Our social:

Saturday, 5 March 2016

Motivasi






                              I.            Pendahuluan


Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kekuatan kepada kami sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang sangat sederhana ini.

Makalah ini membahas tentang definisi motivasi, teori-teori motivasi, dan beberapa tips untuk memotivasi diri.

Pada akhirnya, saya berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan kita mengenai motivasi pada umumnya.

Terima kasih saya sampaikan kepada semua pihak yang telah banyak membantu dan memberikan masukan-masukan yang sangat berarti bagi penyelesaian makalah ini.

Saya menyadari makalah ini masih perlu disempurnakan lagi. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan dari para pembaca.


                            II.            Rumusan Masalah

a.       Apa itu Motivasi
b.      Teori-teori Motivasi


                           III.            Pembahasan

A.     Apa itu motivasi

Motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya.motivasi juga bermakna dorongan, hasrat, atau keinginan yang berasal dari diri untuk mendapatkan yang di inginkan[1]. Tiga elemen utama dalam definisi ini adalah intensitas, arah, dan ketekunan.

Dalam hubungan antara motivasi dan intensitas, intensitas terkait dengan dengan seberapa giat seseorang berusaha, tetapi intensitas tinggi tidak menghasilkan prestasi kerja yang memuaskan kecuali upaya tersebut dikaitkan dengan arah yang menguntungkan organisasi. Sebaliknya elemen yang terakhir, ketekunan, merupakan ukuran mengenai berapa lama seseorang dapat mempertahankan usahanya.


B.     Teori-teori motivasi
Motivasi merupakan sebuah konsep yang luas (diffuse), dan seringkali dikaitkan dengan faktor-faktor lain yang mempengaruhi energi dan arah aktivitas manusia, misalnya minat (interest), kebutuhan (need), nilai (value), sikap (attitude), aspirasi, dan insentif (Gage & Berliner, 1984).

Dengan pengertian istilah motivasi seperti tersebut di atas, kita dapat mendefinisikan motivasi belajar siswa, yaitu apa yang memberikan energi untuk belajar bagi siswa dan apa yang memberikan arah bagi aktivitas belajar siswa.
Secara umum, teori-teori tentang motivasi dapat dikelompokkan berdasarkan sudut pandangnya, yaitu behavioral, cognitive, psychoanalytic, humanistic, social learning, dan social cognition.

1.Teori-teori Behavioral

Robert M. Yerkes dan J.D. Dodson, pada tahun 1908 menyampaikan Optimal Arousal Theory atau teori tentang tingkat motivasi optimal, yang menggambarkan hubungan empiris antara rangsangan (arousal) dan kinerja (performance). Teori ini menyatakan bahwa kinerja meningkat sesuai dengan rangsangan tetapi hanya sampai pada titik tertentu; ketika tingkat rangsangan menjadi terlalu tinggi, kinerja justru menurun, sehingga disimpulkan terdapat rangsangan optimal untuk suatu aktivitas tertentu (Yerkes & Dodson, 1908).

Pada tahun 1943, Clark Hull mengemukakan Drive Reduction Theory yang menyatakan bahwa kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan biologis adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus dalam belajar pun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang muncul mungkin bermacam-macam bentuknya (Budiningsih, 2005). Masih menurut Hull, suatu kebutuhan biologis pada makhluk hidup menghasilkan suatu dorongan (drive) untuk melakukan aktivitas memenuhi kebutuhan tersebut, sehingga meningkatkan kemungkinan bahwa makhluk hidup ini akan melakukan respon berupa reduksi kebutuhan (need reduction response). Menurut teori Hull, dorongan (motivators of performance) dan reinforcement bekerja bersama-sama jauh Hull merumuskan teorinya dalam bentuk persamaan matematis antara drive (energi) dan habit (arah) sebagai penentu dari behaviour (perilaku) dalam bentuk:
Behaviour = Drive × Habit
Karena hubungan dalam persamaan tersebut berbentuk perkalian, maka ketika drive = 0, makhluk hidup tidak akan bereaksi sama sekali, walaupun habit yang diberikan sangat kuat dan jelas (Berliner & Calfee, 1996).
Pada periode 1935 - 1960, Kurt Lewin mengajukan Field Theory yang dipengaruhi oleh prinsip dasar psikologi Gestalt. Lewin menyatakan bahwa perilaku ditentukan baik oleh person (P) maupun oleh environment (E):
Behaviour = f(P, E)
Menurut Lewin, besar gaya motivasional pada seseorang untuk mencapai suatu tujuan yang sesuai dengan lingkungannya ditentukan oleh tiga faktor: tension (t) atau besar kecilnya kebutuhan, valensi (G ) atau sifat objek tujuan, dan jarak psikologis orang tersebut dari tujuan (e).
Force = f(t, G)/e

