KAMUS SUFFI
N
nabî: نبي
Seorang nabi. Seorang nabi adalah wali Allah yang memiliki
pengetahuan unik tentang Allah Ghaib.allah telah mengutus 124.000 nabi kepada
umat manusia untuk menunjuki mereka Jalan Kembali kepada Allah. Para nabi di
perintahkan Allah untuk mengajak manusia
kembali pada jalan khusus (agama) mereka. Segenap ajaran-ajaran dalam agama ini
berbeda-beda sesuai umat manusia yang ditujunya, tapi Sumber semua itu tetaplah
satu, yaitu Allah. Setiap nabi dan setiap agama mengungkapkan Wajah spesifik
Yang Maha mutlak. Muhammad Al-Mushthafâ adalah nabi Allah yang terakhir.
Risalah universal yang disampaikannya adalah agama yang lengkap dan sempurna.
Agama ini ditujukan kepada semua manusia dan tidak hanya terbatas pada
sekelompok orang. (Lihat ahâdîts; ahmad; awliyâ’; dîn; furqân; iqra’; Muhammad;
mushthafâ; nubuwwah; Al-Qur’ân; sunnah; ummah; wâlî; wilâyah).
nadâmah: ندامة
penyesalan. Sebuah hadits berbunyi, “penyesalan adalah tindakan
taubat” (“al-nadâm al-tawbah”). (Lihat awbah; inabah; isyq;
khasyyah; khawf; tawbah).
nafas: نفس
napas atau saat. Nafas adalah waktu tak terbagi ketika setiap
maujud dalam kosmos mengalami penciptaan baru. Energi spiritual (barakah)
dari jalan sufi disampaikan dalam tarikan napas sang mursyid. Hanya dengan
menerima bay’ah. Ikrar tahbisan, secara bertatap muka dari sang mursyid,
kekuatan penuh dari sang ilahi ini bisa mulai bekerja dalam diri sang murid.
Sang mursyid, yang menerima sendiri transmisi napas ini dari mursyid-nya
sendiri, kemudian memindahkan napas ini kepada segenap muridnya. Merenungkan
napas sendiri bisa mengantar sang murid kepada pengetahuan tentang”pembaruan
penciptaan dalam setiap saat”. (Lihat ’abd al-waql; an; ‘arifin;
bay’ah; hayrah;nafas; al-rahman; tajdid al-khalq al-anat)
nafas al-rahman:نفس الرحمن
Napas Yang Maha Pengasih. Istilah yang sangat indah ini menunjukan
sifat memudar eksistensi dalam keadaan perubahan dan pembaharuannya yang
konstan. Inilah sekat tertinggi (al-barzakh al-a’la) dan substansi alam
semesta adalah nafas al-rahman. Dan ketiadaannya, entitas-entitas itu
dikerutkan dan disempitkan. Napas ilahi ini membuatnya lega dan memberikannya
eksistensi. Allah menghembuskan napas, dan melalui nafas-Nya Yang Maha
Pengasih, Dia berbicara. Kita semua, ciptaan, adalah kata-katan-Nya. Kita
adalah bentuk dan Dia adalah makna. (Lihat al-a’yan al-tsabilah; ayat;
al-barzakh al-a’la; harf; kalam; kalam-i-dzati; kalam-i-tafshili; karb, ma’na;
sukun; surah).
Al-Nafi’:النافع
Yang Maha Menciptakan Kebaikan. Salah satu Nama Indah Allah (al-asma’
al-husna).
nafilah:نافلة
Amalan sunat. Amalan-amalan
sunat (nawafil) berarti dari amalan-amalan fardhu (fara’idh) yang
merupakan asal-usulnya. Sebuah nafilah adalah sebuah amalan ibadah dan
pengabdian yang melaluinya sang hamba mendekatkan diri kepada Tuhannya. Manusia
adalah “amalan sunat” Allah yang mencitakan kita karena kehendak bebas-Nya
menawarkan diri kepada kita. Allah adalah Wujud Mutlak dengan diri-Nya sendiri,
sedangkan kita ada melalui Allah. (Lihat fara’idh; nawafil al-khayrat; qurb
al-fara’idh; qurb al-nawafil).
nafkh:نفخ
Penghembusan napas yang dengannya kosmos ini menjadi ada.
Penghembusan napas ini dilakukan oleh Allah. Inspirasi ilahi (ilham)
turun pada sang hamba melalui nafkh ini. (lihat ilham).
nafl:نفل
Tambahan atau sunat. Nafl adalah sesuatu yang lebih dari
yang diharapkan. Ini adalah nikmat, karunia dan anugerah. (Lihat nafilah;
nawafil al-khayrat; qurb al-nawafil).
nafs:نفس
Ego, diri, atau jiwa. Nafs adalah dimensi manusia yang berada di dalam
ruh (rûh), yang adalah cahaya, dan jasmani (jism), yang ada
kegelapan. Perjuangan spiritual (mujahadah) dilakukan untuk melawan berbagai
kecenderungan jiwa rendah dari nafs yang menjauhkan hati (qalb) dari
Allah. Nafs adalah juga wilayah imajinasi. Allah ada dalam diri kita, tapi kita
tidak melihat Allah. Tasawuf ditujukan untuk mengubah jiwa rendah (al-nafs
al-ammarah) menjadi jiwa lebih tinggi (al-nafs al-kamilah) dan
“melihat” Allah di mana-mana. Ada tujuh tingkatan jiwa, tujuh posisi dalam
shalat, tujuh ayat dalam surat Al-fatihah, dan tujuh tingkat pengetahuan, yang
semuanya berjalin berkelindan dengan sangat indah. (Lihat al-‘abd;
hayawaniyyah; al-insan al-kamil; jism; khawathir; khawf; latha’if; makr nafsi;
al-malamatiyyah; man ‘afaf nafsahu, ‘araf rabbahu; mujahadah; munafiq; mursyid;
mushtawif; qalb; ruh; al-ru’unah al-nafsiyyah; shalah; sayr ila Allah;
syaithan; al-thabib al-ilahi).
al-nafs al-ammarah:النفس الاما رة
Jiwa yang memerintah. Al-Quran menyebut jiwa ini, “…Sungguh,
jiwa (manusia) menyuruh berbuat kejahatan,…” (QS yusuf [12]: 53). Nafs ini
ada dalam alam indra dan dikuasai oleh berbagai hasrat dan keinginan dunia
rendah. Perjuangan dalam tahap-tahap awal perjalanan Spiritual adalah melawan al-nafs
al-ammarah. al-nafs al-ammarah adalah islam tahap pertama, serupa
dengan posisi berdiri (qiyam) dalam shalat. al-nafs al-ammarah
berarti melakukan perjalanan menuju Allah. (Lihat Al-islam; qiyam; shalah).
al-nafs al-hayawaniyyah:النفس الحيوانية
Jiwa hewani. Inilah jiwa paling rendah. Inilah manusia yang
dicampakkan ke tataran “yang paling rendah dari yang rendah” (asfal
al-safilin). “jiwa hewani” sepenuhnya patuh dan taat pada dorongan-dorongan
alami rendah. Orang yang didominasi oleh Al-nafs al-hayawaniyyah
tidaklah pantas dan layak melakukan perjuangan spiritual karena dia berdiri di
kubu kekafiran. (Lihat asfal al-safilin; hayawaniyyah; ; idhlal; syaiyhan).
al-nafs al-ilahiyyah:النفس الإلهية
jiwa ilahi. Al-nafs al-ilahiyyah adalah Allah bersama dengan
segenap sifat-Nya, yakni Mahahidup, Maha Mengetahui, Mahakuasa, Maha
Berkehendak, Maha Mendengar, Maha Melihat, dan Maha Berbicara. (lihat ilahiyyat;
shifah).
al-nafs al-kamilah:النفس الكاملة
Jiwa paripurna. Al-Quran menyebut Jiwa ini, “masuklah dalam
golongan hamba-hamba-Kudan masuklah dalam Surga-Ku” (QS Al-Fajr [89]:
29-30). Inilah tahap terakhir dalam perkembangan jiwa menuju sang Jiwa. Inilah
tahap Islam hakiki ketika sang hamba terus-menerus melakukan perjalanan bersama
Allah. Al-nafs al-kamilah serupa dengan posisi duduk akhir (jalsah)
dalam shalat. Al-nafs al-kamilah dicapai dengan rahmat Allah. (Lihat al-islam;
jalsah; shalah).
al-nafs al-kulliyyah:النفس الكلية
jiwa Universal yang ada di
bawah Akal Pertama (al-‘aql al-awwal) dan menggambarkan dimensi reseptif
dari alam spiritual.
al-nafs al-lawwamah:النفس اللوامة
Jiwa yang mencela. Al-Quran
menyebut jiwa ini, “Dan Aku bersumpah demi jiwa yang mencela” (QS Al-Qiyamah
[75]:2). Jiwa ini menyadari dan mengetahui berbagai kekurangannya. Perjalanan
yang ditempuh adalah demi Allah. Al-nafs al-lawwamah adalah anak tangga
kedua (iman) dalam tangga pengetahuan, serupa dengan rukuk dalam shalat.
Al-nafs al-lawwamah telah dipasang atas diri kaum sufi agung, Al-malamatiyyah,
untuk menjaga mereka dari sikap membangga-banggakan diri. (Lihat iman;
al-malamatiyyah; rukuk; shalah).
al-nafs al-mulhammah:النفس الملهمة
jiwa yang terilhami. Al-Quran menyebut jiwa ini, “demi jiwa dan
penyempurnaannya” (QS Al-Syams [91]: 7). Jiwa ini menjauhkan manusia dari
kejahatan dan mampu melihat sarana yang akan mengantarkan menuju kebahagiaan.
Ia melalui perjalanan di bawah pengawasan Allah. Al-nafs al-mulhammah
adalah anak tangga ketiga (ihsan) dalam tangga pengetahuan, serupa
posisi berdiri (qiyam) kedua (i’tidal) dalam shalat. (Lihat ihsan;
ilham; qiyam; shalah).
al-nafs al-muthma’innah:النفس
المطمئنة
jiwa yang tenang. Al-Quran menyebut jiwa ini “wahai jiwa yang
tenag!” (QS Al-fajr [89]:27). Jiwa ini tenang karena beristirahat dalam Keyakinan
Allah. Ia telah dipadukan kembali dengan Ruh. al-nafs al-muthma’innah
melakukan perjalanan bersama Allah. Ia adalah anak tangga keempat (‘ilm
al-yaqin) dalam tangga penetahuan. Serupa dengan sujud (sajdah)
pertama dalam shalat. (Lihat ilm al-yaqin; muhsin; mu’min; sajdah; shalah).
al-nafs al-mardhiyyah:النفس المرضية
Jiwa yang diridhai Allah. Al-Quran menyebut jiwa ini, “…Dan diridhai
oleh-Nya!” (QS al-fajr [89]: 28). Ia mengalami kebingungan dalam melakukan
perjalanan dari Allah. Al-nafs al-mardhiyyah adalah anak tangga keenam (haqq
al-yaqin) dalam tangga pengetahuan, serupa dengan sujud (sajdah)
kedua dalam shalat. (Lihat haqq al-yaqin; al-muhaqqiqin; sajdah; shalah).
al-nafs al-qaddisah:النفس القدسة
Jiwa yang disucikan. Jiwa ini sepenuhnya dinapasi dengan mengingat
Allah (dzikrullah). (Lihat dzakir; dzikrullah; laylah al-mi’raj;
wahdat-i-dzatiyyah; wahdat-i-makan; wahdat-i-zamaniyyah).
al-nafs al-radhiyyah:
Jiwa yang ridha. Al-Quran menyebut jiwa ini, “Kembalilah pada
Tuhanmu dengan hati ridha…” (QS Al-fajr [89]: 28). Jiwa ini ridha dengan
dirinya sendiri karena keseimbangan harmonis dari berbagi karakter mulianya.
Jiwa ini hilang dalam Allah dan melakukan dan melakukan perjalanan di dalam
Allah. Al-nafs al-radhiyyah adalah anak tangga kelima (‘ayn al-yaqin)
pada tangga Penetahuan. Serupa dengan posisi duduk (jalsah) pertama
dalam shalat. (Lihat ‘ayn al-yaqin; jalsah; shalah).
al-nafs al-wahidah:
Jiwa yang unik. Ini adalah jiwa nabi pertama, Adam a.s. seperti
manusia diciptakan dari Al-nafs al-wahidah. Nabi Adam adalah ayah
jasmani, dan Nabi Muhammad Saw. Adalah ayah Ruhani. (Lihat al-‘aql al-awwal;
al-haqiqah; al-Muhammadiyyah; Muhammad Rasulullah; nur Muhammad; ummah).
nafsani:
Egosentris. Istilah ini diberlakukan pada berbagai kecenderungan
egosentris. Ada empat jenis “pikiran yang masuk” (khawathir) pada hati:
Ilahi (ilahi), spiritual (ruhani), egosentris (nafsani),
dan setani (syaythani). (Lihat idhlal; mushtawif; nafs; al-thabib
al-ilahi).
nafts:
Menghembuskan seperti dalam bernapas. Pengetahuan tentang berbagai
misteri (asrar), yang berbeda di luar jangkauan akal, mencapai hati
melalui hembusan (nafs) Ruh Suci (al-ruh al-quddus). Pengetahuan
ini hanya dimiliki oleh seorang nabi atau wali Allah. (Lihat asrar; awliya’;
nafs; nafs al-rahman; al-ruh al-quddus).
nafy:
Negasi. Nafy adalah negasi atau bayangan eksistensi dari “yang
lain” (ghayr). Contoh utama nafy adalah bagian pertama dari Pernyataan
Keimanan (syahadah)‒”Tidak ada tuhan kecuali Allah” (la ilaha illa
Allah). “Tidak ada tuhan” (la ilaha) adalah negasi dan “kecuali
Allah” (illa Allah) adalah afirmasi. Inilah Keesaan (tawhid).
(Lihat la ilaha illa Allah; itsbat; mahw fi itsbat; nu’ut al-jalal;
tawhid).
al-nafy al-mumatsalah:
Negasi keserupaan. Inilah pengakuan Ketakterbandingan Allah (tanzih).
“…Tak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya,…” (QS Al-Syura [42]: 11). (Lihat al-asma’
al-jalaliyyah; al-ghayb; haybah; jalal; khasyyah; tanzih; tasybih).
nahy:
Larangan. Aturan-aturan yang dibawa para nabi dan rasul bisa berupa
perintah (amr) atau larangan (nahy). Larangan-larangan ini bisa
berjenis “terlarang” (madzhur) atau “tercela” (makruh). Kalam
ilahi berupa hokum suci Allah pun dibedakan menjadi berbagai aturan (hukm)
atau riwayat (khabar) di Kursi (al-kursi)-Nya. (Lihat al-‘arsy;
hukm; khabar; al-kursi; syari’ah).
na’ib:
Wakil. Allah menciptakan manusia paripurna sebagai wakil-Nya.
Sesudah menciptakannya, Allah kemudian menghijab diri-Nya dari pandangan segenap ciptaan-Nya. Sekiranaya Allah
memanifestasikan diri-Nya dalam kosmos, tidak perlu lagi ada wakil-Nya, yakni
manusia Paripurna. (Lihat amanah; al-insan al-kamil; iqra’; al-khalifah;
Muhammad Rasulullah; Mushthafa; Al-Quran).
na’aim:
Kebahagiaan. Kebahagiaan puncak (dan ini menunggu para wali
Allah di surga-Nya) adalah kebahagiaan
yang selalu diperbaharui setiap saat. Inilah penyingkapan Pengetahuan
terus-menerus yang dialami oleh para wali Allah (awliya). Ini adalah
perjumpaan mereka yang selalu baru dengan pengungkapan-diri ilahi. (Lihat al-islam;
khalaq jaded; ladzdzah; liqa’; makarim al-akhlaq; al-muqarrabun; musyahadah;
tajdid al-khalq fi al-anat; tajdid al-khalq bi al-anfas).
najah:
Selamat. Najah dicapai seseorang dengan memperoleh pengetahuan yang
bermanfaat dan kemudian mengamalkannya.
Inilah kebahagiaan dalam kehidupan di
dunia (al-dunya) dan di akhiri nanti (akhirat). (Lihat ‘ilm;
mujahadah; taqwa).
al-naqidhayn:
Hal-hal yang bertentangan. Nama Allah tidak bisa dideskripsikan
karena menghimpun berbagai hal yang bertentangan (Al-naqidhayn). Ini
ditunjukan oleh firman Allah, “…tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya…”
(QS Al-Syura [42]: 11). Pengetahuan
tentang Allah bisa “disingkapan” dengan menghimpun berbagai hal yang
bertentangan dalam Nama Agung-Nya, Allah. (Lihat Al-asma’ al-mutaqabilah;
jam’uhu al-dhiddayn; ma’rifah; tawhid).
naql:
Transmisi. Ucapan-ucapan (ahadits) Nabi Muhammad Saw.
Dipandang “sahih” (shahih) jika mata rantai transmisi (naql)-nya
kuat. Sementara para ulama bersandar hanya pada hadis-hadis (ahadits)
yang “sahih” (shahih) melalui transmisi (naql), kaum Sufi sering
mengutip hadis-hadis yang dipandang “sahih” atas dasar “penyingkapan” (kasyf).
(Lihat ahl al-kasyf wa al-wujud; kasyf; shahih).
naqsh:
Kekurangan. Bagian dari kesempurnaan eksistensi (Hakikat Ilahi)
ialah adanya kekurangan (naqsh) di dalamnya. Sebab, seandanya tidak ada
kekurangan, kesempurnaan eksistensi menjadi tidak sempurna. Namun,
ketidaksempurnaan ini tidak bersifat relative.
Eksistensi yang “terlihat” melalui mata batin (bashirah) orang
yang mengalami “penyingkapan” (musyahadah) menampakan Kesempurnaan
Mutlak. Setiap saat adalah Kesempurnaan. Akan tetapi, hanya orang yang
mempunyai tatakrama dan sopan-santun dengan waktu (adib Al-waqt) yang
memahami Kesempurnaan ini. (Lihat adab; al-adib; ahl al-kasyf wa
al-wujud; hama ust; kamal; tawhid).
al-naqsh al-khalqi:
Sifat ketaksempurnaan ciptaan. Yang seperti, ciptaan mempunyai
sifat tidak sempurna karena dia adalah “selain Allah” (ma siwa Allah).
Allah sajalah Yang Mahasempurna. Makhluk bisa mencapai tahap Kesempurnaan yang
diperlukan oleh tingkatannya. Seluruh maujud adalah sempurna dalam hal ini,
kecuali manusia. Dia mesti berjuang dan berusaha mencapai Kesempurnaan
tingkatannya dalam hierarki eksistensi. Manusia yang telah mencapainya adalah
Manusia Paripurna. (Lihat amanah; hayawaniyyah; al-insan al-kamil; la maqam;
makan; maratib; ma siwa Allah; al-nafs al-kamilah).
nar:
Neraka. Nar adalah realitas dalam kehidupan ini dan di akhirat
nanti. Realitas neraka dialami dalam kehidupan ini manakala seseorang lalai dan
memisahkan diri dari Allah. (Lihat akhirat; hu’d; dunya; idhlal; jahannam;
qurb).
nashib:
Bagian dalam kehidupan. Nashib menunjukan apa yang telah di
tetapkan pada setiap makhluk, pembimbing Sepiritual memberikan bagian yang
telah ditentukan kepada setiap murid-nya. (Lihat afadha; idzn; isti’dad;
mursyid; qadha’; qasim; qismah).
nashsh:
Teks-teks yang jelas. Istilah ini menunjukan “teks-teks” yang di
dalamnya tidak ada kekaburan dan kesamaran sama sekali. Manakala pengungkapan
diri Allah terjadi melalui Nama Yang Mahalahir (al-zhahir) dalam dimensi
tak tampak (alam realitas dan makna), “teks-teks yang jelas” ini kemudian
dipahami melalui pandangan batin (bashirah). Disebut “teks-teks yang
jelas” karena pemilik berbagai makna tidak sedang melakukan refleksi.
Pengetahuan ini hanya dimiliki kaum ahli tarekat. (Lihat bashirah; ma’na).
naskh:
Penghapusan. Ayat-ayat tertentu dalam Al-Quran dihapuskan semasa
Nabi Muhammad Saw. masih hidup. Kaum sufi memandang ayat-ayat ini sebagai
teks-teks yang “ditunda” alih-alih “dihapuskan”‒yakni ,ditunda hingga tiba
saatnya manusia mencapai tingkatan pengetahuan yang tinggi. Dengan pengetahuan
yang tinggi ini, dia kemudia bisa mengimplementasikan pesan-pesan ayat-ayat
tertentu itu. (Lihat bid’ah; hasanah; al-islam; Al-Qur’an).
nasut:
Sifat manusia. Nasut adalah alam kemanusiaan dan penciptaan. Inilah
sifat manusia yang ke dalamnya ditutupkan Sifat Ilahi (lahut). (Lihat al-lahut).
nasy’ah:
Konfigurasai. Manusia adalah yang paling sempurna dari dari segenap
konfigurasi dalam kosmos. Sebab, Allah meniupkan kepada manusia ruh-Nya dan
memberinya potensi untuk memanifestasikan Nama Serba-meliputi, yakni Allah.
Konfigurasi (nasy’ah) jiwa manusia tidak bisa diubah menjadi konfigurasi
baru, tetapi bisa diseimbangkan oleh dokter Ilahi, yaitu seoramg nabi atau
Pembimbing Spiritual sebagai Ahli
Warisnya. (Lihat husn al-akhlaq; inhiraf; i’tidal; mizaj; mijaz mustaqim;
al-thabib al-ilahi; uswah hasanah).
na’t:
Puisi dan lagu-lagu (qawwali) untuk menghormati Nabi Muhammad Saw.
Puisi dan lagu-lagu seperti ini bisa bekerja pada berbagai tingkatan makna,
mulai dari cinta sederhana dan indah kepada Kekasih allah (habibullah), yang
merupakan karakteristik semua Muslim yang saleh melalui “penyingkapan” (kasyf)
Hakikat Muhammad (al-haqiqah al-Muhammadiyyah), yang memasok segenap hati
hamba-hamba (ghulam)-Nya dengan cinta ilahi (‘isy, mahabbah). (Lihat Ahmad;
habibullah; ghulam; al-haqiqah al-Muhammadiyyah; Muhammad; Mushthofa; nur
Muhammad).
na’t-i-syarif:
Lagu pujian mulia untuk menghormati Nabi Muhammad Saw. (Lihat na’t).
nathiq:
Berpikir dan berbicara. (Lihat hayawan nathiq).
al-nawafil:
Amalan-amalan sunat. (lihat nafilah; nawafil al-khayrat; qurb
al-nawafil).
nawafil al-khayrat:
Amalan-amalan sunat yang baik. Dengan rahmat Allah yang tak
terhingga, pengalaman tulus Nawafil al-khayrat bisa melahirkan kesempurnaan
spiritual yang di dalamnya pendengaran, penglihatan, ujaran sang hamba, dan
sebagainya, dinafikan. Dia kemudian mendengar, melihat, berbicara melalui
Allah. Ini adalah “kedekatan berbagai Amalan Ibadah Sunat” (qurb al-nawafil).
(Lihat al-insan al-kamil; kamal; qurb al-nawafil).
nawalah:
Pemberian jubah kehormatan. Ini adalah anugerah Allah kepada
Orang-orang Sendirian (al-afrad). (Lihat fard).
nawm:
Tidur. Sebuah hadis berbunyi, “manusia ini sesungguhnya tidur dan
ketika mati ia terbangun dan terjaga.” Sufi adalah orang yang dirinya mati, dan
terjaga dalam Jiwa Agung. Setelah orang terjaga, dia tidak lagi tidur. Dalam syair
mistik dan lagu-lagu Sufi (qawwali), sang pecinta sering kali mengadu kepada
Kekasih yang membangunkannya dari tidur dan tidak membiarkan segenap anggota
tubuhnya beristirahat. Dalam setiap momen eksistensinya, setiap sel dalam tubuh
sang pencipta tak henti-hentinya mencari Kekasih. Atau, kadang-kadang,
keterjagaan ini manis tak terkira: “Jika Engkau ada di sini, aku akan begadang
sepanjang malam. Ketika Engkau tidak ada, aku tak bisa tidur. Segala puji bagi
Allah atas dua keterjagaan ini! “istilah ini juga mengacu pada dua jenis tidur
biasa yang dialami manusia: tidur beristirahat dari kelelahan dan tidur yang
bermimpi. Jenis tidur yang kedua ini merupakan perpindahan (intiqal) dari sisi
lahiriah (zhahir) persepsi indra ke sisi batiniah (bathin)-nya. (Lihat ‘asyiq;
intiqal; isyq; qalb; qawwali; ru’ya; ru’yah; syawq).
naz:
Kemesraan. Manakala sang pecinta memohon sang Kekasih untuk sekedar
memandangnya sekilas, sang Kekasih pun menanggapinya dengan kemesraan sempurna.
(Lihat asyiq; ghaybah; al-ghayrah; ‘isyq; niyaz).
nazhar:
Mempertimbangkan, melihat, memandang, mengawasi atau menyidik.
al-nazhar al-fikri:
Pertimbangan reflektif untuk mencapai berbagai kesimpulan. Pengetahuan yang diperoleh dari Al-nazhar
al-fikri tidak lengkap dan, oleh karena itu, lebih rendah dari pengetahuan yang
diperoleh kaum ahli tarekat melalui “penyingkapan” (kasys), “rasa” (dzawq),
“penyaksian” (musyahadah), dan “pandangan-batin” (bashirah). Pertimbangan
reflektif bukanlah jalan Tasawuf. (Lihat al-‘aql; al-fiqr).
nazhar shahih:
Pertimbangan yang benar. Nazhar shahih adalah melihat, mempertimbangkan,
dan memikirkan tanda-tanda yang tampak dan tak tampak, yang dengan demikian
mengetahui situasi kosmos yang sebenarnya. (Lihat asbab; ayat; khalq).
nazhir:
Pengamat. Sang nazhir adalah orang yang mengamati. Pengamat sejati
adalah orang yang hanya memandang Allah. Setiap orang yang memandang Allah
berada di bawah kekuasaan salah satu Nama Ilahi. Melalui Nama tetentu itu, sang
pengamat merasakan pengungkapan-diri khusus yang pada gilirannya memberikan
keyakinan khusus kepada dirinya. Orang yang mengamati Allah dan berada di bawah
kekuasaan sifat Nama Allah tidak pernah membatasi keyakinannya sendiri. Orang
seperti inilah yang mengenal Allah. (Lihat ahl al-kasyf wa al-wujud; arifin;
asma’; tajalli).
nadzirun:
Pemikir-pemikir penuh pertimbangan. Nazhirun adalah adalah
orang-orang yang mengetahuannya lebih rendah dari pengetahuan langsung yang
dimiliki oleh kaum ahli Taswuf yang memperoleh dan memiliki penyingkapan.
(Lihat ahl al-kasyf wa al-wujud).
nida’:
Seruan. Allah “menyeru” manusia pada kebahagiaan. Nama-nama yang berada “menyeru” segenap makhluk.
Manusia “menyeru” Tuhannya ketika sedang berdoa dan membutuhkan. (Lihat asma’;
huda; munajat; nabi; Al-Qur’an; rasul; al-shirath al-mustaqim).
nifaq:
Kemunafikan. Ketika sedang berada dalam “kesatuan” sang hamba
disebut munafik jika menegaskan “sesuatu selain Allah”. (Lihat al-‘abd;
baqa’; fana’; jam’ al-jam’; ma siwa Allah; munafiq; muwahhid).
nikah:
Perkawinan. “Perkawinan Ilahi” adalah perkawinan yang di
dalamnya Allah., Yang Mahabenar,
mengarahkan Perhatian (tawajjuh)-Nya pada sesuatu yang bersifat mungkin
(mumkin) dan menciptakannya. Orang yang mengalami ekstase mungkin mengucapkan
berbagai frase berkenaan dengan perkawinan (nikah)-nya dengan sang Kekasih,
dengan kebahagiaan bersatu dan kerinduan yang terpuaskan. Atau, kadar ekstasenya menguasai dirinya sedemikian
rupa sehingga dia tidak lagi mengetahui apa pun tentang kerinduan (syawq),
cinta bergelora (‘isyq), perkawinan (nikah), dan kesatuan ( jam’ al-jam’).
(Lihat al-a’yan al-tsabitah; jam’ al-jam’; mumkin; tawajjuh).
al-ni’mah:
Anugerah Allah. Anugerah-Nya merupakan sebuah aspek dari Rahmat (rahmah)-Nya. Pada
puncaknya, setiap pengalaman spiritual, “penyingkapan” (kasyf), “rasa” (dzawq),
miniman (syurb), dan “pemuasan dahaga” (ri) adalah melalui Rahmat Ilahi. Tanpa
Rahmat Allah, manusia tidak dapat berbuat apa-apa. (Lihat al-‘abd; adab;
rahmah; syukr).
nisab:
Berbagai keterkaitan. Kosmos, yang bersifat majemuk, terdiri atas
berbagai keterkaitan. Allah telah menepatkan Nama-nama Ilahi di atas diri-Nya
dan kosmos, dan dari keterkaitan ini terbentuklah berbagai macam hubungan.
Contoh-contoh dari berbagai korelasi (nisbah) ini adalah Pencipta (Al-Khaliq)
dan ciptaan (khalq). Yang Maha Pengasih (Al-Rahman) dan objek Rahmat (markum),
dan sebagainya. (Lihat asma’; nisbah).
nisab dzatiyyah:
Keterkaitan-keterkaitan esensial. Berbagai arketipe (al-‘ayan
al-tsabitah) dalam ketiadaanya adalah keterkaitan-keterkaitan esensial murni
tanpa bentuk yang tepat. (Lihat al-‘ayan al-tsabitah).
nisbah:
Hubungan. Ketuhanan adalah hubungan (nisbah) antara “Ke-Dia-an”
dengan entitas. “Ke-Dia-an” (huwiyyah) dalam diri-Nya sendiri tidaklah
memerlukan hubungan ini, melainkan entitas-entitas itulah yang membutuhkannya.
Allah telah menempatkan Nama-nama Ilahi di antara diri-Nya dan kosmos, dan dari hubungan inilah terbentuk berbagai macam
keterkaitan (nisab). Setiap Nama adalah hubungan, bukan entitas. Setiap maujud
mempunyai hubungan khusus dengan satu Nama Ilahi tersebut. Nama itu akan
menimbulkan akibat lebih kuat dan kekuatan lebih besar pada maujud daripada
Nama-nama lainnya. (Lihat asma’; huwiyyah; rabb).
nisyan:
Kelupaan. Karena manusia diciptakan berdasarkan “bentuk” Allah, dia
mempunyai potensi untuk melupakan kehambaan (‘ubudah, ubudiyyah)-nya dan
memandang dirinya sebagai Tuhan. Namun, kelupaan (nisyan)-nya ini adalah sebuah
Sifat Ilahi, sebagaimana ditunjukan dalam firman Allah, “…mereka melupakan
Allah, dan Dia pun melupakan mereka,…” (QS Al-Taubah [9]: 67). (Lihat al-‘abd;
adab; ubudah; ‘ubudiyyah).
niyabah:
Kewakilan. Tak ada stu pun maujud yang diberi nama dengan semua
Nama Ilahi kecuali manusia. Sebagai cermin hati Nama Allah, Manusia Paripurna
diberi kekhalifahan (khilafah) dan kewakilan (niyabah). Melalui kewakilan ini,
sang sang hamba bisa mengerahkan “kekuatan pengatur” (tahakkum) dengan
bertindak melalui tekad dan kemauan spiritual (himmah). Pemilik-pemilik
kewakilan diantara para wali Allah mempunyai kemampuan untuk menggunakan
“pemberian bebas” (tasharruf). Niyabah juga mengacu pada Nama-nama Ilahi itu
sendiri. Sebagian Nama Ilahi berfungsi
selaku wakil-wakil Allah dan disebut sebagai Nama-nama kewakilan. (Lihat asma’;
himmah; al-khalifah; tahakkum; tsharruf).
niyaz:
Konstansi atau kestabilan dalam mencari Allah. Kehambaan sang hamba
dan kerinduan sang pecinta tetaplah konstan dalam segala kondisi dan keadaan.
Para hamba dan pecinta Allah duduk dengan sabar di pintu Allah. Dengan
senantiasa memandang Allah, mereka terus-menerus menatap Keagungan dan
keindahan Allah. (Lihat abad; bab; jalal; jamal; jam’uhu al-dhiddayn; naz).
niyyah:
Niat. Manusia Paripurna (al-insan al-kamil) adalah yang pertama
dalam niat dan kehendak melalui Allah yang menjadikan dia sebagai tujuan dan sebab terakhir penciptaan dunia.
Dari sisi penciptaan, segenap kepatuhan pada allah memerlukan kesucian niat.
Tanpa niat suci, tidak akan ada ketulusan dalam kata atau tindakan. Apa pun hasil dari tindakan itu, niat awallah
yang menentukan bobotnya. Sesungguhnya, tindakan maupun hasilnya adalah kepunyaan
Allah! (Lihat af’al; ‘amal; fa’il;
al-insan al-kamil; “lawlaka, lawlaka, ma
khalaqtu al-aflaka”, qadha’; qadar; sa’adah; syaqa).
niza:
Konflik. Konflik dalam kosmos berakar dari konflik di antara
Nama-nama Ilahi. Ketidakseimbangan diri
manusia diakibatkan oleh niza’ ini. Di bawah bimbingan seorang dokter Ilahi
9al-thabib al-ilahi) dan melalui perjuangan spiritual (mujahadah), gejolak dan
konflik batin ini bisa dipadamkan, ditundukan,
dan diubah menjadi keselarasan , keseimbangan, dan ketenangan. (Lihat al-asma’
al-mutaqabilah; dzikrullah; huda; Husn al-akhlaq; al-jihad al-akbar; idhlal;
inhiraf; I’tidal; isti’dad; mizaj; al-mizaj al-mustaqim; munaza’ah; al-thabib;
al-ilahi; uswah hasanah).
al-mizham:
Tatanan atau aturan. Tatanan telah ditetapkan oleh Allah.
Relitas-realitas tidak berubah. Sang hamba adalah hamba. Tuhan adalah Tuhan.
Yang Mahabenar adalah Yang Mahabenar. Makhluk adalah makhluk. Segala sesuatu
berada pada tempat semestinya. (Lihat al-‘abd; adab; al-adib; ‘arifin;
al-malamatiyyah; ‘ubudah).
nubuwwah:
Kenabian. Kenabian Institusional (nubuwwah al-tasyri’) berakhir
dengan Penutup Para Nabi, Muhammad Al-Mushthafa. Perintah Ilahi dan Hukum Suci berakhir dengan diri beliau. Jenis
kenabian ini mencapai hati semua nabi melalui Malaikat-malaikat Wahyu yang
memberikan Pengetahuan ke dalam hati-hati mereka. Selama turunya Wahyu, para
nabi dan rasul melihat “malaikat” maupun “pemberian” pengetahuan ini. Allah
telah mengunci pintu Kenabian seperti ini. Akan tetapi, masih ada kenabian umum
(nubuwwah al-ammah) dan kenabian kewalian (nubuwwah al-wilayah) yang dimiliki oleh
para wali Allah. Inilah kenabian yang melauinya Pengetahuan Ilahi dianugerahkan
pada hati para wali. Tidak seperti para nabi dan rasul, para wali hanya melihat
“malaikat” atau “pemberian” pengetahuan ini. Mereka tidak pernah melihat
gabungan keduanya. Sekiranya buka karena kenabian umum dan kenabian kewalian
ini, maka Pengetahuan tentang Allah akan dihapus untuk selamanya dengan
membiarkan manusia tanpa bimbingan langsung dari Allah. Melalui para Pewaris
Nabi Muhammad Al-Mushthafa, manusia mampu mencapai Pengetahuan tentang Allah.
Para nabi tidaklah diutus untuk menyingkap berbagai rahasia. Yang demikian
adalah pekerjaan para wali allah. Ajaran lahiriah Nabi Muhammad Saw., sebagai
seorang Nabi (nabi) adalah syari’ah. Ajaran batiniahnya, sebagai seorang wali
(wali), adalah haqiqah. Inilah salah satu makna dalam ucapan beliau, “Aku
adalah Ahmad tanpa M” (“Ana Ahmad bila mim”). (Lihat “Ana Ahmad bila mim”;
Muhammad; mubasysyirah; al-mulqiyat; mursyid; mushthafa; nabi; wilayah).
Nubuwwah al-‘ammah:
Kenabian umum. Nubuwwah al-‘ammah adalah jenis kenabian yang
dimiliki para Sufi Agung. (Lihat awliya’; al-malamatiyyah; mubasysyirah;
nabi; nubuwwah; wilayah).
nubuwwah al-ikhtishash:
Kenabian khusus. Nubuwwah al-ikhtishah inilah yang dimiliki setiap
nabi allah. (lihat nabi; nubuwwah).
nubuwwah al-muktasabah:
Kenabian perolehan. Jenis kenabian perolehan ii adalah kenabian
yang dimiliki oleh para sufi agung. (lihat awliya; al-malamaliyyah;
al-muhaqqiqun; nabi; wali; wilayah)
nubuwwah al-tasyri:
Kenabian institusional. Iostilaah ini mengacu pada misi para nabi
khusus, seperti nabi musa a.s. dan nabi Muhammad saw, yang diutus untuk
menyebarkan berbagai aturan hokum baru. (lihat ahadits, Muhammad; musthafa;
nabi; al-qur’an; syari’ah; sunnah; ummah)
nubuwwah al-wilayah:
Kenabian kewalian. Nubuwwah al-wwilayah adalah ketika peniupan
(nafs) inspirasi (ilham) masuk kedalam hati suci salah seorang wali allah
dengan membawa berita gembira (busyr). (lihat awliya; busyra; ilham;
mubasysyirah; nafs; wilayah).
nufudz:
Kemampuan menembus “para pemilik keadaan mistik”, yang dengannya
mereka sanggup melakukan berbagai hal ajaib “di luar kebiasaan”. (lihat ahwal;
himmah; kharq al-adah; ubidah).
Nuh :
Nabi nuh a.s. yang melalui kata ini turunlah hikmah kemahaagungan (alhikmah
al-subuhiyyah).
nujaba:
Orang-orang mulia. Dalam hierarki sufi, terdapat empat puluhorang
mulia yang memikul tanggung jawab terhadap ciptaan. Mereka tidak bisa bertindak
kecuali atas nama “sesuatu selain allah” (ma siwa Allah).
al-nun:
Huruf arab nun. Surah ke-68 dalam al-qur’an dimulai dengan “nun dan
pena,”(nun wa al-qalam”). Nun dilambangkan dengan bak tinta. Ini adalah
pengetahuan tentang rancangan universal tanpa rincian. Pena (al-qalam)
dicelupkan kedalam bak tinta. Pena adalah pengetahuan terinci tentang segala
sesuatu pada tataran primordial. (lihat al-lawh al-mahfizh al-‘ala)
nuqaba:
Para pemeriksa. Dalam hierarki sufi, para pemeriksa adalah mereka
yang mengeluarkan segala sesuatu yang tersembunyi dari jiwa mausia.
Al-Nur:
Sang cahaya. Salah satu nama indah Allah (al-asma’ al-husna).
nur:
Cahaya. Nur adalah cahaya ciptaan yang memencar dariu cahaya Allah
yang tak gtercipta. Ketika cahaya ini masuk dalam hati , ia menghilangkan
tatanan maujud (al-kawm) yang menghilangkan mata batin (bashirah). Sehingga ia
tidak menyaksikan “sesuatu selain Allah” (ma siwa Allah). Agar “penyingkapan”
bisa terjadi, cahaya yang berasal dari Allah . dalam kasus ini, tidak ada
‘penyingkapan”, dan pengetahuan tentang Allah (ma’rifat) tidak singgah di dalam
hati. Mengingat Allah (dzikrullah) inilah yang menggosok hati dan memungkinnya
diisi dengan cahaya. Sumber cahaya murni ini adalah kegaiban mutlak esensi itu
sendiri. Cahaya yang paling sempurna dan kuat adalah cahaya yang digunakan
Allah untuk “menyingkap” berbagai bentuk sebagaimana yang Allah maksudkan dan
terlihat oleh imajinasi dalam mimpi. (lihat ahl al-kassyf wa al-wujud; ana
jalisun man dzakarani; bashirah; al-ama; dzat; dzikrullah;al-haqiqah
al-muhammadiyyah; idruk; ilham; “lawlaka ma khalaqtu al-aflaka; Muhammad
rasullah; nur Muhammad; ru’yah).
nurani:
Bercahaya. Dalam kosmos, yaknio alam dari segala sesuatu yamng
bertentangan , sesuatu yang bercahaya (nurani) adfalah lawan dari sesuatu yang
gelam (zhulamani). Semuanya bersifat relative. Para malikat itu bercahaya jika
disbandingkan dengan segala sesuatu yang bersifat jasmani . namun ,
sesungguhnya mereka adalah gelap dan padat dalam hubungannya dengan cahaya
mutlak Allah. Para pecinta Allah meminum anggur berchaya (syarab nurani) yang
diberikan langsung oleh sang sahabat (saqi). (lihat idhafah; nisbah; nur;
syarab; tasnim).
nur muhammad:
Cahaya Muhammad. Allah mengambil segenggam cahaya-Nya dan berkata
,”jadilah Muhammad!” dari cahaya muhammmad (nur Muhammad) azali ini
diciptakanlah seluruh semesta . cahaya Muhammad inilah yang memungkinkan sang
penempuh jalan spiritual (salik) melanjutkan perjalanan menuju hakikat
muhammmad (al-haqiqah al-muhammadiyyah). tanpa sifat dingin cahaya ini , sang
salik tidak akan sanggup meneruskan perjalanan; jika dia melanjutkan
perjalanan, dia akan terbakar habis. perbedaan antara cahaya Muhammad (nur
muhammadf) dan hakikat Muhammad (al-haqiqah al-muhamadiyyah) terletak dalam
berbagai tingkatan kemenurunan (tanazzul) wujud, dari kegaiban batiniah
khazanah yang tersembunyi hingga manifestasi lahiriah kosmos. (lihat ahmad;
fana fi rasul; ghulam; al-haqiqah al-muhammadiyyah; khalq “lawlaka, lawlaka, ma
khalaqtu al-aflak,” Muhammad; mushtafa; tanazzul).
nuthq:
Ujaran rasional. Nuthq merupakan cirri pembeda manusia yang adalah
“hewan berpikir dan berbicara” (hayawan nathiq). Sesungguhnya, seluruh kosmos
berbicara dan bertasbih memuji tuhannya. Hanyalah manusia paripurna yang
memahami pujian ini. (lihat ahmad; Alhamdulillah; ahl al-sama; kalam; kalam
i-dzati; kalam tafshili).
nu’ut al-jalal:
Sifat-sifat keagungan . inilah sifat-sifat yang berkenaan dengam
ketakterbandingan (tanzih) dan penafian keserupaan (nafy al-mumatsalah). (lihat
asma’ al-jalaliyyah; jalal; tanzih).
nuzul:
turun . nuzul adalah proses menyifati wujud mutlak secara bertingkat . istilah ini juga bermakna turun. Manzil ini adalah tempat Allah turun (nuzul) pada sang hamba dan sang hamba pun turun (nuzul) pada Allah. (lihat nuzul).
turun . nuzul adalah proses menyifati wujud mutlak secara bertingkat . istilah ini juga bermakna turun. Manzil ini adalah tempat Allah turun (nuzul) pada sang hamba dan sang hamba pun turun (nuzul) pada Allah. (lihat nuzul).
al-nuzhzhar:
Mereka yang mempertimbangkan. Istilah ini mengisyaratkan para
filosof, “orang-orang yang punya pertimbangan” (ahl al-nazhar)
“orang-orang yang berpikir” (ahl al-fikr), dan ‘ para pemikir rasional”
(al-uqala). (lihat ahl al-kasyf wa al-wujud; al-aql; al-fikr; ma’rifah).
Q
“ qaba qawsayn”:
“panjang dua busur’. Istilah ini juga disebut “keserbameliputan
dari keserbameliputan” (jam’ al-jam). Hal ini merupakan salah satu kedudukan
spiritual tertinggal berupa kesempurnann yang dicapai oleh manusia-manusia
paripurna, yakni sebagian besar nabi Allah dan sebagian wali agung . inilah
tahap yang mendahului keterserapan dalam sumber ,yakni Allah (“aw adna’”).
Inilah tempat paling dekat yang bisa dicapai sang hamba sambil tetap berada
dalam keadaan hamba. “garis pembagi” yang indah dan tak terlukiskan inilah yang
memisahkan kesatuan dari kemajememukan,kegaiban dari yang kasat mata, Allah
dari hamba-Nya. (lihat al-abd; “aw adna”; jam al-jam;kamal; laylah
al-mi’raj;Muhammad; musthafa; “qiff ya muhammmad a lana rabbika yushalla”;
ubudah; i-dzatiyyah; wahdatimakaniyyah; wahdati zamaniyyah).
qabdh:
Kesempitan. Qabdh adalah “kesempitan” spiritual ketika hati
digenggam dan disempitkan oleh Allah melalui terror hukuman dan celaan . ini
adalah ketakutan yang sangat dalam serta pengalaman tentang waktu kini. Setiap
terjadi kesempitan (wqabdh) selalu diikuti oleh keluasaan (basth). (lihat al-asma
al-jalaliyyah; basth; bu’d; hal; jalal; khauf; qalb; raja; wahsyah).
Al-Qabidh:
Yang maha menyempitkan. Salah satu nama indah Allah (al-asma al-husna).
al-qabil:
Wadah. Setiap entitas adalah wadah untuk menerima dan
memanifestasikan wujud. Kadar penerimaan dan pemanifestasian ini bergantung
pada kesiapan wadfah atau bergantung pada hakikat entitas. ( lihat al-a’yan
al-tsabitah; al-faydh al-aqdas; haqa’iq; himmah; infi’al; isti’dad; al-nizham;
wus’).
qabiliyyah:
Kemampuan menerima. Ini menunjukan kemampuan menerima dari sebuah
entitas. (lihat al-qabil).
qabul:
Menerima (pengungkapan diri yang mahabenar). “menerima” di sini
bukanlah “mengambil”. Tata karma moral (adab) dalam situasi ini memerlukan
tingkat penghormatan , kepekjaan, kerendahhatian, dsan rasa syukur yang tinggi
dari sang hamba. Kedua tanggan hamba ini yang menengadah ke atas dan
mengisyaratkan kebutuhan dan poengabdian , senantiasa siap “menerima” apa pun
yang akan di berikan Allah. Dia tidak mau mengulurkan kedua tanganya untuk
“mengambil” . ( lihat al-‘abd; adab; du’a; husn al-akhlaq; isti’dad;
al-abil; uswah hasanah).
qadha’:
Ketentuan atau takdir. Qadha adalah ketentuan umum (al-hukm
al-kulli) Allah menyangkut entitas-entitas maujud. Sebab, entitas-entitas ini
sendiri ada dalam eksistensinya. Ketentuan-Nya tentang berbagai keadaan sajalah
yang akan terjadi atas semuanya itu sejak zaman keazalian (al-azl) hingga zaman
keabadian (al-abad). Kaum arif sempurna dan para pecinta Allah
(al-malamaliyyah) selalu menjaga tata karma sempurna kepada Allah . setiap kali
mereka berbuat ma’siat, mereka tidak pernah berlindung pada “ketentuan atau takdir” (al-qadha wa
al-qadhar) guna membebaskan diri dari mereka dari celaan dan kesalahan . “jiwa
yang mencela” (al-nafs al-lawwamah) pada diri mereka melindungi mereka dari ber
bagai kekurangajaran seperti itu. (lihat adal; af’al; al-a’yan al-tsabithah;
hal; al-lawh almahfizh; maktul; al-malamalaiyyah; nashib; niyyah).
qadam rasul:
Jejak rasul. Qadam rasul , sebuah replika suci, adalah bekas atau
jejak kaki kiri nabi Muhammad saw. Pada sebongkah batu. Barakah luar biasa
memancar dari qadam rasul, bahkan dari sekedar melihatnya akan menimbulkan
pengaruh sangat kuat pada orang yang melihatnya. Jejak kaki suci itu
mengingatkan bahwa selain sebagai keagungan alam semesta dan kekasi Allah, nabi
Muhammad saw-bagaaimanapun juga- adalah seorang manusia yang berjalan di muka
bumi. Keluarga spiritualnya , orang-orang yang berjuang di jalan Allah dan
banyak mengingat-Nya, senantiasa ingin mengikuti jejak-jejak kekasih Allah ini
dengan benar dan berharap bisa berjumpa dengannya ditelaga keberlimpahan di
surga. (lihat ahmad; “ana bila mim”; ghulam; habibullah; al-kautsar; khayr
al-akhlq; Muhammad; muisthafa; tabi; uswah hasanah).
qadar:
Takdir, nasib (qismah), atau kadar yang diberikan kepada setiap
entitas. Qadar adalah penetapan ketentuan umum (al-hukm al-kulli) melalui
pemberian eksitensi pada berbagai entitas sesuai dengan waktu dan situasi
kesiapan mereka masing-masing. Takdir mengacu pada kenyataan bahwa setiap
keadaan sebuah entitas dikondisikan oleh waktu gtertentu dan diakibatkan oleh
sebab khusus. (lihat isti’dad; nashib; qadha’; qismah).
Al-Qadim:
Yang maha abadi. Sebuah nama ilahi.
Al-Qadir:
Yang maha kuasa. Salah satu nama indah Allah (al-asma’ al-husna).
qadir:
Kemampuan. Inilah ukuran kemampuan yang ditetapkan dan inheren
dalam sesuatu. (lihat qadar).
qad jaffa al-qalam:
“pena telah mongering”. Dalam ungkapan lain, ketentuan ilahi tidak
bisa diubah. Ungkapan ini agak mirip engan frase “sebagaimana dikehendaki
Allah” (“ma syaa Allah”) dan “telah dituliskan” (“kana maktuban”). (lihat al-lawh
al-mahfizh; qadar; al-qalam al-a’la).
Qaf:
Istilah ini mengacu pada gunung qaf-gunung mitos dan kosmis di
ujung dunia tempat manusia mengalami kedekatan (qurb) dalam perjalanannya
menuju Allah. (lihat mi’raj; qurb; al-faraidh; qurb al-nawaafil; uns).
Al-Qahhar:
Yang maha menguasai. Salah satu nama indah Allah (al-asma’
al-husna)
Al-qahir: orang yang menguasai. Al-qahir berhubungan dengan nama
al-qahhar. Seseorang yang menguasai pastilah memerlukan orang yang di kuasai
(maqhur). (lihat al-asma’ al-jalaliyyah).
qahr:
Keperkasaan, kekerasan, atau kemurkaan . melalui qahr-Nya sajalah
Allah melenyapkan berbagai hasrat dan keinginan jiwa rendah dalam diri para
wali (awliya)-Nya. Melalui keagungan (jalal)-Nya, qahr ini bisa turun dengan
kekuatan penuh atas dirio sang hamba. Sang hamba dikuasai dan diliputi
ketakziman dan ketakutan . akan tetapi , ketakutan (khasyyah) seperti inilah
yang justru semakin mendekatkan dirinya kepada tuhannya. (lihat al-abd;
al=asma’ al-jalaliyyah; haybah; khasyyah; khauf; rahbah; tanzih; ubudah).
al-qa’il:
Yang berbicara. Allah adalah yang maha berbicara (al-qa’il). Dia
dilukiskan dengan ujaran (al-qalam). Melalui napas-Nya yang maha pengasih (nafs
al-rahman) inilah nama-nama Allah yilahi mewujud sebagi bentuk dalam kosmos.
Manakala mendengarkan makhluk, seorang yang sangat mengenal Allah (arif billah)
mengetahui bahwa Allah senantiasa maha berbicara. (lihat al-arif; arif
billah; arifin; asma’ al-alam; al-qalam; qurb al-nawafil).
al-qa’im bi-dzatihi:
Yang maha berdiri sendiri. Inilah Allah, yang mahamutlak. Allah,
yang mahahidup (al-hayy). Allah, yang maha berdiri sendiri (al-qayyum).
al-qalam:
Pena. Pena dicelupkan dalam tinta dan menulis di atas
halaman-halaman buku. Al-qalam menunjukan pengetahuan tentang segala sesuatu
secara terinci pada tataran ciptaan primordial. (lihat al-aql al-awwal;
idbar; iqbal; al-lawh al-mahfizh; al-nun; qadha; qadar).
al-qalam al-ala:
Pena tertinggi. Individualisasi objektif pertama terjadi dalam pena
tertinggi, yang membedakan segenap makhluk dari pencipta dan merekam segenap
bentuk eksistensi mereka di atas lembaran terjaga (al-lawh al-mahfizh). (lihat al-qalam;
tanazzul).
qalandar:
Sebagai orang berpandangan bahwa kata qalandar mengacu pada seorang
arif dan pecinta Allah yang telah mencapai salah satu tingkatan tertinggi dalam
“pengetahuan” dan “cinta”-Nya. Jenis qalandar ini adalah salah seorang dari
kaum al-malamatiyyah, dan dibicarakan serta dilantunkan dengan penuh
ketakziman, penghormatan, dan cinta, oleh para penyair dan penyanyi sufi.
Namun, sebagian lainnya mengatakan bahwa kata qalandar menunjukan sang sufi
yang sengaja berbuat dan bertingkah aneh-aneh serta mencela dirinysa sendiri
agar kebergantungannya kepada Allah mewujud. Dengan menampakan secara
l;ahiriyah kondisi spiritualnya , jenis qalandar yang disebut terakhir ini
bukanlah salah seorang dari kaum al-malamaliyyah. (lihat al-malamatiyyah).
qalb:
Hati. Hati manusia adalah tempat perubahan dan pasang surut yang
konstan. Hati adalah organ intuisi supra rasional berbagai realitas transenden
yang berhubungan dengan manusia. Hati adalah sekat (albarzakh) antara dunia ini
dan akhirat nanti. Palagan jihad besar (al-jihad al-akbar) adalah hati. Inilah
tempat jiwa rendah (nafs) yang memerosokan berhadapan dengan ruh (ruh) yang
merindukan. Perang antara dua kekuatan ini adalah untuk menguasai hati manusia
yang sangat berharga. Di bawah kesesatan sang penyesat (syaithan), nafs menghendaki
hati agar terjerembab dalam relung kejahilan. Akan tetapi, ruh, yang berasal
dari Allah, mengerahkan tarikan kuat pada hati untuk berusaha membimbingnya
menuju pengetahuan tentang Allah. Semakin bersih hati disucikan, semakin mudah
ia menerima tarikan ruh samawi yang tak terkalahkan ini. Hati adalah pusat suci
manusia karena ia adalah “tempat” yang mengandung Allah. Mengawasi dan
mencermati hati adalah bagian dari perjuangan spiritual (mujahadah) dalam
perjalanan kembali. Orang-orang yang sudah m,el;angkah jauh dalam menempuh
jalan spiritual tidak akan pernah membiarkan penjarah memasuki hati suci
mereka. Hati manusia paripurna adalah singgasana ilahi (al-arsy) yang
dikelilingi oleh berbagai hakikat spiritual. (lihat al-arsy; al-barzakh;
al-insan al-kamil; khawathir; muruqabah; muhasabah; sadanah; tajdid; al-khalq
fi al-anat; taqalub).
al-qamar:
Rembulan. Al-qamar adalah symbol bagi hati (qalb) yang meneruskan
cahaya ruh (ruh) pada kegelapan jiwa (nafs). (lihat nafs; qalb; ruh).
qamus:
Kamus. Qamus adalah sebuah buku yang sarat dengan berbagaai
definisi dan makna. Setiap manusia adalah sebuah qamua. Ketika manusia melihat
ke dalam dirinya sendiri dan merenungkan tanda-tanda batin (ayat) dan
makna-makna (ma’ani), dia akan mampu tingkatan jiwa , adalah tugas paling
serius yang harus dilakukan manusia. Namun, dia tidak bisa melakukan perjalanan
tanpa seorang pembimbing. Bukan hanya tidak mampu membaca kata-kata dalam kamus
ini, dia juga tidak bisa memahami berbagai definisi dari kata-kata itu. Seorang
pembimbing spiritual (mursyid) otentik akan mengantarkan dengan aman menuju
pusat suci. Melalui ungkapan verbal (ibarah) dan kiasan simbolis (isyarah),
sang mursyid akan membantu sang murid dan menjelaskan kepadanya kata-kata dalam
kamus (qamus)-nya. Manakala seseorang berbicara atau menuliskan apa yang ada
dalam dirinya, sesungguhnya dia tengah membuka-buka qamus dirinya untuk dibaca
orang lian. (lihat ayat; ibarah; isyarah; kalam-i-tafshili; kitab; ma’na;
murid; mursyid; sukunl shurah).
qashidah:
Kasidah atau lagu pujian penghormatan. (lihat diwan; na’l;
qawwal; qawwali).
Qasim:
Sang pembagi. Nabi Muhammad al-mushtafa adalah “sang pembagi”.
Cahaya Muhammad (nur Muhammad) berasal dari cahaya Allah. Dan seluruh ciptaan
berasal dari cahaya Muhammad. Dia adalah syikh atau guru bagi semua ciptaan.
Kepada mereka dia membagi-bagikannya cahaya-Nya. Dan cahaya itu adalah
pengetahuan. Nabi Muhammad saw bersabda, “ya Allah, masukan aku dalam cahaya”
dan dia juga berdo’a, “tuhanku tambahlah pengetahuanku.” Setiap syikh tasawuf,
yang adalah para ahli waris dan keluarganya, menerima langsung bagian
pengetahuan ilahi darinya. Pada gilirannya mereka membagikan bagian pengetahuan
mereka itu kepada murid-murid mereka. Jika murid bergerak maju melampaui
kefanaan dalam mursyid-nya (fana’ fi rasul) hingga kefana’an dalam rasul (fana’
fi rasul), maka dia akan menerima bagian pengetahuan ilahimya langsung dari
qasim “sang pembagi”. Nabi Muhammad saw. Sendiri. (lihat afadha; fana’ fi
rasul; ghulam; haqiqah al-faydh; al-haqiqah al-muhammadiyyah; mursyid; nur
Muhammad).
Al-Qawi’:
Yang maha kuat. Salah satu nama indah Allah (al-asma’ al-husna).
qawl:
Ujaran. Hubungan pertama antara manusia dan Allah adalah ujaran
(qawl)-Nya serta kita mendengarkan-Nya (sama’). Hubungan inilah yang memberikan
kekuatan spiritual (barakah) dari “konser spiritual” (sama’). Orang yang berhak
boleh sama’ adalah orang yang “menemukan” Allah dalam sama’. Manakala seseorang
menyanyi, maka ujaran Allah itulah yang terdengar oleh pendengarnya. Dan “tak
ada yang mendengarkan Allah kecuali Allah itu sendiri”. Ujaran (qawl) dan
pendengaran (sama’) adalah milik Allah. Segala sesuatu yang ada maujud dalam
napas yang maha pengasih (nafs al-rahman) sebagi akibat dari ujaran (qawl)
Allah, yang berupa perintah ilahi, “jadilah!” (‘kun’). (lihat ahl aal-kasyf
wa al-wujud; harf; nafas al-rhman; qawwal;qawwali; sama’; sukun; wajd; wujud).
qawm:
Kaum. Istilah ini sering digunakan sebagaisinonim bagi kaum sufi.
Mereka adalah “kaum Allah”.
Qawwal:
Seorang sufi penyanyi. Selama “konser spiritual” (sama’), qawwal
bisa menjadi sarana yang melaluinya para penyimak bertemu dengan Allah, dalam
keadaan ektase (wajd). Ketika ini terjadi, maka sama’ itu benar adalah sama’
yang sejati, karena sama’ adalah seekor burung yang terbang dari Allah menuju
Allah-Allah adalah si penyanyi dan Allah juga pendengar. Barakah yang menaungi dan memancar dari sang
qawwal dan musisinya sangatlah kuat. Pengaruhnya terhadap pendengar dapat
menjadi hebat sekalipun pendengar itu tidak mengetahui, dan mengabaikan,
kehadiran si penyanyi dan musisi. Bagi oraang yang telah disiapkan dan
disucikan, melalui perjuangan spiritual (mujahadah) daan mengingat Allah
(dzikrullah). Perkataan sang qawwal dapat membuat hati terbang menuju alam
spiritual, di mana ribuan kegaiban dibukakan baginya. (lihat ahl al-kasyf wa
al-wujud; ‘alam al-ulwi’; barakah; dzikrullah; qawl; sama’; wajd).
qawwali:
Lagu dan music sufi. Melalui irama qaawwaali, pendengaran
terbukakan bagi masuknya (warid) pengetahuan dan kesadaran, yang dengannya dia
mengalami ektase (wajd). Jika dia “menemukan” Allah dalam ektase ini, dia telah
mengalami sama’ sejati. (lihat qawwal; sama’).
qayd:
Rintangan atau batasan yang mungkin dijumpai di dalam perjalanan
menuju Allah. (lihat dzikrullah; himmah; mujahadah; shabr; salik; sama’).
Al-Qayyum:
Yang maha berdiri sendiri. Salah satu nama indah Allah (al-asma’
al-husna).
qiblah:
Orientasi ritual atau arah yang dituju ketika seseorang melakukan
shalat. Pada akhirnya, qiblah adalah semua arah karena “kemana pun kamu
menghadap, di situlah wajah Allah” (qs al-baqarah, [2]: 115). Pertama, untuk
mencapai pengetahuan tentang “arah tak berarah” ini, sang penempuh jalan
spiritual lebih dulu mengarahkan shalatnya ke makkah. Kedua, mursyid-nya
menjadi qiblah-nya. Ketiga, dia berpaling pada hati sucinya. Kemudian, ketika
Allah, yang maha benar (al-haqq), tersingkap pada hatinya, maka dia pun menghadap
Allah. Dia hanyalah Allah. Allah meliputinya dan Allah ada dalam dirinya.
Kemana lagi dia kini berpaling? (lihat al-‘abd; haram; haram al-syarif;
hayrah; al-insan al-kamil; al-nafs al-kamilah; shalah).
qidam:
Keabadian, keazalian, atau pra-eksistensi. Qidam adalah apa yang
tetap bagi sang hamba dalam pengetahuan Allah. (lihat al-‘abd; al-a-‘yan
al-isabithah; sukun).
Qiff ya Muhammad a lana Rabbika yushalla:
“diamlah di situ, wahai Muhammad, tuhanmu bershalawat kepadamu”.
Kata-kata ini diucapkan kepada nabi Muhammad saw. Pada malam kenaikannya ke
hadirat ilahi (laylah al-mi’raj). Semoga Allah melimpahkan kedamaian dan
rahmat-Nya yang abadi kepadanya. Frase yang sangat indah inu, yang diucapkan di
alam samawi, mengandung banyak sekali kunci untuk menyingkap misteri hakikat
nabvi dan keagungan shalat serta pujian. (lihat al-abd; ahmad; al-aql; “aw
adna”; khayr al-khalq; “lawlaka, lawlaka, ma khalaqtu al-aflaka”; laylah
al-mi’raj; al-haqiqah al-muhammadiyyah; Muhammad; mjusthafa;“qaba
qawsayn”;shalla; shalah; shalawat; wahdat-i-dzatiyyah;
wahdat-i-makaniyyah;wahdat-i-zamaniyyah).
qismah:
Nasib. (lihat qadar; “qismah wa al-nashib”).
qismah wa al-nashib:
“nasib dan bagian dalam kehidupan”. Ungkapan ini menunjukan
peneriman berbagai peristiwa dalam kehidupan sehari-hari yang di dalamnya Allah
menampakan keagungan atau keindahan-Nya. Penerimaan ini bisa melahirkan
kesabaran dan ketenangan dalam diri sang muslim, yang seringkali disalahpahami
oleh orang-orang luar. Akan tetapi, ketika mengucapkan qisma wa al-nashib,
orang menerima kehendak Allah “secara verbal” saja. Hanyalah jika penerimaan
ini dilakukan “secara sadar” yang di dalamnya sang muslim melihat dengan mata
batin (bashirah)-nya bahwa segala sesuatu berasal dari Allah, ia bisa mengubah
dirinya sepenuhnya. (lihat al-abd; bashirah; al-islam; istislam; nafs;
nashib; qwadar; qasim; al-yaqin;ubudah).
qisth:
Neraca keadilan. Qisth adalah keadaan yang dimiliki oleh
eksistensi. Seandainya Allah menjatuhkan “neraca keadilan” ini dari tangan-Nya,
bahkan sesaat, maka seluruh kosmos ini akan lenyap dan musnah. Sebagaimana
Allah memegang “neraca keadilan” ini, begitu pulalah hamba (al-abd)-Nya
berpegang kuat pada neraca hokum (syari’ah) yang telah ditetapkan Allah sebagai
sarana agar manusia mampu mencapai pengetahuan, kebahagiaan, kelembutan, dsan
rahmat di dunia (dunya) ini dan di akhirat (akhirah) nanti. (lihat al-abd;
adab; ‘adl; akhirah; dunya; huda; idhlal; syari’ah; ubudah).
qisyr:
Kulit atau bungkus luar. Orang-ornag yang memiliki kermampuan
rasional adalah orang-orang kulit luar. Mereka tidak mempedulikan inti (lubb)
dan salah mengambil sarana untuk mencapai tujuan. Akal (al-aql) harus digunakan
sebagai kulit di atas inti. Kulit harus dibuang untuk memperoleh “makanan
hakiki” pada inti, yakni pengetahuan tentang Allah . inilah makanan yang ahraus
terus-menerus disantap oleh kaum sufi. Mengacu pada inti inilah ketika salah
seorang syikh agung mengatakan, “berilah kami makna dengan daging segar”, dan
yang lainnya berkata, “kami mengambil pengetahuan kami dari yang maha hidup
(al-haryy) yang tidak mati.” Orang-orang yang melakukan ibadah ritual lahiriah
tanpa berupaya menukik ke dalam makna-makna batiniah adsalah orang-orang kulit
luar (qisyr). (lihat ab-i-hayat; ahl al-kasyf wa al-wujud; al-aql; ghiza;
lubb; ma’na; mi’raj; munafiq; sidrah al-muntaaha; shurah).
qiyam:
Psisi berdiri dalam shalat (shalah). Psisi tegak dari “:orang yang
melakukan shalat” (mushalli) adalah symbol perkembangan jiwa dalam kenaikannya
menuju pengetahuan. Qiyam pertama menunjukan anak tangga pertama (islam) dalam
tangga pengetahuan, yang berupa ketundukan verbal pada kehendak Allah, dan juga
“jiwa yang menyuruh pada kejahatan” (al-nafs al-ammarah) ketika memulai
perjalanna menuju Allah. Qiyam kedua (I’tidal) menunjukan anak tangga ketiga,
ihsan, dan juga “jiwa terilhami” (al-nafs al-mulhammah). (lihat ihsan;
al-islam; muhsin; muslim; al-nafs alammarah; al-nafs al-mulhammah; shalah).
qiyamah:
Kiamat. Qiyamah menunjukan saat ketika berbagai realitas akan
muncul pada setiap entitas. Inilah saatnya ketika setiap entitas akan bertemu
dengan berbagai amalan yang pernah dilakukannya. (lihat af’al; ‘amal;
akhirah; idhlal; khawathir; al-mizan; al-ashli; al-qur’an; syari’ah; sunnah).
Al-Quddus:
Yang maha suci. Salah satu nama indah Allah (al-asma’ al-husna).
qudsi:
Orang yang suci. Dia adalah orang yang diterangi oleh sifat-sifat
ilahi dan terus-menerus merenungkan kesadaran ilahi (sirr). (lihat dawam-i-hudhur;
muraqabah; sir).
al-qudrah:
Kekuasaan ilahi. Al-qudrah adalah sifat ilahi yang diungkapkan oleh
nama-Nya, yang maha kuasa (al-qadir). Enam sifat ilahi lainnya diungkapkan oleh
nama-nama-Nya: yang maha hidup (al-hayy), yang maha mengetahui (al-‘alim), yang
maha berkehendak (al-murid), yang maha mendengar (al-sami’), yang maha melihat
(al-bashir), dan yang maha berbicara (al-mutakalim). (lihat qudrah; shifat).
qudrah:
Kekuasaan. Ada tujuh sifat ilahi yang dimiliki oleh manusia pada
tataran yang sangat rendah. Sifat-sifat itu adalah hidup (hayah), berilmu
(‘ilm), berkehendak (iradah), berkuasa (qudrah), mendengar (sam’), melihat
(basher), dan berbicara (kalam). Perjalanan dari jiwa rendah menuju jiwa lebih
tinggi adalah perjalanan dari kematian menuju kehidupan, dari kejahilan menuju
pengetahuan dari kemalasan menuju kehendak, dari kelemahan menuju kekuasaan,
dari tuli menjadi mendengar, dan dari buta menuju melihat. (lihat basher;
hayah; ‘ilm; iradah; kalam; sam’)
Al-Qur’an:
“bacaan”. Al-qur’an adalah wahyu Allah terakhir kepada umat manusia.
Kitab suci ini mengandung semua kunci untuk membuka pengetahuan Allah yang
tiada habis-habisnya. Al-qur’an adalah “yang menghimpun” (qur’an) dan juga
“yang membedakan” (furqan). Melihat furqan tanpa qur’an hanyalah melihat
kemajemukan (katsrah) dan, oleh karenanya, menyekutukan Allah dengan yang
lainnya. Melihat qur’an saja tanpa furqan berate mengingkari sebab-sebab
sekunder (asbab) dan, oleh karenanya, membatasi Allah. Kata pertama iqra’ dalam
wahyu terakhir, yang turun atas nabi Muhammad saw. Melalui jibril, malikat
pembawa wahyu, membukakan bagi manusia jalan kembali sempurna dan lengkap
kepada Allah. (lihat asbab; bid’ah hasanah; furqan; huda; iqra; al-islam;
katsrah; Muhammad; naskh; tawlid).
qurb:
Kedekatan kepada Allah. Qurb adalah hakikat kedudukan
(maqam)kesempurnaan, “panjang dua busur” (qaba qawasayn). Inilah batas kenaikan
sang hamba sebelum fana dalam diri Allah. Al-muqarabbin adalah hamba-hamba yang
telah mencapai kedekatan seperti ini. Salah satu kebingungan (hayrah) dalam
perjalanan ini ialah bahwa dengan mempunyai pengetahuan tentang kejauhan
(bu’d)-nya dari Allah, sang hamba sesungguhnya didekatkan (qurb). Kehambaan
(‘ubudah) menunjukan kejauhan yang membawa kedekatan. Sang hamba mesti terkait
pada tata karma dan sopan-santun sempurna (adab) dengan memuliakan dan
menghormati kebenaran bahwa “sang hamba tetaplah hamba dan tuhan tetaplah tuhan
“.(lihat al-abd; adab; arifin; ahl al-kasyf wa al-wujud; aw adna; ayn
al-kautsar; bu’d; hayrah; al-malamaliyyah; al-muqarabin; “qaba qawsayn”; qurb
al-jara’idh; qurb al-nawafil; ubudah).
qurban:
Kurban. Hari raya kurban (‘id al-adhha) “waktu tak berwaktu” ketika
sang hamba berdiri di hadirat keesaan sesudah meniadakan, menghilangkan,
membantai, dan mengurbankan dirinya sendiri. Sekiranya tersisa sebuah atom saja
dari jiwanya sendiri, maka dia tidak akan bisa berdiri di hadirat keesaan ini.
Kesatuan tempat (wahdat-i-makaniyyah), kesatuan zaman (wahdat-i-zamaniyyah),
dan kesatuan esensi (wahdat-i-dzatiyyah) telah direalisasikan. Sang hamba telah
lenyap, berpisah dan meninggalkan dirinya sendiri. Kini, dia tidak punya
qiblah. “kemana pun kamu berpaling, di situlah
wajah Allah”. (lihat al-abd; arafah; al-aql; “aw adna”; fana’; hajj;
haram; id al-adhha; jam’ al-jam’; qiblah; “qiff ya Muhammad, a lana rabbika
yushalla”; sidrah al-muntaha; ubudah).
qurb al-fara’idh:
“kedekatan berbagai amalan ibadah wajib”. Qurb al-fara’idh adalah
yang kedua terendah dari empat kedudukan (maqam) kesempurnaan. Sang hamba yng
melaksanakan berbagai amalan ibadah wajib mencapai kedekatan ini. Sambil tetap
mempertahankan sifat-sifatnya sendiri, realitas dirinya pun lenyap dalam Allah.
Pelakunya adalalah Allah dan kehadiran tersembunyi sang pencipta tetap
tersembunyi dalam Allah dan kehadiran tersembunyi sang pencinta
dimabifestasikan oleh keberadaan dirinya menjadi berbagai fakultas Allah. Sang
pecinta menjadi mata, surah kekasih, dan sebagainya. (lihat far’idh;
al-hiss; idhthirar; ikhtiyar; iqamah al-shalah; jabr; al-kalam; kamal;
kibrilahmar;maf’ul; mahur; al-muqarabbun;qurb).
qurb al-nawafil:
“kedekatan berbagai amalan ibadah sunat”. Qurb al-nawafil adalah
yang paling rendah dari empat kedudukan (maqam) kesempurnaan. Sang hamba yang
melakukan amalan-amalan ibadah sunat mencapai kedekatan ini. Sambil tetap
mempertahankan realitas dirinya, dia pun didominasi sepenuhnya oleh keesaan
Allah dan disifati oleh berbagai sifat-Nya. Allah memanifestasikan diri-Nya
dengan nama-Nya, yang mahabatin (al-bathin), agar dia tetap tersembunyi dalam
diri sang pecinta. Pelakunya adalah sang pecinta dan kehadiran Allah dalam
dirinya dimanifestasikan dengan keberadaan-Nya menjadi segenap fakultas sang
pecinta. Sang kekasih pun menjadi mata, suara sang pecinta, dan sebagainya.
(lihat al-hiss; al-insan al-kamil; kamal; nawaafil; al-al-khayarat; qurb).
qurrah:
Kesegaran, ketenangan, dan kedamaian yang diberikan kepada nabi
Muhammad dalam shalat. Dia adalah “suri tauladan terindah” (uswah hasanah).
Dengan berupaya mengikuti jejak-jejaknya serta meneladani sunat nabi sajalah
seseorang bisa mencapai qurrah ini dalam shalatnya. (lihat husn al-akhlaq;
qadam rasul; shalah; sunnah; uswah hasanah).
al-qutbh:
“kutub” atau “poros” atau “sumbu”. Dalam hierarki sufi, qutbh
menduduki puncaknya. Dia adalah seseorang di setiap zaman yang merupakan pusat
pengawasa Allah atas dunia ini. Nabi Muhammad saw. Adalah kutub indah yang
dikelilingi oleh alam-alam samawi.
qutbh:
Kutub, poros, atau sumbu. Di kalangan para wali (awliya) Allah, ada
banyak kutub yang dikelilingi berbagai realitas spiritual. Setiap qutbh dinamai
dengan dua nama: dia dalah “hamba Allah” (abd allah), melalui kesempurnaan
esensialnya dalam memanifestasikan nama Allah dan dia adalah hamba dari salah
satu nama ilahi tertentu – missal;nya, “hamba dari yang maha pemurah” (abd
al-karim) atau “hamba yang maha pengasih” (abd al-rahman) – melalui
kesempurnaan wujud aksidentalnya di tempat dan waktu tertentu untuk memenuhi
fungsi tertentu. Sekalipun kutub-kutub itu berada di bawah nama serba-meliputi,
yakni Allah, bagaimanapun juga mereka ditempatkan dalam berbagai peringkat
keutamaan sesuai dengan nama ilahi yang mereka emban.
qutbh al-aqthab:
Kutub segala kutub. Dia adalah “kutub” (al-qutbh) yang ditatap
seluruh kosmos. Sesudah menyandang berbagai sifat dari segenap nama ilahi, dia
dalah cermin Allah. Dia mempunyai dua nama : dengan kesempurnaan esensialnya,
ia adalah “hamba Allah” (abd allah), dan dengan kesempurnaannya merealisaasikan
seluruh nama ilahi, dia adalah “hamba dari yang maha meliput” (abd al-jami’).
“dia adalah pemilik waktu kini, mata waktu, dan misteri takdir”.
quthb falaki al-jamal:
Kutub indah yang dikelilingi berbagai alam. Ini adalah nabi
Muhammad saw. (lihat al-haqiqah al-muhammadiyyah; “lawlaka, lawlaka, ma
khalatu al-aflaka”; nur Muhammad).
quwwah:
Kapasitas, kekuasaan, atau fakultas.
al-quwwah al-mufakkirah:
Fakultas akal. (lihat al-aql; al-fikr).
al-quwwah al-mushawwirah:
Fakultas pemberi bentuk. (lihat khayat; ma;na; shirah).
al-quwwah al-mutakhayyilah:
Fakultas imajinasi. (lihat khayal; mitsal).
al-quwwah al-malakutiyyah:
Kekuatan supra-formal. Kekuatan samawi dan malakuti. (lihat hadhrah
al-malakut).
R
al-rabb:
Tuhan. Allah adalah “tuhan” segala sesuatu yang ada. Segala sesuatu
adalah “hamba” (marbub)-Nya. Tuhan dari setiap hamba adalah wajah Allah yang
dipalingkan kepadanya. Tuhan segala sesuatu adalah penyingkapan diri khusus
yang diberikan Allah kepadanya. Semuanya ini bergantung pada kesiapan
(isti’dad) dari entitas tak berubah itu sendiri. Akan tetapi, dalam tasawuf,
nama al-rabb mengimplikasikan kebalikannya, yakni sang hamba (al-abd), nabi
Muhammad saw. Bersabda, “barabgsiapa mengenal dirinya sendiri, dia mengenal
tuhannya.”beliau juga bersabda, “aku mengenal tuhanku melalui tuhanku.” (lihat al-abd,adab;
arifin; al-baqa’ ba’da al-fana; “man arafa nafsahu, arafa rabbahu; ubudah).
rabb al-arbab:
Tuhan segala tuhan. Segala sesuatu mempunyai tuhan masing-masing.
Mereka yng tersesat diridhai oleh tuhan mereka sendiri tetapi dikutuk oleh
Allah, tuhan segala tuhan. Tuhan segala sesuatu adalah wajah tertentu (wajh)
yang Allah palingkan kepadanya. Sebagian besar manusia memandang seba-sebab
sekunder (asbab) sebagai tuhan-tuhan (arbab) merekla. Dengan berbuat demikian,
mereka tidak menemukan tuhan segala tuhan, yakni Allah. (lihat arbab;
arifin; asbab; “man arafa nafsahu, arafa rabbahu”; wajh; al-wajh al-khashash).
rabbani:
Bersifat ketuhann. Orang yang berdiri demi, dan menegakkan,
keadilan-yakni, orang yang berjuang demi kebenaran- disebut haqqani.ditransformasikan
dalam cara yang diberkahi dengan berbagai sifat ilahi. Dia menjadi rabbani
(bersifat ketuhanan). Berbagai pikiran bersifat ketuhanan (ilahi) yang masuk
(khawathir) disebut sebagai bersifat ketuhanan (rabbani). Kedudukan ma’rifah
disebut sebagai kedudukan brsifat ketuhanan (rabbani), sedangkan kedudukan ‘ilm
disebut sebagai kedudukan bersifat ketuhanan (ilahi). (lihat ‘ilm;
khawathir; ma’rifah).
rabbaniyyah:
Ketuhanan. Dalam kesempurnaan kemaskulinan (rajuliyyah) terdapat
isyarat ketuhanan . sedeangkan dalam kesempurnaan esensial penghambaan
(ubudah), sama sekali tidak ada
ketuhanan. (lihat al-abd; kamal; rajul; ubudah; uswah hasanah).
“Rabbi zidni ‘ilma”:
“tuhanku, tambahlah pengetahuan qu!” (QS thaha [20] : 114). Allah
memerintahkan nabi Muhammad saw. Untuk berdoa memohon tambahan pengetahuan.
Nabi Muhammad tidak meminta tambahan apa pun selain pengetahuan, yaitu
opengetahuan tentang Allah. Beliau juga berdoa, “ya ilahi, tambahlah
kebingunganku kepada-Mu!” akan tetapi, pengetahuan tentang Allah adalah
kebingungan dalam kebingungan yang membingungkan. Sebab, semakin bertaambah,
cakrawala pengetahuan ini meluas
membentang jauh ke depan tanpa batas.allah maha tak terbatas daan pengetahuan
Allah juga tak terbatas. Bertaambahnya pengetahuan berarti bertambahnya
kebingungan, yakni bertambah dalam pengetahuan … ad infinitum. (lihat arifin;
hayrah; la takrar fi al-tajalli; ma’rifah; tajjali).
rabith:
Kesalinghubungan, ikatan esensial, atau jalinan ikatan. Kosmos
berakar kuat dalam hubungan dan ikatannya dengan Allah. (lihat al-abd; ashl;
idhafah; mustanad; al-rabb).
rafi’ al-darajat:
Yang maha mengangkat deraajat. Sebagai rafi’ al-darajat, Allah
mengatur segala sesuatu secara sempurna sesuai dengan syarat-syarat yang
diperlukan oleh setiap tataran sesuatu dalam hierarki eksistensi. Oleh karena
itu, akar ilahiah dalam berbagai tataran kosmisi adalah nama rafi’ al-daarajat.
(lihat kamal; maratib; tafadhul; tamam).
rafraf:
Baju hijau yang bercahaya sangat terang yang turun kepada nabi
Muhammad pada saat kenaikan (mi’raj)-nya. Di atas rafraf ini, beliau diangkat
ke atas dalam tahap terakhir kenaikan menuju singgasana ilahi (al-‘arsy) di
hadirat ilahi. Semoga Allah memberkahi dan memberikan kedamaian kepada beliau.
(lihat al-aql; buraq; laaylah al-mi’raj; sidrah al-muntaaha).
raghbah:
Kerinduan. Inilah kerinduan rahasia (sirr) sang pencinta pada
kekasih. (lihat ‘asyiq; ‘isyq; syawq).
rahah:
Kedamaian, ketenangan, istirahat, atau kediaman. Ini adalah rahmat
(rahmah) yang membawa berbagai entitas, dari kesusahan (karb) dalam ketiadaan
menuju kesenangan dalamn eksistensi. Situasi ini terbalik bagi sang arif dan
pecinta Allah yang telah fana dalam sang sumber (fana fi allah) dan
dikembalikan pada ciptaan (al-baqa ba’da al-fana) untuk memenuhi tugasnya
sebagai khalifah. Dikatakan bahwa sang sufi tidaklah diciptakan (al-shufi lam
yuhlak). Dengan berusaha mengemban tanggung jawab pada ciptaan, ia mengalami
kesusahan (karb) berupa tekanan dan kerinduan untuk kembali secara abadi kepada
Allah. Ia menghabiskan seluruh waktunya untuk berusaha kembali ke asal-usulnya
sediakala! (lihat al-abd; amanah; arifin; awliya; al-khalifah; sama’; shufi;
tawajud; ubudah; uswah hasanah).
rahbah:
Terror. Rahbah bisa berupa terror langsung berupa ancaman hukuman
yang disadari, atau terror tersembunyi dari pengetahuan tak ternilai dan
berubah-ubah, atau terror rahasia berupa pemberitahuan bahwa apa yang diketahui
sebelumnya akan terjadi. (lihat asma’ jalaliyyah; khawf; khasyyah; qahr).
Al-Rahim:
Yang Maha Penyayang. Salah satu Nama Indah Allah (al-asma’
al-husna). Allah menganugerahkan Nama Indah-Nya ini kepada Nabi Muhammad Saw.
rahmah:
Rahmat dan kasih sayang. Ada duaa macam rahmat: rahmat esesnsial
(dzatiyyah), yaitu rahmat anugrah yang diberikan Allah kepada semua makhluk
tanpa ada pembedaan; dan rahmat khusus (khashashah), yaitu rahmat keharusan
yang diberikan Allah kepada hamba-hamba yang memmang berhak menerimanya.
Manakala sang hamba telah dianugrahi “pembukaan penyingkapan” (futuh
al-mukasyafah), maka ia melihat, mencium, merasa, menyentuh, dan mendengar
rahmah Allah, yang tidak sadar mengelilinginya, bahkan menembus setiap atom
dalam wujud dirinya. (lihat al-abd; khullah; al-malamaliyyah; al-muhaqqiqun;
takhallul; takhali).
Al-Rahman:
Yang maha pengasih. Salah satu nama indah Allah (al-asma’
al-husna).
al-rahmaniyyah:
Kemahakasihan atau rahmaat
penuh berkah. Al-rahmaniyyah berada dipusat antara esensi gaib dan nama-nama
sifat, yang berhadapan dengan ciptaan. (lihat al-‘ama; “ana ahmad bilamim”;
asma’ afahiyyah; al-barzakh; al-gahyb; tanazzul).
al-rahman al-rahimiyyah:
Rahmat dari yang maha penyayang. Semata-mata karena rahmat dari
yang maha penyayang, penyaksian keyakinan (‘ayn al-yaqin) bisa terbuka. Rahmat
dari yang maha penyayang meliputi seluruh alam semesta. (lihat ‘ayn
al-yaqin; hayrah; mujahadah; al-ni’mah; rahmah; suluk).
raja’:
Harapan. Raja’ adalah mengharapkan rahmat Allah (yang sesungguhnya
selalu mengelilingi kita, tapi jarang diperhatikan). Selama pengasingan dan
perpisahan (bu’d), sang pecinta merentangkaan harapannya sedemikian rupa
sehingga sang kekasih akan “tiba” atau “berbicara” atau “menghampiri” atau
hanya sekedar “memandang”. Ia takut kalau-kalau perpisahan ini bersifat
terus-menerus dan permanen. Ia beraharap bahwa perpisahan ini hanyalah
sementara saja. Di antara sayap ketakutan (khawf) dan harapan (raja’) sang
pecinta terus-menerus mengejar sang kekasih. (lihat ‘asyiq; basth; bu’d;
qabdh; qurb; rahmah).
al-rajul:
Pria. Ia adalah wali agung Allah. Rajul adalah orang yang tidak
pernah puas dengan apa yang datang dari Allah, tapi puas hanya bersama Allah.
Pria (al-rajul) menegaskan sebab-sebab (asbab) sekunder karena jika ia
menafikan sebab-sebab ini , ia tidak akan mengenal Allah dan juga tidak akan
mengenal dirinya sendiri. Selama “kemabukan” (sukr) dalam ekstase (wujd)-nya,
sang rajul akan memanifestasikan isyarat ketuhanan (rabbaniyyah). Akan tetapi,
ketika ia kembali pada “ketakmabukan” (sahw), ia surut ke dalam kehambaan
(‘ubudah) sempurna. (lihat al-abd; arifin; ‘ayn al-kafur; kamal;
rabbaniyyah; sahw; sama’; sukr; tasnim; ‘ubudah; wajd).
rajuliyyah:
Kemaskulinan. Inilah kesempurnaan yang dimiliki seorang rajul.
(lihat al-rajul).
raki’un:
“orang-orang yang rukuk”. Raki’un adalah waali-wali Allah yang
tidak pernah memandang kosmos dalam hal entitasnya, tapi hanya sekadar sebagai
tempat manifestasi Allah yang maha benar. Mereka tunduk di hadapan keagungan
dan ketinggian Allah. (lihat kibriyah; tanzih).
Al-Rakqib:
Yang maha mengawasi. Salah satu nama indah Allah (al-asma’
al-husna).
raqiqah:
Tipis atau lembut atau halus atau tak teramati. Istilah raqiqah
digunakan untuk melukiskan dan menggambarkan berbagai bentuk yang lembut atau
hubungan dari berbagai tingkatan eksistensi; misalnya saja, realitas tunggal
tak teramati (raqiqqah) yang memisahkan manusia paripurna dari manusia adalah
bahwa kehambaannya tidaklah tercemari oleh bentuk ketuhanan apa pun.
raqs:
Tarian. Raqs adalah gerakan ritmis atau berputar yang terjadi di
bawah pengaruh “konser spiritual” (sama’). Ini adalah tanda lahiriah yang
keluar dari ketenggelaman dalam mengingat Allah (dzikrullah). (lihat qawwal;
qawwali; sama’; tawajud).
Al-Rasyid:
Yang maha menunjuki. Salah satu nama indah Allah (al-asma’
al-husna).
al-rasikhun fi al-‘ilm:
“orang-orang yang memiliki pengetahuan mendalam”. Mereka ini adalah
orang-orang bijak ilahi (al-hukama al-ilahiyyun) yang mempunyai pengetahuan
yang benar tentang diri mereka sendiri dan tuhan mereka, Allah. Ketika Allah
memerintahkan mereka untuk mengerjakan sesuatu, mereka pun mengerahkan diri
sepenuhnya hingga kewajiban itu tuntas diselesaikan. Sesudah menyelesaikan
kewajiban itu mereka pun berada di bawah perintah sebuah nama ilahi tertentu.
Di saat-saat lemah, nama ilahi, “yang maha lemah lembut” memerintah merka.
Manakala mereka memerlukan pertolongan, nama ilahi, “yang maha penolong” pun
member mereka pertolongan. Dan begitulah halnya dengan semua nama lainnya
hingga Allah menyeru mereka. Kemudian, sekali lagi, mereka menyibukakn diri
sepenuhnya dengan perintah-Nya. Inilah makna dibalik sang hamba yang
menyibukkan diri dengan ibadah dan berbagai amalan sunnat hingga ia mendengar
seruan untuk menunaikan ibadah wajib. Pada waktu itu, semua ibadah sunnat
(al-nawafil) dilarang. Manakala sang esensi memerintahkan mereka untuk
melalukan suatu kewajiban, maka sang hamba pun dilarang untuk menerima upahnya
dari sebuah nama ilahi. “orang-orang yang memiliki pengetahuan mendalam”
(al-rasikhun fial-‘ilm) mengetahui ini! (lihat al-abd; kamal; qurb
al-fara’idh; qurb al nawafil; al-rabb).
rasul:
Seorang utusan (Allah). Rasul adalah orang yang diutus oleh Allah.
Allah adalah sumber dan rasul adalah pancaran dari Allah. Jalan kembali pada
Allah, sang sumber adalah melalui rasul (rasul)-Nya, pancaran. (lihat rasulullah).
Rasulullah:
Utusan Allah. Muhammad al-musthafa. Melalui pancara cahaya rasul,
Allah mengirimkan kepada manusia pesan cahaya murni-Nya sendiri. “allah
mengambil segenggam cahaya-Nya dan berkata, ‘jadilah Muhammad!’ dan terjdilah”.
Setiap “pikiran yang masuk” (khathir), baik terpuji atau tercela, adalah
“utusan” dari Allah. Dengan terus-menerus mengawasi hatinya, sang arif tidak
pernah melalaikan utusan-utusan ini. Dalam al-qur’an Allah berfirman,
“sesungguhnyatelah datang seorang utusan dari kaummu sendiri,…” (QS Al-taubah
[9]:128). Sang pecinta, hamba, dan sekaligus orang yang mengenal Allah adalah
juga pecinta, hamba dan seorang yang mengenal rasul allah (rasulullah), kekasih
allah (habbibullah), nabi Muhammad saw. “sesudah engkau mengenal Allah, maka
engkau akaan menegnal siapa sesungguhnya Muhammad!” ektase dalam dada sang
pecinta-hamba-arif adalah rasul Allah (rasulullah). Ia adalah rasul yang akan
mengantarkannya kembali pada Allah. (lihat “ana ahmad bila mim”; ghulam;
al-haqiqah al-muhammadiyyah; “lawlaka, lawlaka; ma khalaqtu al-afl;aka”;
Muhammad; Muhammad rasulullah; musthafa).
Al-Ra’uf:
Yang maha pengampun. Salah satu nama indah Allah (al-asma’
al-husna). Allah yang maha kuasa menganugrahkan
nama indah ini kepada kekasih-Nya, nabi Muhammad saw.
rayn:
Karat. Rayn adalah lapisan yang menutupi hati seperti tirai dan
mencegah cahaya pengetahuan masuk ke dalamnya. Karat ini hanya bisa dihilangkan
dengan iman. Kemudian ada karat (rayn) yang menutupi mata batin (bashirah)
hati. Karat ini hanya bisa dihilangkan dengan mengingat Allah (dzikrullah).
(lihat bashirah; dzikrullah; nur; qalb).
Al-Razzaq:
Yang maha pemberi rezeki. Sal;ah satu nama indah Allah (al-asma’
al-husna).
ri:
Memuaskan dahaga. Dalam tiga serangkai istilah yang berkaitan
dengan pengalaman langsung , “memuaskan dahaga” (ri) menduduki tempat ketiga.
Yang pertama adalah “rasa” (dzauq) dan yang kedua adsalah “minum” (syarb).
Setiap kedudukan (maqam) memiliki tahap “memuaskan dahaga” (ri). Akan tetapi,
bagi orang-orang penghuni “bukan kedudukan” (la maqam), sama sekali tidak ada
pemuas permanaen bagi dahaga akan Allah karena pengetahuan Allah tidak
terbatas. (lihat awliya; dzawq; al-dzatiyyun; la maqam; al-malamatiyyah;
al-muhaqqiqun;saqi; syarab; syurb).
ridha:
Keridhaan dan kepuasan serta penerimaan tuus atas ketentuan ilahi.
Dalam kedudukan ini, sang pecinta senantiasa ridha dan puas dengan apa yang
dilakukan oleh kekasih. Akan tetapi, manusia sejati (rajul) hanya puas dan
ridhla dengan Allah sendiri. Orang yang telah mencapai ridha ini telah tiba
pada “jiwanya yang ridha” (al-nafs al-radhiyyah). (lihat ‘asyiq; jalsah;
al-nafs al-radhiyyah; al-rajul).
ridhwan:
Keridhaan Allah. Ridhwan Allah adalah penerimaan-Nya atas
hamba-Nya. Ridhwan bahkan lebih besar dari surge. Sang hamba telaah sampai pada
“jiwa yang diridhai” (al-nafs al-mardhiyyah), yakni tahap sebelum bersatu
dengan esensi itu sendiri. (lihat al-abd; al-dzatiyyah; al-jannah; kamal;
mi’raj; al-nafs al-mardhiyyah; ‘qurb, uns).
rijal:
Manusia-manusia sejati. Para wali agung Allah. Rijal adalah
“orang-orang yang besar” (al-akbar). (lihat al-rajul).
al-rijal al-ghayb:
Manusia-manusia dari alam gaib. Mereka ini adalah para wali mulia
yang diperintah oleh khidhr a.s.
risalah:
Kerasulan. Risalah adalah misi ilahi dalam menyebarkan hokum suci
baru yang untuknya seorang utusan (rasul) diutus kepada kaumnya kerasulan
berakhir dengan nabi Muhammad saw., yang adalah penutup para rasul (khatam
al-rasul). Karena kesempurnaan rasul terakhir dan kesempurnaan risalahnya, umat
manusia tidak memerlukan lagi hokum suci atau jalan kembali lain menuju Allah.
(lihat ahadits; husn al-akhlaq; laylah al-mi’raj; Muhammad; Muhammad
rasulullah; musthafa; nabi’; al-qur’an; rasul; syari’ah; sunnah;l uswah
hjasanah).
riya’:
Kemunafikan atau sok pamer. Keadaan-keadaan spiritual (ahwal)
adalah anugrah dan karunia dari Allah dan berbagai kedudukan spiritual
(maqamat) pun diperoleh. Turunya berbagai keadaan dan perolehan berbagai
kedudukan itu adalah melalui anugrah Allah dan rahmat-Nya. Riya adalah salah
satu rintangan paling besar di jalan kembali menuju Allah. Ketika sang hamba
tahu pasti bawa ia adalah seorang hamba, maka rasa maluny di hadapan tuhan kan
mencegah dirinya dari menisbatkan kebaikan
pada dirinya sendiri. Adab sempurna kepada Allah melindunginya dari sok
pamer seperti ini. Dalam upaya mencegah agar isyarat paling kecil sekalipun
dari riya’ tidak masuk ke dalam ibadah merekaa, maka kaum al-malamatiyyah
menyembunyikan segenap amalan dan keadaan spiritual mereka dari manusia. Orang
yang belum “merasakan” tapi berbicara seolah-olah ia telah “merasakan” adalah
salah karena telah melakukan salah satu bentuk riya’; ini adalah seorang munafi
(munafiq). Mereka yang sudah “merasakan” tahu dan mereka yang belum “merasakan”
tidak tahu. (lihat al-abd; adab; dzawq; khuduqi; al-malamatiyyah; munafiq;
musthawif; qabul; qayd; ubudah; uswah hasanah).
riyadhah:
Disiplin asketis atau latihan kezuhudan. Di sepanjang tahap-tahap
awal dalam perjalana kembali menuju Allah, ketika seorang penempuh jalan
spiritual berada dalam kondisi ketidakseimbangan (inhiraf), ia mestilah
berupaya sekuat tenaga dalam perjuangan spiritual (mujahaddah) dan disiplin asketis (riyadhah).
Dengan rahmat Allah, hal ini akan mengantarkannya pada keadaan harmoni dan
kesimbangan (I’tidal) yang lebih besar. Berkenaan dengan seluruh metode dalam
tasawuf, disiplin asketis hanyalah sekadar “sarana” dan bukan “tujuan itu
sendiri”. Ketika kesimbangan sempurna dicapai, orang yang mengenal Allah pun
menggantikan asketismennya dengan moderasi. Riyadhah paling besar dari seorang
hamba berpengetahuan ialah tidak mengingkari Allah dalam bentuk apa pun dan
tidak membatasi Allah dengan keterbandingan-Nya. Allah sama sekali tidaak bisa
dibandingkan dengan pengakuan akan keterbandingan-Nya, sebab pengetahuannya
membatasi Allah! (lihat inhiraf’ I’tidal; mujahaddah; salik; suluk;
al-thabib al-ilahi).
riyadhah al-adab:
Disiplin tata karma moral yang dicapai dengan mencampakkan berbagai
kecenderungan alami ego. (lihat adab; nafs).
riyadhah al-thalab:
Disiplin pencarian dengan ketulusan dan kelurusan tujuan. (lihat adab;
himmah; ikhlash; murid; thalib).
riyasah:
Kepemimpinan. Ada berbagai macam pengetahuian seperti ilmu tentang
misteri dan rahasia (‘ulum al-sirr), yang tidak bisa ditampakkan. Jika para
penempuh jalan spiritual (salikun) tertentu mengetahui ilmu-ilmun ini, mereka
pun mencari kepemimpinan (riyasah) dan keunggulan atasa orang lain dengan
maksud ingin mempertontonkamn ilmu-ilmu ini dan mengamalkannya di alam jasmani.
Keinginan seperti ini adalah isyarat ketidakdewasaan spiritual, kekurangajaran
(su’al-adab), dan juga menampakkan tipu daya (mark) Allah. Pemimpin sejati dan
hakiki adalah sang hamba yang
menginginkan hanya Allah . ia adalah alim berketuhanan (alim rabbani). (lihat adab;
alim rabbani; mark; mark nafsi; su’al-adab).
rizq:
Rezeki. Allah adalah pemberi rezeki kita dan rezeki kita telah
ditentukan sejak zamzn keazalian. Kosmos tidak bisa bertahan hidup kecuali
melalui Allah dan sifatp-sifgast ketuhanan juga tidak bisa terwujud kecuali nmelalyui
kosmos. Dengan demikian, masing-masing saling member satu sama lain. (lihat asma’;
ghina’; qadha; qadar; taghadzdzi).
rububiyyah:
Ketuhanan. Kosmos memiliki dua tataran dasar yang diungkapkan dalam
berbagai cara-yang maha benar (al-haqq) dan makhluk (al-khalq) dan kehambaan
(ubudiyyah). Eksistensi ketuhanan inilah yang menuntut adanya kehambaan.
Ketuhanan adalah tataran paling tinggi dan kehambaan adalah tataran paling
rendah. Tidak ada yang lebih rendah ketimbang tunduk pada lokus ketiadaan dan
memerlukan orang lain demi kepentingan eksistensi dirinya. (lihat farq;
ghina; martabah; rabbaniyyah; al-rajul; al-raskhikun fi al-‘ilm; ubudiyyah).
ruh:
Ruh. Ruh adalah pusat yang di dalamnya manusia tertarik dan kembali
kepada sumbernya. Ruh berusaha menarik hati (qalb) kepada Allah, sementara jiwa
rendah (nafs) berupaya menjerembabkan hati. Ruh manusia adalah juga ruh Allah
karena Allah telah meniupkan ruh-Nya ke dalam diri manusia. Dalam keadaan “ tak
tercipta” . dan “ tercipta” . ruh pun turun . pada malam kekuasaan ( laylah
al qadr) ,” Para malaikat dan ruh pun turun dengan izin allah “ ( QS
Al Qadar {97}:4) . Ruh “tak terciptakan “ ini sama dengan hakikat Muhammad (
al haqiqah al muhammadiyah ) dan ruh “ tercipta “ini membentang dari
singgasana Ilahi ( Al arsy ) hingga Muhammad paripurna ( al insan al
kamil ) . ruh ini tidak bisa di lihat kecuali oleh orang yang telah
melepaskan “ kedua dunia “ ini .Ruh tidak berada di dalam atau di luar tubuh,
tidak terikat maupun terlepas. Ia ada di dalam dan sekaligus di luar, terikat
dan terlepas . cahaya yang memancar dari seseorang bergantung pada tingkat
aktivitas ruhnya. ( Lihat al arsr, al haqiqah al
muhammadiyah, al insane al kamil, laylah al qadr ,nafs, nur, qall, lanaz zul ).
al-ruh al idhafi الاضا فى الروح
“
Ruh yang di nisbatkan “ Allah meniupkan ruhya ke dalam manusia . karena memiliki
status berupa sifat ilahi dan manusiawi, maka ruh itu di sebut al ruh al
idhafi yang di nisbatkan kepada Allah .
al ruh al ilahi الروح الالهى
Ruh ilahi . Al ruh Al ilahi tidak di ciptakan yang juga di
sebut Ruh suci ( Al Ruh Al Quddus ). Dan hakikat Muhammad ( al
haqiqah Al Muhammadiyah ) .( Lihat al haqiqah Al Muhammadiyah , Al Ruh
Al Quddus ) .
al ruh al kulli الكلى لروح ا
Ruh Universal yang darinta ruh berasal . Ruh ( Ruh ) bersujud
di hadapan ruh universal . ( lihat
ruh ) .
al ruh al muhammadi الروح المحمدي
“
Ruh Muhammad “ . Ruh , yakni batasan Allah ,Al Haqq, adalah “ pancaran
pertama “ dari yang maha mutlak .
pancaran ini adalah al ruh al muhammadi . Disini ruh ,ruh adalah Murni
secara mutlak . tataran ini bebas dari materialitas . inilah tataran al
haqiqah al muhammadiyah . Nabi Adam a.s adalah Ayah tubuh dan nabi Muhammad
saw adalah ayah ruh ( Lihat al haqiqah al muhammadiyah , Muhammad ,
Mushthafa ruh , tanazzul ) .
al ruh al quddus القدوس الروح
Ruh Suci .setiap entitas yang ada mempunyai ruh tercipta yang
membentuk dirinya . ruh bagi bentuk sama seperti makna bagi kata. Ruh tercipta
memiliki ruh ilahi yang membetuk dan ini adalah al ruh al quddus . Manusia
mempunyai tubuh yang merupakan bentuknya . ruh yang merupakan makna , kesadaran ( sir )
yang merupakan al ruh, dan aspek esensial yang di tunjukkan oleh istilah
al ruh al quddus . ( Lihat Ma’na , ruh , sir, Shirah ) .
ruhani روحنى
Spiritual atau bersifat ruh ( ruh ) . ( Lihat nafsani ,
ilahi , ruh , syaithani ) .
ruju’i رجوع
Kembali . Istila ini secara khusus menunjukkan kembalinya manusia
kepada Allah . Orang – orang sempurna , yang ada dalam kedudukan “ Bukan Kedudukan “ ( La maqam ) adalah
mereka yang senantiasa “ kembali “ kepada Allah . ( Lihat al maqam , ruju ,
idhthiron , ruju ikhtiyari , suluk ) .
ruju idhthirari اضطراري رجوع
Kembali terpaksa. Setiap makhluk pasti kembali kepada Allah dengan
jalan tak tampak, ini sama sekali tidak bisa dihindarkan. “wahai manusia,
sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju tuhanmu. Pasti,
pasti kamu akan menemui-Nya” (QS Al-insyiqaq [84]: 6). (lihat huda; idhlal;
nabi; al-qur’an; rasul; uswah hasanah).
ruju’ ikhtiyari:
Kembali sukarela. Manusia telah diberi anugrah berupa memilih cara
kembali sesuai dengan keinginannya. Dengan mengikuti hokum Allah, ia kembali
menghadap wajah rahmat. Dengan mengikuti angan-angan dan hawa-nafsunya sendiri,
ia kembali menghadap wajah kemurkaan. (lihat amanah; huda; idhlal; ikhtiyar;
al-khalifah; thariqah).
ruku’:
Posisi rukuk dalam shalat. Ruku’ adalah simbol raga bersifat
lahiriah dari hakikat batiniah. Ia melambangkan tibanya sang penempuh jalan
spiritual pada “ jiwa yang mencela” (al-nafs lawwamah) dan juga anak-tangga
kedua (iman) dalam tangga pengetahuan. (lihat iman; ma’na; al-nafs lawwamah;
shalah; shurah).
rusukh:
Mendalam. Sebuah kedudukan (maqam) adalah setiap sifat yang
menghunjam dalam (rusukh) dalam diri sang penempuh jalan spiritual dan,
karenaya, tidak bisa ditinggalkan. Termasuk di dalamnya adalah sifat-sifat
seperti taubat, sabar, amanat, dan sebagainya. “kemendalaman” dalam sifat-sifat
akhlak ini lahir dari perjuangan spiritual (mujahadah), ketulusan (ikhlash),
kesiapan (isti’dad), dan terutama nikmat Allah (al-ni’mah). Akan tetapi, tipe
paling tinggi dari “kemendalaman” itu dimiliki oleh “orang-orang yang mendalam
ilmunya” (al-rasikhun fi al-ilm). (lihat husn al-akhlaq; ikhlash; isti’dad;
mujahadah; al-ni’mah; al-rasikhun fi al-ilm).
ruthbah:
Tingkatan atau peringkat atau derajat atau tataran atau golongan.
(lihat maratib).
ru’unah:
Kegalauan dan keterikatan pada dunia ini. Cinta pada dunia (hub
al-dunya) ini dan keterikatan (ru’unah) kepadanya adalah rintangan paling besar
dalam perjalanan kembali kepada Allah. Keduanya menunjukan kepuasan tertentu
dengan “sesuatu selain Allah” (ma siwa Allah). (lihat ma siwa Allah; qayal;
al-ru’unah al-nafsiyyah).
al-ru’unah al-nafsiyyah:
Kegalauan jiwa atau ego. Dikatakan bahwa sebagian murid dari
seorang syaikh malamaliyyah mengalami pasang surutvterus-menerus dalam berbagai
kedudukan kemaskulinan (rajuliyyah), sementara sebagian murid lainnya mengalami
kegalauan jiwa atau ego (al-ru’unah al-nafsiyyah). (lihat al-,malamaliyyah;
murid; mursyid; nafs; al-rajul).
ru’ya:
Visi atau pengelihatan dengan meta fisik. Bagi sang arif, visi
(ru’ya)-nya dan penyaksian (musyahadah)-nya adalah sama. (lihat ahl al-kasyf
wa al-wujud; arifin; musyahadah).
ru’yah:
Visi-mimpi. Dalam visi-mimpi sajalah sebagian besar ajaran sufi
disampaikan dari alam yang lebih tinggi kepada orang yang bermimpi. Dalam
sebuah visi-mimpi, “makna-makna” (ma’na) pun dibungkus dalam “berbagai bentuk”
(shuwar). Seorang arif adalah orang yang mengetahuai apa yang dimaksudkan Allah
dengan gambaran yang terihat dalam visi-mimpi. Ia benar pada visi-mimpinya itu
dan memberikan haknya. Orang yang belajar tidaklah mengetahui apa yang
dimaksudkan Allah. Hanya saja, ia punya bakat dan kemampuan untuk naik ke
tataran pengetahuan. Ru’yah-nya mestilah ditafsirkan baginya karena ia
menganggap visi itu benar. Dalam ujaran lain, ia memandang gambaran-gambaran
yang teramati sebagai sesuai dan sama dengan alam lahiriah, hingga Allah
mengajari dirinya dan ia pun
“mengetahui” ihwal “makna” itu. (lihat busyra; khayal haqiqah; ma’na;
mu’abbir;mubasysyirah; al-ru’yah al-shadiqah; shurah; waqi’ah).
al-ru’yah al-shadiqah (al-ru’yah al-shahihah):
Mimpi yang benar. Nabi Muhammad saw. Bersabda , “tak ada sesuatu
pun yang tersisa dari kenabian kecuali visi-visi yang membawa kabar gembira”
“visi-visi yang membawa kabar gembira” (mubasysyirat) ini adalah “mimpi-mimpi
yang benar” (al-ru’yah al-shadiqah). Hadis lainnya berbunyi, “hal pertama yang
diturunkan melalui wahyu bagi utusan Allah adalah mimpi yang benar (al-ru’yah
al-shadiqah atau al-ru’yah al-shahihah) dalam tidur.” (lihat nubuwwah
al-wilayah; ru’yah).
S
sa’adah:
Kebahagiaan. Sa’adah adalah kedekatan kepada Allah (qurb) dan
keluasan rahmat-Nya yang tak terbatas. Pencapaian kebahagiaan puncak menanti
kaum mukmin di surge. Namun, dia bisa juga mengalami kebahagiaan relative dalam
kehidupan ini, ketika dia melakukan shalat (shalah) atau mengingat Allah
(dzikrullah). Pengetahuan yang bernilai mengantarkan pada pembebasan, dan
pembebasan adalah kebahagiaan. (lihat af’al; amal; ilm; al-jannah;
al-muqarrabun; sa’id; syaqa; qurb).
sabab:
Sebab sekunder. Setiap maujud adalah sebab sekunder yang dengannya
manusia bisa mengenal Allah. Sekalipun sebab itu seperti tirai atau hijab atas
hakikat, tanpa sebab ini, kita tidak akan punya sarana untuk menjangkau
pengetahuan tentang Allah. (lihat arbab; arifin; asbab; al-bathiniyyah; al-malamaliyyah;
al-muhaqiqun).
sabil:
Jalan. Manusia bebas memilih jalannya sendiri untuk kembali ke
asal-usulnya. Dia bisa menempuh jaln kesesatan penuh kemurkaan (idhlal) di
bawah pengaruh godaan setan (syayathan) atau dia bisa menempuh jalan
kebahagiaan, jalan lurus, di bawah bimbingan (huda) seorang nabi atau utusan
Allah. Setiap amal yang dilakukan oleh seorang mukmin sejati dan setiap
kata-katanya diucapkan dengan niat “di jalan Allah” (fi sabilillahh). (lihat fi
sabilillah; idhlal;mursyid; mushtawif; nabi; niyyah; rasul; syaythan; syari’ah;
thariqah).
al-sabiqun:
“yang paling dahulu”. Al-sabiqun adalah hamba-hamba Allah yang
mendesak maju dengan penuh semangat untuk mendahului bertemu dengan tuhan
mereka. Mereka adalah orang-orang yang didekatkan kepada Allah. Mereka minum
langsung dari dua mata air utama di surge. Al-sabiqun adalah para sufi agung.
(lihat al-abd; ayn al-kafir; al-muqarrabin; qurb; sahw; tasnim; ubudah).
sabkhan:
“rawa-rawa”sabkhan adalah sinonim dengan al-habah. Gunung-gunung
akan dihancurkan menjadi debu ini. Begitu pula, segenap amal perbuatan orang-orang
kafir akan diubah menjadi debu seperti ini di hari kebangkitan kelak. (lihat al-habah).
sadanah:
Penjaga gerbang. Dalam hierarki eksistensi, yang menempati
tingkatan tinggi dilindungi dan dijaga oleh apa yang ada di tingkatan di
bawahnya. Beberapa nama ilahi berfungsi sebagai penjaga gerbang bagi nama-nama
yang tingkatannya ada di atasnya. Misalnya saja, yang maha mendengar
(al-sami’), dan yang maha melihat (al-bashir) berfungsi sebagai penjaga
bagi yang maha mengetahui (al-alim).
Murid-murid yang sudah matang dan maju
secara spiritual juga bertindak selaku penjaga bagi mursyid mereka, yang dengan
penuh kecemburuan menjaganya dan menjauhkan para penjarah yang selalu
ingin tahu. Hal ini disebabkan
penghormatan, pemuliaan, dan keciontaan kepada mursyid mereka, yang menjadi
lokus atau tempat manifestasi bagi nama Allah. Melalui intensitas usaha
spiritual (mujahadah) manusia, dia bisa menjadi penjaga bagi hatinya sendiri
dengan senantiasa mengawasi dan tidak membiarkan sesuatu “selain Allah” (ma
siwa Allah) memasuki pintu pusat suci. (lihat muraqabah).
safar:
perjalanan spiritual. Inilah perjalanan dari kemajemukan (katsrah) di pinggiran menuju kesatuan (tawhid) di pusat. Safar dimulai ketika hati berpaling kepada Allah dengan mengingat-Nya (dzikr). Safar sinonim dengan sayr dan suluk. (lihat sayr; salik; suluk; thariqah).
perjalanan spiritual. Inilah perjalanan dari kemajemukan (katsrah) di pinggiran menuju kesatuan (tawhid) di pusat. Safar dimulai ketika hati berpaling kepada Allah dengan mengingat-Nya (dzikr). Safar sinonim dengan sayr dan suluk. (lihat sayr; salik; suluk; thariqah).
sahq:
Penghancuran. Sahq adalah menghancurkan dan meluluhlantaakkan
susunan tubuh sendiri di saat berada di bawah pengaruh dahsyat kekuasaan dan
keagungan ilahi. (lihat fana’; haybah; jalal; khawf; khasyyah; mahq; mahw fi
itsbat; al-qudrah; rahbah).
sahw:
Ketakmabukan. Sahw adalah kembali sadar sesudah kehilangan
kesadaran ketika mabuk (sukr) oleh kekasih ilahi. Orang yang berada daalam
keadaan sahw dipandang sebagai memiliki kematangan spiritual lebih besar dari
orang yang berada dalam keadaan sukr. Mata air utama (tasnim) adalah tempat
ketakmabukan (sahw) sesudah kemabukan (sukr), kebakaan (baqa’) sesudah kefanaan
(fana’), pengetahuan ilahi (ma’rifat) sesudah cinta ilahi (‘isyq). Akan
tetapi, semuanya adalah satu dan
semuanya adalah kekasih. “tidak akan minum tasnim orang yang belum mabuk karena
kafur.” Sufi agung, seorang malamatiyyah, secara batiniah mabuk dan secara
lahiriah tak mabuk. Tak seorang pun mengetahui kondisi spiritualnya. (lihat asyiq;
ayn al-kafur; baqa; fana’; isyq; al-malamatiyyah; sukr).
sahw al-jam’:
Ketakmabukan “kepterpaduan”, manakala sang sufi kembali dari
kesatuan murni pada penghambaan (ubudah). (lihat al-abd; jam al-jam’; laylah
al-mi’raj; sahw; ubudah; wahdah al-dzatiyyah; wahdah al-makaniyyah; wahdah
al-zamaniyyah).
sa’id:
Bahagia. Orang yang bahagia dan diberkahi karena patuh dan mengabdi
kepada Allah. Tanda-tanda khusus dari segenap amalan yang menghantarkan orang
yang bahagia (sa’id) menuju kebahagiaan (sa’adah) adalah bahwa segenap amalan
itu dilakukan dalam keadaan hadir (hudhur) bersama Allah. (lihat af’at;
amal; hudhur; sa’adah).
sajdah (sujud):
Sujud. Sajdah, posisi puncak dalam shalat, adal;ah sumber agung
kerendahhatian, ketundukan, dan kecintaan tanpa syarat kepada Allah. Sang hamba
dan penyembah mengalami fana dalam yang maha esa. Manakala hati sujud, ia tidak
akan pernah lagi bangkit dari sujud itu. Dalam setiap rakaat shalat, ada dua
sujud. Sajdah pertama melambangkan “jiwa yang tenang” (al-nafs al-muthma’innah)
dan tahap pengetahuan keempat (‘ilm al-yaqin). Sajdah kedua melambangkan “jiwa
yang ridha” (al-nafs al-mardhiyyah) dan tahap pengetahuan keenam (haqq
al-yaqin). Dengan rahmat Allah yang tak terbatas, sang pecinta bisa sampai pada
haram al-syarif. Ini adalah nabi Muhammad saw. Sang pecinta bersujud di hadapan tanah suci mulia yang merupakan satu-satunya
sarana (wasilah) dalam mencapai hadirat ilahi. (lihat fana’; ghulam; habibullah; mushthafa;
qasim; uswah hasanah; wasilah).
sajjadah:
Karpet. Sajjadah adalah tempat ibadah bagi seorang syaikh dalam
sebuah tarekat. Karena itu dia juga disebut sebagai “orang yang duduk di atas
karpet.” (lihat adab; mursyid; silsilah; thariqah).
sakinah:
Ketenangan. Inilah kedamaian sempurna yang ditemukan di pusat hati
tempat manusia bersemayam dalam hadirat ilahi. (lihat dawam-i-hudhur;
al-dzatiyyah; kalam-i-dzati; mi’raj; al-nafs al-kamilah; sukun; wahdah
al-dzatiyyah; wahdah al-makaniyyah; wahdah al-zamaniyyah).
salam:
Kedamaian. Dalam shalawat kepada nabi (shalawat), salam (salam)
disampaikan kepada nabi Muhammad saw. Sesudah menyampaikan shalawat. Ini
dimasukan untuk memberikan kemantapan dan keselamatan atas kekasih Allah
setelah manifestasi keagungan ilahi dianugrahkan kepadanya. Kedamaian tidak
bakal diperoleh kecuali bila unsur-unsur yang siap meledak dijinakkan. Tanpa
melakukan jihad besar (al-jihad al-akbar), tubuh (jism), jiwa (nafs), hati
(qalb), ruh (ruh) manusia tidak bisa hidup tenang. (lihat dar; inhiraf;
i’tidal; al-jihad al-akbar; mujahadah; shalah; salam; shlawat; al-thabib
al-ilahi).
Al-Salam:
Kedamaian. Salah satu nama indah Allah (al-asma’ al-husna).
salb:
Menafikan. Allah, esensi maha abadi, sama sekali tidak bisa
dilukiskan. Esensi ini hanya bisa dibidik dengan menafikan berbagai sifat dan
dengan mengatakan “apa yang bukan dia.” (lihat al-‘ama; arifin; tanzih).
salik:
Sang penempuh jalan spiritual. Murid dalam sebuah tarekat
(thariqah)-yang memiliki berbagai kualifikasi yang diperlukan untuk menempuh
perjalanan spiritual dari jiwa rendahnya, melalui berbagai kedudukan (maqamat),
menuju jiwa lebih tinggi dan kesatuan
(tawhid)-adalah seorang salik. Tidak semua anggota sebuah tarekat adalah
penempuh jalan spiritual (salikun). Sebagian merasa cukup puas dengan berkah
berupa hubungan dengan mata rantai spiritual (silsilah) dan tidak merasa perlu
melakukan perjalanan spiritual. Kualifikasi-kualifikasi yang diperlukan untuk
menempuh perjalanan ditetapkan sejak
zamzn azali ketika setiap maujud yang belum ada itu diberi kesiapan untuk
menerima pengetahuan Allah. (lihat al-a’yan al-tsabitah; bay’ah; himmah;
idzn; isyi’dad; murid; mursyid; nafas; nafs; suluk; thariqah).
salmah:
Nama seorang wanita yang digunakan dalam syair dan lagu-lagu sufi (qawwah).
Nama ini menunjukan sebuah sifat ilahi atau ekstase (wajd).
salsalah al-jaras:
Bunyi bel. Istilah ini mengacu secara khusus pada bunyi yang
didengar oleh nabi Muhammad saw. Ketika menerima wahyu. Bunyi seperti ini
adalah karakteristik dalam inspirasi kenabian. Orang yang beroleh inspirasi
(ilham) hancur di bawah kekuasaan keagungan ilahi. (lihat barakah; diwan;
ilham; jalal; al-ni’mah; qawwal; ruh al-quddus).
sam’:
Mendengar. Kata-kata pertama yang didengar manusia adalah seruan
ilahi di alam keazalian ketika Allah bertanya, “bukankah aku ini tuhanmu?”
(“alastu birabbikum”). Selama berlangsung konser spiritual (sama’), sang
pendengar sejati mendengar dan menemukan Allah dalam ekstasenya. Pada saat
seperti ini, esensinya membumbung sekali lagi ke perjanjian di alam keazalian,
hari alastu. (lihat “alastu bi rabbikum”; ahl al-sama’; al-dzatiyyun; diwan;
kalam-Idzati; qaw-wali; sama’; sukun; wujud).
sama’:
“konser spiritual” atau audisi atau pendengaran. Istilah ini
mengacu secara khusus pada perkumpulan kaum sufi yang mempergunakan music dan
lagu sebagai sarana untuk membuka hati bagi masuknya (warid) pengetahuan dan
kesadaran. Selama sama’ berlangsung, sang
pendengar mengalami ektase (wajd) dan menemukan Allah, yang maha benar
(al-haqq) dalam ektase itu. Hanya saja, sebelum ektase hakiki bisa dialami,
sang pendengar haruslah matang secara spiritual dengan menyiapkan diri melalui
disiplin (riyadhlah). Tanpa kesempitan (qabdh) awal usaha spiritual ini, maka
keluasan (basth) ektase itu tidak bakal terwujud. Sama’ tidaklah cocok bagi
sang pemula. Sama’ sejati adalah seekor burung yang terbang dari Allah menuju
Allah. Allahlah yang menyanyi dan sekaligus mendengarkan. Pada jamuan ilahi
ini, penyanyi dan pendengar menjadi satu. (lihat qawwal; qawwali; wajd).
Al-Sami’:
Yang maha mendengar. Salah satu nama indah Allah (al-asma’
al-husna).
al-sam’iyyat:
Pengetahuan yang ditransmisikan. Pengetahuan ini, yang khusus hanya
ada dalam tasawuf, disampaikan dari mursyid kepada murid, melalui mata-rantai
spiritual (silsilah). Pada mulanya, pengetahuan ini disampaikan melalui
ekspresi (ibarah) verbal dan kiasan halus (isyarah), dan kemudian dari hati ke
hati, “penyingkapan” (kasyf) dan “rasa” (dzawq). (lihat dzawq; warah;
isyarah; kasyf; ma’rifat; simsimah).
saqi’:
Sang pembawa cangkir. Dia adalah orang yang menuangkan anggur
(syarab) cinta ilahi (‘isyq) ke dalam hati para pecinta Allah. Melalui Allah ,
mereka mengalami manisnya (halawah) “kemabukan” (sukr). Sang pembawa cangkir
adalah sahabat. Sahabat adalah Allah. Sang saqi’ adalah syikh suci dan
pembimbing sempurna yang melaluinya sang pecinta yang “rindu” mencapai kekasih
Allah (habibullah) dan Allah sendiri. (lihat ‘ayn al-kafur; habibullah;
‘isyq; al-muqarabun; mursyid; qawwal; qawwali; sama’; syarab; sukr; tasnim).
sarayan:
“menembus” atau meliputi. Sarayan adalah terliputinya entitas oleh
sang wujud. Sekalipun sarayan bersifat universal, entitasnta berbeda-beda dan
mencapai puncaknya dalam diri manusia paripurna. (lihat khalal; khalil;
khalil al-rahman; takhalul; uswah hasanah).
al-sattar:
Yang maha menutupi. Allah menciptakan manusia paripurna sebagai
tempat manifestasi-Nya dalam kosmos. Sesudah menciptakannya, Allah kemudian
menghijab diri-Nya dari segenap makhluk. Seandainya dia memanifestasikan
diri-Nya, maka tidak perlu ada manusia paripurna. Akan tetapi, Allah tidak akan
pernah terhijab dari “orang-orang yang menyingkap dan menemukan” (ahl al-kasyf
wa al-wujud). Mereka tahu bahwa dia tampak secara lahiriah (al-zhahir) dan
tersembunyi secara bathiniah (al-bathin). (lihat ahl Allah; ahl al-kasyf wa
al-wujud; arifin; al-haqiqah al-muhammadiyyah; al-ilahiyyat; al-insan al-kamil;
“lawlaka, lawlaka, ma khalaqtu al-aflaka).
satwah:
Hukuman. Satwah adalah hukuman Allah atas hamba-hamba-Nya. Dalam
dunia napas, yakni dunia yang terungkap selama berlangsung pengungkapan diri Allah itu. (lihat adab;
asma’; jalaliyyah; haybah; khasyyah; nafas; rahbah; taslim; ubudah).
sawa’:
Kesamaan. Ini dalah kedudukan berbahaya yang membentang di jalan.
Kedudukan ini dihadapi manakala sang hamba maujud dalam bentuk Allah, yang maha
benar, dan meninggalkan kehambaannya serta menisbatkan sifat-sifat Allah pada
dirinya sendiri, yang dengan demikian menegakkan kesamaan antara dirinya dengan
Allah. Inilah tempat tipu daya (makr) Allah. (lihat adab; baqa’; fana’;
makr; maqam; rabbaniyyah; ubudah).
sayr (safar, suluk):
Perjalanan. Sayr adalah perjalanan spiritual melalui berbagai
kedudukan, dari diri ke jiwa. (lihat nafs).
Sayr fi Allah:
Perjalanan dalam Allah, dari nama-nama (asma’), melalui sifat-sifat
(shifat), menuju kesatuan (wahidiyyah).
(lihat asma’; ;laylah al-mi’raj; shifah; wahdah al-dzatiyyah; wahdah
al-makaniyyah; wahdah al-zamaniyyah).
Sayr ma’a Allah:
Perjalanan dengan Allah. Inilah perjalanan kembali pada ciptaan
sambil menetap dalam Allah (baqa’) dan melihat segala sesuatu sebagai manifestasi Allah. (lihat al-baqa’
ba’da al-fana’; ubudah; wilayah).
Sayr ila Allah:
Perjalanan sang penempuh jalan spiritual (salik) menuju Allah, dari
jiwa rendah (nafs) ke hati (qalb). Inilah perjalanan melalui penyingkapan nama-nama
(asma’). (lihat asma’; nafs; qalb).
sayr-i-anfusi:
Perjalanan di dalam jiwa. Sang penempuh jalan spiritual merenungkan
berbagai tanda dalam dirinya sendiri. Perjalanan ini akhirnya membawa sang
penempuh jalan spiritual kepada Allah. (lihat ayat; muhasabah; muraqabbah).
sayr-i-afaqi:
Perjalanan di alam semesta. Dalam perjalanan ini, sang penempuh
jalan spiritual (salik) merenungkan segenap tanda (ayat) dalam ciptaan.
Kontemplasi ini mengantarkan pada sang pencipta. (lihat ayat).
sayyid:
“tuan”. Gelar ini diberikan kepada keturunan nabi Muhammad saw.,
tuan dan penghulu para rasul (sayyid al-mursalin).
sayyidi:
“tuanku”. Dalam tarekat (thariqah), gelar ini hanya diberikan
kepada seorang yang “merentas belenggu-belenggu anda dan membebaskan diri anda”.
Karena itu, sayyidi adalah mursyid, syikh, atau pir dari sang murid.
Syikh-syikh dalam berbagai tarekat (masyayikh al-thurruq), pewaris para nabi
Muhammad saw., diseur dan disapa sebagai sayyidi. Tak ada orang lain berhak
atas gelar sayyidi itu.
sayyiduna:
“tuan kami”. Tuan para pecinta dan kaum arif yang mengenal Allah
adalah nabi Muhammad saw. Mereka adalah hamba Muhammad al-mushtafa, yang
bergelar sayyiduna Muhammad- tuan kami, Muhammad. (lihat ghulam;
habibbullah; haram al-syarif; shalawat; ziyarah).
sha’aq:
Petir atau halilintar kefanaan (fana’) jiwa manakala ketuhanan
ilahi (rububiyyah) pun manifestasi. (lihat al-abd; fana’; rububiyyah;
ubudiyyah).
shabr:
“kesabaran”. Kesabaran sempurna ialah tunduk sepenuhnya tanpa
syarat kepada kehendak Allah, dengan menerima apa saja yang maujud dalam setiap
waktu tak terbagi. Shabr adalah kebaikan utama karena memerlukan ketundukan
total dan sadar. Orang yang menggabungkan kesabaran (shabr) dengan rasa syukur
(syukr) adalah orang yang memiliki hikmah (hikmah). (lihat adab; hikmah;
husn al-akhlaq; al-islam; syukr; taslim).
al-shabur:
Yang maha sabar. Salah satu nama indah Allah (al-asma’ al-husna).
shadaqah:
Pemberian yang diberikan semata-mata di jalan Allah (fi
sabilillah). Pemberian seperti ini sama sekali tidak mengandung harapan untuk
beroleh balasan dan ucapan terima kasih. Pemberian paling besar yang bisa dipersembahkan seseorang adalah
eksistensinya sendiri melalui cinta dan ketundukan total dan tanpa syarat
kepada Allah. (lihat al-ahd; amanah; fi sabilillah; al-islam; al-nafs
al-kamilah; taslim; ubudah).
al-shadiqun:
Orang-orang jujur. Kaum al-malamatiyyah bersifat tulus dan jujur
(shadiq). Mereka adalah al-shadiqun. Dan manakala mereka terlihat, Allah pun
diingat. (lihat al-malamatiyyah; wajh).
shadr:
Dada. Shadr adalah istilah yang menunjukan dad yang telah luas dan terbuka untuk menerima dan memeluk islam.
Sebaliknya, ketundukan pada islam hakiki terjadi dalam setiap zarrah sang
muslim. (lihat al-islam; nafs; al-nafs al-ammarah).
shafa:
Kesucian. Tasawuf adalah kesucian. Kata shufi berasal dari shafa.
Sang sufi adalah hamba Allah (al-abd) yang jiwa, hati, ruh, dan rahasiannya
telah disucikan dengan mengingat Allah, usaha spiritual (mujahadah), tulus, dan
akhirnya dengan rahmat Allah. Hatinya sudah menjadi tempat tinggal Allah. Dia
adalah lokus atau tempat manifestasi sempurna bagi nama sera-meliputi, yakni
Allah. (lihat al-abd; al-arsy; dzikrullah; husn al-akhlaq; latha’if
mujahadah; nafs; riyadhah;ruh; sir; sir al-sirr; suluk; ubudah; uswah hasanah).
shafi:
Suci. Hati yang disucikan oleh cinta kepada Allah disebut shafi.(
lihat al-arsy; dzikrullah; qalb; shafa; shufi; tashawwuf).
shafshaf al-akhlaq:
Sifat-sifat akhlaq tercela. Ini adalah berbagai kejahatan dan
kemaksiatan dalam diri manusia yang mencegah dirinya dari hadir bersama
tuhannya. Melalui alkimia spiritual berupa mengingat Allah (dzikrullah) sajalah
sifat-sifat akhlaq tercela bisa diubah menjadi sifat-sifat mulia dan terpuji.
(lihat husn al-akhlaq; al-thabib al-ilahi; takhalluq; uswah hasanah).
shahib:
Pemilik atau orang. Shahib agung adalah nabi Muhammad saw. Para
pengikut dan hamba setiannya seringkali menyebut beliau sebagai “shahib lawlaka”
dan menyebut diri mereka sendiri sebagai “ghulam shahib lawlaka”. (lihat ghulam;
“lawlaka, lawlaka, ma khalaqtu al-aflaka”; Muhammad; mushtafa; qasim; wasilah).
shahib al-hal:
Pemilik suatu keadaan spiritual. Dia adalah orang yang mampu
melakukan berbagai keajaiban (karamat) melalui intensitas tekad dan kemauan
spiritual (himmah)nya. (lihat ahwal; himmah; karamat).
shahib al-jam’:
Orang yang ada dalam “keberaduan”. (lihat “aw adna”; jam’
al-jam’; “qaba qawayn; qurb).
shahib al-martabah:
Pemilik tingkatan. Allah, sebagai esensi, adalah pemilik setiap
tingkatan eksistensi. Entitas “menempati” tingkatan, tapi hanya Allah saja yang
“mempunyai” tingkatan. (lihat idhafah; maratib).
shahib al-nafas:
“pemilik napas”. Orang yang menemukan Allah dalam ektasenya disebut
shahib al-nafas. Setiap tarikan napas dari segala maujud mempunyai kesiapan
(isti’dad) unik yang tidak dimiliki oleh tarikan napas lainnya. Ekstase (wajd)
dari shahib al-nafas terjadi sesuai dengan kesiapannya, sementara nama-nama ilahi
mengawasi dan menjaganya. (lihat asma’; isti’dad; nafas; sama’; wajd; wujud).
shahib al-nazhar:
Pemilik pertimbangan. Pertimbangan (al-nazhar) adalah penting dalam
mencari pengetahuan. Akan tetapi, karena bisa menyesatkan pemiliknya ,
hendaknya ia tidak terlalu diandalkan. Orang yang terus-menerus bergantung pada
pertimbangannya tidak akan mencapai “rasa” (dzawq) atau “penyingkapan” (kasyf)
karena ini melampaui pertimbangan (al-nazhar) dan akal (al-aql). (lihat ahl
al-kasyf wa al-wujud; al-aql; mi’raj).
shahib-i-dil:
Pemilik hati. Dia adalah orang yang telah menyucikan hatinya dan,
karena itu, menjadi penjaga sekaligus tuannya. (lihat dzikrullah; muraqabah;
qalb; sadanah).
shahib-i-kasyf:
Pemilik “penyingkapan”. (lihat ahl-al-kasyf wa al-wujud).
shahib sir:
Pemilik rahasia. Orang seperti ini adalah wali Allah (wali) yang
telah merobek hijab atau tirai serta telah menemukan rahasia yang tidak bisa
diungkapkan. “jika hakikat seorang sufi diungkapkan, maka dia akan disembah”.
(lihat arifin; al-malaatiyyah; al-rajul; sirr; ubudah).
shahib syar’:
Orang yang menguasai hokum suci. Orang seperti ini adalah seorang
nabi Allah. (lihat nabi).
shahib thab:
Manusia “alami”. Shahib tha adalah manusia alami yang tidak bisa
memahami hakikat kesatuan (tawhid) karena keterikatannya pada dirinya sendiri.
(lihat al-dunya; hubbb-i-dunya; nafs; ru’unah; thab).
shahih:
Sahih atau benar. Dalam tasawuf, banyak sabda nabi Muhammad saw.
Dipandang sebagai “sahih” atau “benar” lebih berdasarkan “penyingkapan” (kasyf)
disbanding periwayatan (naql). (lihat ahl al-kasyf wa al-wujud; naql; sunnah).
shalah:
Bershalawat atau berdoa. “sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya
bershalawat kepada nabi. Wahai orang-orang beriman, bershalawatlah dan
sampaikan salam kepadanya” (QS Al-Ahzab [33]: 56). Shalawat ini adalah
manifestasi keagungan Allah atas kekasihnya, yang melaluinya cahaya ilahi
dipancarkan kepada nabi Muhammad serta membawanya kehadirat ilahi. (lihat slam;
shalat; shalawat).
shalah:
Shalat. Shalah mengacu secara khusus pada ibadat ritual. Inilah
hubungan (silah) antara sang hamba (‘abd) dan tuhan (rabb)-nya. Wudhu (wudhu)
sebelum shalat melambangkan hubungan dengan Allah. Tujuh posisi badan dalam
shalat melambangkan tahap-tahap perjalanan spiritual kembali pada sumber dan
juga tujuh tingkatan pengetahuan yang mesti dilewati dalam kenaikan
(mi’raj)-nya. Ketika “orang yang melakukan shalat” (mushalli) menghampiri
Allah, maka semakin dalam dan intens shalat yang dilakukan nya. Nabi Muhammad
saw. Besabda, “shalat tanpa dirimu lebih baik dari tujuh puluh shalat.” Ketika
hati disucikan melalui perjuangan spiritual dan mengingat Allah, dan ketika dia
menempuh perjalanan kembali, sang penempuh jalan spiritual (salik) meninggalkan
jiwa rendahnya. Pada mulanya, cahaya ilahi memancar pada hati sang
salik-mushalli. Berangsur-angsur, cahaya
ini semakin terang dan menyebar. Akhirnya, dengn rahmat Allah yang tak
terbatas, cahaya ini masuk dan menembus setiap zarrah diri dan wujudnya.
Kemudian, dia melakukan shalat tanpa dirinya, karena “tak ada yang menyembah
Allah selain Allah sendiri”. (lihat al-‘abd; “ana jalisun man dzakarani”;
al-islam; mujahadah; mushalli; nafs; nur; “qiff ya Muhammad, a lana rabbika
yushalla”; al-rabb; qurb; uns; wasilah).
shalawat:
Shalawat. Shalawat merujuk secara sangat khusus pada berkah yang
dimohonkan kaum muslim atas nabi Muhammad saw. “sesungguhnya Allah dan para
malikat-Nya bershalawat kepada nnabi. Wahai orang-orang yang beriman,
bershalawatlah dan sampaikan salam kepadanya” (QS Al-ahzab [33]: 56). Ada
banyak bentuk shalawat, dari yang pendek dan singkat hingga yang sangat dalam
dan mistis di kalangan para syikh dalam tasawuf. Seperti halnya ada banyak bentuk shalawat,
maka begitu pula halnya dengan tingkatan-tingkatan makna yang terkandung dalam
masing-masing shalawat. Dimulai dari sekadar mengucapkan shalawat di bibir,
tanpa ada kesadaran tentang nabi Muhammad, hingga visualisasi kehadirannya yang
penuh berkah, cahayanya, esensinya dan, akhirnya, hakikatnya. Dengan rahmat
Allah, kemudian sang pecinta-hamba-arif akan memahami kata-kata nabi Muhammad,
“aku adalah ahmad tanpa M” (“ana ahmad bila mim”). Inilah tahap kebingungan
yang sangat. Sang pecinta tahu bahwa Muhammad al-mushtafa adalah ekstase itu
sendiri dalam dadanya. Dia tahu bahwa Muhammad al-mushtafa adaalah hakikat
mutlak dan kesempurnaan mutlak. Dalam memahami hakikat Muhammad ini, sang
pecinta pun diam. Bagaimana kini ia menghampiri kekasih Allah? (lihat ahmad;
“ana ahmad bila mim”; ghulam; habibullah; al-haqiqah al-muhammadiyyah;
Muhammad; mushtafa; nur Muhammad; qasim; “qiff ya Muhammad, a lana rabbika
yushalla”; wasilah).
shalih:
Nabi shalih a.s, yang melalui kata ini turunlah hikmah pembukaan (al-hikmah
al-futuhiyyah).
shalihun:
Orang-orang shaleh. Shalihun adalah orang-orang yang suci dan saleh
dengan enyandang berbagai sifat dan akhlaq mulia. (lihat makarim al-akhlaq;
muktasab; nafs; rusukh).
“shallahu ‘alayhi wa sallama”:
“semoga Allah melimpahkan shalawat dan salam kepadanya”. Setiap
kali nama nabi Muhammad disebut, seorang muslim mengucapkan shlawat kepadanya,
entah secara lisan atau dari lubuk hatinya.
al-shamad:
Yang maha mandiri. Salah satu nama indah Allah (al-asma’
al-husna).
al-shamadiyyah:
Kemaha mandirian abadi. Al-shamadiyyah adalah sebuah aspek dari
esensi (dzat).
shan’ah:
Seni. Kaum sufi sering disebut-sebut sebagai orang-orang seni. Seni
mereka adalah seni ma’rifah. Dan ma’rifah addalah cahaya yang dipancarkan Allah
kepada hati siapa saja yang dikehendaki-Nya. Sang hamba sempurna dan pecinta
Allah adalah sebuah “karya seni” sendiri karena dia adalah cermin yang
memantulkan kesempurnaan Allah dalam kosmos. Namun, “karya seni” seperti ini
hanya bisa diketahui dan dinilai oleh orang yang ditakdirkan untuk mencapai
tingkatan tinggi pengetahuan tentang Allah. (lihat diwan; al-insan al-kamil;
ma’rifah; mursyid; qawwal).
shiddiq:
Orang yang benar dan tulus. Shidiq terbesar adalah abu bakar
al-shiddiq (semoga Allah meridhainya), sahabat tercinta nabi Muhammad saw.
al-shiddiqun:
Orang-orang yang benar dan tulus. Mereka ini adalah para wali,
sahabat-sahabat terbesar Allah (awliya). “manakala mereka terlihat, maka Allah
pun selalu diingat”. Mereka adalah cermin mengilap tempat Allah merenungkan
kesempurnaan yang berasal dari nama-Nya sendiri. Al-shiddiqun adalah
manusia-manusia paripurna. (lihat amanah; awliya; al-insan al-kamil; kamal;
al-khalifah).
shifah:
Sifat atau kualitas yang dengannya Allah mengungkapkan diri-Nya
secara relative. Sebuah sifat (shifah) adalah pancaran dari esensi ilahi yang
melaluinya manusia bisa mendekati pengetahuan Allah. Esensi (dzat) tidak punya
manifestasi tanpa manifestasi berbagai sifat (shifat). Esensi adalah sumber
sifat-sifat dan sifat-sifat adalah sumber berbagai tindakan (af’al). (lihat af’al;
asma’ shifatiyyah; dzat; sayr fi Allah).
shifah al-basyariyyah:
Sifat-sifat jasmani dari jiwa rendah yang harus diubah agar manusia
bisa mnempuh jalan spiritual. (lihat al-basyar; hayawaniyyah; lathaif; nafs).
shifah al-jalaliyyah:
Sifat-sifat keagungan. (lihat jalal).
shifah jamaliyyah:
Sifat-sifat keindahan. (lihat jamal).
shifah al-rabbaniyyah:
Sifat-sifat ketuhanan. Manakala manusia menyandang segenap sifat
dan akhlaq ilahi, maka dia beroleh sifat-sifat yang berkaitan dengan ketuhanan
(rubbaniyyah). Sifat-sifat ketuhanan (al-shifat al-rubbaniyyah) ini kemudian
mewujud dalam para penempuh jalan spiritual atau tarekat yang memperlihatkan
berbagai keajaiban. Sekalipun pertujukan ini adalah tanda ketidakdewasaan
spiritual, tetapi ini dibolehkan oleh segenap “keadaan spiritual” (ahwal) yang
berhubungan dengan segenap “kedudukan” (maqamat) dalam perjalanan. (lihat al-‘abd;
faqr; ghina; hal; karamat; maqam; rabbaniyyah; al-rajul; rububiyyah;
takhallaqu; ubudah).
shifah nafsiyyah tsubutiyyah:
Sifat-sifat positif jiwa. Pengetahuan tentang shifah nafsiyyah
tsubutiyyah adalah mustahil, karena esensi tidak bisa didefinisikan dan,
karenannya, berada di luar sifat-sifat positif. Sifat seperti ini akan
mendefinisikan dan membatasi (hadad) esensi, yang tidak terbatas dan tidak bisa
didefinisikan. “tak ada sesuatu pun serupa dengan-Nya.”
shifah al-tasybih:
Sifat-sifat keserupaan. (lihat tasybih; tanzih).
al-shirath:
Jembatan atau titian di atas neraka yang membentang menuju surge.
Dalam berbagai hadis dikatakan bahwa pada hari kiamat kelak, ketika setiap
orang harus menyebrangi al-shirath, yang dibawahnya ada neraka, api akan
berkata kepada seorang yang beriman kepada Allah (mu’min), “cepatlah. Ayo cepat
maju. Cahayamu akan memadamkan apiku.” Para penempuh jalan spiritual, para
pejuang ruhani (mujahidin) yang rindu ingin mengetahui Allah, menyebrangi
al-shirath dalam kehidupan ini. Jembatan atau titian ini setipis rambut dan
setajam pedang. Orang-orang yang berhasil melewatinya adalah manusia-manusia sejati.
(lihat akhirah; jahannam; al-jannah; muhasabah; mujahadah; muraqabah; nar;
suluk).
al-shirath al-mustaqim:
Jalan lurus. Al-shirath al-mustaqim adalah jalan yang telah
ditetapkan oleh perintah prespektif (al-amr al-taklifi) dalam al-qur’an dan
sunnah nabi Muhammad saw. Inilah jalan yang mengnatar manusia pada kebahagiaan.
Inilah jaln kembali yang paling lurus dan, karenanya juga yang paling dekat
kepada sang sumber. (lihat huda; nabi; al-qur’an; sunnah; usawah hasanah).
shufi:
Nama shufi berlaku pada pria atau wanita yang telah menyucikan
hatinya dengan mengingat Allah (dzikrullah), menempuh jalan kembali kepda Allah,
dan sampai pada pengetahuan hakiki (ma’rifah). Ada banyak pencari hikmah dan
kebenaran. Akan tetapi, hanya orang-orang sadar yang mencari Allah semata yang
pantas disebut shufi. Sebaliknya, orang yang pantas disebut dengan nama itu
justru tak pernah memandang dirinya berhak beroleh kehormatan demikian. Karena
dia telah sampai pada tingkatan tinggi dalam pengetahuan tentang Allah, maka
dia tahu dengan yakin dan pasti bahwa “hamba tetaplah hamba dan tuhan tetaplah
tuhan”. (lihat al-abd; adab; awliya; faqir; ghina; al-malamatiyyah; miskinl
muflis; murid; mursyid; mushtawif; mutashawwif; al-mutawassithun; ubudah; uswah
hasanah).
“al-shufi lam yukhlaq”:
“sang sufi tidak diciptakan”. Rindu paada rumah hakiki, pusat ilahi
dan ketenangan dal;am hati manusia, sangatlah penuh dengan berkah. Sebab,
kerinduan seperti ini adalah anugrah dari Allah; inilah rahmat Allah. Dan
kerinduan hakiki semisal ini membiarkan orang yang menderita karenanya tidak
bisa tenang dan diam. Dia akan mengabdikan segenap siang dan malamnya pada
amalan yang akan membawanya “kembali ke sana” berusaha kembali pada “ keadaan
dirinya semulaaaa”. Sang shufi adalah orang yang kembali pada ketiadaan dirinya
sendiri dalam pengetahuan tentang Allah. Dia bukan sesuatu (la syay). Sang
shufi tidaklah diciptakan. (lihat kalam-i-dzati; la syay; sukun; shufi).
shuhbah:
Persahabatan. Istilah ini berlaku sangat khusus pada hubungan
spiritual anatara mursyid dan murid-nya. Dasar persahabatan ini adalah
percakapan atau perbincangan mistis, yang sama-sama meningkat kadarnya ketika
hati sang murid menjadi suci dan bening di bawah bimbingan mursyid. Inilah
cinta timbale-balik yang sangat dalam berdasarkan cinta murni kepada Allah.
(lihat adab al-shuhbah; isyarah; kalam-i-dzati; kalam-i-tafshili; murid;
mursyid; simsimah).
shurah:
Bentuk. Bentuk lahiriah suatu entitas menyembunyikan makna (ma’na)
batiniyah. Wahyu adalah bentuk lahiriah yang mengandung pengetahuan Allah
mengenai dirinya dan ciptaan-Nya. Tugas tasawuf adalah menembus tirai bentuk
untuk menyingkap makna di dalamnya. Nabi Muhammad al-mushtafa saw. Berdoa, “ya
Allah, tunjukanlah padaku hakikat segala sesuatu sebagaimana adanya.” (lihat ahl
al-kasyf wa al-wujud; “allahumma arana haqaia al-asyya kama hiya”; hijab;
kasyf; ma’na; wujud).
al-shurah al-muhammadiyyah:
Bentuk Muhammad. Allah menciptakan bentuk Muhammad dari cahaya yang
berasal dari nama-Nya, yang maha berkuasa dan maha mencipta (al-badi’
al-qadir). Allah memandangnya dengan nama-Nya yang maha member dan maha
menaklukan (al-mannanu al-qahir), dan kemudian Allah menampilkan diri-Nya di
dalamnya dengan nama-Nya, yang maha lembut dan maha mengampuni (al-lathif
al-ghofur). Dari al-shurah al-muhammadiyyah inilah kosmos diciptakan. “aku
berasal dari cahaya Allah dan segenap dunia berasal dari cahayaku”. (lihat “ana
ahmad bila mim”; al-haqiqah al-muhammadiyyah; “lawlaka, ma khalaqtu al-aflaka”; Muhammad; mushtafa; nur
muhammadiyyah).
shurah mukhshushah:
Suatu bentuk cerapan indrawi. Dunia imajinasi adalah “tempat”
makna-makna mengambil bentuk indrawi. (lihat khayal; mitsal; ru’yah).
shuwar:
Bentuk-bentuk. Segala sesuatu di kosmos adalah bentuk-bentuk ya g
mengandung makna-makna. (lihat hijab; ma’na; shurah).
shuwar jasadiyyah:
Bentuk jasmaniah dari objek-objek imajinasi yang disaksikan dalam
alam imajinasi.
shuwar al-rabbaniyyah:
Bentuk-bentuk ilahiah. Istilah ini sinonim dengan nama-nama tuhan.
sidi:
Tuanku. Bahasa afrika utara untuk sayyidi.
sidrah al-muntaha:
“pohon teratai di batas terjauh”. Pohon ini menandakan batas akal
atau intelek. Pohon ini ada di ujung paling jauh alam semesta. Di balik itu,
tidak ada sesuatu pun kecuali kedirian mutlak (al-huwiyyah). (lihat al-aql;
buraq; hadhrah al-malakut; al-huwiyyah; jibra’il; ladunni; laylah al-mi’raj;
ma’qul; rafraf; wahdat-i-dzatiyyah; wahdat-i-makaniyyah; wahdat-i-zamaniyyah).
sijjin:
Penjara. Sijjin adalah tubuh lumpur yang memasung ruh yang rindu.
Selama sama’ berlangsung, sang pendengar bisa mencapai dan mengalami ektase.
Pada saat seperti ini, ruh (ruh)-nya lepas dan kembali kea lam samawi. Sesudah
mengalami “kebebasan terbang” ini, sang pecinta kemudian “pergi keluar untuk
berjumpa dengan ekstase di tengah perjalanan” (tawajud). (lihat al-aql;
faqd; hayrah; isyq; qawwal; ruh; sama’; sama’; tawajud; wajd; wujud).
silsilah:
Mata rantai spiritual. Mata rantai spiritual dalam setiap tarekat
bersambung kepada nabi Muhammad saw. Hingga ke syikh yang sekarang. Dengan
keterikatannya pada silsilah inilah murid yang baru ditahbiskan punya sarana
untuk menempuh dan melakukan perjalanan menuju Allah di bawah lindungan
ilahi.(lihat al-shuhbah; barakah; bay’ah; idzn; Muhammad; murid; mursyid;
mushtafa; nafas; salik; shuhbah; thariqah).
simsimah:
tidak bisa dilukiskan lewat kata-kata. Ia hanya bisa dipahami dari
hati ke hati, oleh orang yang juga mengetahui kebenaran itu. (lihat dzawq;
ibarah; isyarah; ishtilah; kasyf; kibrit ahmar; luthf).
simurgh (al-‘anqa’):
Burung bulbul atau phoenix mitos yang menghuni gunung qaf. Inilah
burung terbesar dan tinggal di ujung dunia. Ia melambangkan angin yang di
dakamnya dan dengannya secara spiritual Allah membuka jasad material dunia ini.
Ia adalah lambing ruh wali atau wali itu sendiri. Seperti burung legendaries
yang hanya sekadar nama tanpa bentuk, simurgh kadang-kadng menggambarkan
al-habah, debu primordial yang dengannya segala sesuatu maujud. (lihat al-habah;
qaf; wali).
sirr:
Rahasia atau misteri. Sirr adalah substansi halus dan lembut
(lathifah) dari rahmat Allah. Inilah relung kesadaran paling dalam, tempat
komunikasi rahasia antara tuhan (rabb) dan hamba (abd)-Nya. Inilah tempat
paling tersembunyi di mana Allah memanifestasikan rahasia-Nya kepada diri-Nya
sendiri. (lihat al-abd; “ana ahmad bila mim”; al-haqiqah al-muhammadiyyah;
kalam-i-dzati; latha’if; “lawlaka, lawlaka ma khalaqtu al-aflaka”; al-rabb;
sukun).
sirr al-hal:
Rahasia keadaan spiritual. Inilah realisasi dari apa yang ingin
diungkapkan Allah kepada orang yang mengalami keadaan spiritiual tertentu
(hal). (lihat hal; kasyf).
sir al-haqiqah:
Rahasia hakikat. Sir al-haqiqah adalah apa yang tidak bisa
diungkapkan lewat kata-kata. Ia hanya bisa disinggung melalui kiasan lembut dan
halus (isyarah). (lihat halawah; isyarah; kalam-i-dzati; kibrit ahmar;
simsimah; sukun).
sir al-‘ilm:
Rahasia pengetahuan. Istilah ini menunjukan realitas yang ada bagi
pemilik pengetahuan itu. (lihat ‘ilm).
sir al-khushusiyyah:
Misteri atau rahasia kaum pilihan. Sir ini adalah hakikat paling
dalam dari wali-wali Allah. Karena kecemburuan Allah kepada orang-orang pilihan-Nya,
maka dia pun menyembunyikan rahasia mereka. “para wali-Ku adalah jubah-Ku. Tak
ada seorang pun mengenal dan mengetahui mereka kecuali Aku”. (lihat awliya;
al-ghayarah; ghulam; al-haqiqah al-muhammadiyyah; khashasah; al-khashshah;
wilayah).
sir al-sirr:
Rahasia segala rahasia. Misteri dalam misteri. Napas dalam napas.
Inilah kelembutan dan kehalusan paling besar yang dengannya Allah mengasingkan
diri-Nya dari hamba-Nya.
sitr:
Tirai atau hijab atau penutup. Sesungguhnya, Allah tidak meletakkan
apa pun di balik tirai. Yang menutupi kebenaran adalah “kejahilan-mu” atau
dirimu sendiri”. Menghilangkan kedua tirai ini menyingkapkan kebenaran yang
tidak akan pernah terhijab lagi. (lihat ahl al-kasyf wa al-wujud; al-sattar;
wujud).
siwa:
Yang lain. Siwa adalah yang “bukan Allah”. (lihat arifin;
al-haqiqah al-muhammadiyyah; ma siwa Allah; al-muhaqqiqun).
su’ al-adab:
Tata karma atau adab yang tidak baik. Su’al-adab adalah
kekurangajaran dan ketidaksopanan pada sesuatu atau waktu atau lingkungan, yang
sesungguhnya ditunjuk kepada Allah. Su’ al-adab adalah buah pahit dari
kejahilan (jahil). Bertambahnya pengetahuan tentang Allah akan memperbaiki tata
karma (adab) kepada Allah. (lihat al-abd; adab; al-adib; al-arif; jahil;
uswah hasanah).
al-subbuh:
Yang maha suci. Sebuah nama ilahi.
sufli:
Apa yang rendah. Lawannya adalah apa yang tinggi (ulwi). Kosmos
terdiri atas berbagai pasangan seoerti ini. (lihat zawj).
sujud (sajdah):
Sujud. Sujud adalah simbol lahiriah dari peniadaan diri sang hamba
(abd) di dalam tuhan (rabb). Ini adalah peleburan sang pecinta di dalam sang
kekasih. “jika allah yang engkau kehendaki, sujudlah di kerndahan debu di
hadapan tuhan satu-satunya dan yang maha esa”. (lihat sajdah).
sukr:
Kemabukan spiritual. Sukr adalah hilangnya kesdaran diri karena
pengaruh spiritual yang kuat, misalnya tenggelam dalam dzikrullah, menemukan
Allah dalam “konser spiritual” (sama), dalam pandangan wali allah. Sukr adalah
keberlimpahan cinta allah di dalam hati dan berpuncak pada peleburan diri di
dalam Allah. Mereka yang meminum mata air kafur (ayn al-kafur) bakal merasakan
kemabukan anggur ilahiah. Mereka menjadi satu dengan mata air itu. Para wali
besar Allah merahasiakan realitas batiniah mereka. Mereka berada dalam
kesetimbangan. “secara batiniah mereka dalam ‘kemabukan’, tetapi secara lahiriah
mereka dalam ‘ketidakmabukan’”. Akan tetapi, seorang pecinta tak dapat meminum
dari mata air tasnim sebelum meminum dari mata air kafur. Dia haruslah
mengalami “kemabukan” terlebih dahulu sebelum kembali pada “ketakmabukan”.
Tanpa “ketakmabukan” (sahw) itu dia tak bakal menyadari keberlimpahan keindahan
dalam “kemabukannya” (sukr) itu. (lihat asyq; ayn al-kafur; al-malamatiyyah;
al-muqarrabun; sahw; sama’; tasnim).
sukr al-jam’:
Kemabukan penyatuan. Ini adalah kemabukan yang dialami ketika
penyatuan murni tidak meninggalkan individualitas atau keberpisahan. (lihat “aw
adna”; jam al-jam’l qaba qawsayn; washl).
sukun:
Kebiusan. Ini adalah kebiusan esensi yang dengannya sang pecinta
Allah rindu untuk berpulang. (lihat adz-dzatiyyun; kalam-i-dzati; mi’raj al-tahalil;
“ash-shufi lam yukhlaq”; uruj al-tarkib).
sulaiman:
Nabi sulaiman a.s. yang melalui kata ini turunlah hikmah kasih
sayang (al-hikmah ar-rahmaniyyah).
sulthan:
Raja. Nabi Muhammad saw. Adalah sulthan bagi seluruh manusia, namun
hanyalah mereka yang mencintai beliau tanpa syarat yang mengetahui bahwa beliau
adalah sang raja itu. (lihat “ana ahmad bila mim”; ahmad; fana’ fi rasul;
ghulam; habibullah; al-haqiqat al-muhammadiyyah; mawla; Muhammad; mushtafa;
qadam rasul; qasim; sayyiduna).
suluk:
Perjalanan. Suluk adalah perjalanan di jalan spiritual menuju sang
sumber. Ini adalah metode perjalanan melalui berbagai keadaan dan kedudukan, di
bwah bimbingan seorang guru spiritual (pir, syikh, mursyid). Seseorang yang
menempuh jalan ini disebut salik. Sang hamba yang telah jauh berjalan menuju
Allah adalah yang telah sungguh-sungguh menunjukan penghambaannya kepada Allah.
“sunggguh , aku menginginkan mereka lebih dari mereka menginginkan aku” adalah
ungkapan indah dalam sebuah hadis qudsi. (lihat bay’ah; darwis; idzn;
isti’dad; murid; mursyid; mutashawwif; al-mutasgawwifun; nafs; safar; sayyid;
sayr; salik; silsilah).
sunnah:
Pengetahuan yang mengenai perilaku indah berdasarkan panutan indah
(uswah hasanah) nabi Muhammad saw. Mengikuti tata cara sunnah dan menghayati
makna yang terkandung di dalamnya adalah jalan paling jelas yang menyiapkan
manusia untuk menerima pengetahuan ilahiah. (lihat din; huda; husn
al-akhlaq; ma’na; nabi; al-qur’an; rasul; surah; uswah hasanah).
sunnah hasanah:
Kebiasaan baik. “jika seseorang menetapkan suatu kebiasaan baik
(sunnah hasanah) dalam agama islam dan kemudian diamalkannya, dia bakal beroleh
pahala manakala kebiasaan tersebut diamalkan pula oleh orang lain tanpa sedikit
pun mengurangi pahala orang yang melakukan itu” (hadis). (lihat bid’ah
hasanah; sunnah; ummah).
sur:
Benteng. Benteng (sur) yang di dalamnya sang hamba boroleh
perlindungan abadi adalah “tiada tuhan melainkan allah” (la ilaha illa Allah).
Landasan (asas) yang mendasari benteng tak tembus ini adalah Allah. Pintu
benteng itu adalah “ Muhammad adalah utusan Allah” (muhammadu rasulullah),
sedangkan kuncinya adalah “ tiada daya dan kekuatan kecuali dengan Allah” (la
hawla wa la quwwata illa billah). Benteng itu berikut landasan, pintu, dan
kuncinya membentuk bangunan mulia (tahsin asy-syarif) yang di dalamnya sang
hamba beroleh keamanan. (lihat al-abd; asas; bab; la hawla wa la quwwata
illa billah al-ali al-azhim; la illaha illa Allah; miftah; Muhammad rasulullah;
tahsin).
syaffaf:
Tembus cahaya. Ruh-ruh itu tembus cahaya (syaffaf) tapi memiliki
kelembutan dan kehalusan. Dan manakala maujud dalam bentuk tubuh jasmani,
ruh-ruh itu tampak padat (katsif) karena kepadatan tubuh jasmani. (lihat jasad;
katsif; khayal; lathif; ma’na; shurah).
syahadah (kalimah):
Kesaksian atau pengakuan. Kesaksian utama yang mendefinisikan
keesaan (tawhid) adalah kesaksian iman islam (syahadah), “tidak ada tuhan
selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah” (la ilah illa Allah, Muhammad
rasulullah). (lihat la ilah illa Allah; Muhammad rasulullah).
syahadat-i-zhahir:
Alam segala sesuatu yang tampak.
Al-syahid:
Yang maha menyaksikan. Salah satu nam indah Allah (al-asma’
al-husna).
syahid:
Saksi atau bukti. Syahid adalah jejak yang meninggalkan “kesaksian”
(musyahadah) dalam hati orang yang menyaksikan (musyahid). Saksi sejati
(syahid) Allah adalah orang yang gugur di jalan Allah dan menjadi seorang
martir. Ketika disadari bahwa yang ada “hanya Allah” (illa Allah), maka
diketahui dengan pasti bahwa Allah adalah saksi (syahid). (lihat arifin;
musyahadah; tajalli).
syahwah:
Syahwat atau nafsu. Inilah kekuatan dasar dalam jiwa hewani yang
bertentangan dengan hokum suci. Sang penempuh jalan spiritual haruslah
menundukkan nafsunya dengan berlatih keras melalui disiplin asketis (riyadhah)
dan perjuangan spiritual (mujahadah). Syahwat (syahwah) berkaitan erat dengan
hawa nafsu (hawa) dan merupakan salah satu lapisan yang menutupi hati. (lihat hawa;
hayawaniyyah; inhiraj; I’tidal; mujahadah; nafs; riyadhah; al-thabib; al-ilahi).
syikh:
Guru spiritual. Dia adalah pembimbing otentik dan satu-satunya yang
dituuju oleh sang pencari kebenaran
dalam pencariannya. Dengan berpaling kepada guru spiritual, sang pencari pun
berpaling kepada Allah yang maha kuasa. (lihat idzn; mursyid; nafas).
al-syajarah:
Pohon atau manusia paripurna. (lihat al-insan al-kamil).
syajarah al-wujud:
Pohon eksistensi. Allah adalah akar, nama-nama ilahi adalah dahan,
dan kita semua adalah buahnya (dan dia adalah buahnya !). (lihat ahl
al-kasyf wa al-wujud; asma’; wujud).
Al-Syakur:
Yang maha bersyukur. Salah satu nama inadah Allah (al-asma’
al-husna).
syams:
Matahari. Nabi Muhammad al-mushtafa adalah matahari segenap rahasia
samawi (syams-i-sama’I al-asrar). Entitas-entitas yang ada adalah bayangan yang
disoroti oleh cahaya cemerlang-Nya. Dialah matahari cahaya pagi. “terangilah
dunia, yang sudah terlalu lama dalam kegelapan, dengan nama Muhammad yang
cemerlang”. Syams adalah juga simbol bagi ruh. (lihat “ana ahmad bila mim”:
dhuha; idrak; “lawlaka, lawlaka, ma khalaqtu al-aflaka; nur Muhammad; ruh;
zhill).
sya’n:
Tugas atau urusan atau keadaan. Dalam setiap maujud, dalam setiap
waktu terbagi, Allah senantiasa berada dalam tuga, keadaan atau urusan (sya’n)
baru. “tugas-tugas yang selalu berubah” (syu’un) ini adalah “ pembaruan
penciptaan dalam setiap saat” (tajdid al-khalq fi al-anat). (lihat arifin;
ayyam Allah; khalq jaded; la takrar fi al-tajalli; nafas; qalb; tajdid al-khalq
fi al-anat; taqallub).
syaqa:
Keterkutukan. Inilah tahap yang dicapai dengan mengikuti segenap
keinginan dan angan-anagan diri sendiri. Keingkaran adalah keadaan orang yang
terkutuk (syaqi), sementara kepatuhan adalah keadaan orang yang bahagia.
Kesesatan (idhlal) mendorong manusia pada keterkutukan. Bimbingan (huda)
mengantar manusia pada kebahagiaan (sa’adah). (lihat hawa; iblis; idhlal;
jahannam; mushtawif; nafs; nar).
syarab:
Minuman. Anggur cinta ilahi (isyq) dituangkan oleh sang pembawa
cangkir (saqi). Sesudah sang pecinta (asyiq) merasakan manisnya yang tak terlukiskan, dia pun hilang dalam
diri-Nya. Tetesan ke dalam lautan dan hilang! (lihat saqi).
syari’ah:
Hokum suci. Syari’ah menampakkan hakikat ilahi (haqiqah). Ia
memberikan semua prinsip dan sarana bagi manusia untuk mengembangkan
pengetahuan hakiki dan memperoleh sifat-sifat akhlak mulia. Mereka yang
“mengenal” Allah tidak pernah meninggalkan hokum suci-Nya. Adab mereka kepada
Allah menjaga mereka agar tidak melepaskan neraca hokum dari tangan mereka.
(lihat al-abd; adab; furqan; husn al-akhlaq; al-islam; al-mizan; nabi;
qur’an).
syarif:
Mulia. Orang paling mulia adalah nabi Muhammad saw. Dia adalah
wilayah suci dan mulia (haram al-syarif). (lihat ghulam; haram al-syarif;
Muhammad; mushtafa; shalawat).
syarik:
Sekutu. Allah, tuhan yang maha tinggi, jauh dari apa yang mereka
nisbatkan kepada-Nya. Dosa yang tidak bisa diampuni adalah menyekutukan Allah
dengan sesuatu apa pun. Allah sama
sekali tidak punya sekutu. (lihat islam-i-majazi; kufr-i-haqiqi; la ilaha
illa Allah; syirk; syirk-i-khafi).
syarr:
Keburukan. Pada dirinya sendiri, “keburukan” adalah ketiadaan murni
(adam) dan menunjukan segala sesuatu yang tidak bisa menerima rahmat ilahi.
Pengetahuan adalah cahaya dan cahaya adalah eksistensi. Karena itu, “keburukan”
adalah kejahilan yang merupakan kegelapan dan ketiadaan. Allah, yang maha
mungkin dan kesempurnaan mutlak, memerlukan manifestasi syarr. Sebab, tanpanya,
kesempurnaan tidak akan sempurna karena terbatas. Apa yang kelihatan buruk
adalah hubungan (idhafah) actual yang ada antara berbagai nama yang
bertentangan (al-asma’ al-mutaqabilah). (Lihat adam; al-asma’
al-mutaqabilah; idhafah; jam’uhu al-dhiddayn; tawhid).
syath:
Ucapan ekstatik. Syath diucapkan ketika orang yang mengalami
ekstase berada dalam keadaan kemabukan spiritual (sukr). Bagi “orang luar”,
ucapannya mungkin tampak bertentangan dengan hokum suci (syari’ah), sombong,
tak mengandung bobot pemikiran, dan bahkan menjurus pada kemusyrikan (syirk).
Sang arif sempurna secara batiniah mabuk dan secara lahiriah tidak mabuk. Dia
menyembunyikan segenap rahasia yang tidak akan diungkapkannya ituu. “Jika
hakikat seorang sufi diungkapkan, maka dia akan disembah”. Kehambaan
(ubudah)-nya menjaga tata karma (adab)-nya kepada Allah. (Lihat al-abd; ayn
al-kafur; baqa; al-malamatiyyah; sahw; syirk; sukr; tasnim; ubudah).
syawq:
Kerinduan yang intens kepada kekasih. Syawq adalah kerinduan untuk
melihat sang kekasih, dan kerinduan untuk dekat dengan kekasih, dan kerinduan
untuk bersatu dengan kekasih, serta kerinduan yang intens untuk meningkatkan
kerinduan. Dikatakan bahwa “tarikan napas” adalah gerak kerinduan pada kekasih
dan dalam “bernapas” inilah dirasakan adanya kenikmatan. Tarikan napas orang
yang mengalami ekstase dan ada di bawah tarikan ilahi member kesaksian atas hal
ini. (Lihat asyiq; hayrah; isyq; jadzbah; nafas; qawwal; sama’; wajd).
syay’:
Sesuatu atau “sesuatu yang mungkin” atau entitas. Syay’ bisa
menunjukan “sesuatu” yang ada atau “sesuatu “yang tidak ada. Kata “sesuatu”
(syay’)- “yang paling tidak tertentu dari yang tidak tertentu” (min ankar
al-nakirat)- bisa diterapkan pada segala sesuatu apa pun kecuali Allah sendiri.
“… Allah maha berkuasa atas segala sesuatu” (QS Al-Baqarah [2]: 284). (Lihat la
syay’).
syay’iyyah:
“Kesesuatuan”. Inilah keadaan atau situasi berbagai entitas. (lihat
la syay’).
al-syay’ al-tsalits:
Sesuatiu ketiga. Sesuatu pertama dalah “apa yang ada dengan
sendirinya” (Wujud Mutlak). Sesuatu kedua adalah “apa yang ada melalui yang
lain” (segala sesuatu selain Allah). Sesuatu ketiga adalah “apa yang maujud
maupun yang tidak maujud”. Sesuatu ketiga adalah Sekat Tertinggi (al-barzakh
al-a’la). (lihat al-barzakh al-a’la).
syaythan:
Setan. Syaythan menggambarkan fakultas-fakultas rendah. Ia mengeram
dan bersembunyi dalam jiwa rendah (nafs) dan terus-menerus beruasaha
menjerembahkan manusia dan menjauhkannya dari Allah. Jihad besar (al-jihad
al-akbar) dilakukan untuk melawan segenap kecenderungan setan ini. (Lihat akhirah;
dzikrullah; iblis; jahannam; al-jihad al-akbar; mujahadah; mujahid; nafs; nar).
Penyembuhan. Dokter ilahi (al-thabib al-ilahi) memberikan dosis
obat yang tepat untuk menyeimbangkan (I’tidal) keadaan spiritual segenap pasien
(murid)-nya dan memulihkan struktur tubuh (mizaj mustaqim) mereka yang
harmonis. Inilah penyembuhan hakiki. (Lihat husn al-akhlaq; I’tidal; murid;
mursyid; al-thabib al-ilahi).
syirk:
Menyekutukan Allah dengan sesuatu. Syirk adalah dosa tak terampuni.
Sebab, ini bertentangan dengan ajaran islam, yakni keesaan (tawhid). (Lihat al-islam;
islam-i-majazi; kufr-i-haqiqi; la ilaha illa Allah; syirk-i-khafi;
al-nadatsiyyah).
syits:
Nabi syits a.s., yang melalui kata ini turunlah hikmah inspirasi
ilahi (al-himah al-nafatsiyyah).
syu’ayb:
Nabi syu’ayb a.s., yang melalui kata ini turunlah hikmah hati (al-hikmah
al-qalbiyyah).
syuhud:
Penyaksian. Kaum arif dan para pecinta Allah, para sufi agung,
mengenal Allah dengan menyaksikan Allah dalam segenap pengungkapan diri-Nya.
Allah memili wujud serba-meliputi (wujud) dan para sufi agung mempunyai
penyaksian serba-meliputi (syuhud) tentang Allah. Karena “pengungkapan diri
Allah tak pernah berulang” (la takrar fi al-tajalli), maka setiap penyaksian
(syuhud) dari masing-masing saksi (syahid) pun berbeda satu sama lain! (Lihat la
takrar fi al-tajalli; musyahadah; syahid; tajalli).
syukr:
Syukur atau berterima kasih. Kedudukan syukur mengisyaratkan
kesadaran serba mencakup ihwal keluasan rahmat Allah atas hamba-Nya. Orang yang
menggabungkan syukur dengan sabar (shabr) adalah orang yang memiliki hikmah
(hikmah). (Lihat adab; hikmah; al-in’am; anayah; al-ni’mah; rahmah; shabr).
syurb:
Minum. Syurb adalah tahap kedua dalam setiap kedudukan (maqam).
Yang pertama adalah “mersakan” (dzawq) dan yang ketiga adalah “memuaskan
dahaga” (ri). Ketiga tahap ini dialami dalam setiap kedudukan (maqam) sebelum
sang penempuh jalan spiritual (salik) meneruskan perjalanan menuju kedudukan
(maqam) berikutnya. Sang pecinta yang minum anggur murni (syarab) berupa cinta
ilahi tidak pernah mengalami “pemuasan dahaga”. Dahaga serta kehausannya
bersifat abadi. (lihat dzawq; la maqam; qawwal; ri; sama’; saqi; syarab;
wajd).
T
ta’ajjub:
Ketakjuban. Ketika tirai disingkapkan dan sang hamba takjub
menyaksikan Allah dalam setiap ruang dan waktu. Setelah sang hamba tenggelam
dalam sang sumber, dia kemudian kembali pada kondisi manusiawi untuk bekerja
dengan Cara Allah. Ketika itu Allah terlihat di setiap penampakkan dan
terdengar di setiap suara. Ketika itu “kemanapun engkau menghadap
disitulah wajah Allah” (QS Al-baqarah
[2]: 115) menjadi kenyataan. Dan penglihatan sang hamba pun dipenuhi
ketakjuban. (Lihat al-abd; arifin; “Allahumma arana haqaiq al-asyya kama
hiya”; ayn al-kafur; baqa; fana’; fi sabilillah; al-haqiqah al-muhammadiyyah;
hayrah; hijab; isyq; kasyf; sama’; tasnim; wajd).
ta’alluh:
Menuhan. Istilah ini menunjukan kondisi manakala sang hamba
tenggelam dalam nama Allah. Ketika itu tiada penglihatan, tiada pendengaran,
tiada perkataan. Semuanya adalah Allah. Semua indra mengalami spiritualisasi
dan sang hamba “melihat tanpa mata”, “mendengar tanpa telinga”, “berbicara
tanpa lidah”. (Lihat al-abd; baqa; dzikrullah; fana’; hayat al-syaur; hub
al-faraidh; hub an-nawafil; insane kamil; kamal; mujahadah; nafs; qurb; qurb
al-faraidh; qurb al-nawafil).
ta’alluq:
Keterhubungan atau keterkaitan. Ta’alluq menunjukan hubungan,
misalnya natara sifat dan objeknya, atau nama dan efeknya. Ketika kita meninjau
“peniadaan diri” (fana’) dalam tiga tingkatan, ta’alluq menduduki tyingkatan
ketiga. Ini menunjukan bahwa sang arif tetap terikat kuat dengan sifat utama
kewalian (wilayah) dan tidak pernah berlepas darinya dalam situasi apa pun.
Tingkatan pertama dan kedua dari fana’ adalah takhalluq dan tahaqquq. (Lihat al-abd;
fana’; tahaqquq; takhalluq; ubudah; wilayah).
ta’ayyun:
Menjadi ada atau menjadi entitas. Ta’ayyun adalah kedirian,
individualisasi atau entifikasi. Istilah ini diterapkan berkenaan dengan proses
penurunan wujud murni dalam berbagai tingkatan entitas. Manusia adalah wujud
mutlak yang dibatasi oleh ta’ayyun (individualisasi). (Lihat al-hadharah;
fana’; tahaqquq; takhalluq; ubudah; wilayah).
ta’ayyun awwal:
Entifikasi pertama, epifani pertama, kedirian pertama, atau turunan
pertama. Ini adalah alam keterpaksaan (jjabarut), hakikat Muhammad (al-haqiqah
al-muhammadiyyah), atau buku tertulis (al-kitab al-masthur). Disebut juga “atau
lebih dekat” (aw adna), tirai kemuliaan (hijab al-izzah)), dan cinta hakiki
(isyq al-haqiqi). (Lihat “aw adna”; al;-haqiqat al-muhammadiyyah; hijab
al-izzah; isyq al-haqiqii; jabarut; al-kitab al-mathur).
ta’ayyun jasadi:
Entitas wujud dalam jasad. (Lihat jasad).
ta’ayyun mitsali:
Entitas wujud dalam immajinasi. (Lihat mitsal).
ta’ayyun ruhi:
Entitas wujud dalam ruh. (Lihat ruh).
ta’ayyun tsani:
Entifikasi kedua atau epifani kedua. Ini adalah alam malaikat
(malakut) dan disebut juga alam imajinasi, “Pohon teratai di batas terjauh”
(sidrah al-muntaha), napas yang maha pengasih (nafs al-rahman) dan awan
(al-ama). Inilah barzakh tertinggi (al-barzakh al-a’la). (Lihat al-barzakh
al-a’la; nafs al-rahman).
tabaddul:
Perubahan terus-menerus. Hati (qalb) dan segala ciptaan lain
mengalami perubahan terus-menerus disetiap waktu. Dengan mencermati (muraqabah)
hatinya sang arif beroleh pengetahuan tentang perubahan terus-menerus
(tabaddul) yang mengantarkannya pada pengetahuan tentang Allah. (Lihat afadha;
khalq; la takrar fi al-tajalli; muraqabah; qalb; tajdid al-khalq fi al-anah).
tabattul:
Penghambaan yang setia. Tabattul adalah karakteristik kalangan
manusia tuhan yang dikenal sebagai “kalangan penyembah” (al-ubudah). (Lihat al-ubuidah).
tabi’:
Pengikut. Istilah ini mengacu pada pengikut nabi Muhammad saw. Sang
pengikut berusaha keras untuk meneladani karakter indah dan sempurna nabi.
Seorang wali pastilah seorangh pengikut (tabi’) nabi Muhammad dan tidak pernah
berlepas diri dari bimbingan beliau. Menjadi seorang pengikut sejati yang
sepenuhnya terikat dengan sang guru kita, sayyiduna Muhammad, merupakan anugrah
dari Allah. (Lihat afadhah; ghulam; al-kautsar; Muhammad; mushtafa; qadam;
rasul; shalawat; uswah hasanah; wali).
ta’bir:
Tafsir mimpi. Seorang penafsir mimpi dapat menemukan makna
tersembunyi dari bentuk cerpen mimpi. Kemudian sang penafsir (mu’abbir)
menangkap makna itu secara batiniah. (Lihat ibarah; mu’bbir; ru’ya).
tadalli:
Menurun. Istilah ini menunjukan turunnya (munazalah) Allah ke dalam
dunia ciptaan. Sang hamba Allah merasakan kehadiran allah melalui pendekatan
diri (tadani) kepada-Nya beroleh visi Allah.
tadani:
Mendekat. Istilah ini menunjukan kenaikan para hamba yang
didekatkan Allah (al-muqarabun). (Lihat al-muqarabun).
tadbir:
Penataan atau pengaturan. Jiwa mengatur tubuh dengan dua cara.
Pertama, secara intristik dan ini bersifat sangat esensial. Kedua, dengan suatu
cara yang diperoleh melalui kedewasaan spiritual dan perjuangan yang disadari.
Jiwa mengatur tubuh dengan mengarahkannya pada jalan kesempurnann dirinya.
Untuk beroleh pengetahuan tentang Allah sang hamba tidak boleh mengatur tubuh
untuk kepentingan dirinya sendiri. (Lihat al-abd; alam shaghir; insane
kabir; insane al-kamil; jism; al-rabb; ruh).
tadhyi’ al-waqi:
Menyia-nyiakan waktu. Allah menciptakkan alam semesta hanyalah
supaya manusia dapat mengenal Allah. Oleh karena itu, mengajar pengetahuan
tentang “selain Allah” adalah “menyia-nyiakan waktu”.
tadzakkur:
Berzikir. (Lihat “ ana jalisu man dzakarani”; dzakir; dzikrullah).
tafadhul:
Derajat atau hierarki kemuliaan. Alam semesta (atau seluruh
eksistensi) memiliki derajat kemuliaan (atau urutan hierarkis) dalam setiap
kualitas dan sifat. Tiada dua hal yang benar-benar sama. Pengetahuan manusia
tentang Allah menentukan derajat kemuliaan dan kesempurnanan manusia. (Lihat amanah;
arifin; ahl allah; hayawaniyyah; maratib; ma’rifah; munafiq).
tafakkur:
Refleksi atau perenungan terhadap sesuatu. Akar dari seluhuh maujud
adalah nama-nama allah yang maha indah (asma’ al-husna). Oleh karena itu,
tafakkur berkaitan dengan nama-nama allah, bukan dzat-Nya. (Lihat ahl-ashl
al-ilahi; asma’ al-husna; dzat; al-fikr; mustanad).
tafrid:
Isolasi atau pengasingan batiniah. Tafrid adalah pengasingan sang
hamba dari segala sesuatu kecuali kebenaran yang bersemayam dalam dirinya.
(Lihat halawah; jalwah; khalwah).
tafriqah:
Pemisahan. Tafriqah menunjukan keadaan ketika sang mistikus
menyadari dirinya sendiri sebagai seorang individu dan kembali pada keadaan
dirinya itu setelah mengalami kemabukan dengan sang kekasih. Derajat tertinggi
pengenalan sang hamba kepada Allah (ma;rifah) adalah perpaduan antara penyatuan
(jam’) dan pemisahan (tafriqah). (Lihat al-abd; ayn al-kafur; baqa; fana’;
jam al-jam; jam’u; tafriqah; al-muqarrabun; sahw; sukr; tasnim; wajd).
tafshil:
Cara yang berbeda-beda. Sifat-sifat tuhan. Memanifestasikan diri
dalam alam semesta dengan cara-cara yang berbeda-beda dan tak terbatas. Akar
dari alam semesta adalah Allah, sedangkan alam semesta itu sendiri adalah
manifestasi dari nama-nama tuhan. Semua yang kita saksikan sebenarnya adalah
nama-nama-Nya. Manusia adalah bentuk lahiriah dari semua nama-Nya yang serba
meliputi (ijmal), sedangkan alam semesta adalah bentuk lahiriah dari
nama-nama-Nya yang berbeda-beda. (Lihat asma; ijmal; insane al-kamil; ma’na;
shurah).
taghadzdzi:
Pemberian rezeki. Taghadzdzi dipasok oleh makanan yang menghidupi
seluruh tubuh. Segala sesuatu yang ada mengambil rezeki dari tuhan karena
segala sesuatu bergantung kepada-Nya. Tuhan juga mengambil rezeki dari segala
sesuatu yang ada karena melalui segala sesuatu itulah ia memanifestasikan diri.
(Lihat ghina).
tahakkum:
Control kekuasaan. Ini adalah sifat para wali Allah. Sifat ini
menunjukkan aktivitas spiritual yang dapat mengakibatkan peristiwa luar biaasa.
(Lihat awliya; himmah; karamah).
tahalli:
Berhias. Tahalli adalah berhias dengan sifat-sifat tuhan. Namun,
perhiasan paling sempurnaa dan paling murni bagi hamba adalah berhias dengan
sifat-sifat penghambaan. Penghambaan (ubudah) adalah pengabdian penuh dan
sempurna yang sama sekali tidak menampakkan tanda-tanda ketuhanan
(rabbaniyyah). Sang hamba yang berhias (tahallia) dengan penghambaannya itu
menempati kekekalan dalam dirinya sendiri dan menjadi tiada dalam pengetahuan
Allah. Menjadi “bukan sesuatu” (la syay) diperoleh dengan berhias (tahalli) dengan
penghambaan (ubudah) sempurna (kamal). (Lihat al-abd; “aw adna”; insane
kamil; la syay; laylat al-mi’raj; rabbaniyyah; ubudah; uswah hasanah).
tahaqquq:
Realisasi. Ini adalah suatu karakteristijk para penegas
(al-muhaqqiqun). Menurut tinjauan tiga tingkatan peniadaan diri (fana’),
realisasi ini (tahaqquq) menduduki tingkatan kedua. Di sinilah sang mistikus
mendapati esensi dirinya (dzat) tiada dan “menyadari” dirinya menjadi satu
dengan yang mutlak. (Lihat arifin; dzat; fana’; al-muhaqqiqun; ta’alluq;
takhalluq).
tahawwul:
Transmutasi diri atau mengubah dari satu situasi lain. Allah secara
terus-menerus melakukan transmutasi diri di dalam diri-Nya sendiri. Akar dari
tahawwul adalah keanekaragaman nama-nama tuhan. Hanyalah sang arif yang
menyaksikan Allah di setiap ruang dan waktu. Sang arif selamanya tidak pernah
menafikan Allah dalam setiap manifestasi, tempat, waktu, dan situasi secara
sempurna berdasarkan pengetahuannya tentang transmutasi diri Allah (tahawwul).
(Lihat al-abd; adab; al-adib; al-ilahi; al-arif; asma’; hal; hikmah; kamal).
tahqiq:
Membuktikan. Mereka yang memiliki pengetahuan sempurna tentang
Allah, yakni kalangan penegas (al-muhaqqiqun) dan al-malamatiyyah, telah
membuktikan pengetahuan yang telah mereka terima karena mengikuti otoritas
(taqlid) hokum suci tuhan. Oleh karena itu, tahqiq melengkapi dan
menyempurnakan taqlid. (Lihat al-malamatiyyah; al-muhaqqiqun; taqlid).
tahshin al-syarif:
Bangunan mulia. Bangunan mulia ini memiliki landasan kokoh (asas)
yang di atasnya dibangun benteng yang tak tertembus (sur). Benteng itu memiliki
pintu (bab) dan diperlukan kunci (miftah) untuk memasukinya. Di dalam bangunan
itu sang hamba Allah beroleh perlindungan abadi. (Lihat asas; bab; miftah;
sur).
taj:
Mahkota. Mahkota ini dikenakakn oleh sang raja (sulthan), yaitu
sayyiduna Muhammad al-mushtafa. (Lihat haram al-syarif; “lawlaka, lawlaka,
ma khalaqtu al-aflaka”; Muhammad; mushtafa).
tajalli:
Penyingkapan diri. Tajalli berarti Allah menyingkapkan diri-Nya
sebdiri kepada makhluk-Nya. Penyingkpan diri tuhan tidak pernah berulang secara sama dan tidak pula pernah
berakhir. Penyingkapan-penyingkapan diri tuhan itu berupa cahaya batiniah yang
merasuk ke hati. Tajalli merupakkan tanda-tanda yang Allah tanamkan di dalam
diri manusia supaya ia dapat disaksikan. Setiap tajalli melimpahkan cahaya demi
cahaya sehingga seorang yang menerimanya bakal tenggelam dalam keabadian.
Gunung kedirian manusia pecah berkeping-keping di dalam tajalli Allah.
Perbedaan yang dijumpai dalam berbagai penyingkapan itu tidak menandakkan
adanya perselisihan di antara para guru sufi. Masing-masing manusia unik, oleh
karena itu masing-masing tajalli juga unki. Jadi, tidak ada dua orang yang
merasakan pengalaman tajalli yang sama. Akan tetapi, hanyalah mereka yang telah
“merasakan” yang mengethauinya dan mereka yang tidak “merasakan” tidak bakal
mengetahui. Tajalli melampaui ungkapan
kata-kata. Tajalli adalah ketakjuban (hayrah). (Lihat ahl kasyf wa al-wujud;
arifin; bashirah; dzawq; hayrah; kasyf; mahall; majla; al- muzhahir; al-ilahiyyah;
mazhhar al-ilahiyyah; mazhhar; mukasyafah; tahawwul; wujud).
tajalli ghayb:
Penyingkapan diri dalam kegaiban. Ini adalah penyingkapan diri dzat
di dalam diri-Nya sendiri, “tempat” yang mutlak menampakkan diri pada diri-Nya
sendiri. Ini adalah penampakkan pertama dari kesadaran diri yang mutlak.
Manifestasi diri yang mutlak ini disebut juga “Emanasi paling suci” (al-faydh
al-aqdas). (Lihat al-faydh al-aqdas; al-ghayb).
tajalli syahadah:
Manifestasi diri di alam nyata. Istilah ini engacu pada
arketipe-arketipe permanen yang memancar dari potensialitas menjadi aktualitas
dan keluar di alam nyata. Ini adalah aktualisasi arketipe-arketipe dalam
bentuk-bentuk nyata. Tajalli syahadah disebut juga “Emanasi suci” (al-fayadh
al-muqaddas). (Lihat al-a’yan al-tsabithah; al-faydh al-muqaddas).
tajassud:
Penjasadan atau penubuhan. Di alam imajinasi para wali Allah
melihat “secara jasadiah” para malaikat, para nabi, bahkan Allah sendiri. Alam
semesta sendiri mengandung makna-makna tersembunyi yang “terjasadkan” dalam
bentuk-bentuk nyata. (Lihat khayal; ma’na; mitsal; shurah; ru’yah).
tajassud al-arwah:
Penjasadan ruh-ruh di alam imajinasi. (Lihat khayal).
tajdid al-khalq fi al-anah:
Pembaruan penciptaan setiap saat. Ini adalah pemancaran tanpa henti
wujud ke dalam alam penampakkan. Seseorang yang telah siap menerima pancaran
abadi dari dzat, yakni sang penegas (muhaqqiq) dan sang arif, menyaksikan
penyingkapan tanpa henti dan pembaruan terus menerus di dalam dirinya sendiri.
(Lihat afadha; arifin; al-haqiqat al-muhamadiyyah; isti’dad; khalq jaded;
khawathir; al-muhaqqiqun; murraqabah; nur muhammadiyyah; qalb).
tajdid al-khalq bi al-anfas:
Pemabruan penciptaan dalam setiap tarikan nafas. Melalui hembusan
napas yang maha pengasih (nafs al-rahman) limpahan (afadha) wujud “memancar” ke
dalam alam semesta. (Lihat afadha; al-haqiqat al-muhammadiyyah; khalq jaded;
nafas; nafs al-rahman; rahmah).
tajrid:
Penarikan diri sepenuhnya dari segala sesuatu selain Allah, di
dalam hati (qalb) dan dalam rahasia (sir). (Lihat hayat asy-syaur).
takabb
ur:
Kesombongan, arogansi, atau kebanggan diri. (Lihat nafs).
takalluf:
Terbebani. Tiada beban lebih berat atau kesulitan lebih besar bagi
seseorang daripada kediriannya sendiri. Sebab, seseorang yang dibebani oleh
kedirian dirinya sendiri terjauhkan dari Allah. (Lihat assa; bu’d;
dzikrullah; al-dunya; jahannam; ma siwa allah; nafs; nafs al-amarah; nafs
al-kamilah; nar; qurb).
takawwun:
Menjadi ada. Ini adalah hasil dari perintah Tuhan “jadilah”!
(kun!). ini berarti bahwa segala sesuatu mempunyai sifat berbagai lokus
manifestasi bagi Allah. Takawwun merupakkan respons sesuatu terhadap perintah
Allah, bukan merupakan tindakkan Allah itu sendiri. (Lihat “alastu
birabbikum”; al-a’yan al-tsabitah; kainah; karb; rahah).
.
0 comments:
Post a Comment