Makalah HIJRAH NABI KE MADINAH
HIJRAH NABI KE MADINAH
Makalah
Disusun Guna Menuhi Tugas
Mata Kuliah: Sejarah
Peradaban Islam
Dosen Pengampu: Prof. Hj.
Sri Suhandjati
![]() |
Disusun
Oleh :
Hanni’
Nailatus Syharifah (134111051)
FAKULTAS USHULUDDIN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2014
BABI
PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
Sebelum melanjutkan
tentang riwayat hijrah Nabi SAW. ke kota Madinah, terlebih dahulu perlulah uraian
tentang arti hijrah di dalam Islam dan keterangannya. Kata hijrah
berasal dari bahasa Arab yang berarti meninggalkan suatu perbuatan atau
menjauhkan diri dari pergaulan atau berpisah dari suatu tempat ke tempat yang
lain. Adapun artinya menurut syariat, hijrah itu ada tiga macam, yakni sebagai
berikut : Pertama, hijrah dari (meninggalkan) semua perbuatan yang
dilarang oleh Allah. Hijrah ini adalah wajib dikerjakan oleh setiap orang yang
mengaku beragama Islam. Kedua, hijrah (mengasingkan) dari pergaulan
dengan orang-orang musyrik atau orang-orang kafir yang memfitnah orang-orang
yang memeluk Islam. Ketiga, hijrah (berpindah) dari negeri atau daerah
orang-orang kafir atau musyrik ke negeri atau daerah orang-orang muslim,
seperti Hijrah Nabi SAW. dan kaum muslimin dari Mekah ke Madinah.[1]
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakah
perjalanan Hijrah Nabi ke Madinah ?
2. Apa
tanggapan Rakyat Madinah terhadap kedatangan Nabi ?
3. Bagaimana
karakteristik kota Madinah (Yatsrib) ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. RASULULLAH SAW. HIJRAH KE
MADINAH
Rasulullah
SAW. menyaksikan bencana yang menimpa para pengikutnya, sedangkan beliau tidak
mampu melindungi mereka. Maka beliau berkata kepada mereka, “seandainya
kalian pergi ke negeri Habsyah. Sesungguhnya di sana terdapat seorang raja,
yang tidak akan dianiaya orang yang ada di dekatnya. Negeri Habsyah adalah
tanah kebenaran. Kalian sebaiknya berada di sana hingga Allah memeberikan
kelapangan bagi kalian.”[2]
Ketika
Rasulullah SAW. Telah bertekad bulat untuk meninggalkan Mekah menuju Madinah,
turunlah ayat di bawah ini kepada beliau:
Artinya:
“Katakanlah: Tuhanku, masukkanlah aku dengan cara masuk yang benar dan
keluarkanlah aku dengan cara keluar yang benar. Dan berilah aku dari
hadhirat-Mu kekuasan yang memberi pertolongan”. (QS. Al-Isra’: 80)
Hijrah
Nabi Muhammad SAW. dari Mekah ke Madinah berlangsung secara wajar. Sebelumnya
beliau minta kepada Ali bin Abi Thalib r.a. dan Abu Bakar ash-Shiddiq r. a.
supaya tetap tinggal bersama beliau, sedangkan kaum muslimin yang lain
diizinkan berangkat lebih dulu ke Madinah. Ketika Abu bakar ash-Shiddiq r.a.
meminta izin kepada Rasulullah SAW. berangkat hijrah, beliau menjawab: “Jangan
tergesa-gesa, mungkin Allah akan memberikan kepadamu seorang sahabat.”
Abu
Bakar merasa bahwa yang beliau maksudkan dengan sahabat adalah beliau sendiri.
Karena itu, ia lalu membeli dua ekor unta, disembunyikan dalam rumahnya dan
diberi makanan secukupnya sebagai persiapan untuk kendaraana berangkat hijrah.
Mengenai Ali bin Thalib r.a.
Setelah
segala sesuatunya dipersiapkan, beliau pulang dan mendapati bahwa orang-orang Quraisy
sudah mulai mengepung rumahnya. Mereka mengerahkan pemuda-pemuda yang
ditugaskan untuk membunuh Rasulullah SAW. Rasulullah SAW. segera menyuruh Ali
bin Abi Thalib supaya mengenakan pakaian yang biasa dipakai tidur oleh beliau,
kemudian supaya berbaring di tempat tidur beliau. Di larut malam yang gelap
pekat, Rasulullah SAW. berhasil menyelinap keluar dari rumah dan pergi ke rumah
Abu Bakar ash- Shiddiq r.a., kemudian mereka berdua keluar melalui sebuah pintu
kecil di belakang rumah menuju Goa Tsur-sebuah goa yang sangat berjasa dalam
menyelamatkan kehidupan Risalah terakhir dan hari depan peradaban yang
sempurna. Di dalam goa itulah Risalah terakhir terlindung oleh kesunyiannya,
keasingan dan keterpencilannya.[3]
Ketika keduanya berhenti di goa, Abu Bakar berkata:
“Tetaplah di tempatmu wahai Rasulullah, hingga aku memastikan goa ini
aman untukmu.” Lalu Abu Baka masuk dan memeriksanya. Ketika ia
selesai memeriksanya, ia teringat bahwa ia belum sempat memeriksa
lubang-lubangnya. Lalu ia berkata: “Tetaplah di tempatmu, wahai Rasulullah,
sampai aku selesai memeriksanya.” Lalu ia masuk dan memeriksanya kembali.
Setelah dirasa aman, ia pun berkata: “Masuklah wahai Rasulullah!” Maka
Rasulullah SAW. pun masuk. Keduanya masuk ke dalam gua. Pada saat itu Allah mengutus
laba-laba untuk membuat sarang di antara gua dan pohon yang ada di depannya,
menutupi Rasulullah SAW. dan Abu Bakar. Allah juga memerintahkan dua ekor
merpati untuk bertelur dan mengeraminya di antara laba-laba dan pohon.
Ketika
kaum Quraisy kehilangan Rasulullah SAW., mereka menjanjikan hadiah seratus ekor
unta bagi siapa yang bisa membawa beliau kepada mereka. Sementara itu,
Rasulullah SAW. meneruskan perjalanan setelah berhenti di gua Tsur selama tiga
malam. Selaim Abu Bakar, Rasulullah SAW. ditemani oleh ‘Amir bin Fuhairah dan
seorang penunjuk jalan yang masih musyrik yang beliau beri upah. Si pemandu
jalan membawa mereka melewati jalan pantai. Keduanya terus mengikuti jalan
pemandu hingga sampai membawa mereka melewati jalan pantai. Keduanya terus
mengikuti jalan pemandu hingga sampai di Quba’, yang terletak di luar kota
Madinah. Hari itu adalah hari Senin, tanggal 12 Rabi’ul Awal. Itu adalah
permulaan Islam (Hijrah).[4]
B. KEDATANGAN
NABI MUHAMMAD SAW. DI MADINAH
Ketika
Rasulullah SAW. Keluar dari rumahnya pada saat musim Haji. Ketika berada di
Aqabah, beliau bertemu dengan sekelompok orang dari kabilah Khazraj yang
berasal dari Madinah. Beliau mengajak mereka untuk menyembah Allah, menjelaskan
tentang Islam kepada mereka, serta membacakan Al-qur’an. Kabilah Khazraj
bertetangga dengan kaum Yahudi di Madinah. Mereka telah mendengar dari kaum
Yahudi yang mengabarkan akan datangnya seorang Nabi yang sudah dekat masanya.
Sebagian mereka berkata kepada yang lain, “Wahai kaum! Kalian mengetahui, demi
Allah, bahwa orang ini adalah Nabi yang telah dikabarkan oleh kaum Yahudi
kepada kalian. Maka jangan sampai kalian didahului oleh mereka. Sambutlah dia!
Berimanlah kepadanya!.” Mereka lalu pulang ke Madinah dalam keadaan beriman dan
membenarkan Rasulullah SAW. Ketika mereka tiba di Madinah, mereka
memberitahukan tentang Rasulullah SAW. kepada seluruh sanak saudara dan
mengajaknya untuk masuk Islam, hingga tersebarlah Islam di kalangan mereka.
Setiap rumah kaum Anshar selalu terdengar sebutan tentang Rasulullah SAW.[5]
Sebelum
Nabi Muhammad SAW. tiba, berita tentang keberangkatannya bersama Abu Bakar r.a.
telah tersiar terlebih dahulu hingga ke Madinah. Setiap pagi penduduk kota itu
banyak yang keluar dari rumah menantikan kedatangan manusia besar dengan perasaan
rindu. Mereka berbondong-bondong pergi ke pinggir kota hendak menjemput beliau,
tetapi bila pada hari beliau belum juga tampak dan terik matahari terasa
membakar, mereka pulang kembali kerumah masing-masing sambil saling berjanji
akan menjemput lagi pada keesokan harinnya. Semuanya dicekam perasaan tak sabar
dan resah bercampur harapan.[6]
Suatu
hari pada waktu siang, saat matahari sedang memancarkan panasnya ke muka bumi,
Nabi SAW. dan Abu Bakar telah sampai dan datang di suatu tempat, yaitu kampung Quba
namanya. Waktu itu, di antara penduduk kampung Quba sudah banyak yang memeluk
Islam, tetapi tidak seorang pun di antara mereka yang sudah mengenal wajah Nabi
dan Abu Bakar. Begitu juga mereka yang datang dari Yatsrib dengan maksud
menyongsong kedatangan beliau, tidak seorang pun di antara mereka telah
mengenal Nabi atau Abu Bakar. Sehingga, mereka sama sekali belum mengetahui
bahwa Nabi telah datang dan sedang berteduh di bawah sebatang pohon kurma. Pada
waktu itu, ada seorang Yahudi yang mengetahui bahwa ada dua orang yang sedang
berteduh di bawah pohon kurma dan keduanya berpakaian serba putih, yaitu Nabi
dan sahabatnya, yang sedang diharap-harap kedatangannya oleh kaum muslimin.
Seketika itu juga, ia lalu naik ke suatu tempat sekeras-kerasnya meanggil
orang-orang dari Madinah yang bermaksud menyambut kedatangan Nabi, “Hai
orang-orang Arab! Itulah orang yang kamu hara-harap dan kamu nanti-nanti
kedatangnnya!” Demikianlah teriak orang Yahudi itu berulang-ulang.
Dengan
segera, mereka yang berniat menjemput itu berlari-lari menuju tempat Nabi
berteduh. Sesampainya mereka di sana, tahulah mereka bahwa di sana memang ada
orang-orang dari luar kota yanng baru datang dan sedang beristirahat dibawah
pohon kurma. Akan tetapi, mereka tidak mengetahui yang manakah dari orang-orang
itu seorang yang kedatangannya mereka nanti-nantikan ? Orang-orang dari Quba
pun datang berduyun-duyun di tempat tersebut. Waktu itu yang mereka beri hormat
ialah Abu Bakar karena mereka menyangka bahwa barangkali dialah yang selama ini
mereka nanti-nanti dan bahwa Nabi itu kawannya. Maklum, mereka sama sekali
belum mengenal wajah Nabi dan Abu Bakar. Karena sahabat Abu Bakar r.a. mengerti
bahwa sangkaan mereka itu keliru maka dengan segera ia mengibar-ngibarkan rida’
‘selendang’-nya lalu meneduhi Nabi SAW.. Hari itu adalah hari Itsnani
‘Senin’ 12 Rabi’ul Awwal tahun ke-13 dari kenabian atau tahun ke-53 dari hari
kelahiran beliau. Adapun berangkatnya beliau dari Mekah adalah pada permulaan
bulan Rabi’ul-Awwal tersebut.
Selanjutnya,
kaum muslimin meminta Nabi untuk tinggal beberapa hari di Quba dan permintaan
itu dikabulkan oleh beliau. Beliau lalu singgah dan berdiam di rumah
bernama Kaltsum bin Hadam yang berasal dari keturunan Amr bin Auf
dari golongan Aus. Adapun Abu Bakar berdiam d rumah seseorang yang bernama
Habib bin Asaf yang berasal dari keturunan Harits dari go Habib bin Asaf yang
berasal dari keturunan Harits dari golongan Khazraj.[7]
C. KARAKTERISTIK KOTA
MADINAH (YATSRIB)
Rasulullah
SAW. telah mengisyaratkan hikamah Illahiyah dalam memilih Madinah, dengan
perkataan beliau kepada sahabat-sahabatnya sebelum hijrah “sesungguhnya aku
telah memilih tempat kalian hijrah, yang mempunyai pohon-pohon kurma dan
terletek di antara dua kampung.” Lalu berhijrahlah mereka ke Madinah.
Penduduk Madinah dari kalangan Aus dan Khazraj memiliki keberanian,
ketangkasan, kekuatan, kesadaran akan harga diri, dan mencintai kebebasan.
Mereka tidak mau tunduk kepada siapa pun. Mereka tidak menyerahkan hasil bumi
atau pajak kepada kabilah atau pemerintah mana pun. Hal ini tertera jelas dalam
ucapan Sa’ad bin Mu’adz, pemimpin kabilah Aus, kepada Rasulullah SAW., “Dahulu
kami berda dalam kemusyrikan kepada Allah dan penyembahan berhala. Kami tidak
menyembah Allah dan tidak mengenal-Nya. Merek tidak memakan buah kurma Madinah
kecuali dalam bentuk jamuan atau perniagaan”.
Dalam
kitab al-‘Iqdul Farid disebutkan, “Kaum Anshar berasal dari
kabilah Azdi. Mereka adalah kabilah Aus dan Khazraj. Keduanya merupakan
anak keturunan Haritsah bin ‘Amr bin ‘Amir. Mereka paling menghargai kehormatan
diri dan , dan paling tinggi semangatnya. Mereka belum pernah sama sekali
menyerahkan hasil bumi kepada satu raja.”
Jadi,
Madinah (Yatsrib) adalah tempat terbaik sebagai tempat hijrah Rasulullah SAW.
dan para sahabatnya. Negeri tempat bermukim, hingga Islam menjadi kuat dan
mampu membuka jalan ke depan, menerangi Jazirah Arab hingga ke seluruh dunia
dengan Islam.[8]
D. KESIMPULAN
Peristiwa
hijrah Nabi Muhammad SAW. memberikan kesimpulan bahwa dakwah dan akidah akan
dapat melepaskan seseorang dari setiap yang dicintainya ; dari semua kawan,
pendamping, penghibur, serta segala hal yang dikasih; dari setiap yang
diutamakan, dipegang teguh dan dipatuhi, sesuai dengan watak aslinya.
Sebaliknya segala sesuatu tidak akan dapat melepaskan dakwah dan akidah dari
manusia. Sejarah dakwah dan agama telah bersanding dengan gerakan yang
terkadang bersifat sendiri-sendiri dan terkadang bersifat bersama-sama.[9]
E. PENUTUP
Demikianlah makalah dari
kami yang membahas tentang Hijrah Nabi Muhammad SAW. ke Madinah, kami sadar
bahw dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari segi
pembahasan maupun dari segi sistematika penulisan. Oleh karena itu saran dan
kritik dari teman-teman kami masih harapkan demi kesempurnaan makalah kami
selanjutnya, semoga dapat bermanfaat dan menambah wawasan serta khazanah ilmu
pengetahuan kita. Sekian dan trima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Chalil, K.H. Moenawar, Kelengkapan Tarikh Nabi
Muhammad SAW., jakarta: Gema Insani, 2001.
an-Nadwi, Abul Hasan ‘Ali al-Hasani, Sejarah Lengkap Nabi
Muhammad SAW., Yogyakarta: Mardhiyah Press, 2007.
A l-Ghazaliy, Muhammad,Fiqhus Sirah, Bandung: PT.
Alma’arif.
#Makalah HIJRAH NABI KE MADINAH #makalah # sejarah #islam #peradaban #thariqah #tasawuf #psikologi #filsafat
[1] K.H. Moenawar Chalil,
Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad SAW., (jakarta: Gema Insani, 2001), h.
419-420.
[2] Abul
Hasan ‘Ali al-Hasani an-Nadwi, Sejarah Lengkap Nabi Muhammad SAW., (Yogyakarta:
Mardhiyah Press, 2007 ), hal. 138.
[3] Muhammad
Al-Ghazali, Sejarah Perjalanan Hidup Muhammad, (Yogyakarta: Mitra
Pustaka, 2003), hal. 185-189.
[4]
Abul Hasan ‘Ali al-Hasani an-Nadwi, Sejarah
Lengkap Nabi Muhammad SAW., (Yogyakarta: Mardhiyah Press, 2007 ), hal.
188-192.
[7] K.H. Moenawar Chalil, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad
SAW., (jakarta: Gema Insani, 2001), h. 456-457.
[8] Abul Hasan ‘Ali al-Hasani an-Nadwi, Sejarah Lengkap Nabi
Muhammad SAW., (Yogyakarta: Mardhiyah Press, 2007 ), hal. 174-178.
[9] Abul
Hasan ‘Ali al-Hasani an-Nadwi, Sejarah Lengkap Nabi Muhammad SAW., (Yogyakarta:
Mardhiyah Press, 2007 ), hal. 186.
0 comments:
Post a Comment