat Allah (yang sesungguhnya selalu mengelilingi kita, tapi jarang diperhatikan). Selama pengasingan dan perpisahan (bu’d), sang pecinta merentangkaan harapannya sedemikian rupa sehingga sang kekasih akan “tiba” atau “berbicara” atau “menghampiri” atau hanya sekedar “memandang”. Ia takut kalau-kalau perpisahan ini bersifat terus-menerus dan permanen. Ia beraharap bahwa perpisahan ini hanyalah sementara saja. Di antara sayap ketakutan (khawf) dan harapan (raja’) sang pecinta terus-menerus mengejar sang kekasih. (lihat ‘asyiq; basth; bu’d; qabdh; qurb; rahmah).
al-rajul:
Pria. Ia adalah wali agung Allah. Rajul adalah orang yang tidak pernah puas dengan apa yang datang dari Allah, tapi puas hanya bersama Allah. Pria (al-rajul) menegaskan sebab-sebab (asbab) sekunder karena jika ia menafikan sebab-sebab ini , ia tidak akan mengenal Allah dan juga tidak akan mengenal dirinya sendiri. Selama “kemabukan” (sukr) dalam ekstase (wujd)-nya, sang rajul akan memanifestasikan isyarat ketuhanan (rabbaniyyah). Akan tetapi, ketika ia kembali pada “ketakmabukan” (sahw), ia surut ke dalam kehambaan (‘ubudah) sempurna. (lihat al-abd; arifin; ‘ayn al-kafur; kamal; rabbaniyyah; sahw; sama’; sukr; tasnim; ‘ubudah; wajd).
rajuliyyah:
Kemaskulinan. Inilah kesempurnaan yang dimiliki seorang rajul. (lihat al-rajul).
raki’un:
“orang-orang yang rukuk”. Raki’un adalah waali-wali Allah yang tidak pernah memandang kosmos dalam hal entitasnya, tapi hanya sekadar sebagai tempat manifestasi Allah yang maha benar. Mereka tunduk di hadapan keagungan dan ketinggian Allah. (lihat kibriyah; tanzih).
Al-Rakqib:
Yang maha mengawasi. Salah satu nama indah Allah (al-asma’ al-husna).
raqiqah:
Tipis atau lembut atau halus atau tak teramati. Istilah raqiqah digunakan untuk melukiskan dan menggambarkan berbagai bentuk yang lembut atau hubungan dari berbagai tingkatan eksistensi; misalnya saja, realitas tunggal tak teramati (raqiqqah) yang memisahkan manusia paripurna dari manusia adalah bahwa kehambaannya tidaklah tercemari oleh bentuk ketuhanan apa pun.
raqs:
Tarian. Raqs adalah gerakan ritmis atau berputar yang terjadi di bawah pengaruh “konser spiritual” (sama’). Ini adalah tanda lahiriah yang keluar dari ketenggelaman dalam mengingat Allah (dzikrullah). (lihat qawwal; qawwali; sama’; tawajud).
Al-Rasyid:
Yang maha menunjuki. Salah satu nama indah Allah (al-asma’ al-husna).
al-rasikhun fi al-‘ilm:
“orang-orang yang memiliki pengetahuan mendalam”. Mereka ini adalah orang-orang bijak ilahi (al-hukama al-ilahiyyun) yang mempunyai pengetahuan yang benar tentang diri mereka sendiri dan tuhan mereka, Allah. Ketika Allah memerintahkan mereka untuk mengerjakan sesuatu, mereka pun mengerahkan diri sepenuhnya hingga kewajiban itu tuntas diselesaikan. Sesudah menyelesaikan kewajiban itu mereka pun berada di bawah perintah sebuah nama ilahi tertentu. Di saat-saat lemah, nama ilahi, “yang maha lemah lembut” memerintah merka. Manakala mereka memerlukan pertolongan, nama ilahi, “yang maha penolong” pun member mereka pertolongan. Dan begitulah halnya dengan semua nama lainnya hingga Allah menyeru mereka. Kemudian, sekali lagi, mereka menyibukakn diri sepenuhnya dengan perintah-Nya. Inilah makna dibalik sang hamba yang menyibukkan diri dengan ibadah dan berbagai amalan sunnat hingga ia mendengar seruan untuk menunaikan ibadah wajib. Pada waktu itu, semua ibadah sunnat (al-nawafil) dilarang. Manakala sang esensi memerintahkan mereka untuk melalukan suatu kewajiban, maka sang hamba pun dilarang untuk menerima upahnya dari sebuah nama ilahi. “orang-orang yang memiliki pengetahuan mendalam” (al-rasikhun fial-‘ilm) mengetahui ini! (lihat al-abd; kamal; qurb al-fara’idh; qurb al nawafil; al-rabb).
rasul:
Seorang utusan (Allah). Rasul adalah orang yang diutus oleh Allah. Allah adalah sumber dan rasul adalah pancaran dari Allah. Jalan kembali pada Allah, sang sumber adalah melalui rasul (rasul)-Nya, pancaran. (lihat rasulullah).
Rasulullah:
Utusan Allah. Muhammad al-musthafa. Melalui pancara cahaya rasul, Allah mengirimkan kepada manusia pesan cahaya murni-Nya sendiri. “allah mengambil segenggam cahaya-Nya dan berkata, ‘jadilah Muhammad!’ dan terjdilah”. Setiap “pikiran yang masuk” (khathir), baik terpuji atau tercela, adalah “utusan” dari Allah. Dengan terus-menerus mengawasi hatinya, sang arif tidak pernah melalaikan utusan-utusan ini. Dalam al-qur’an Allah berfirman, “sesungguhnyatelah datang seorang utusan dari kaummu sendiri,…” (QS Al-taubah [9]:128). Sang pecinta, hamba, dan sekaligus orang yang mengenal Allah adalah juga pecinta, hamba dan seorang yang mengenal rasul allah (rasulullah), kekasih allah (habbibullah), nabi Muhammad saw. “sesudah engkau mengenal Allah, maka engkau akaan menegnal siapa sesungguhnya Muhammad!” ektase dalam dada sang pecinta-hamba-arif adalah rasul Allah (rasulullah). Ia adalah rasul yang akan mengantarkannya kembali pada Allah. (lihat “ana ahmad bila mim”; ghulam; al-haqiqah al-muhammadiyyah; “lawlaka, lawlaka; ma khalaqtu al-afl;aka”; Muhammad; Muhammad rasulullah; musthafa).
Al-Ra’uf:
Yang maha pengampun. Salah satu nama indah Allah (al-asma’ al-husna). Allah yang maha kuasa menganugrahkan  nama indah ini kepada kekasih-Nya, nabi Muhammad saw.
rayn:
Karat. Rayn adalah lapisan yang menutupi hati seperti tirai dan mencegah cahaya pengetahuan masuk ke dalamnya. Karat ini hanya bisa dihilangkan dengan iman. Kemudian ada karat (rayn) yang menutupi mata batin (bashirah) hati. Karat ini hanya bisa dihilangkan dengan mengingat Allah (dzikrullah). (lihat bashirah; dzikrullah; nur; qalb).
Al-Razzaq:
Yang maha pemberi rezeki. Sal;ah satu nama indah Allah (al-asma’ al-husna).
ri:
Memuaskan dahaga. Dalam tiga serangkai istilah yang berkaitan dengan pengalaman langsung , “memuaskan dahaga” (ri) menduduki tempat ketiga. Yang pertama adalah “rasa” (dzauq) dan yang kedua adsalah “minum” (syarb). Setiap kedudukan (maqam) memiliki tahap “memuaskan dahaga” (ri). Akan tetapi, bagi orang-orang penghuni “bukan kedudukan” (la maqam), sama sekali tidak ada pemuas permanaen bagi dahaga akan Allah karena pengetahuan Allah tidak terbatas. (lihat awliya; dzawq; al-dzatiyyun; la maqam; al-malamatiyyah; al-muhaqqiqun;saqi; syarab; syurb).
ridha:
Keridhaan dan kepuasan serta penerimaan tuus atas ketentuan ilahi. Dalam kedudukan ini, sang pecinta senantiasa ridha dan puas dengan apa yang dilakukan oleh kekasih. Akan tetapi, manusia sejati (rajul) hanya puas dan ridhla dengan Allah sendiri. Orang yang telah mencapai ridha ini telah tiba pada “jiwanya yang ridha” (al-nafs al-radhiyyah). (lihat ‘asyiq; jalsah; al-nafs al-radhiyyah; al-rajul).
ridhwan:
Keridhaan Allah. Ridhwan Allah adalah penerimaan-Nya atas hamba-Nya. Ridhwan bahkan lebih besar dari surge. Sang hamba telaah sampai pada “jiwa yang diridhai” (al-nafs al-mardhiyyah), yakni tahap sebelum bersatu dengan esensi itu sendiri. (lihat al-abd; al-dzatiyyah; al-jannah; kamal; mi’raj; al-nafs al-mardhiyyah; ‘qurb, uns).
rijal:
Manusia-manusia sejati. Para wali agung Allah. Rijal adalah “orang-orang yang besar” (al-akbar). (lihat al-rajul).
al-rijal al-ghayb:
Manusia-manusia dari alam gaib. Mereka ini adalah para wali mulia yang diperintah oleh khidhr a.s.
risalah:
Kerasulan. Risalah adalah misi ilahi dalam menyebarkan hokum suci baru yang untuknya seorang utusan (rasul) diutus kepada kaumnya kerasulan berakhir dengan nabi Muhammad saw., yang adalah penutup para rasul (khatam al-rasul). Karena kesempurnaan rasul terakhir dan kesempurnaan risalahnya, umat manusia tidak memerlukan lagi hokum suci atau jalan kembali lain menuju Allah. (lihat ahadits; husn al-akhlaq; laylah al-mi’raj; Muhammad; Muhammad rasulullah; musthafa; nabi’; al-qur’an; rasul; syari’ah; sunnah;l uswah hjasanah).
riya’:
Kemunafikan atau sok pamer. Keadaan-keadaan spiritual (ahwal) adalah anugrah dan karunia dari Allah dan berbagai kedudukan spiritual (maqamat) pun diperoleh. Turunya berbagai keadaan dan perolehan berbagai kedudukan itu adalah melalui anugrah Allah dan rahmat-Nya. Riya adalah salah satu rintangan paling besar di jalan kembali menuju Allah. Ketika sang hamba tahu pasti bawa ia adalah seorang hamba, maka rasa maluny di hadapan tuhan kan mencegah dirinya dari menisbatkan kebaikan  pada dirinya sendiri. Adab sempurna kepada Allah melindunginya dari sok pamer seperti ini. Dalam upaya mencegah agar isyarat paling kecil sekalipun dari riya’ tidak masuk ke dalam ibadah merekaa, maka kaum al-malamatiyyah menyembunyikan segenap amalan dan keadaan spiritual mereka dari manusia. Orang yang belum “merasakan” tapi berbicara seolah-olah ia telah “merasakan” adalah salah karena telah melakukan salah satu bentuk riya’; ini adalah seorang munafi (munafiq). Mereka yang sudah “merasakan” tahu dan mereka yang belum “merasakan” tidak tahu. (lihat al-abd; adab; dzawq; khuduqi; al-malamatiyyah; munafiq; musthawif; qabul; qayd; ubudah; uswah hasanah).
riyadhah:
Disiplin asketis atau latihan kezuhudan. Di sepanjang tahap-tahap awal dalam perjalana kembali menuju Allah, ketika seorang penempuh jalan spiritual berada dalam kondisi ketidakseimbangan (inhiraf), ia mestilah berupaya sekuat tenaga dalam perjuangan spiritual  (mujahaddah) dan disiplin asketis (riyadhah). Dengan rahmat Allah, hal ini akan mengantarkannya pada keadaan harmoni dan kesimbangan (I’tidal) yang lebih besar. Berkenaan dengan seluruh metode dalam tasawuf, disiplin asketis hanyalah sekadar “sarana” dan bukan “tujuan itu sendiri”. Ketika kesimbangan sempurna dicapai, orang yang mengenal Allah pun menggantikan asketismennya dengan moderasi. Riyadhah paling besar dari seorang hamba berpengetahuan ialah tidak mengingkari Allah dalam bentuk apa pun dan tidak membatasi Allah dengan keterbandingan-Nya. Allah sama sekali tidaak bisa dibandingkan dengan pengakuan akan keterbandingan-Nya, sebab pengetahuannya membatasi Allah! (lihat inhiraf’ I’tidal; mujahaddah; salik; suluk; al-thabib al-ilahi).
riyadhah al-adab:
Disiplin tata karma moral yang dicapai dengan mencampakkan berbagai kecenderungan alami ego. (lihat adab; nafs).
riyadhah al-thalab:
Disiplin pencarian dengan ketulusan dan kelurusan tujuan. (lihat adab; himmah; ikhlash; murid; thalib).
riyasah:
Kepemimpinan. Ada berbagai macam pengetahuian seperti ilmu tentang misteri dan rahasia (‘ulum al-sirr), yang tidak bisa ditampakkan. Jika para penempuh jalan spiritual (salikun) tertentu mengetahui ilmu-ilmun ini, mereka pun mencari kepemimpinan (riyasah) dan keunggulan atasa orang lain dengan maksud ingin mempertontonkamn ilmu-ilmu ini dan mengamalkannya di alam jasmani. Keinginan seperti ini adalah isyarat ketidakdewasaan spiritual, kekurangajaran (su’al-adab), dan juga menampakkan tipu daya (mark) Allah. Pemimpin sejati dan hakiki adalah  sang hamba yang menginginkan hanya Allah . ia adalah alim berketuhanan (alim rabbani). (lihat adab; alim rabbani; mark; mark nafsi; su’al-adab).
rizq:
Rezeki. Allah adalah pemberi rezeki kita dan rezeki kita telah ditentukan sejak zamzn keazalian. Kosmos tidak bisa bertahan hidup kecuali melalui Allah dan sifatp-sifgast ketuhanan juga tidak bisa terwujud kecuali nmelalyui kosmos. Dengan demikian, masing-masing saling member satu sama lain. (lihat asma’; ghina’; qadha; qadar; taghadzdzi).
rububiyyah:
Ketuhanan. Kosmos memiliki dua tataran dasar yang diungkapkan dalam berbagai cara-yang maha benar (al-haqq) dan makhluk (al-khalq) dan kehambaan (ubudiyyah). Eksistensi ketuhanan inilah yang menuntut adanya kehambaan. Ketuhanan adalah tataran paling tinggi dan kehambaan adalah tataran paling rendah. Tidak ada yang lebih rendah ketimbang tunduk pada lokus ketiadaan dan memerlukan orang lain demi kepentingan eksistensi dirinya. (lihat farq; ghina; martabah; rabbaniyyah; al-rajul; al-raskhikun fi al-‘ilm; ubudiyyah).
ruh:              
Ruh. Ruh adalah pusat yang di dalamnya manusia tertarik dan kembali kepada sumbernya. Ruh berusaha menarik hati (qalb) kepada Allah, sementara jiwa rendah (nafs) berupaya menjerembabkan hati. Ruh manusia adalah juga ruh Allah karena Allah telah meniupkan ruh-Nya ke dalam diri manusia. Dalam keadaan “ tak tercipta” . dan “ tercipta” . ruh pun turun . pada malam kekuasaan ( laylah al qadr) ,” Para malaikat dan ruh pun turun dengan izin allah “ ( QS Al Qadar {97}:4) . Ruh “tak terciptakan “ ini sama dengan hakikat Muhammad ( al haqiqah al muhammadiyah ) dan ruh “ tercipta “ini membentang dari singgasana Ilahi ( Al arsy ) hingga Muhammad paripurna ( al insan al kamil ) . ruh ini tidak bisa di lihat kecuali oleh orang yang telah melepaskan “ kedua dunia “ ini .Ruh tidak berada di dalam atau di luar tubuh, tidak terikat maupun terlepas. Ia ada di dalam dan sekaligus di luar, terikat dan terlepas . cahaya yang memancar dari seseorang bergantung pada tingkat aktivitas ruhnya.     ( Lihat al arsr, al haqiqah al muhammadiyah, al insane al kamil, laylah al qadr ,nafs, nur, qall, lanaz zul ).
al-ruh al idhafi   الاضا فى                  الروح
“ Ruh yang di nisbatkan “ Allah meniupkan ruhya ke dalam manusia . karena memiliki status berupa sifat ilahi dan manusiawi, maka ruh itu di sebut al ruh al idhafi yang di nisbatkan kepada Allah .
al ruh al ilahi   الروح الالهى                 
Ruh ilahi . Al ruh Al ilahi tidak di ciptakan yang juga di sebut Ruh suci ( Al Ruh Al Quddus ). Dan hakikat Muhammad ( al haqiqah Al Muhammadiyah ) .( Lihat al haqiqah Al Muhammadiyah , Al Ruh Al Quddus ) .
al ruh al kulli               الكلى  لروح ا
Ruh Universal yang darinta ruh berasal . Ruh ( Ruh ) bersujud di hadapan ruh universal .         ( lihat ruh ) .
al ruh al muhammadi    الروح المحمدي 
“ Ruh Muhammad “ . Ruh , yakni batasan Allah ,Al Haqq, adalah “ pancaran pertama “  dari yang maha mutlak . pancaran ini adalah al ruh al muhammadi . Disini ruh ,ruh adalah Murni secara mutlak . tataran ini bebas dari materialitas . inilah tataran al haqiqah al muhammadiyah . Nabi Adam a.s adalah Ayah tubuh dan nabi Muhammad saw adalah ayah ruh ( Lihat al haqiqah al muhammadiyah , Muhammad , Mushthafa ruh , tanazzul ) .
al ruh al quddus  القدوس        الروح
Ruh Suci .setiap entitas yang ada mempunyai ruh tercipta yang membentuk dirinya . ruh bagi bentuk sama seperti makna bagi kata. Ruh tercipta memiliki ruh ilahi yang membetuk dan ini adalah al ruh al quddus . Manusia mempunyai tubuh yang merupakan bentuknya . ruh yang  merupakan makna , kesadaran ( sir ) yang merupakan al ruh, dan aspek esensial yang di tunjukkan oleh istilah al ruh al quddus . ( Lihat Ma’na , ruh , sir, Shirah ) .
ruhani        روحنى
Spiritual atau bersifat ruh ( ruh ) . ( Lihat nafsani , ilahi , ruh , syaithani ) .
ruju’i   رجوع   
Kembali . Istila ini secara khusus menunjukkan kembalinya manusia kepada Allah . Orang – orang sempurna , yang ada dalam kedudukan  “ Bukan Kedudukan “ ( La maqam ) adalah mereka yang senantiasa “ kembali “ kepada Allah . ( Lihat al maqam , ruju , idhthiron , ruju ikhtiyari , suluk ) .
ruju idhthirari  اضطراري          رجوع
Kembali terpaksa. Setiap makhluk pasti kembali kepada Allah dengan jalan tak tampak, ini sama sekali tidak bisa dihindarkan. “wahai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju tuhanmu. Pasti, pasti kamu akan menemui-Nya” (QS Al-insyiqaq [84]: 6). (lihat huda; idhlal; nabi; al-qur’an; rasul; uswah hasanah).
ruju’ ikhtiyari:
Kembali sukarela. Manusia telah diberi anugrah berupa memilih cara kembali sesuai dengan keinginannya. Dengan mengikuti hokum Allah, ia kembali menghadap wajah rahmat. Dengan mengikuti angan-angan dan hawa-nafsunya sendiri, ia kembali menghadap wajah kemurkaan. (lihat amanah; huda; idhlal; ikhtiyar; al-khalifah; thariqah).
ruku’:
Posisi rukuk dalam shalat. Ruku’ adalah simbol raga bersifat lahiriah dari hakikat batiniah. Ia melambangkan tibanya sang penempuh jalan spiritual pada “ jiwa yang mencela” (al-nafs lawwamah) dan juga anak-tangga kedua (iman) dalam tangga pengetahuan. (lihat iman; ma’na; al-nafs lawwamah; shalah; shurah).
rusukh:
Mendalam. Sebuah kedudukan (maqam) adalah setiap sifat yang menghunjam dalam (rusukh) dalam diri sang penempuh jalan spiritual dan, karenaya, tidak bisa ditinggalkan. Termasuk di dalamnya adalah sifat-sifat seperti taubat, sabar, amanat, dan sebagainya. “kemendalaman” dalam sifat-sifat akhlak ini lahir dari perjuangan spiritual (mujahadah), ketulusan (ikhlash), kesiapan (isti’dad), dan terutama nikmat Allah (al-ni’mah). Akan tetapi, tipe paling tinggi dari “kemendalaman” itu dimiliki oleh “orang-orang yang mendalam ilmunya” (al-rasikhun fi al-ilm). (lihat husn al-akhlaq; ikhlash; isti’dad; mujahadah; al-ni’mah; al-rasikhun fi al-ilm).
ruthbah:
Tingkatan atau peringkat atau derajat atau tataran atau golongan. (lihat maratib).
ru’unah:
Kegalauan dan keterikatan pada dunia ini. Cinta pada dunia (hub al-dunya) ini dan keterikatan (ru’unah) kepadanya adalah rintangan paling besar dalam perjalanan kembali kepada Allah. Keduanya menunjukan kepuasan tertentu dengan “sesuatu selain Allah” (ma siwa Allah). (lihat ma siwa Allah; qayal; al-ru’unah al-nafsiyyah).
al-ru’unah al-nafsiyyah:                                  
Kegalauan jiwa atau ego. Dikatakan bahwa sebagian murid dari seorang syaikh malamaliyyah mengalami pasang surutvterus-menerus dalam berbagai kedudukan kemaskulinan (rajuliyyah), sementara sebagian murid lainnya mengalami kegalauan jiwa atau ego (al-ru’unah al-nafsiyyah). (lihat al-,malamaliyyah; murid; mursyid; nafs; al-rajul).
ru’ya:                                                                                                                    
Visi atau pengelihatan dengan meta fisik. Bagi sang arif, visi (ru’ya)-nya dan penyaksian (musyahadah)-nya adalah sama. (lihat ahl al-kasyf wa al-wujud; arifin; musyahadah).
ru’yah:
Visi-mimpi. Dalam visi-mimpi sajalah sebagian besar ajaran sufi disampaikan dari alam yang lebih tinggi kepada orang yang bermimpi. Dalam sebuah visi-mimpi, “makna-makna” (ma’na) pun dibungkus dalam “berbagai bentuk” (shuwar). Seorang arif adalah orang yang mengetahuai apa yang dimaksudkan Allah dengan gambaran yang terihat dalam visi-mimpi. Ia benar pada visi-mimpinya itu dan memberikan haknya. Orang yang belajar tidaklah mengetahui apa yang dimaksudkan Allah. Hanya saja, ia punya bakat dan kemampuan untuk naik ke tataran pengetahuan. Ru’yah-nya mestilah ditafsirkan baginya karena ia menganggap visi itu benar. Dalam ujaran lain, ia memandang gambaran-gambaran yang teramati sebagai sesuai dan sama dengan alam lahiriah, hingga Allah mengajari dirinya dan ia pun  “mengetahui” ihwal “makna” itu. (lihat busyra; khayal haqiqah; ma’na; mu’abbir;mubasysyirah; al-ru’yah al-shadiqah; shurah; waqi’ah).
al-ru’yah al-shadiqah (al-ru’yah al-shahihah):
Mimpi yang benar. Nabi Muhammad saw. Bersabda , “tak ada sesuatu pun yang tersisa dari kenabian kecuali visi-visi yang membawa kabar gembira” “visi-visi yang membawa kabar gembira” (mubasysyirat) ini adalah “mimpi-mimpi yang benar” (al-ru’yah al-shadiqah). Hadis lainnya berbunyi, “hal pertama yang diturunkan melalui wahyu bagi utusan Allah adalah mimpi yang benar (al-ru’yah al-shadiqah atau al-ru’yah al-shahihah) dalam tidur.” (lihat nubuwwah al-wilayah; ru’yah).

S
sa’adah:
Kebahagiaan. Sa’adah adalah kedekatan kepada Allah (qurb) dan keluasan rahmat-Nya yang tak terbatas. Pencapaian kebahagiaan puncak menanti kaum mukmin di surge. Namun, dia bisa juga mengalami kebahagiaan relative dalam kehidupan ini, ketika dia melakukan shalat (shalah) atau mengingat Allah (dzikrullah). Pengetahuan yang bernilai mengantarkan pada pembebasan, dan pembebasan adalah kebahagiaan. (lihat af’al; amal; ilm; al-jannah; al-muqarrabun; sa’id; syaqa; qurb).
sabab:
Sebab sekunder. Setiap maujud adalah sebab sekunder yang dengannya manusia bisa mengenal Allah. Sekalipun sebab itu seperti tirai atau hijab atas hakikat, tanpa sebab ini, kita tidak akan punya sarana untuk menjangkau pengetahuan tentang Allah. (lihat arbab; arifin; asbab; al-bathiniyyah; al-malamaliyyah; al-muhaqiqun).
sabil:
Jalan. Manusia bebas memilih jalannya sendiri untuk kembali ke asal-usulnya. Dia bisa menempuh jaln kesesatan penuh kemurkaan (idhlal) di bawah pengaruh godaan setan (syayathan) atau dia bisa menempuh jalan kebahagiaan, jalan lurus, di bawah bimbingan (huda) seorang nabi atau utusan Allah. Setiap amal yang dilakukan oleh seorang mukmin sejati dan setiap kata-katanya diucapkan dengan niat “di jalan Allah” (fi sabilillahh). (lihat fi sabilillah; idhlal;mursyid; mushtawif; nabi; niyyah; rasul; syaythan; syari’ah; thariqah).
al-sabiqun:
“yang paling dahulu”. Al-sabiqun adalah hamba-hamba Allah yang mendesak maju dengan penuh semangat untuk mendahului bertemu dengan tuhan mereka. Mereka adalah orang-orang yang didekatkan kepada Allah. Mereka minum langsung dari dua mata air utama di surge. Al-sabiqun adalah para sufi agung. (lihat al-abd; ayn al-kafir; al-muqarrabin; qurb; sahw; tasnim; ubudah).
sabkhan:
“rawa-rawa”sabkhan adalah sinonim dengan al-habah. Gunung-gunung akan dihancurkan menjadi debu ini. Begitu pula, segenap amal perbuatan orang-orang kafir akan diubah menjadi debu seperti ini di hari kebangkitan kelak. (lihat al-habah).
sadanah:
Penjaga gerbang. Dalam hierarki eksistensi, yang menempati tingkatan tinggi dilindungi dan dijaga oleh apa yang ada di tingkatan di bawahnya. Beberapa nama ilahi berfungsi sebagai penjaga gerbang bagi nama-nama yang tingkatannya ada di atasnya. Misalnya saja, yang maha mendengar (al-sami’), dan yang maha melihat (al-bashir) berfungsi sebagai penjaga bagi  yang maha mengetahui (al-alim). Murid-murid yang sudah matang  dan maju secara spiritual juga bertindak selaku penjaga bagi mursyid mereka, yang dengan penuh kecemburuan menjaganya dan menjauhkan para penjarah yang selalu ingin  tahu. Hal ini disebabkan penghormatan, pemuliaan, dan keciontaan kepada mursyid mereka, yang menjadi lokus atau tempat manifestasi bagi nama Allah. Melalui intensitas usaha spiritual (mujahadah) manusia, dia bisa menjadi penjaga bagi hatinya sendiri dengan senantiasa mengawasi dan tidak membiarkan sesuatu “selain Allah” (ma siwa Allah) memasuki pintu pusat suci. (lihat muraqabah).
safar:
perjalanan spiritual. Inilah perjalanan dari kemajemukan (katsrah) di pinggiran menuju kesatuan (tawhid) di pusat. Safar dimulai ketika hati berpaling kepada Allah dengan mengingat-Nya (dzikr). Safar sinonim dengan sayr dan suluk. (lihat sayr; salik; suluk; thariqah).
sahq:
Penghancuran. Sahq adalah menghancurkan dan meluluhlantaakkan susunan tubuh sendiri di saat berada di bawah pengaruh dahsyat kekuasaan dan keagungan ilahi. (lihat fana’; haybah; jalal; khawf; khasyyah; mahq; mahw fi itsbat; al-qudrah; rahbah).
sahw:
Ketakmabukan. Sahw adalah kembali sadar sesudah kehilangan kesadaran ketika mabuk (sukr) oleh kekasih ilahi. Orang yang berada daalam keadaan sahw dipandang sebagai memiliki kematangan spiritual lebih besar dari orang yang berada dalam keadaan sukr. Mata air utama (tasnim) adalah tempat ketakmabukan (sahw) sesudah kemabukan (sukr), kebakaan (baqa’) sesudah kefanaan (fana’), pengetahuan ilahi (ma’rifat) sesudah cinta ilahi (‘isyq). Akan tetapi,  semuanya adalah satu dan semuanya adalah kekasih. “tidak akan minum tasnim orang yang belum mabuk karena kafur.” Sufi agung, seorang malamatiyyah, secara batiniah mabuk dan secara lahiriah tak mabuk. Tak seorang pun mengetahui kondisi spiritualnya. (lihat asyiq; ayn al-kafur; baqa; fana’; isyq; al-malamatiyyah; sukr).
sahw al-jam’:
Ketakmabukan “kepterpaduan”, manakala sang sufi kembali dari kesatuan murni pada penghambaan (ubudah). (lihat al-abd; jam al-jam’; laylah al-mi’raj; sahw; ubudah; wahdah al-dzatiyyah; wahdah al-makaniyyah; wahdah al-zamaniyyah).
sa’id:
Bahagia. Orang yang bahagia dan diberkahi karena patuh dan mengabdi kepada Allah. Tanda-tanda khusus dari segenap amalan yang menghantarkan orang yang bahagia (sa’id) menuju kebahagiaan (sa’adah) adalah bahwa segenap amalan itu dilakukan dalam keadaan hadir (hudhur) bersama Allah. (lihat af’at; amal; hudhur; sa’adah).
sajdah (sujud):
Sujud. Sajdah, posisi puncak dalam shalat, adal;ah sumber agung kerendahhatian, ketundukan, dan kecintaan tanpa syarat kepada Allah. Sang hamba dan penyembah mengalami fana dalam yang maha esa. Manakala hati sujud, ia tidak akan pernah lagi bangkit dari sujud itu. Dalam setiap rakaat shalat, ada dua sujud. Sajdah pertama melambangkan “jiwa yang tenang” (al-nafs al-muthma’innah) dan tahap pengetahuan keempat (‘ilm al-yaqin). Sajdah kedua melambangkan “jiwa yang ridha” (al-nafs al-mardhiyyah) dan tahap pengetahuan keenam (haqq al-yaqin). Dengan rahmat Allah yang tak terbatas, sang pecinta bisa sampai pada haram al-syarif. Ini adalah nabi Muhammad saw. Sang pecinta bersujud di hadapan  tanah suci mulia yang merupakan satu-satunya sarana (wasilah) dalam mencapai hadirat ilahi. (lihat  fana’; ghulam; habibullah; mushthafa; qasim; uswah hasanah; wasilah).
sajjadah:                                                                                              
Karpet. Sajjadah adalah tempat ibadah bagi seorang syaikh dalam sebuah tarekat. Karena itu dia juga disebut sebagai “orang yang duduk di atas karpet.” (lihat adab; mursyid; silsilah; thariqah).
sakinah:
Ketenangan. Inilah kedamaian sempurna yang ditemukan di pusat hati tempat manusia bersemayam dalam hadirat ilahi. (lihat dawam-i-hudhur; al-dzatiyyah; kalam-i-dzati; mi’raj; al-nafs al-kamilah; sukun; wahdah al-dzatiyyah; wahdah al-makaniyyah; wahdah al-zamaniyyah).
salam:
Kedamaian. Dalam shalawat kepada nabi (shalawat), salam (salam) disampaikan kepada nabi Muhammad saw. Sesudah menyampaikan shalawat. Ini dimasukan untuk memberikan kemantapan dan keselamatan atas kekasih Allah setelah manifestasi keagungan ilahi dianugrahkan kepadanya. Kedamaian tidak bakal diperoleh kecuali bila unsur-unsur yang siap meledak dijinakkan. Tanpa melakukan jihad besar (al-jihad al-akbar), tubuh (jism), jiwa (nafs), hati (qalb), ruh (ruh) manusia tidak bisa hidup tenang. (lihat dar; inhiraf; i’tidal; al-jihad al-akbar; mujahadah; shalah; salam; shlawat; al-thabib al-ilahi).
Al-Salam:
Kedamaian. Salah satu nama indah Allah (al-asma’ al-husna).
salb:
Menafikan. Allah, esensi maha abadi, sama sekali tidak bisa dilukiskan. Esensi ini hanya bisa dibidik dengan menafikan berbagai sifat dan dengan mengatakan “apa yang bukan dia.” (lihat al-‘ama; arifin; tanzih).
salik:
Sang penempuh jalan spiritual. Murid dalam sebuah tarekat (thariqah)-yang memiliki berbagai kualifikasi yang diperlukan untuk menempuh perjalanan spiritual dari jiwa rendahnya, melalui berbagai kedudukan (maqamat), menuju  jiwa lebih tinggi dan kesatuan (tawhid)-adalah seorang salik. Tidak semua anggota sebuah tarekat adalah penempuh jalan spiritual (salikun). Sebagian merasa cukup puas dengan berkah berupa hubungan dengan mata rantai spiritual (silsilah) dan tidak merasa perlu melakukan perjalanan spiritual. Kualifikasi-kualifikasi yang diperlukan untuk menempuh  perjalanan ditetapkan sejak zamzn azali ketika setiap maujud yang belum ada itu diberi kesiapan untuk menerima pengetahuan Allah. (lihat al-a’yan al-tsabitah; bay’ah; himmah; idzn; isyi’dad; murid; mursyid; nafas; nafs; suluk; thariqah).
salmah:
Nama seorang wanita yang digunakan dalam syair dan lagu-lagu sufi (qawwah). Nama ini menunjukan sebuah sifat ilahi atau ekstase (wajd).
salsalah al-jaras:
Bunyi bel. Istilah ini mengacu secara khusus pada bunyi yang didengar oleh nabi Muhammad saw. Ketika menerima wahyu. Bunyi seperti ini adalah karakteristik dalam inspirasi kenabian. Orang yang beroleh inspirasi (ilham) hancur di bawah kekuasaan keagungan ilahi. (lihat barakah; diwan; ilham; jalal; al-ni’mah; qawwal; ruh al-quddus).
sam’:
Mendengar. Kata-kata pertama yang didengar manusia adalah seruan ilahi di alam keazalian ketika Allah bertanya, “bukankah aku ini tuhanmu?” (“alastu birabbikum”). Selama berlangsung konser spiritual (sama’), sang pendengar sejati mendengar dan menemukan Allah dalam ekstasenya. Pada saat seperti ini, esensinya membumbung sekali lagi ke perjanjian di alam keazalian, hari alastu. (lihat “alastu bi rabbikum”; ahl al-sama’; al-dzatiyyun; diwan; kalam-Idzati; qaw-wali; sama’; sukun; wujud).
sama’:
“konser spiritual” atau audisi atau pendengaran. Istilah ini mengacu secara khusus pada perkumpulan kaum sufi yang mempergunakan music dan lagu sebagai sarana untuk membuka hati bagi masuknya (warid) pengetahuan dan kesadaran. Selama sama’  berlangsung, sang pendengar mengalami ektase (wajd) dan menemukan Allah, yang maha benar (al-haqq) dalam ektase itu. Hanya saja, sebelum ektase hakiki bisa dialami, sang pendengar haruslah matang secara spiritual dengan menyiapkan diri melalui disiplin (riyadhlah). Tanpa kesempitan (qabdh) awal usaha spiritual ini, maka keluasan (basth) ektase itu tidak bakal terwujud. Sama’ tidaklah cocok bagi sang pemula. Sama’ sejati adalah seekor burung yang terbang dari Allah menuju Allah. Allahlah yang menyanyi dan sekaligus mendengarkan. Pada jamuan ilahi ini, penyanyi dan pendengar menjadi satu. (lihat qawwal; qawwali; wajd).
Al-Sami’:
Yang maha mendengar. Salah satu nama indah Allah (al-asma’ al-husna).
al-sam’iyyat:
Pengetahuan yang ditransmisikan. Pengetahuan ini, yang khusus hanya ada dalam tasawuf, disampaikan dari mursyid kepada murid, melalui mata-rantai spiritual (silsilah). Pada mulanya, pengetahuan ini disampaikan melalui ekspresi (ibarah) verbal dan kiasan halus (isyarah), dan kemudian dari hati ke hati, “penyingkapan” (kasyf) dan “rasa” (dzawq). (lihat dzawq; warah; isyarah; kasyf; ma’rifat; simsimah).
saqi’:
Sang pembawa cangkir. Dia adalah orang yang menuangkan anggur (syarab) cinta ilahi (‘isyq) ke dalam hati para pecinta Allah. Melalui Allah , mereka mengalami manisnya (halawah) “kemabukan” (sukr). Sang pembawa cangkir adalah sahabat. Sahabat adalah Allah. Sang saqi’ adalah syikh suci dan pembimbing sempurna yang melaluinya sang pecinta yang “rindu” mencapai kekasih Allah (habibullah) dan Allah sendiri. (lihat ‘ayn al-kafur; habibullah; ‘isyq; al-muqarabun; mursyid; qawwal; qawwali; sama’; syarab; sukr; tasnim).
sarayan:
“menembus” atau meliputi. Sarayan adalah terliputinya entitas oleh sang wujud. Sekalipun sarayan bersifat universal, entitasnta berbeda-beda dan mencapai puncaknya dalam diri manusia paripurna. (lihat khalal; khalil; khalil al-rahman; takhalul; uswah hasanah).
al-sattar:
Yang maha menutupi. Allah menciptakan manusia paripurna sebagai tempat manifestasi-Nya dalam kosmos. Sesudah menciptakannya, Allah kemudian menghijab diri-Nya dari segenap makhluk. Seandainya dia memanifestasikan diri-Nya, maka tidak perlu ada manusia paripurna. Akan tetapi, Allah tidak akan pernah terhijab dari “orang-orang yang menyingkap dan menemukan” (ahl al-kasyf wa al-wujud). Mereka tahu bahwa dia tampak secara lahiriah (al-zhahir) dan tersembunyi secara bathiniah (al-bathin). (lihat ahl Allah; ahl al-kasyf wa al-wujud; arifin; al-haqiqah al-muhammadiyyah; al-ilahiyyat; al-insan al-kamil; “lawlaka, lawlaka, ma khalaqtu al-aflaka).
satwah:
Hukuman. Satwah adalah hukuman Allah atas hamba-hamba-Nya. Dalam dunia napas, yakni dunia yang terungkap selama berlangsung  pengungkapan diri Allah itu. (lihat adab; asma’; jalaliyyah; haybah; khasyyah; nafas; rahbah; taslim; ubudah).
sawa’:
Kesamaan. Ini dalah kedudukan berbahaya yang membentang di jalan. Kedudukan ini dihadapi manakala sang hamba maujud dalam bentuk Allah, yang maha benar, dan meninggalkan kehambaannya serta menisbatkan sifat-sifat Allah pada dirinya sendiri, yang dengan demikian menegakkan kesamaan antara dirinya dengan Allah. Inilah tempat tipu daya (makr) Allah. (lihat adab; baqa’; fana’; makr; maqam; rabbaniyyah; ubudah).
sayr (safar, suluk):
Perjalanan. Sayr adalah perjalanan spiritual melalui berbagai kedudukan, dari diri ke jiwa. (lihat nafs).
Sayr fi Allah:
Perjalanan dalam Allah, dari nama-nama (asma’), melalui sifat-sifat (shifat), menuju kesatuan (wahidiyyah).  (lihat asma’; ;laylah al-mi’raj; shifah; wahdah al-dzatiyyah; wahdah al-makaniyyah; wahdah al-zamaniyyah).
Sayr ma’a Allah:
Perjalanan dengan Allah. Inilah perjalanan kembali pada ciptaan sambil menetap dalam Allah (baqa’) dan melihat segala sesuatu  sebagai manifestasi Allah. (lihat al-baqa’ ba’da al-fana’; ubudah; wilayah).
Sayr ila Allah:
Perjalanan sang penempuh jalan spiritual (salik) menuju Allah, dari jiwa rendah (nafs) ke hati (qalb). Inilah perjalanan melalui penyingkapan nama-nama (asma’). (lihat asma’; nafs; qalb).
sayr-i-anfusi:
Perjalanan di dalam jiwa. Sang penempuh jalan spiritual merenungkan berbagai tanda dalam dirinya sendiri. Perjalanan ini akhirnya membawa sang penempuh jalan spiritual kepada Allah. (lihat ayat; muhasabah; muraqabbah).
sayr-i-afaqi:
Perjalanan di alam semesta. Dalam perjalanan ini, sang penempuh jalan spiritual (salik) merenungkan segenap tanda (ayat) dalam ciptaan. Kontemplasi ini mengantarkan pada sang pencipta. (lihat ayat).
sayyid:
“tuan”. Gelar ini diberikan kepada keturunan nabi Muhammad saw., tuan dan penghulu para rasul (sayyid al-mursalin).
sayyidi:
“tuanku”. Dalam tarekat (thariqah), gelar ini hanya diberikan kepada seorang yang “merentas belenggu-belenggu anda dan membebaskan diri anda”. Karena itu, sayyidi adalah mursyid, syikh, atau pir dari sang murid. Syikh-syikh dalam berbagai tarekat (masyayikh al-thurruq), pewaris para nabi Muhammad saw., diseur dan disapa sebagai sayyidi. Tak ada orang lain berhak atas gelar sayyidi itu.
sayyiduna:
“tuan kami”. Tuan para pecinta dan kaum arif yang mengenal Allah adalah nabi Muhammad saw. Mereka adalah hamba Muhammad al-mushtafa, yang bergelar sayyiduna Muhammad- tuan kami, Muhammad. (lihat ghulam; habibbullah; haram al-syarif; shalawat; ziyarah).
sha’aq:
Petir atau halilintar kefanaan (fana’) jiwa manakala ketuhanan ilahi (rububiyyah) pun manifestasi. (lihat al-abd; fana’; rububiyyah; ubudiyyah).
shabr:
“kesabaran”. Kesabaran sempurna ialah tunduk sepenuhnya tanpa syarat kepada kehendak Allah, dengan menerima apa saja yang maujud dalam setiap waktu tak terbagi. Shabr adalah kebaikan utama karena memerlukan ketundukan total dan sadar. Orang yang menggabungkan kesabaran (shabr) dengan rasa syukur (syukr) adalah orang yang memiliki hikmah (hikmah). (lihat adab; hikmah; husn al-akhlaq; al-islam; syukr; taslim).
al-shabur:
Yang maha sabar. Salah satu nama indah Allah (al-asma’ al-husna).
shadaqah:
Pemberian yang diberikan semata-mata di jalan Allah (fi sabilillah). Pemberian seperti ini sama sekali tidak mengandung harapan untuk beroleh balasan dan ucapan terima kasih. Pemberian paling besar yang  bisa dipersembahkan seseorang adalah eksistensinya sendiri melalui cinta dan ketundukan total dan tanpa syarat kepada Allah. (lihat al-ahd; amanah; fi sabilillah; al-islam; al-nafs al-kamilah; taslim; ubudah).
al-shadiqun:
Orang-orang jujur. Kaum al-malamatiyyah bersifat tulus dan jujur (shadiq). Mereka adalah al-shadiqun. Dan manakala mereka terlihat, Allah pun diingat. (lihat al-malamatiyyah; wajh).
shadr:
Dada. Shadr adalah istilah yang menunjukan dad yang telah luas  dan terbuka untuk menerima dan memeluk islam. Sebaliknya, ketundukan pada islam hakiki terjadi dalam setiap zarrah sang muslim. (lihat al-islam; nafs; al-nafs al-ammarah).
shafa:
Kesucian. Tasawuf adalah kesucian. Kata shufi berasal dari shafa. Sang sufi adalah hamba Allah (al-abd) yang jiwa, hati, ruh, dan rahasiannya telah disucikan dengan mengingat Allah, usaha spiritual (mujahadah), tulus, dan akhirnya dengan rahmat Allah. Hatinya sudah menjadi tempat tinggal Allah. Dia adalah lokus atau tempat manifestasi sempurna bagi nama sera-meliputi, yakni Allah. (lihat al-abd; al-arsy; dzikrullah; husn al-akhlaq; latha’if mujahadah; nafs; riyadhah;ruh; sir; sir al-sirr; suluk; ubudah; uswah hasanah).
shafi:
Suci. Hati yang disucikan oleh cinta kepada Allah disebut shafi.( lihat al-arsy; dzikrullah; qalb; shafa; shufi; tashawwuf).
shafshaf al-akhlaq:
Sifat-sifat akhlaq tercela. Ini adalah berbagai kejahatan dan kemaksiatan dalam diri manusia yang mencegah dirinya dari hadir bersama tuhannya. Melalui alkimia spiritual berupa mengingat Allah (dzikrullah) sajalah sifat-sifat akhlaq tercela bisa diubah menjadi sifat-sifat mulia dan terpuji. (lihat husn al-akhlaq; al-thabib al-ilahi; takhalluq; uswah hasanah).
shahib:
Pemilik atau orang. Shahib agung adalah nabi Muhammad saw. Para pengikut dan hamba setiannya seringkali menyebut beliau sebagai “shahib lawlaka” dan menyebut diri mereka sendiri sebagai “ghulam shahib lawlaka”. (lihat ghulam; “lawlaka, lawlaka, ma khalaqtu al-aflaka”; Muhammad; mushtafa; qasim; wasilah).
shahib al-hal:
Pemilik suatu keadaan spiritual. Dia adalah orang yang mampu melakukan berbagai keajaiban (karamat) melalui intensitas tekad dan kemauan spiritual (himmah)nya. (lihat ahwal; himmah; karamat).
shahib al-jam’:
Orang yang ada dalam “keberaduan”. (lihat “aw adna”; jam’ al-jam’; “qaba qawayn; qurb).
shahib al-martabah:
Pemilik tingkatan. Allah, sebagai esensi, adalah pemilik setiap tingkatan eksistensi. Entitas “menempati” tingkatan, tapi hanya Allah saja yang “mempunyai” tingkatan. (lihat idhafah; maratib).
shahib al-nafas:
“pemilik napas”. Orang yang menemukan Allah dalam ektasenya disebut shahib al-nafas. Setiap tarikan napas dari segala maujud mempunyai kesiapan (isti’dad) unik yang tidak dimiliki oleh tarikan napas lainnya. Ekstase (wajd) dari shahib al-nafas terjadi sesuai dengan kesiapannya, sementara nama-nama ilahi mengawasi dan menjaganya. (lihat asma’; isti’dad; nafas; sama’; wajd; wujud).
shahib al-nazhar:
Pemilik pertimbangan. Pertimbangan (al-nazhar) adalah penting dalam mencari pengetahuan. Akan tetapi, karena bisa menyesatkan pemiliknya , hendaknya ia tidak terlalu diandalkan. Orang yang terus-menerus bergantung pada pertimbangannya tidak akan mencapai “rasa” (dzawq) atau “penyingkapan” (kasyf) karena ini melampaui pertimbangan (al-nazhar) dan akal (al-aql). (lihat ahl al-kasyf wa al-wujud; al-aql; mi’raj).
shahib-i-dil:                               
Pemilik hati. Dia adalah orang yang telah menyucikan hatinya dan, karena itu, menjadi penjaga sekaligus tuannya. (lihat dzikrullah; muraqabah; qalb; sadanah).
shahib-i-kasyf:
Pemilik “penyingkapan”. (lihat ahl-al-kasyf wa al-wujud).
shahib sir:
Pemilik rahasia. Orang seperti ini adalah wali Allah (wali) yang telah merobek hijab atau tirai serta telah menemukan rahasia yang tidak bisa diungkapkan. “jika hakikat seorang sufi diungkapkan, maka dia akan disembah”. (lihat arifin; al-malaatiyyah; al-rajul; sirr; ubudah).
shahib syar’:
Orang yang menguasai hokum suci. Orang seperti ini adalah seorang nabi Allah. (lihat nabi).
shahib thab:
Manusia “alami”. Shahib tha adalah manusia alami yang tidak bisa memahami hakikat kesatuan (tawhid) karena keterikatannya pada dirinya sendiri. (lihat al-dunya; hubbb-i-dunya; nafs; ru’unah; thab).
shahih:
Sahih atau benar. Dalam tasawuf, banyak sabda nabi Muhammad saw. Dipandang sebagai “sahih” atau “benar” lebih berdasarkan “penyingkapan” (kasyf) disbanding periwayatan (naql). (lihat ahl al-kasyf wa al-wujud; naql; sunnah).
shalah:
Bershalawat atau berdoa. “sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada nabi. Wahai orang-orang beriman, bershalawatlah dan sampaikan salam kepadanya” (QS Al-Ahzab [33]: 56). Shalawat ini adalah manifestasi keagungan Allah atas kekasihnya, yang melaluinya cahaya ilahi dipancarkan kepada nabi Muhammad serta membawanya kehadirat ilahi. (lihat slam; shalat; shalawat).
shalah:
Shalat. Shalah mengacu secara khusus pada ibadat ritual. Inilah hubungan (silah) antara sang hamba (‘abd) dan tuhan (rabb)-nya. Wudhu (wudhu) sebelum shalat melambangkan hubungan dengan Allah. Tujuh posisi badan dalam shalat melambangkan tahap-tahap perjalanan spiritual kembali pada sumber dan juga tujuh tingkatan pengetahuan yang mesti dilewati dalam kenaikan (mi’raj)-nya. Ketika “orang yang melakukan shalat” (mushalli) menghampiri Allah, maka semakin dalam dan intens shalat yang dilakukan nya. Nabi Muhammad saw. Besabda, “shalat tanpa dirimu lebih baik dari tujuh puluh shalat.” Ketika hati disucikan melalui perjuangan spiritual dan mengingat Allah, dan ketika dia menempuh perjalanan kembali, sang penempuh jalan spiritual (salik) meninggalkan jiwa rendahnya. Pada mulanya, cahaya ilahi memancar pada hati sang salik-mushalli. Berangsur-angsur,  cahaya ini semakin terang dan menyebar. Akhirnya, dengn rahmat Allah yang tak terbatas, cahaya ini masuk dan menembus setiap zarrah diri dan wujudnya. Kemudian, dia melakukan shalat tanpa dirinya, karena “tak ada yang menyembah Allah selain Allah sendiri”. (lihat al-‘abd; “ana jalisun man dzakarani”; al-islam; mujahadah; mushalli; nafs; nur; “qiff ya Muhammad, a lana rabbika yushalla”; al-rabb; qurb; uns; wasilah).
shalawat:
Shalawat. Shalawat merujuk secara sangat khusus pada berkah yang dimohonkan kaum muslim atas nabi Muhammad saw. “sesungguhnya Allah dan para malikat-Nya bershalawat kepada nnabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah dan sampaikan salam kepadanya” (QS Al-ahzab [33]: 56). Ada banyak bentuk shalawat, dari yang pendek dan singkat hingga yang sangat dalam dan mistis di kalangan para syikh dalam tasawuf.  Seperti halnya ada banyak bentuk shalawat, maka begitu pula halnya dengan tingkatan-tingkatan makna yang terkandung dalam masing-masing shalawat. Dimulai dari sekadar mengucapkan shalawat di bibir, tanpa ada kesadaran tentang nabi Muhammad, hingga visualisasi kehadirannya yang penuh berkah, cahayanya, esensinya dan, akhirnya, hakikatnya. Dengan rahmat Allah, kemudian sang pecinta-hamba-arif akan memahami kata-kata nabi Muhammad, “aku adalah ahmad tanpa M” (“ana ahmad bila mim”). Inilah tahap kebingungan yang sangat. Sang pecinta tahu bahwa Muhammad al-mushtafa adalah ekstase itu sendiri dalam dadanya. Dia tahu bahwa Muhammad al-mushtafa adaalah hakikat mutlak dan kesempurnaan mutlak. Dalam memahami hakikat Muhammad ini, sang pecinta pun diam. Bagaimana kini ia menghampiri kekasih Allah? (lihat ahmad; “ana ahmad bila mim”; ghulam; habibullah; al-haqiqah al-muhammadiyyah; Muhammad; mushtafa; nur Muhammad; qasim; “qiff ya Muhammad, a lana rabbika yushalla”; wasilah).
shalih:
Nabi shalih a.s, yang melalui kata ini turunlah hikmah pembukaan (al-hikmah al-futuhiyyah).
shalihun:
Orang-orang shaleh. Shalihun adalah orang-orang yang suci dan saleh dengan enyandang berbagai sifat dan akhlaq mulia. (lihat makarim al-akhlaq; muktasab; nafs; rusukh).
shallahu ‘alayhi wa sallama”:
“semoga Allah melimpahkan shalawat dan salam kepadanya”. Setiap kali nama nabi Muhammad disebut, seorang muslim mengucapkan shlawat kepadanya, entah secara lisan atau dari lubuk hatinya.
al-shamad:
Yang maha mandiri. Salah satu nama indah Allah (al-asma’ al-husna).
al-shamadiyyah:
Kemaha mandirian abadi. Al-shamadiyyah adalah sebuah aspek dari esensi (dzat).
shan’ah:
Seni. Kaum sufi sering disebut-sebut sebagai orang-orang seni. Seni mereka adalah seni ma’rifah. Dan ma’rifah addalah cahaya yang dipancarkan Allah kepada hati siapa saja yang dikehendaki-Nya. Sang hamba sempurna dan pecinta Allah adalah sebuah “karya seni” sendiri karena dia adalah cermin yang memantulkan kesempurnaan Allah dalam kosmos. Namun, “karya seni” seperti ini hanya bisa diketahui dan dinilai oleh orang yang ditakdirkan untuk mencapai tingkatan tinggi pengetahuan tentang Allah. (lihat diwan; al-insan al-kamil; ma’rifah; mursyid; qawwal).
shiddiq:
Orang yang benar dan tulus. Shidiq terbesar adalah abu bakar al-shiddiq (semoga Allah meridhainya), sahabat tercinta nabi Muhammad saw.
al-shiddiqun:
Orang-orang yang benar dan tulus. Mereka ini adalah para wali, sahabat-sahabat terbesar Allah (awliya). “manakala mereka terlihat, maka Allah pun selalu diingat”. Mereka adalah cermin mengilap tempat Allah merenungkan kesempurnaan yang berasal dari nama-Nya sendiri. Al-shiddiqun adalah manusia-manusia paripurna. (lihat amanah; awliya; al-insan al-kamil; kamal; al-khalifah).
shifah:
Sifat atau kualitas yang dengannya Allah mengungkapkan diri-Nya secara relative. Sebuah sifat (shifah) adalah pancaran dari esensi ilahi yang melaluinya manusia bisa mendekati pengetahuan Allah. Esensi (dzat) tidak punya manifestasi tanpa manifestasi berbagai sifat (shifat). Esensi adalah sumber sifat-sifat dan sifat-sifat adalah sumber berbagai tindakan (af’al). (lihat af’al; asma’ shifatiyyah; dzat; sayr fi Allah).
shifah al-basyariyyah:
Sifat-sifat jasmani dari jiwa rendah yang harus diubah agar manusia bisa mnempuh jalan spiritual. (lihat al-basyar; hayawaniyyah; lathaif; nafs).
shifah al-jalaliyyah:
Sifat-sifat keagungan. (lihat jalal).
shifah jamaliyyah:
Sifat-sifat keindahan. (lihat jamal).
shifah al-rabbaniyyah:
Sifat-sifat ketuhanan. Manakala manusia menyandang segenap sifat dan akhlaq ilahi, maka dia beroleh sifat-sifat yang berkaitan dengan ketuhanan (rubbaniyyah). Sifat-sifat ketuhanan (al-shifat al-rubbaniyyah) ini kemudian mewujud dalam para penempuh jalan spiritual atau tarekat yang memperlihatkan berbagai keajaiban. Sekalipun pertujukan ini adalah tanda ketidakdewasaan spiritual, tetapi ini dibolehkan oleh segenap “keadaan spiritual” (ahwal) yang berhubungan dengan segenap “kedudukan” (maqamat) dalam perjalanan. (lihat al-‘abd; faqr; ghina; hal; karamat; maqam; rabbaniyyah; al-rajul; rububiyyah; takhallaqu; ubudah).
shifah nafsiyyah tsubutiyyah:
Sifat-sifat positif jiwa. Pengetahuan tentang shifah nafsiyyah tsubutiyyah adalah mustahil, karena esensi tidak bisa didefinisikan dan, karenannya, berada di luar sifat-sifat positif. Sifat seperti ini akan mendefinisikan dan membatasi (hadad) esensi, yang tidak terbatas dan tidak bisa didefinisikan. “tak ada sesuatu pun serupa dengan-Nya.”
shifah al-tasybih:
Sifat-sifat keserupaan. (lihat tasybih; tanzih).
al-shirath:
Jembatan atau titian di atas neraka yang membentang menuju surge. Dalam berbagai hadis dikatakan bahwa pada hari kiamat kelak, ketika setiap orang harus menyebrangi al-shirath, yang dibawahnya ada neraka, api akan berkata kepada seorang yang beriman kepada Allah (mu’min), “cepatlah. Ayo cepat maju. Cahayamu akan memadamkan apiku.” Para penempuh jalan spiritual, para pejuang ruhani (mujahidin) yang rindu ingin mengetahui Allah, menyebrangi al-shirath dalam kehidupan ini. Jembatan atau titian ini setipis rambut dan setajam pedang. Orang-orang yang berhasil melewatinya adalah manusia-manusia sejati. (lihat akhirah; jahannam; al-jannah; muhasabah; mujahadah; muraqabah; nar; suluk).
al-shirath al-mustaqim:                  
Jalan lurus. Al-shirath al-mustaqim adalah jalan yang telah ditetapkan oleh perintah prespektif (al-amr al-taklifi) dalam al-qur’an dan sunnah nabi Muhammad saw. Inilah jalan yang mengnatar manusia pada kebahagiaan. Inilah jaln kembali yang paling lurus dan, karenanya juga yang paling dekat kepada sang sumber. (lihat huda; nabi; al-qur’an; sunnah; usawah hasanah).
shufi:
Nama shufi berlaku pada pria atau wanita yang telah menyucikan hatinya dengan mengingat Allah (dzikrullah), menempuh jalan kembali kepda Allah, dan sampai pada pengetahuan hakiki (ma’rifah). Ada banyak pencari hikmah dan kebenaran. Akan tetapi, hanya orang-orang sadar yang mencari Allah semata yang pantas disebut shufi. Sebaliknya, orang yang pantas disebut dengan nama itu justru tak pernah memandang dirinya berhak beroleh kehormatan demikian. Karena dia telah sampai pada tingkatan tinggi dalam pengetahuan tentang Allah, maka dia tahu dengan yakin dan pasti bahwa “hamba tetaplah hamba dan tuhan tetaplah tuhan”. (lihat al-abd; adab; awliya; faqir; ghina; al-malamatiyyah; miskinl muflis; murid; mursyid; mushtawif; mutashawwif; al-mutawassithun; ubudah; uswah hasanah).
“al-shufi lam yukhlaq”:
“sang sufi tidak diciptakan”. Rindu paada rumah hakiki, pusat ilahi dan ketenangan dal;am hati manusia, sangatlah penuh dengan berkah. Sebab, kerinduan seperti ini adalah anugrah dari Allah; inilah rahmat Allah. Dan kerinduan hakiki semisal ini membiarkan orang yang menderita karenanya tidak bisa tenang dan diam. Dia akan mengabdikan segenap siang dan malamnya pada amalan yang akan membawanya “kembali ke sana” berusaha kembali pada “ keadaan dirinya semulaaaa”. Sang shufi adalah orang yang kembali pada ketiadaan dirinya sendiri dalam pengetahuan tentang Allah. Dia bukan sesuatu (la syay). Sang shufi tidaklah diciptakan. (lihat kalam-i-dzati; la syay; sukun; shufi).
shuhbah:
Persahabatan. Istilah ini berlaku sangat khusus pada hubungan spiritual anatara mursyid dan murid-nya. Dasar persahabatan ini adalah percakapan atau perbincangan mistis, yang sama-sama meningkat kadarnya ketika hati sang murid menjadi suci dan bening di bawah bimbingan mursyid. Inilah cinta timbale-balik yang sangat dalam berdasarkan cinta murni kepada Allah. (lihat adab al-shuhbah; isyarah; kalam-i-dzati; kalam-i-tafshili; murid; mursyid; simsimah).
shurah:
Bentuk. Bentuk lahiriah suatu entitas menyembunyikan makna (ma’na) batiniyah. Wahyu adalah bentuk lahiriah yang mengandung pengetahuan Allah mengenai dirinya dan ciptaan-Nya. Tugas tasawuf adalah menembus tirai bentuk untuk menyingkap makna di dalamnya. Nabi Muhammad al-mushtafa saw. Berdoa, “ya Allah, tunjukanlah padaku hakikat segala sesuatu sebagaimana adanya.” (lihat ahl al-kasyf wa al-wujud; “allahumma arana haqaia al-asyya kama hiya”; hijab; kasyf; ma’na; wujud).
al-shurah al-muhammadiyyah:
Bentuk Muhammad. Allah menciptakan bentuk Muhammad dari cahaya yang berasal dari nama-Nya, yang maha berkuasa dan maha mencipta (al-badi’ al-qadir). Allah memandangnya dengan nama-Nya yang maha member dan maha menaklukan (al-mannanu al-qahir), dan kemudian Allah menampilkan diri-Nya di dalamnya dengan nama-Nya, yang maha lembut dan maha mengampuni (al-lathif al-ghofur). Dari al-shurah al-muhammadiyyah inilah kosmos diciptakan. “aku berasal dari cahaya Allah dan segenap dunia berasal dari cahayaku”. (lihat “ana ahmad bila mim”; al-haqiqah al-muhammadiyyah; “lawlaka, ma  khalaqtu al-aflaka”; Muhammad; mushtafa; nur muhammadiyyah).
shurah mukhshushah:
Suatu bentuk cerapan indrawi. Dunia imajinasi adalah “tempat” makna-makna mengambil bentuk indrawi. (lihat khayal; mitsal; ru’yah).
shuwar:
Bentuk-bentuk. Segala sesuatu di kosmos adalah bentuk-bentuk ya g mengandung makna-makna. (lihat hijab; ma’na; shurah).
shuwar jasadiyyah:
Bentuk jasmaniah dari objek-objek imajinasi yang disaksikan dalam alam imajinasi.
shuwar al-rabbaniyyah:
Bentuk-bentuk ilahiah. Istilah ini sinonim dengan nama-nama tuhan.
sidi:
Tuanku. Bahasa afrika utara untuk sayyidi.
sidrah al-muntaha:
“pohon teratai di batas terjauh”. Pohon ini menandakan batas akal atau intelek. Pohon ini ada di ujung paling jauh alam semesta. Di balik itu, tidak ada sesuatu pun kecuali kedirian mutlak (al-huwiyyah). (lihat al-aql; buraq; hadhrah al-malakut; al-huwiyyah; jibra’il; ladunni; laylah al-mi’raj; ma’qul; rafraf; wahdat-i-dzatiyyah; wahdat-i-makaniyyah; wahdat-i-zamaniyyah).
sijjin:
Penjara. Sijjin adalah tubuh lumpur yang memasung ruh yang rindu. Selama sama’ berlangsung, sang pendengar bisa mencapai dan mengalami ektase. Pada saat seperti ini, ruh (ruh)-nya lepas dan kembali kea lam samawi. Sesudah mengalami “kebebasan terbang” ini, sang pecinta kemudian “pergi keluar untuk berjumpa dengan ekstase di tengah perjalanan” (tawajud). (lihat al-aql; faqd; hayrah; isyq; qawwal; ruh; sama’; sama’; tawajud; wajd; wujud).
silsilah:
Mata rantai spiritual. Mata rantai spiritual dalam setiap tarekat bersambung kepada nabi Muhammad saw. Hingga ke syikh yang sekarang. Dengan keterikatannya pada silsilah inilah murid yang baru ditahbiskan punya sarana untuk menempuh dan melakukan perjalanan menuju Allah di bawah lindungan ilahi.(lihat al-shuhbah; barakah; bay’ah; idzn; Muhammad; murid; mursyid; mushtafa; nafas; salik; shuhbah; thariqah).
simsimah:
tidak bisa dilukiskan lewat kata-kata. Ia hanya bisa dipahami dari hati ke hati, oleh orang yang juga mengetahui kebenaran itu. (lihat dzawq; ibarah; isyarah; ishtilah; kasyf; kibrit ahmar; luthf).
simurgh (al-‘anqa’):
Burung bulbul atau phoenix mitos yang menghuni gunung qaf. Inilah burung terbesar dan tinggal di ujung dunia. Ia melambangkan angin yang di dakamnya dan dengannya secara spiritual Allah membuka jasad material dunia ini. Ia adalah lambing ruh wali atau wali itu sendiri. Seperti burung legendaries yang hanya sekadar nama tanpa bentuk, simurgh kadang-kadng menggambarkan al-habah, debu primordial yang dengannya segala sesuatu maujud. (lihat al-habah; qaf; wali).
sirr:
Rahasia atau misteri. Sirr adalah substansi halus dan lembut (lathifah) dari rahmat Allah. Inilah relung kesadaran paling dalam, tempat komunikasi rahasia antara tuhan (rabb) dan hamba (abd)-Nya. Inilah tempat paling tersembunyi di mana Allah memanifestasikan rahasia-Nya kepada diri-Nya sendiri. (lihat al-abd; “ana ahmad bila mim”; al-haqiqah al-muhammadiyyah; kalam-i-dzati; latha’if; “lawlaka, lawlaka ma khalaqtu al-aflaka”; al-rabb; sukun).
sirr al-hal:
Rahasia keadaan spiritual. Inilah realisasi dari apa yang ingin diungkapkan Allah kepada orang yang mengalami keadaan spiritiual tertentu (hal). (lihat hal; kasyf).
sir al-haqiqah:
Rahasia hakikat. Sir al-haqiqah adalah apa yang tidak bisa diungkapkan lewat kata-kata. Ia hanya bisa disinggung melalui kiasan lembut dan halus (isyarah). (lihat halawah; isyarah; kalam-i-dzati; kibrit ahmar; simsimah; sukun).
sir al-‘ilm:
Rahasia pengetahuan. Istilah ini menunjukan realitas yang ada bagi pemilik pengetahuan itu. (lihat ‘ilm).
sir al-khushusiyyah:
Misteri atau rahasia kaum pilihan. Sir ini adalah hakikat paling dalam dari wali-wali Allah. Karena kecemburuan Allah kepada orang-orang pilihan-Nya, maka dia pun menyembunyikan rahasia mereka. “para wali-Ku adalah jubah-Ku. Tak ada seorang pun mengenal dan mengetahui mereka kecuali Aku”. (lihat awliya; al-ghayarah; ghulam; al-haqiqah al-muhammadiyyah; khashasah; al-khashshah; wilayah).
sir al-sirr:
Rahasia segala rahasia. Misteri dalam misteri. Napas dalam napas. Inilah kelembutan dan kehalusan paling besar yang dengannya Allah mengasingkan diri-Nya dari hamba-Nya.
sitr:
Tirai atau hijab atau penutup. Sesungguhnya, Allah tidak meletakkan apa pun di balik tirai. Yang menutupi kebenaran adalah “kejahilan-mu” atau dirimu sendiri”. Menghilangkan kedua tirai ini menyingkapkan kebenaran yang tidak akan pernah terhijab lagi. (lihat ahl al-kasyf wa al-wujud; al-sattar; wujud).
siwa:
Yang lain. Siwa adalah yang “bukan Allah”. (lihat arifin; al-haqiqah al-muhammadiyyah; ma siwa Allah; al-muhaqqiqun).
su’ al-adab:
Tata karma atau adab yang tidak baik. Su’al-adab adalah kekurangajaran dan ketidaksopanan pada sesuatu atau waktu atau lingkungan, yang sesungguhnya ditunjuk kepada Allah. Su’ al-adab adalah buah pahit dari kejahilan (jahil). Bertambahnya pengetahuan tentang Allah akan memperbaiki tata karma (adab) kepada Allah. (lihat al-abd; adab; al-adib; al-arif; jahil; uswah hasanah).
al-subbuh:
Yang maha suci. Sebuah nama ilahi.
sufli:
Apa yang rendah. Lawannya adalah apa yang tinggi (ulwi). Kosmos terdiri atas berbagai pasangan seoerti ini. (lihat zawj).
sujud (sajdah):
Sujud. Sujud adalah simbol lahiriah dari peniadaan diri sang hamba (abd) di dalam tuhan (rabb). Ini adalah peleburan sang pecinta di dalam sang kekasih. “jika allah yang engkau kehendaki, sujudlah di kerndahan debu di hadapan tuhan satu-satunya dan yang maha esa”. (lihat sajdah).
sukr:
Kemabukan spiritual. Sukr adalah hilangnya kesdaran diri karena pengaruh spiritual yang kuat, misalnya tenggelam dalam dzikrullah, menemukan Allah dalam “konser spiritual” (sama), dalam pandangan wali allah. Sukr adalah keberlimpahan cinta allah di dalam hati dan berpuncak pada peleburan diri di dalam Allah. Mereka yang meminum mata air kafur (ayn al-kafur) bakal merasakan kemabukan anggur ilahiah. Mereka menjadi satu dengan mata air itu. Para wali besar Allah merahasiakan realitas batiniah mereka. Mereka berada dalam kesetimbangan. “secara batiniah mereka dalam ‘kemabukan’, tetapi secara lahiriah mereka dalam ‘ketidakmabukan’”. Akan tetapi, seorang pecinta tak dapat meminum dari mata air tasnim sebelum meminum dari mata air kafur. Dia haruslah mengalami “kemabukan” terlebih dahulu sebelum kembali pada “ketakmabukan”. Tanpa “ketakmabukan” (sahw) itu dia tak bakal menyadari keberlimpahan keindahan dalam “kemabukannya” (sukr) itu. (lihat asyq; ayn al-kafur; al-malamatiyyah; al-muqarrabun; sahw; sama’; tasnim).
sukr al-jam’:
Kemabukan penyatuan. Ini adalah kemabukan yang dialami ketika penyatuan murni tidak meninggalkan individualitas atau keberpisahan. (lihat “aw adna”; jam al-jam’l qaba qawsayn; washl).
sukun:
Kebiusan. Ini adalah kebiusan esensi yang dengannya sang pecinta Allah rindu untuk berpulang. (lihat adz-dzatiyyun; kalam-i-dzati; mi’raj al-tahalil; “ash-shufi lam yukhlaq”; uruj al-tarkib).
sulaiman:
Nabi sulaiman a.s. yang melalui kata ini turunlah hikmah kasih sayang (al-hikmah ar-rahmaniyyah).
sulthan:                                                             
Raja. Nabi Muhammad saw. Adalah sulthan bagi seluruh manusia, namun hanyalah mereka yang mencintai beliau tanpa syarat yang mengetahui bahwa beliau adalah sang raja itu. (lihat “ana ahmad bila mim”; ahmad; fana’ fi rasul; ghulam; habibullah; al-haqiqat al-muhammadiyyah; mawla; Muhammad; mushtafa; qadam rasul; qasim; sayyiduna).
suluk:                                                                           
Perjalanan. Suluk adalah perjalanan di jalan spiritual menuju sang sumber. Ini adalah metode perjalanan melalui berbagai keadaan dan kedudukan, di bwah bimbingan seorang guru spiritual (pir, syikh, mursyid). Seseorang yang menempuh jalan ini disebut salik. Sang hamba yang telah jauh berjalan menuju Allah adalah yang telah sungguh-sungguh menunjukan penghambaannya kepada Allah. “sunggguh , aku menginginkan mereka lebih dari mereka menginginkan aku” adalah ungkapan indah dalam sebuah hadis qudsi. (lihat bay’ah; darwis; idzn; isti’dad; murid; mursyid; mutashawwif; al-mutasgawwifun; nafs; safar; sayyid; sayr; salik; silsilah).
sunnah:                                                                                                       
Pengetahuan yang mengenai perilaku indah berdasarkan panutan indah (uswah hasanah) nabi Muhammad saw. Mengikuti tata cara sunnah dan menghayati makna yang terkandung di dalamnya adalah jalan paling jelas yang menyiapkan manusia untuk menerima pengetahuan ilahiah. (lihat din; huda; husn al-akhlaq; ma’na; nabi; al-qur’an; rasul; surah; uswah hasanah).
sunnah hasanah:
Kebiasaan baik. “jika seseorang menetapkan suatu kebiasaan baik (sunnah hasanah) dalam agama islam dan kemudian diamalkannya, dia bakal beroleh pahala manakala kebiasaan tersebut diamalkan pula oleh orang lain tanpa sedikit pun mengurangi pahala orang yang melakukan itu” (hadis). (lihat bid’ah hasanah; sunnah; ummah).
sur:
Benteng. Benteng (sur) yang di dalamnya sang hamba boroleh perlindungan abadi adalah “tiada tuhan melainkan allah” (la ilaha illa Allah). Landasan (asas) yang mendasari benteng tak tembus ini adalah Allah. Pintu benteng itu adalah “ Muhammad adalah utusan Allah” (muhammadu rasulullah), sedangkan kuncinya adalah “ tiada daya dan kekuatan kecuali dengan Allah” (la hawla wa la quwwata illa billah). Benteng itu berikut landasan, pintu, dan kuncinya membentuk bangunan mulia (tahsin asy-syarif) yang di dalamnya sang hamba beroleh keamanan. (lihat al-abd; asas; bab; la hawla wa la quwwata illa billah al-ali al-azhim; la illaha illa Allah; miftah; Muhammad rasulullah; tahsin).
syaffaf:
Tembus cahaya. Ruh-ruh itu tembus cahaya (syaffaf) tapi memiliki kelembutan dan kehalusan. Dan manakala maujud dalam bentuk tubuh jasmani, ruh-ruh itu tampak padat (katsif) karena kepadatan tubuh jasmani. (lihat jasad; katsif; khayal; lathif; ma’na; shurah).
syahadah (kalimah):
Kesaksian atau pengakuan. Kesaksian utama yang mendefinisikan keesaan (tawhid) adalah kesaksian iman islam (syahadah), “tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah” (la ilah illa Allah, Muhammad rasulullah). (lihat la ilah illa Allah; Muhammad rasulullah).
syahadat-i-zhahir:
Alam segala sesuatu yang tampak.
Al-syahid:
Yang maha menyaksikan. Salah satu nam indah Allah (al-asma’ al-husna).
syahid:
Saksi atau bukti. Syahid adalah jejak yang meninggalkan “kesaksian” (musyahadah) dalam hati orang yang menyaksikan (musyahid). Saksi sejati (syahid) Allah adalah orang yang gugur di jalan Allah dan menjadi seorang martir. Ketika disadari bahwa yang ada “hanya Allah” (illa Allah), maka diketahui dengan pasti bahwa Allah adalah saksi (syahid). (lihat arifin; musyahadah; tajalli).
syahwah:
Syahwat atau nafsu. Inilah kekuatan dasar dalam jiwa hewani yang bertentangan dengan hokum suci. Sang penempuh jalan spiritual haruslah menundukkan nafsunya dengan berlatih keras melalui disiplin asketis (riyadhah) dan perjuangan spiritual (mujahadah). Syahwat (syahwah) berkaitan erat dengan hawa nafsu (hawa) dan merupakan salah satu lapisan yang menutupi hati. (lihat hawa; hayawaniyyah; inhiraj; I’tidal; mujahadah; nafs; riyadhah; al-thabib; al-ilahi).
syikh:
Guru spiritual. Dia adalah pembimbing otentik dan satu-satunya yang dituuju oleh sang  pencari kebenaran dalam pencariannya. Dengan berpaling kepada guru spiritual, sang pencari pun berpaling kepada Allah yang maha kuasa. (lihat idzn; mursyid; nafas).
al-syajarah:
Pohon atau manusia paripurna. (lihat al-insan al-kamil).
syajarah al-wujud:
Pohon eksistensi. Allah adalah akar, nama-nama ilahi adalah dahan, dan kita semua adalah buahnya (dan dia adalah buahnya !). (lihat ahl al-kasyf wa al-wujud; asma’; wujud).
Al-Syakur:
Yang maha bersyukur. Salah satu nama inadah Allah (al-asma’ al-husna).
syams:
Matahari. Nabi Muhammad al-mushtafa adalah matahari segenap rahasia samawi (syams-i-sama’I al-asrar). Entitas-entitas yang ada adalah bayangan yang disoroti oleh cahaya cemerlang-Nya. Dialah matahari cahaya pagi. “terangilah dunia, yang sudah terlalu lama dalam kegelapan, dengan nama Muhammad yang cemerlang”. Syams adalah juga simbol bagi ruh. (lihat “ana ahmad bila mim”: dhuha; idrak; “lawlaka, lawlaka, ma khalaqtu al-aflaka; nur Muhammad; ruh; zhill).
sya’n:
Tugas atau urusan atau keadaan. Dalam setiap maujud, dalam setiap waktu terbagi, Allah senantiasa berada dalam tuga, keadaan atau urusan (sya’n) baru. “tugas-tugas yang selalu berubah” (syu’un) ini adalah “ pembaruan penciptaan dalam setiap saat” (tajdid al-khalq fi al-anat). (lihat arifin; ayyam Allah; khalq jaded; la takrar fi al-tajalli; nafas; qalb; tajdid al-khalq fi al-anat; taqallub).
syaqa:
Keterkutukan. Inilah tahap yang dicapai dengan mengikuti segenap keinginan dan angan-anagan diri sendiri. Keingkaran adalah keadaan orang yang terkutuk (syaqi), sementara kepatuhan adalah keadaan orang yang bahagia. Kesesatan (idhlal) mendorong manusia pada keterkutukan. Bimbingan (huda) mengantar manusia pada kebahagiaan (sa’adah). (lihat hawa; iblis; idhlal; jahannam; mushtawif; nafs; nar).
syarab:
Minuman. Anggur cinta ilahi (isyq) dituangkan oleh sang pembawa cangkir (saqi). Sesudah sang pecinta (asyiq) merasakan manisnya yang  tak terlukiskan, dia pun hilang dalam diri-Nya. Tetesan ke dalam lautan dan hilang! (lihat saqi).
syari’ah:
Hokum suci. Syari’ah menampakkan hakikat ilahi (haqiqah). Ia memberikan semua prinsip dan sarana bagi manusia untuk mengembangkan pengetahuan hakiki dan memperoleh sifat-sifat akhlak mulia. Mereka yang “mengenal” Allah tidak pernah meninggalkan hokum suci-Nya. Adab mereka kepada Allah menjaga mereka agar tidak melepaskan neraca hokum dari tangan mereka. (lihat al-abd; adab; furqan; husn al-akhlaq; al-islam; al-mizan; nabi; qur’an).
syarif:
Mulia. Orang paling mulia adalah nabi Muhammad saw. Dia adalah wilayah suci dan mulia (haram al-syarif). (lihat ghulam; haram al-syarif; Muhammad; mushtafa; shalawat).
syarik:
Sekutu. Allah, tuhan yang maha tinggi, jauh dari apa yang mereka nisbatkan kepada-Nya. Dosa yang tidak bisa diampuni adalah menyekutukan Allah dengan sesuatu  apa pun. Allah sama sekali tidak punya sekutu. (lihat islam-i-majazi; kufr-i-haqiqi; la ilaha illa Allah; syirk; syirk-i-khafi).
syarr:
Keburukan. Pada dirinya sendiri, “keburukan” adalah ketiadaan murni (adam) dan menunjukan segala sesuatu yang tidak bisa menerima rahmat ilahi. Pengetahuan adalah cahaya dan cahaya adalah eksistensi. Karena itu, “keburukan” adalah kejahilan yang merupakan kegelapan dan ketiadaan. Allah, yang maha mungkin dan kesempurnaan mutlak, memerlukan manifestasi syarr. Sebab, tanpanya, kesempurnaan tidak akan sempurna karena terbatas. Apa yang kelihatan buruk adalah hubungan (idhafah) actual yang ada antara berbagai nama yang bertentangan (al-asma’ al-mutaqabilah). (Lihat adam; al-asma’ al-mutaqabilah; idhafah; jam’uhu al-dhiddayn; tawhid).
syath:
Ucapan ekstatik. Syath diucapkan ketika orang yang mengalami ekstase berada dalam keadaan kemabukan spiritual (sukr). Bagi “orang luar”, ucapannya mungkin tampak bertentangan dengan hokum suci (syari’ah), sombong, tak mengandung bobot pemikiran, dan bahkan menjurus pada kemusyrikan (syirk). Sang arif sempurna secara batiniah mabuk dan secara lahiriah tidak mabuk. Dia menyembunyikan segenap rahasia yang tidak akan diungkapkannya ituu. “Jika hakikat seorang sufi diungkapkan, maka dia akan disembah”. Kehambaan (ubudah)-nya menjaga tata karma (adab)-nya kepada Allah. (Lihat al-abd; ayn al-kafur; baqa; al-malamatiyyah; sahw; syirk; sukr; tasnim; ubudah).
syawq:
Kerinduan yang intens kepada kekasih. Syawq adalah kerinduan untuk melihat sang kekasih, dan kerinduan untuk dekat dengan kekasih, dan kerinduan untuk bersatu dengan kekasih, serta kerinduan yang intens untuk meningkatkan kerinduan. Dikatakan bahwa “tarikan napas” adalah gerak kerinduan pada kekasih dan dalam “bernapas” inilah dirasakan adanya kenikmatan. Tarikan napas orang yang mengalami ekstase dan ada di bawah tarikan ilahi member kesaksian atas hal ini. (Lihat asyiq; hayrah; isyq; jadzbah; nafas; qawwal; sama’; wajd).
syay’:
Sesuatu atau “sesuatu yang mungkin” atau entitas. Syay’ bisa menunjukan “sesuatu” yang ada atau “sesuatu “yang tidak ada. Kata “sesuatu” (syay’)- “yang paling tidak tertentu dari yang tidak tertentu” (min ankar al-nakirat)- bisa diterapkan pada segala sesuatu apa pun kecuali Allah sendiri. “… Allah maha berkuasa atas segala sesuatu” (QS Al-Baqarah [2]: 284). (Lihat la syay’).
syay’iyyah:
“Kesesuatuan”. Inilah keadaan atau situasi berbagai entitas. (lihat la syay’).
al-syay’ al-tsalits:
Sesuatiu ketiga. Sesuatu pertama dalah “apa yang ada dengan sendirinya” (Wujud Mutlak). Sesuatu kedua adalah “apa yang ada melalui yang lain” (segala sesuatu selain Allah). Sesuatu ketiga adalah “apa yang maujud maupun yang tidak maujud”. Sesuatu ketiga adalah Sekat Tertinggi (al-barzakh al-a’la). (lihat al-barzakh al-a’la).
syaythan:
Setan. Syaythan menggambarkan fakultas-fakultas rendah. Ia mengeram dan bersembunyi dalam jiwa rendah (nafs) dan terus-menerus beruasaha menjerembahkan manusia dan menjauhkannya dari Allah. Jihad besar (al-jihad al-akbar) dilakukan untuk melawan segenap kecenderungan setan ini. (Lihat akhirah; dzikrullah; iblis; jahannam; al-jihad al-akbar; mujahadah; mujahid; nafs; nar).

Penyembuhan. Dokter ilahi (al-thabib al-ilahi) memberikan dosis obat yang tepat untuk menyeimbangkan (I’tidal) keadaan spiritual segenap pasien (murid)-nya dan memulihkan struktur tubuh (mizaj mustaqim) mereka yang harmonis. Inilah penyembuhan hakiki. (Lihat husn al-akhlaq; I’tidal; murid; mursyid; al-thabib al-ilahi).
syirk:                                                                              
Menyekutukan Allah dengan sesuatu. Syirk adalah dosa tak terampuni. Sebab, ini bertentangan dengan ajaran islam, yakni keesaan (tawhid). (Lihat al-islam; islam-i-majazi; kufr-i-haqiqi; la ilaha illa Allah; syirk-i-khafi; al-nadatsiyyah).
syits:
Nabi syits a.s., yang melalui kata ini turunlah hikmah inspirasi ilahi (al-himah al-nafatsiyyah).
syu’ayb:
Nabi syu’ayb a.s., yang melalui kata ini turunlah hikmah hati (al-hikmah al-qalbiyyah).
syuhud:
Penyaksian. Kaum arif dan para pecinta Allah, para sufi agung, mengenal Allah dengan menyaksikan Allah dalam segenap pengungkapan diri-Nya. Allah memili wujud serba-meliputi (wujud) dan para sufi agung mempunyai penyaksian serba-meliputi (syuhud) tentang Allah. Karena “pengungkapan diri Allah tak pernah berulang” (la takrar fi al-tajalli), maka setiap penyaksian (syuhud) dari masing-masing saksi (syahid) pun berbeda satu sama lain! (Lihat la takrar fi al-tajalli; musyahadah; syahid; tajalli).
syukr:                                                                
Syukur atau berterima kasih. Kedudukan syukur mengisyaratkan kesadaran serba mencakup ihwal keluasan rahmat Allah atas hamba-Nya. Orang yang menggabungkan syukur dengan sabar (shabr) adalah orang yang memiliki hikmah (hikmah). (Lihat adab; hikmah; al-in’am; anayah; al-ni’mah; rahmah; shabr).
syurb:
Minum. Syurb adalah tahap kedua dalam setiap kedudukan (maqam). Yang pertama adalah “mersakan” (dzawq) dan yang ketiga adalah “memuaskan dahaga” (ri). Ketiga tahap ini dialami dalam setiap kedudukan (maqam) sebelum sang penempuh jalan spiritual (salik) meneruskan perjalanan menuju kedudukan (maqam) berikutnya. Sang pecinta yang minum anggur murni (syarab) berupa cinta ilahi tidak pernah mengalami “pemuasan dahaga”. Dahaga serta kehausannya bersifat abadi. (lihat dzawq; la maqam; qawwal; ri; sama’; saqi; syarab; wajd).
T
ta’ajjub:
Ketakjuban. Ketika tirai disingkapkan dan sang hamba takjub menyaksikan Allah dalam setiap ruang dan waktu. Setelah sang hamba tenggelam dalam sang sumber, dia kemudian kembali pada kondisi manusiawi untuk bekerja dengan Cara Allah. Ketika itu Allah terlihat di setiap penampakkan dan terdengar di setiap suara. Ketika itu “kemanapun engkau menghadap disitulah  wajah Allah” (QS Al-baqarah [2]: 115) menjadi kenyataan. Dan penglihatan sang hamba pun dipenuhi ketakjuban. (Lihat al-abd; arifin; “Allahumma arana haqaiq al-asyya kama hiya”; ayn al-kafur; baqa; fana’; fi sabilillah; al-haqiqah al-muhammadiyyah; hayrah; hijab; isyq; kasyf; sama’; tasnim; wajd).
 ta’alluh:
Menuhan. Istilah ini menunjukan kondisi manakala sang hamba tenggelam dalam nama Allah. Ketika itu tiada penglihatan, tiada pendengaran, tiada perkataan. Semuanya adalah Allah. Semua indra mengalami spiritualisasi dan sang hamba “melihat tanpa mata”, “mendengar tanpa telinga”, “berbicara tanpa lidah”. (Lihat al-abd; baqa; dzikrullah; fana’; hayat al-syaur; hub al-faraidh; hub an-nawafil; insane kamil; kamal; mujahadah; nafs; qurb; qurb al-faraidh; qurb al-nawafil).
ta’alluq:
Keterhubungan atau keterkaitan. Ta’alluq menunjukan hubungan, misalnya natara sifat dan objeknya, atau nama dan efeknya. Ketika kita meninjau “peniadaan diri” (fana’) dalam tiga tingkatan, ta’alluq menduduki tyingkatan ketiga. Ini menunjukan bahwa sang arif tetap terikat kuat dengan sifat utama kewalian (wilayah) dan tidak pernah berlepas darinya dalam situasi apa pun. Tingkatan pertama dan kedua dari fana’ adalah takhalluq dan tahaqquq. (Lihat al-abd; fana’; tahaqquq; takhalluq; ubudah; wilayah).
ta’ayyun:
Menjadi ada atau menjadi entitas. Ta’ayyun adalah kedirian, individualisasi atau entifikasi. Istilah ini diterapkan berkenaan dengan proses penurunan wujud murni dalam berbagai tingkatan entitas. Manusia adalah wujud mutlak yang dibatasi oleh ta’ayyun (individualisasi). (Lihat al-hadharah; fana’; tahaqquq; takhalluq; ubudah; wilayah).
 ta’ayyun awwal:
Entifikasi pertama, epifani pertama, kedirian pertama, atau turunan pertama. Ini adalah alam keterpaksaan (jjabarut), hakikat Muhammad (al-haqiqah al-muhammadiyyah), atau buku tertulis (al-kitab al-masthur). Disebut juga “atau lebih dekat” (aw adna), tirai kemuliaan (hijab al-izzah)), dan cinta hakiki (isyq al-haqiqi). (Lihat “aw adna”; al;-haqiqat al-muhammadiyyah; hijab al-izzah; isyq al-haqiqii; jabarut; al-kitab al-mathur).
ta’ayyun jasadi:
Entitas wujud dalam jasad. (Lihat jasad).
ta’ayyun mitsali:
Entitas wujud dalam immajinasi. (Lihat mitsal).
ta’ayyun ruhi:
Entitas wujud dalam ruh. (Lihat ruh).
ta’ayyun tsani:
Entifikasi kedua atau epifani kedua. Ini adalah alam malaikat (malakut) dan disebut juga alam imajinasi, “Pohon teratai di batas terjauh” (sidrah al-muntaha), napas yang maha pengasih (nafs al-rahman) dan awan (al-ama). Inilah barzakh tertinggi (al-barzakh al-a’la). (Lihat al-barzakh al-a’la; nafs al-rahman).
tabaddul:
Perubahan terus-menerus. Hati (qalb) dan segala ciptaan lain mengalami perubahan terus-menerus disetiap waktu. Dengan mencermati (muraqabah) hatinya sang arif beroleh pengetahuan tentang perubahan terus-menerus (tabaddul) yang mengantarkannya pada pengetahuan tentang Allah. (Lihat afadha; khalq; la takrar fi al-tajalli; muraqabah; qalb; tajdid al-khalq fi al-anah).
tabattul:
Penghambaan yang setia. Tabattul adalah karakteristik kalangan manusia tuhan yang dikenal sebagai “kalangan penyembah” (al-ubudah). (Lihat al-ubuidah).
tabi’:
Pengikut. Istilah ini mengacu pada pengikut nabi Muhammad saw. Sang pengikut berusaha keras untuk meneladani karakter indah dan sempurna nabi. Seorang wali pastilah seorangh pengikut (tabi’) nabi Muhammad dan tidak pernah berlepas diri dari bimbingan beliau. Menjadi seorang pengikut sejati yang sepenuhnya terikat dengan sang guru kita, sayyiduna Muhammad, merupakan anugrah dari Allah. (Lihat afadhah; ghulam; al-kautsar; Muhammad; mushtafa; qadam; rasul; shalawat; uswah hasanah; wali).