Dalam persamaan Lewin di atas, jarak psikologis berbanding terbalik dengan besar gaya (motivasi), sehingga semakin dekat seseorang dengan tujuannya, semakin besar gaya motivasinya. Sebagai contoh, seorang pelari yang sudah kelelahan melakukan sprint ketika ia melihat atau mendekati garis finish. Teori Lewin memandang motivasi sebagai tension yang menggerakkan seseorang untuk mencapai tujuannya dari jarak psikologis yang bervariasi (Berliner & Calfee, 1996).

2. Teori-teori Cognitive:

Pada tahun 1957 Leon Festinger mengajukan Cognitive Dissonance Theory yang menyatakan jika terdapat ketidakcocokan antara dua keyakinan, dua tindakan, atau antara keyakinan dan tindakan, maka kita akan bereaksi untuk menyelesaikan konflik dan ketidakcocokan ini. Implikasi dari hal ini adalah bahwa jika kita dapat menciptakan ketidakcocokan dalam jumlah tertentu, ini akan menyebabkan seseorang mengubah perilakunya, yang kemudian mengubah pola pikirnya, dan selanjutnya mengubah lebih jauh perilakunya (Huitt, 2001).
Teori kedua yang termasuk dalam teori-teori cognitive adalah Atribution Theory yang dikemukakan oleh Fritz Heider (1958), Harold Kelley (1967, 1971), dan Bernard Weiner (1985, 1986). Teori ini menyatakan bahwa setiap individu mencoba menjelaskan kesuksesan atau kegagalan diri sendiri atau orang lain dengan cara menawarkan attribut-atribut tertentu.         
Pada tahun 1964, Vroom mengajukan Expectancy Theory yang secara matematis dituliskan dalam persamaan: Motivation = Perasaan berpeluang sukses (expectancy) × Hubungan antara sukses dan reward (instrumentality) × Nilai dari tujuan (Value)
Karena dalam rumus ini yang digunakan adalah perkalian dari tiga variabel, maka jika salah satu variabel rendah, motivasi juga akan rendah. Oleh karena itu, ketiga variabel tersebut harus selalu ada supaya terdapat motivasi. Dengan kata lain, jika seseorang merasa tidak percaya bahwa ia dapat sukses pada suatu proses belajar atau ia tidak melihat hubungan antara aktivitasnya dengan kesuksesan atau ia tidak menganggap tujuan belajar yang dicapainya bernilai, maka kecil kemungkinan bahwa ia akan terlibat dalam aktivitas belajar.

3. Teori-teori Psychoanalytic

Salah satu teori yang sangat terkenal dalam kelompok teori ini adalah Psychoanalytic Theory (Psychosexual Theory) yang dikemukakan oleh Freud (1856 - 1939) yang menyatakan bahwa semua tindakan atau perilaku merupakan hasil dari naluri (instinct) biologis internal yang terdiri dari dua kategori, yaitu hidup (sexual) dan mati (aggression)[2]. Erik Erikson yang merupakan murid Freud yang menentang pendapat Freud, menyatakan dalam Theory of Socioemotional Development (atau Psychosocial Theory) bahwa yang paling mendorong perilaku manusia dan pengembangan pribadi adalah interaksi sosial (Huitt, 1997).

4. Teori-teori Humanistic

Teori yang sangat berpengaruh dalam teori humanistic ini adalah Theory of Human Motivation yang dikembangkan oleh Abraham Maslow (1954). Maslow mengemukakan gagasan hirarki kebutuhan manusia, yang terbagi menjadi dua kelompok, yaitu deficiency needs dan growth needs. Deficiency needs meliputi (dari urutan paling bawah) kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan akan cinta dan rasa memiliki, dan kebutuhan akan penghargaan[3]. Dalam deficiency needs ini, kebutuhan yang lebih bawah harus dipenuhi lebih dulu sebelum ke kebutuhan di level berikutnya. Growth needs meliputi kebutuhan kognitif, kebutuhan estetik, kebutuhan aktualisasi diri, dan kebutuhan self-transcendence. Menurut Maslow, manusia hanya dapat bergerak ke growth needs jika dan hanya jika deficiency needs sudah terpenuhi. Hirarki kebutuhan Maslow merupakan cara yang menarik untuk melihat hubungan antara motif manusia dan kesempatan yang disediakan oleh lingkungan (Atkinson, 1983).
Teori Maslow mendorong penelitian-penelitian lebih lanjut yang mencoba mengembangkan sebuah teori tentang motivasi yang memasukkan semua faktor yang mempengaruhi motivasi ke dalam satu model (Grand Theory of Motivation), misalnya seperti yang diusulkan oleh Leonard, Beauvais, dan Scholl (1995). Menurut model ini, terdapat 5 faktor yang merupakan sumber motivasi, yaitu 1)instrumental motivation (reward dan punishment), 2)Intrinsic Process Motivation (kegembiraan, senang, kenikmatan), 3)Goal Internalization (nilai-nilai tujuan), 4)Internal Self-Concept yang didasarkan pada motivasi, dan 5) External Self-Concept yang didasarkan pada motivasi (Leonard, et.al, 1995).

5. Teori-teori Social Learning

Social Learning Theory (1954) yang diajukan oleh Julian Rotter menaruh perhatian pada apa yang dipilih seseorang ketika dihadapkan pada sejumlah alternatif bagaimana akan bertindak. Untuk menjelaskan pilihan, atau arah tindakan, Rotter mencoba menggabungkan dua pendekatan utama dalam psikologi, yaitu pendekatan stimulus-response atau reinforcement dan pendekatan cognitive atau field. Menurut Rotter, motivasi merupakan fungsi dari expectation dan nilai reinforcement. Nilai reinforcement merujuk pada tingkat preferensi terhadap reinforcement tertentu (Berliner & Calfee, 1996).

6. Teori Social Cognition

Tokoh dari Social Cognition Theory adalah Albert Bandura. Melalui berbagai eksperimen Bandura dapat menunjukkan bahwa penerapan konsekuensi tidak diperlukan agar pembelajaran terjadi. Pembelajaran dapat terjadi melalui proses sederhana dengan mengamati aktivitas orang lain. Bandura menyimpulkan penemuannya dalam pola 4 langkah yang mengkombinasikan pandangan kognitif dan pandangan belajar operan, yaitu 1)Attention, memperhatikan dari lingkungan, 2)Retention, mengingat apa yang pernah dilihat atau diperoleh, 3)Reproduction, melakukan sesuatu dengan cara meniru dari apa yang dilihat, 4)Motivation, lingkungan memberikan konsekuensi yang mengubah kemungkinan perilaku yang akan muncul lagi (reinforcement and punishment) (Huitt, 2004).

C. Teori Curiosity Berlyne

Pada tahun 1960 Berlyne mengemukakan sebuah Teori tentang Curiosity atau rasa ingin tahu. Menurut Berlyne, ketidakpastian muncul ketika kita mengalami sesuatu yang baru, mengejutkan, tidak layak, atau kompleks. Ini akan menimbulkan rangsangan yang tinggi dalam sistem syaraf pusat kita. Respon manusia ketika menghadapi suatu ketidakpastian inilah yang disebut dengan curiosity atau rasa ingin tahu[4]. Curiosity akan mengarahkan manusia kepada perilaku yang berusaha mengurangi ketidakpastian (Gagne, 1985).
Dapat disimpulkan bahwa curiosity merupakan hal penting dalam meningkatkan motivasi. Sejarah juga membuktikan bahwa curiosity memiliki banyak peran dalam kehidupan para penemu (inventor), ilmuwan, artis, dan orang-orang yang kreatif. Rasa ingin tahu yang tinggi dapat dikaitkan dengan teori Maslow, yang menyatakan bahwa manusia memiliki kebutuhan yang salah satunya kebutuhan untuk mengetahui dan kebutuhan untuk memahami.



C. Kalau Bisa Optimis Mengapa Mesti Pesimis?

Ketika rasa rendah diri dan pesimis melingkupi ruang hati kita, katakanlah dengan penuh keyakinan bahwa diri kita adalah anugerah terindah yang diciptakan oleh Tuhan ke muka bumi ini. Diri kita inin indah, apalagi kita sendiri mampu mengakuinya. Rasa optimis dan percaya diri tidak akan hadir kepada orang-orang yang selalu memandang rendah diri sendiri. Rasa optimis hanya akan hadir kepada mereka yang berbahagia dengan kelebihan berikut kekurangan dirinya.
Setiap manusia punya kuasa, bukannya tidak berdaya. Kita punya kuasa untuk mematuhi, sama besarnya dengan kuasa untuk tidak mematuhinya. Pemegang keputusan tertinggi terhadap pilihan yang akan kita buat dalam hidup ini, adalah “diri kita sendiri”. Orang lain memang bisa mempengaruhi keputusan hidup kita, tetapi pilihan apakah kita mau terpengaruh atau tidak adalah diri kita sendiri.

Jangan pernah menyerah terhadap kesedihan dan penderitaan yang “saat ini” menimpa diri kita. Yakinlah ketika kita mampu melampauinya, “tidak lama lagi” kita akan mampu melihat bahwa ada hikmah dan berkah yang indah dari setiap kesedihan dan penderitaan yang kita alami.
Kita tidak akan pernah mampu mengubah warna dunia dengan memaksa orang lain mengikuti warna yang kita inginkan. Itu dikarenakan kaca mata yang dipakai orang lain pakai. Maka apabila kita ingin mengubah warna dunia mulailah dari diri kita sendiri. Berbahagialah dengan keberadaan diri kita, maka dunia akan lebih indah bersama keberadaan kita.

Apabila kebencian diubah menjadi cinta, maka hukum penolakan akan digantikan dengan hukum penerimaan. Jangan pernah mengerami rasa dendam di dalam hati kita. Karena rasa dendam lebih kuat dibandingkan rasa cinta. Begitu rasa dendam kepada orang lain menguasai hati, kita akan sangat sulit berkonsentrasi untuk memberdayakan diri kita sendiri.
Kesadaran adalah perasaan. Perasaan adalah kekuatan maha dasyat yang bisa dipakai setiap saat, untuk kebaikan atau keburukan, tergantung pilihan kita. Untuk itulah kita perlu selalu mencermati perasaan kita. Apakah domain ke arah positif atau negatif? Apabila perasaan negatif mulai muncul, “waspadalah”, karena itulah awal mula kegagalan hidup kita. Mulailah hari-hari kita dengan rasa optimis, maka hari-hari kita akan lebih indah.























PENUTUP

Kesimpulannya adalah motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya. Tiga elemen utama dalam definisi ini adalah intensitas, arah, dan ketekunan.























DAFTAR PUSTAKA

Wikipedia. 2010. Motivasi. http://id.wikipedia.org/wiki/Motivasi. diakses pada tanggal 09 November 2010.
Budiningsih, Asri, C. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta, Penerbit Rineka Cipta.
Gage, N.L. & Berliner, David, C. (1984). Educational Psychology 3rd Ed. Boston, Houghton Mifflin Company.
Gagne, Ellen, D., 1985. The Cognitive Psychology of School Learning. Boston, Little, Brown and Company.
Irwanto,dkk. 1997. Jakarta: gramedia pustaka utama.


[1] Drs.irwanto,dkk. Psikologi umum, jakarta : gramedia pustaka utama. 1997.h.191.
[2] Gage, N.L. & Berliner, David, C. (1984). Educational Psychology 3rd Ed. Boston, Houghton Mifflin Company.

[3] Wikipedia. 2010. Motivasi. http://id.wikipedia.org/wiki/Motivasi. diakses pada tanggal 09 November 2010.

[4]
Gagne, Ellen, D., 1985. The Cognitive Psychology of School Learning. Boston, Little, Brown and Company.

0 comments: