TEORI FILSAFAT SOCRATES, PLATO, DAN ARISTOTELES
FAKULTAS USHULUDDIN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2011
PENDAHULUAN
Filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep dasar mcngenai kehidupan yang
dicita-citakan. Filsafat juga diartikan sebagai suatu sikap seseorang yang
sadar dan dewasa dalam memikirkan segala sesuatu secara mendalam dan ingin
melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan.
Berbicara tentang filsafat, kita
harus tahu terlebih dahulu apa arti filsafat itu sendiri. Kata filsafat atau
falsafat, berasal dari bahasa Yunani: philoshophia yang banyak diperoleh
pengertian-pengertian, baik secara harfiah atau etimologi. Terdiri dari kata philos
yang berarti cinta, gemar, suka dan kata sophia berarti pengetahuan,
hikmah dan kebijaksanaan. filsafat menurut arti katanya dapat diartikan sebagai
cinta, cinta kepada ilmu pengetahuan atau kebenaran. Suka kepada hikmah dan
kebijaksanaan.
RUMUSAN MASALAH
A. Teori Filsafat Socrates
B. Teori Filsafat Plato
C. Teori Filsafat Aristoteles
PEMBAHASAN
A. Teori Filsafat Socrates
Socrates (469-399 SM) seorang filosof Yunani dari Athena. Ia tersohor dengan
pendapatnya tentang filsafat sebagai suatu usaha pencarian yang perlu bagi tiap
intelektual.[1]
Bapaknya tukang pembuat patung, ibunya bidan. Pada
permulaannya Socrates ingin menuruti jejak bapaknya, sebagai tukang pembuat patung. Namun, ia
berganti haluan dari membentuk batu jadi patung ia membentuk watak manusia.
Masa hidupnya hampir sejalan dengan perkembangan sufisme
di Athena. Socrates bergaul dengan semua orang, tua dan muda, kaya dan miskin.
Ia seorang filosof dengan coraknya sendiri. Ajaran filosofinya tak pernah
dituliskannya, melainkan dilakukannya dengan perbuatan, dengan cara hidup. Menurut
kata teman-temannya. Socrates demikian adil, sehingga ia tak pernah
berlaku zalim. Ia begitu pandai menguasai dirinya, sehingga ia tak pernah memuaskan
hawa nafsu dengan merugikan kepentingan umum.
Di dalam komedi “Awan”, Aristhophanes
memandang Socrates sebagai seorang sofis, dan sudah tentu yang demikian ini
tidak begitu aneh seperti yang dianggap orang kemudian. Namun tetap terdapat
perbedaan-perbedaan yang khas antara Socrates dengan kaum sofis.[2]
Socrates tidak pernah menuliskan filosofinya. Jika
ditilik benar-benar, ia malah tidak mengajarkan filosofi, melainkan hidup
berfilosofi. Bagi dia filosofi bukan isi, bukan hasil, bukan ajaran yang
berdasarkan dogma, melainkan fungsi yang hidup. Filosofinya mencari kebenaran.
Oleh karena ia mencari kebenaran, ia tidak mengajarkan. Ia
bukan ahli pengetahuan, melainkan pemikir. Oleh karena Socrates tidak
menuliskan filosofinya, maka sulit sekali mengetahui dengan kesahihan
ajarannya. Ajarannya itu hanya dikenal dari catatan-catatan murid-muridnya,
terutama Xenephon dan Plato. Catatan Xenephon kurang kebenarannya, karena ia
sendiri bukan seorang filosof. Untuk mengetahui ajaran
Socrates, orang banyak bersandar kepada Plato. Dalam uraian-uraian Plato, yang
kebanyakan berbentuk dialog, hampir selalu Socrates yang dikemukakannya.Ia
memikir, tetapi keluar seolah-olah Socrates yang berkata. Tujuan
filosofi Socrates ialah mencari kebenaran yang berlaku untuk selama-lamanya.
Di sini berlainan pendapatnya dengan guru-guru sofis,
yang mengajarkan, bahwa semuanya relatif dan subyektif dan harus dihadapi
dengan pendirian yang skeptis. Socrates berpendapat, bahwa kebenaran itu tetap
dan harus dicari.
Dalam mencari kebenaran itu ia tidak memikir sendiri, melainkan setiap kali berdua dengan orang lain, dengan jalan tanya jawab. Menurutnya ada kebenaran objektif, yang tidak bergantung pada saya atau pada kita.[3] Orang yang kedua itu tidak dipandangnya sebagai lawannya, melainkan sebagai kawan yang diajak bersama-sama mencari kebenaran. Kebenaran harus lahir dari jiwa kawan bercakap itu sendiri. Ia tidak mengajarkan, melainkan menolong mengeluarkan apa yang tersimpan di dalam jiwa orang. Sebab itu metodenya disebut maieutik, menguraikan, seolah-olah menyerupai pekerjaan ibunya sebagai dukun beranak.
Socrates mencari pengertian, yaitu bentuk yang tetap daripada sesuatunya. Sebab itu ia selalu bertanya: apa itu? Apa yang dikatakan berani, apa yang disebut indah, apa yang bernama adil? Pertanyaan tentang apa itu harus lebih dahulu daripada apa sebab. Ini biasa bagi manusia dalam hidup sehari-hari. Anak kecil pun mulai bertanya dengan apa itu. Oleh karena jawab tentang apa itu harus dicari dengan tanya jawab yang mungkin meningkat dan mendalam, maka Socrates diakui pulasejak keterangan Aristotelessebagai pembangun dialektik pengetahuan. Tanya jawab, yang dilakukan secara meningkat dan mendalam, melahirkan pikiran yang kritis. Dalam berjuang mencari kebenaran yang umum lakunya, yaitu mencari pengetahuan yang sebenar-benarnya, terletak seluruh filosofinya.
Dalam mencari kebenaran itu ia tidak memikir sendiri, melainkan setiap kali berdua dengan orang lain, dengan jalan tanya jawab. Menurutnya ada kebenaran objektif, yang tidak bergantung pada saya atau pada kita.[3] Orang yang kedua itu tidak dipandangnya sebagai lawannya, melainkan sebagai kawan yang diajak bersama-sama mencari kebenaran. Kebenaran harus lahir dari jiwa kawan bercakap itu sendiri. Ia tidak mengajarkan, melainkan menolong mengeluarkan apa yang tersimpan di dalam jiwa orang. Sebab itu metodenya disebut maieutik, menguraikan, seolah-olah menyerupai pekerjaan ibunya sebagai dukun beranak.
Socrates mencari pengertian, yaitu bentuk yang tetap daripada sesuatunya. Sebab itu ia selalu bertanya: apa itu? Apa yang dikatakan berani, apa yang disebut indah, apa yang bernama adil? Pertanyaan tentang apa itu harus lebih dahulu daripada apa sebab. Ini biasa bagi manusia dalam hidup sehari-hari. Anak kecil pun mulai bertanya dengan apa itu. Oleh karena jawab tentang apa itu harus dicari dengan tanya jawab yang mungkin meningkat dan mendalam, maka Socrates diakui pulasejak keterangan Aristotelessebagai pembangun dialektik pengetahuan. Tanya jawab, yang dilakukan secara meningkat dan mendalam, melahirkan pikiran yang kritis. Dalam berjuang mencari kebenaran yang umum lakunya, yaitu mencari pengetahuan yang sebenar-benarnya, terletak seluruh filosofinya.
B. Teori Filsafat Plato
Plato lahir pada tahun 4287 sebelum masehi dari keluarga terkemuka di Athena,
ayahnya bernama Ariston dan ibunya bernama Periktione. Ketika bapaknya
meninggal ibunya menikah lagi dengan adik ayahnya Plato yang bernama Pyrilampes
yang tidak lain adalah seorang politikus, dan Plato banyak terpengaruh dengan
kehadiran pamannya ini. Karena sejak kehadiran pamannya ini ia banyak bergaul dengan para
politikus Athena[4]. Selain para
politikus ia juga banyak dipengaruhi oleh Kratylos, seorang filusuf yang
meneruskan ajaran Herakleitos yang mempunyai pendapat bahwa dunia ini terus
berubah. Dari pergaulan dengan para politikus, Plato akhirnya menelurkan sebuah
pemikiran bahwa pemimpin suatu negara haruslah seorang filusuf, hal ini
dilontarkan karena kekecewaannnya atas kepemimpinan para politikus yang ada
pada saat itu, terutama yang berkaitan dengan kematian gurunya, yaitu Socrates,
di persidangan yang berakhir pada kematian gurunya tersebut.
Pada perkembangan selanjutnya Plato
mendirikan Akademia sebagai pusat penyelidikan ilmiah dan di sekolah ini ia
berusaha merealisasikan cita-citanya yaitu menjadikan filsuf-filsuf yang siap
menjadi pemimpin negara, dan akademia inilah awal dari munculnya
universitas-universitas saat ini karena lebih menekankan pada kajian ilmiah
bukan sekedar reotrika. Ia terus mengepalai dan
mengajar di akademia ini hingga akhir hayatnya.[5]
Dalam menelurkan karya-karya
fisafatnya Plato menggunakan metode dialog, karena ia percaya filsafat akan
lebih baik dan teruji jika dilakukan melalui dialog dan banyak dari
karya-karyanya disampaikan secara lisan di akademia-nya. Di satu sisi ia masih mempercayai beberap mitos yang digunakan
olehnya untuk mengemukakan dugaan-dugaan mengenai hal-hal duniawi. Ia banyak
dipengaruhi oleh gurunya, Socrates dalam pemikirannya. Idea merupakan inti dasar
dari seluruh filasaft yang diajarkan oleh Plato. Ia beranggapan bahwa idea
merupakan suatu yang objektif, adanya idea terlepas dari subjek yang berfikir.
Idea tidak diciptakan oleh pemikiran individu, tetapi sebaliknya pemikiran itu
tergantung dari idea-idea. Ia memberikan beberapa contoh seperti segitiga yang
digambarkan di papan tulis dalam berbagai bentuk itu merupakan gambaran yang
merupakan tiruan tak sempurna dari idea tentang segitiga. Maksudnya adalah
berbagai macam segitiga itu mempunyai satu idea tentang segitiga yang mewakili
semua segitiga yang ada.
Dalam menerangkan idea ini Plato menerangkan
dengan teori dua dunianya, yaitu dunia yang mencakup benda-benda jasmani yang
disajikan pancaindera, sifat dari dunia ini tidak tetap terus berubah, dan
tidak ada suatu kesempurnaan. Dunia lainnya adalah
dunia idea, dan dunia idea ini semua serba tetap, sifatnya abadi dan tentunya
serba sempurna. Idea mendasari dan menyebabkan benda-benda jasmani. Hubungan antara
idea dan realitas jasmani bersifat demikian rupa sehingga benda-benda jasmani
tidak bisa berada tanpa pendasaran oleh idea-idea itu. Hubungan antara idea dan
realitas jasmani ini melalui 3 cara, pertama, idea hadir dalam benda-benda
konkrit. Kedua, benda konkrit mengambil bagian dalam idea, disini Plato
memperkenalkan partisipasi dalam filsafat. Ketiga, Idea merupakan model atau
contoh bagi benda-benda konkrit. Benda-benda konkrit itu merupakan gambaran tak
sempurna yang menyerupai model tersebut. Plato menganggap bahwa
jiwa merupakan pusat atau intisari kepribadian manusia, dan pandangannya ini
dipengaruhi oleh Socrates, Orfisme dan mazhab Pythagorean. Salah satu argumen
yang penting ialah kesamaan yang terdapat antara jiwa dan idea-idea, dengan itu
ia menuruti prinsip-prinsip yang mempunyai peranan besar dalam filsafat. Jiwa
memang mengenal idea-idea, maka atas dasar prinsip tadi disimpulkan bahwa
jiwapun mempunyai sifat-sifat yang sama dengan idea-idea, jadi sifatnya abadi
dan tidak berubah.
Plato mengatakan bahwa dengan kita mengenal sesuatu benda atau apa yang ada di dunia ini sebenarnya hanyalah proses pengingatan sebab menurutnya setiap manusia sudah mempunyai pengetahuan yang dibawanya pada waktu berada di dunia idea, dan ketika manusia masuk ke dalam dunia realitas jasmani pengetahuan yang sudah ada itu hanya tinggal diingatkan saja, maka Plato menganggap juga seorang guru adalah mengingatkan muridnya tentang pengetahuan yang sebetulnya sudah lama mereka miliki. Ajaran Plato tentang etika kurang lebih mengatakan bahwa manusia dalam hidupnya mempunyai tujuan hidup yang baik, dan hidup yang baik ini dapat dicapai dalam polis. Ia tetap memihak pada cita-cita Yunani Kuno yaitu hidup sebagai manusia serentak juga berarti hidup dalam polis, ia menolak bahwa negara hanya berdasarkan nomos/adat kebiasaan saja dan bukan physis/kodrat. Plato tidak pernah ragu dalam keyakinannya bahwa manusia menurut kodratnya merupakan mahluk sosial, dengan demikian manusia menurut kodratnya hidup dalam polis atau negara. Menurut Plato negara terbentuk atas dasar kepentingan yang bersifat ekonomis atau saling membutuhkan antara warganya maka terjadilah suatu spesialisasi bidang pekerjaan, sebab tidak semua orang bisa mengerjakaan semua pekerjaan dalam satu waktu. Polis atau negara ini dimungkinkan adanya perkembangan wilayah karena adanya pertambahan penduduk dan kebutuhanpun bertambah sehingga memungkinkan adanya perang dalam perluasan ini.
Dalam menghadapi hal ini maka di setiap negara harus memiliki penjaga-penjaga yang harus dididik khusus. Mereka harus mempelajari, senam yang lebih umum dan keras dan sebaiknya dilakukan paa usia 18 20 tahun. Dari sini diseleksi lagi untuk dijadikan calon pemimpin politik, dan untuk membentuk pemimpin in mereka harus belajar filsafat hingga usia 30 tahun, tujuan belajar filsafat ini untuk melatih mereka dalam mencari kebenaran. Dari sini diseleksi lagi dan mereka yang lulus seleksi akan mempelajari filsafat dan dialektika secara lebih intensif selama 5 tahun. Dan jika dalam pendidikan ini berhasil maka selama 15 tahun ia menduduki beberapa jabatan negara yang tujuannya agar mereka tahu pekerjaan-pekerjaan negara. Dan pada usia 50 tahun baru mereka siap menjadi seorang pemimpin.
Plato mengatakan bahwa dengan kita mengenal sesuatu benda atau apa yang ada di dunia ini sebenarnya hanyalah proses pengingatan sebab menurutnya setiap manusia sudah mempunyai pengetahuan yang dibawanya pada waktu berada di dunia idea, dan ketika manusia masuk ke dalam dunia realitas jasmani pengetahuan yang sudah ada itu hanya tinggal diingatkan saja, maka Plato menganggap juga seorang guru adalah mengingatkan muridnya tentang pengetahuan yang sebetulnya sudah lama mereka miliki. Ajaran Plato tentang etika kurang lebih mengatakan bahwa manusia dalam hidupnya mempunyai tujuan hidup yang baik, dan hidup yang baik ini dapat dicapai dalam polis. Ia tetap memihak pada cita-cita Yunani Kuno yaitu hidup sebagai manusia serentak juga berarti hidup dalam polis, ia menolak bahwa negara hanya berdasarkan nomos/adat kebiasaan saja dan bukan physis/kodrat. Plato tidak pernah ragu dalam keyakinannya bahwa manusia menurut kodratnya merupakan mahluk sosial, dengan demikian manusia menurut kodratnya hidup dalam polis atau negara. Menurut Plato negara terbentuk atas dasar kepentingan yang bersifat ekonomis atau saling membutuhkan antara warganya maka terjadilah suatu spesialisasi bidang pekerjaan, sebab tidak semua orang bisa mengerjakaan semua pekerjaan dalam satu waktu. Polis atau negara ini dimungkinkan adanya perkembangan wilayah karena adanya pertambahan penduduk dan kebutuhanpun bertambah sehingga memungkinkan adanya perang dalam perluasan ini.
Dalam menghadapi hal ini maka di setiap negara harus memiliki penjaga-penjaga yang harus dididik khusus. Mereka harus mempelajari, senam yang lebih umum dan keras dan sebaiknya dilakukan paa usia 18 20 tahun. Dari sini diseleksi lagi untuk dijadikan calon pemimpin politik, dan untuk membentuk pemimpin in mereka harus belajar filsafat hingga usia 30 tahun, tujuan belajar filsafat ini untuk melatih mereka dalam mencari kebenaran. Dari sini diseleksi lagi dan mereka yang lulus seleksi akan mempelajari filsafat dan dialektika secara lebih intensif selama 5 tahun. Dan jika dalam pendidikan ini berhasil maka selama 15 tahun ia menduduki beberapa jabatan negara yang tujuannya agar mereka tahu pekerjaan-pekerjaan negara. Dan pada usia 50 tahun baru mereka siap menjadi seorang pemimpin.
C. Teori Filsafat Aristoteles
Aristoteles lahir di Stagira, kota di wilayah
Chalcidice, Thracia, Yunani (dahulunya termasuk wilayah Makedonia Tengah) tahun
384 SM. Ayahnya adalah tabib pribadi Raja Amyntas dari Makedonia. Pada usia 17
tahun, Aristoteles bergabung menjadi murid Plato.[6] Belakangan
ia meningkat menjadi guru di Akademi Plato di Athena selama 20 tahun.
Aristoteles meninggalkan akademi tersebut setelah Plato meninggal, dan menjadi
guru bagi Alexander dari Makedonia. Saat Alexander berkuasa di tahun 336 SM, ia
kembali ke Athena. Dengan dukungan dan bantuan dari Alexander, ia kemudian
mendirikan akademinya sendiri yang diberi nama Lyceum, yang dipimpinnya sampai
tahun 323 SM.
Filsafat Aristoteles berkembang pada
waktu ia memimpin Lyceum, yang mencakup enam karya tulisnya yang membahas
masalah logika, yang dianggap sebagai karya-karyanya yang paling penting,
selain kontribusinya di bidang metafisika, fisika, etika, politik, kedokteran
dan ilmu alam. Di bidang ilmu alam, ia merupakan orang
pertama yang mengumpulkan dan mengklasifikasikan spesies-spesies biologi secara
sistematis. Karyanya ini menggambarkan kecenderungannya akan analisa kritis,
dan pencarian terhadap hukum alam dan keseimbangan pada alam. Plato menyatakan
teori tentang bentuk-bentuk ideal benda, sedangkan Aristoteles menjelaskan
bahwa materi tidak mungkin tanpa bentuk karena ia ada (eksis). Selanjutnya ia
menyatakan bahwa bentuk materi yang sempurna, murni atau bentuk akhir, adalah
apa yang dinyatakannya sebagai theos, yaitu yang dalam pengertian Bahasa Yunani
sekarang dianggap berarti Tuhan. Logika Aristoteles adalah suatu sistem berpikir
deduktif (deductive reasoning), yang bahkan sampai saat ini masih dianggap
sebagai dasar dari setiap pelajaran tentang logika formal. Meskipun demikian,
dalam penelitian ilmiahnya ia menyadari pula pentingnya observasi, eksperimen
dan berpikir induktif (inductive thinking). Di bidang politik,
Aristoteles percaya bahwa bentuk politik yang ideal adalah gabungan dari bentuk
demokrasi dan monarkhi. Karena luasnya lingkup karya-karya dari Aristoteles,
maka dapatlah ia dianggap berkontribusi dengan skala ensiklopedis, dimana
kontribusinya melingkupi bidang-bidang yang sangat beragam sekali seperti
fisika, astronomi, biologi, psikologi, metafisika (misalnya studi tentang
prisip-prinsip awal mula dan ide-ide dasar tentang alam), logika formal, etika,
politik, dan bahkan teori retorika dan puisi.
Meskipun sebagian besar ilmu pengetahuan yang dikembangkannya terasa lebih merupakan penjelasan dari hal-hal yang masuk akal (common-sense explanation), banyak teori-teorinya yang bertahan bahkan hampir selama dua ribu tahun lamanya. Hal ini terjadi karena teori-teori tersebut karena dianggap masuk akal dan sesuai dengan pemikiran masyarakat pada umumnya, meskipun kemudian ternyata bahwa teori-teori tersebut salah total karena didasarkan pada asumsi-asumsi yang keliru. Dapat dikatakan bahwa pemikiran Aristoteles sangat berpengaruh pada pemikiran Barat dan pemikiran keagamaan lain pada umumnya. Penyelarasan pemikiran Aristoteles dengan teologi Kristiani dilakukan oleh Santo Thomas Aquinas pada abad ke-13, dengan teologi Yahudi oleh Maimonides (11351204), dan dengan teologi Islam oleh Ibnu Rusyid (11261198). Bagi manusia abad pertengahan, Aristoteles tidak saja dianggap sebagai sumber yang otoritatif terhadap logika dan metafisika, melainkan juga dianggap sebagai sumber utama dari ilmu pengetahuan, atau "the master of those who know", sebagaimana yang kemudian dikatakan oleh Dante Alighieri.
Meskipun sebagian besar ilmu pengetahuan yang dikembangkannya terasa lebih merupakan penjelasan dari hal-hal yang masuk akal (common-sense explanation), banyak teori-teorinya yang bertahan bahkan hampir selama dua ribu tahun lamanya. Hal ini terjadi karena teori-teori tersebut karena dianggap masuk akal dan sesuai dengan pemikiran masyarakat pada umumnya, meskipun kemudian ternyata bahwa teori-teori tersebut salah total karena didasarkan pada asumsi-asumsi yang keliru. Dapat dikatakan bahwa pemikiran Aristoteles sangat berpengaruh pada pemikiran Barat dan pemikiran keagamaan lain pada umumnya. Penyelarasan pemikiran Aristoteles dengan teologi Kristiani dilakukan oleh Santo Thomas Aquinas pada abad ke-13, dengan teologi Yahudi oleh Maimonides (11351204), dan dengan teologi Islam oleh Ibnu Rusyid (11261198). Bagi manusia abad pertengahan, Aristoteles tidak saja dianggap sebagai sumber yang otoritatif terhadap logika dan metafisika, melainkan juga dianggap sebagai sumber utama dari ilmu pengetahuan, atau "the master of those who know", sebagaimana yang kemudian dikatakan oleh Dante Alighieri.
KESIMPULAN
Socrates (469-399 SM) seorang filosof Yunani dari Athena. Ia tersohor dengan
pendapatnya tentang filsafat sebagai suatu usaha pencarian yang perlu bagi tiap
intelektual. Bapaknya tukang pembuat patung, ibunya
bidan. Pada permulaannya Socrates ingin menuruti jejak bapaknya, sebagai tukang pembuat patung. Namun, ia
berganti haluan dari membentuk batu jadi patung ia membentuk watak manusia. Plato lahir pada tahun 4287 sebelum masehi dari keluarga terkemuka di Athena,
ayahnya bernama Ariston dan ibunya bernama Periktione. Ketika bapaknya
meninggal ibunya menikah lagi dengan adik ayahnya Plato yang bernama Pyrilampes
yang tidak lain adalah seorang politikus, dan Plato banyak terpengaruh dengan
kehadiran pamannya ini. Karena sejak kehadiran pamannya ini ia banyak bergaul dengan para
politikus Athena. Selain para politikus ia juga banyak dipengaruhi oleh Kratylos,
seorang filusuf yang meneruskan ajaran Herakleitos yang mempunyai pendapat
bahwa dunia ini terus berubah. Aristoteles lahir di Stagira, kota di wilayah Chalcidice, Thracia,
Yunani (dahulunya termasuk wilayah Makedonia Tengah) tahun 384 SM. Ayahnya
adalah tabib pribadi Raja Amyntas dari Makedonia. Pada usia 17 tahun,
Aristoteles bergabung menjadi murid Plato. Belakangan ia meningkat menjadi guru
di Akademi Plato di Athena selama 20 tahun
PENUTUP
Demikian
makalah yang dapat kami susun dan kami sangat menyadari makalah ini jauh dari
kesempurnaan maka kritik dan saran yang membangun demi perbaikan dan
pengembangan sangat kami harapkan. Dan semoga ini dapat menambah pengetahuan kita
dan bermanfaat. Amin.....
Daftar Pustaka
·
Harold H.
Titus, Persoalan-Persoalan Filsafat , P.T. Bulan Bintang,
Jakarta: 1984.
·
Delfgaauw
Bernard, Sejarah Ringkas Filsafat Barat, Tiara Wacana, Jogjakarta: 1992.
·
Tafsir Ahmad,
Filsafat Umum, Remaja Rosdakarya Offset, Bandung: 1990.
·
Beoang,
Kondrad Kebung, Plato: Jalan Menuju Pengetahuan yang Benar, Kanisius,
Jogjakarta: 1999.
·
Bertens, K, Sejarah
Filsafat Yunani, Kanisius, Jogjakarta: 1997
0 comments:
Post a Comment