 ta’bir:
Tafsir mimpi. Seorang penafsir mimpi dapat menemukan makna tersembunyi dari bentuk cerpen mimpi. Kemudian sang penafsir (mu’abbir) menangkap makna itu secara batiniah. (Lihat ibarah; mu’bbir; ru’ya).
tadalli:
Menurun. Istilah ini menunjukan turunnya (munazalah) Allah ke dalam dunia ciptaan. Sang hamba Allah merasakan kehadiran allah melalui pendekatan diri (tadani) kepada-Nya beroleh visi Allah.
tadani:
Mendekat. Istilah ini menunjukan kenaikan para hamba yang didekatkan Allah (al-muqarabun). (Lihat al-muqarabun).
tadbir:
Penataan atau pengaturan. Jiwa mengatur tubuh dengan dua cara. Pertama, secara intristik dan ini bersifat sangat esensial. Kedua, dengan suatu cara yang diperoleh melalui kedewasaan spiritual dan perjuangan yang disadari. Jiwa mengatur tubuh dengan mengarahkannya pada jalan kesempurnann dirinya. Untuk beroleh pengetahuan tentang Allah sang hamba tidak boleh mengatur tubuh untuk kepentingan dirinya sendiri. (Lihat al-abd; alam shaghir; insane kabir; insane al-kamil; jism; al-rabb; ruh).
tadhyi’ al-waqi:
Menyia-nyiakan waktu. Allah menciptakkan alam semesta hanyalah supaya manusia dapat mengenal Allah. Oleh karena itu, mengajar pengetahuan tentang “selain Allah” adalah “menyia-nyiakan waktu”.
tadzakkur:
Berzikir. (Lihat “ ana jalisu man dzakarani”; dzakir; dzikrullah).
tafadhul:
Derajat atau hierarki kemuliaan. Alam semesta (atau seluruh eksistensi) memiliki derajat kemuliaan (atau urutan hierarkis) dalam setiap kualitas dan sifat. Tiada dua hal yang benar-benar sama. Pengetahuan manusia tentang Allah menentukan derajat kemuliaan dan kesempurnanan manusia. (Lihat amanah; arifin; ahl allah; hayawaniyyah; maratib; ma’rifah; munafiq).
tafakkur:
Refleksi atau perenungan terhadap sesuatu. Akar dari seluhuh maujud adalah nama-nama allah yang maha indah (asma’ al-husna). Oleh karena itu, tafakkur berkaitan dengan nama-nama allah, bukan dzat-Nya. (Lihat ahl-ashl al-ilahi; asma’ al-husna; dzat; al-fikr; mustanad).
tafrid:
Isolasi atau pengasingan batiniah. Tafrid adalah pengasingan sang hamba dari segala sesuatu kecuali kebenaran yang bersemayam dalam dirinya. (Lihat halawah; jalwah; khalwah).
tafriqah:
Pemisahan. Tafriqah menunjukan keadaan ketika sang mistikus menyadari dirinya sendiri sebagai seorang individu dan kembali pada keadaan dirinya itu setelah mengalami kemabukan dengan sang kekasih. Derajat tertinggi pengenalan sang hamba kepada Allah (ma;rifah) adalah perpaduan antara penyatuan (jam’) dan pemisahan (tafriqah). (Lihat al-abd; ayn al-kafur; baqa; fana’; jam al-jam; jam’u; tafriqah; al-muqarrabun; sahw; sukr; tasnim; wajd).
tafshil:
Cara yang berbeda-beda. Sifat-sifat tuhan. Memanifestasikan diri dalam alam semesta dengan cara-cara yang berbeda-beda dan tak terbatas. Akar dari alam semesta adalah Allah, sedangkan alam semesta itu sendiri adalah manifestasi dari nama-nama tuhan. Semua yang kita saksikan sebenarnya adalah nama-nama-Nya. Manusia adalah bentuk lahiriah dari semua nama-Nya yang serba meliputi (ijmal), sedangkan alam semesta adalah bentuk lahiriah dari nama-nama-Nya yang berbeda-beda. (Lihat asma; ijmal; insane al-kamil; ma’na; shurah).
taghadzdzi:
Pemberian rezeki. Taghadzdzi dipasok oleh makanan yang menghidupi seluruh tubuh. Segala sesuatu yang ada mengambil rezeki dari tuhan karena segala sesuatu bergantung kepada-Nya. Tuhan juga mengambil rezeki dari segala sesuatu yang ada karena melalui segala sesuatu itulah ia memanifestasikan diri. (Lihat ghina).
tahakkum:
Control kekuasaan. Ini adalah sifat para wali Allah. Sifat ini menunjukkan aktivitas spiritual yang dapat mengakibatkan peristiwa luar biaasa. (Lihat awliya; himmah; karamah).
tahalli:
Berhias. Tahalli adalah berhias dengan sifat-sifat tuhan. Namun, perhiasan paling sempurnaa dan paling murni bagi hamba adalah berhias dengan sifat-sifat penghambaan. Penghambaan (ubudah) adalah pengabdian penuh dan sempurna yang sama sekali tidak menampakkan tanda-tanda ketuhanan (rabbaniyyah). Sang hamba yang berhias (tahallia) dengan penghambaannya itu menempati kekekalan dalam dirinya sendiri dan menjadi tiada dalam pengetahuan Allah. Menjadi “bukan sesuatu” (la syay) diperoleh dengan berhias (tahalli) dengan penghambaan (ubudah) sempurna (kamal). (Lihat al-abd; “aw adna”; insane kamil; la syay; laylat al-mi’raj; rabbaniyyah; ubudah; uswah hasanah).
tahaqquq:
Realisasi. Ini adalah suatu karakteristijk para penegas (al-muhaqqiqun). Menurut tinjauan tiga tingkatan peniadaan diri (fana’), realisasi ini (tahaqquq) menduduki tingkatan kedua. Di sinilah sang mistikus mendapati esensi dirinya (dzat) tiada dan “menyadari” dirinya menjadi satu dengan yang mutlak. (Lihat arifin; dzat; fana’; al-muhaqqiqun; ta’alluq; takhalluq).
tahawwul:
Transmutasi diri atau mengubah dari satu situasi lain. Allah secara terus-menerus melakukan transmutasi diri di dalam diri-Nya sendiri. Akar dari tahawwul adalah keanekaragaman nama-nama tuhan. Hanyalah sang arif yang menyaksikan Allah di setiap ruang dan waktu. Sang arif selamanya tidak pernah menafikan Allah dalam setiap manifestasi, tempat, waktu, dan situasi secara sempurna berdasarkan pengetahuannya tentang transmutasi diri Allah (tahawwul). (Lihat al-abd; adab; al-adib; al-ilahi; al-arif; asma’; hal; hikmah; kamal).
tahqiq:
Membuktikan. Mereka yang memiliki pengetahuan sempurna tentang Allah, yakni kalangan penegas (al-muhaqqiqun) dan al-malamatiyyah, telah membuktikan pengetahuan yang telah mereka terima karena mengikuti otoritas (taqlid) hokum suci tuhan. Oleh karena itu, tahqiq melengkapi dan menyempurnakan taqlid. (Lihat al-malamatiyyah; al-muhaqqiqun; taqlid).
tahshin al-syarif:
Bangunan mulia. Bangunan mulia ini memiliki landasan kokoh (asas) yang di atasnya dibangun benteng yang tak tertembus (sur). Benteng itu memiliki pintu (bab) dan diperlukan kunci (miftah) untuk memasukinya. Di dalam bangunan itu sang hamba Allah beroleh perlindungan abadi. (Lihat asas; bab; miftah; sur).
taj:
Mahkota. Mahkota ini dikenakakn oleh sang raja (sulthan), yaitu sayyiduna Muhammad al-mushtafa. (Lihat haram al-syarif; “lawlaka, lawlaka, ma khalaqtu al-aflaka”; Muhammad; mushtafa).
tajalli:
Penyingkapan diri. Tajalli berarti Allah menyingkapkan diri-Nya sebdiri kepada makhluk-Nya. Penyingkpan diri tuhan tidak pernah  berulang secara sama dan tidak pula pernah berakhir. Penyingkapan-penyingkapan diri tuhan itu berupa cahaya batiniah yang merasuk ke hati. Tajalli merupakkan tanda-tanda yang Allah tanamkan di dalam diri manusia supaya ia dapat disaksikan. Setiap tajalli melimpahkan cahaya demi cahaya sehingga seorang yang menerimanya bakal tenggelam dalam keabadian. Gunung kedirian manusia pecah berkeping-keping di dalam tajalli Allah. Perbedaan yang dijumpai dalam berbagai penyingkapan itu tidak menandakkan adanya perselisihan di antara para guru sufi. Masing-masing manusia unik, oleh karena itu masing-masing tajalli juga unki. Jadi, tidak ada dua orang yang merasakan pengalaman tajalli yang sama. Akan tetapi, hanyalah mereka yang telah “merasakan” yang mengethauinya dan mereka yang tidak “merasakan” tidak bakal mengetahui. Tajalli  melampaui ungkapan kata-kata. Tajalli adalah ketakjuban (hayrah). (Lihat ahl kasyf wa al-wujud; arifin; bashirah; dzawq; hayrah; kasyf; mahall; majla; al- muzhahir; al-ilahiyyah; mazhhar al-ilahiyyah; mazhhar; mukasyafah; tahawwul; wujud).
tajalli ghayb:
Penyingkapan diri dalam kegaiban. Ini adalah penyingkapan diri dzat di dalam diri-Nya sendiri, “tempat” yang mutlak menampakkan diri pada diri-Nya sendiri. Ini adalah penampakkan pertama dari kesadaran diri yang mutlak. Manifestasi diri yang mutlak ini disebut juga “Emanasi paling suci” (al-faydh al-aqdas). (Lihat al-faydh al-aqdas; al-ghayb).
tajalli syahadah:
Manifestasi diri di alam nyata. Istilah ini engacu pada arketipe-arketipe permanen yang memancar dari potensialitas menjadi aktualitas dan keluar di alam nyata. Ini adalah aktualisasi arketipe-arketipe dalam bentuk-bentuk nyata. Tajalli syahadah disebut juga “Emanasi suci” (al-fayadh al-muqaddas). (Lihat al-a’yan al-tsabithah; al-faydh al-muqaddas).
tajassud:
Penjasadan atau penubuhan. Di alam imajinasi para wali Allah melihat “secara jasadiah” para malaikat, para nabi, bahkan Allah sendiri. Alam semesta sendiri mengandung makna-makna tersembunyi yang “terjasadkan” dalam bentuk-bentuk nyata. (Lihat khayal; ma’na; mitsal; shurah; ru’yah).
tajassud al-arwah:                                                                                        
Penjasadan ruh-ruh di alam imajinasi. (Lihat khayal).
tajdid al-khalq fi al-anah:
Pembaruan penciptaan setiap saat. Ini adalah pemancaran tanpa henti wujud ke dalam alam penampakkan. Seseorang yang telah siap menerima pancaran abadi dari dzat, yakni sang penegas (muhaqqiq) dan sang arif, menyaksikan penyingkapan tanpa henti dan pembaruan terus menerus di dalam dirinya sendiri. (Lihat afadha; arifin; al-haqiqat al-muhamadiyyah; isti’dad; khalq jaded; khawathir; al-muhaqqiqun; murraqabah; nur muhammadiyyah; qalb).
tajdid al-khalq bi al-anfas:
Pemabruan penciptaan dalam setiap tarikan nafas. Melalui hembusan napas yang maha pengasih (nafs al-rahman) limpahan (afadha) wujud “memancar” ke dalam alam semesta. (Lihat afadha; al-haqiqat al-muhammadiyyah; khalq jaded; nafas; nafs al-rahman; rahmah).
tajrid:                                                                 
Penarikan diri sepenuhnya dari segala sesuatu selain Allah, di dalam hati (qalb) dan dalam rahasia (sir). (Lihat hayat asy-syaur).
takabb
ur:
Kesombongan, arogansi, atau kebanggan diri. (Lihat nafs).
takalluf:
Terbebani. Tiada beban lebih berat atau kesulitan lebih besar bagi seseorang daripada kediriannya sendiri. Sebab, seseorang yang dibebani oleh kedirian dirinya sendiri terjauhkan dari Allah. (Lihat assa; bu’d; dzikrullah; al-dunya; jahannam; ma siwa allah; nafs; nafs al-amarah; nafs al-kamilah; nar; qurb).
takawwun:
Menjadi ada. Ini adalah hasil dari perintah Tuhan “jadilah”! (kun!). ini berarti bahwa segala sesuatu mempunyai sifat berbagai lokus manifestasi bagi Allah. Takawwun merupakkan respons sesuatu terhadap perintah Allah, bukan merupakan tindakkan Allah itu sendiri. (Lihat “alastu birabbikum”; al-a’yan al-tsabitah; kainah; karb; rahah).








                                               

.

0 comments: