Makalah Problem Tentang Adanya Kejahatan
Problem
Tentang Adanya Kejahatan
Makalah
di
susun guna memenuhi tugas
Mata
kuliah : Filsafat Agama
Dosen
Pengampu : Dr. H. M. Darori Amin, MA

Di
susun oleh:
Hani
Nailatus Syarifah (134111051)
Akidah
dan Filsafat
FAKULTAS
USHULUDDIN dan HUMANIORA
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI WALISONGO
Semarang
2015
A.
Latar Belakang
Salah satu persoalan yang sering muncul ke permukaan
dalam kehidupan masyarakat ialah tentang kejahatan pada umumnya. Terutama
mengenai kejahatan dengan kekerasan. Masalah kejahatan merupakan masalah abadi
dalam kehidupan manusia. Karena ia berkembang sejalan dengan perkembangan
tingkat peradaban umat manusia.
Adanya kejahatan di jagad raya merupakan problem
yang tidak henti-hentinya di perdebatkan, terutama oleh agamawan dan ilmuan.
Problem yang mendasar, terutama bagi teisme, adalah kenapa kejahatan itu ada,
padahal Tuhan pencipta, maha kuasa, dan sumber kebaikan. Timbul suatu
pertentangan dalam diri Tuhan, yaitu Tuhan sebagai sumber kebaikan dan
sekaligus kejahatan. Kenyataan tersebut tidak benar secara logika. Dan argument
semacam ini pulalah yang di gunakan oleh kaum ateis untuk menolak teisme.
Makalah ini akan menjelaskan hal-hal mengenai
kejahatan.
B.
Rumusan masalah
1. Pengertian
kejahatan?
2. Teori
kejahatan?
3. Bagaimana
alternatif dari kejahatan itu?
C.
Kejahtan
Kriminalitas atau kejahatan itu bukan merupakan
peristiwa herediter (bawaan sejak lahir, warisan); juga bukan merupakan warisan
biologis. Tingkah laku kriminil itu bisa di lakukan oleh siapapun juga, baik
wanita maupun pria; dapat berlangsung paa usia anak, dewasa ataupun lanjut
umur. Tindak kejahatan bisa di lakukan secara sadar; yaitu difikirkan, direncanakan
dan diarahkan pada satu maksud tertentu secara sadar benar. Namun bisa juga
dilakukan secara setengah sadar; misalnya di dorong oleh impuls-impuls yang
hebat, did era oleh dorongan-dorongan paksaan yang sangat
kuat(kompulsi-kompulsi), dan oleh obsesi-obsesi. Kejahatan bisa juga di lakukan
secara tidak sadar sama sekali. Misalnya, karna terpaksa untuk mempertahankan
hidupnya, seorang harus melawan dan terpaksa membalas menyerang, sehingga
terjadi peristiwa pembunuhan.[1]
Crime atau kejahatan adalah
tingkah laku yang melanggar hukum dan melanggar norma-norma sosial, sehingga
masyarakat menentangnya.[2]
Secara yuridis formal, kejahatan adalah bentuk tingkah laku yang
bertentangan dengan moral kemanusiaan (immoral), merugikan masyarakat, a-sosial
sifatnya dan melanggar hukum serta undang-undang pidana.[3]
Kejahatan pada prinsipnya dapat di bagi menjadi dua
macam, yaitu kejahatan moral dan kejahatan alam. Kejahatan moral berasal dari
manusia, sedangkan kejahatan alam di luar kemampuan manusia. Namun, kedua
kejahatan itu kadang kala saling terkait. Contohnya, seorang mati terbunuh,
bisa karena dibunuh oleh seseorang dan bisa karena ditenggelamkan banjir. Yang
pertama kejahatan moral dan yang ke dua kejahatan alam. Banjir yang asalnya
adalah kejahatan alam bisa juga berasal dari manusia karena hutan di
eksploitasi secara besar-besaran. Perbuatan manusia dapat di tinjau juga dalam
dua kategori, yaitu kategori moral dan agama. Kategori moral mengkasilkan nilai
baik dan jahat, sedangkan kategori agama menghasilkan kategori dosa dan pahala.[4]
D. Beberapa
teori mengenai kejahatan:[5]
a. Teori theologies menyatakan bahwa
kriminalitas sebagai perbuatan dosa yang jahat sifatnya. Setiap orang normal
bisa melakukan kejahatan sebab di dorong oleh roh-roh jahat dan godaan
“syaitan/iblis” atau nafsu-nafsu durjana angkara, dan melanggar kehendak Tuhan.
Dalam keadaan setengah atau tidak sadar karena terbujuk oleh godaan iblis,
orang baik-baik bisa menyalahi perintah-perintah Tuhan dan melakukan kejahatan.
Maka, barang siapa melanggar perintah Tuhan, dia harus mendapat hukuman sebagai
penebus dosa-dosanya.
b. Teori filsafat tentang manusia
(antropologi transcendental) menyebutkan adanya dialektika antara
pribadi persona jasmani dan pribadi rokhani. Persona rokhani di sebut pula
sebagai JIV atau jiwa, yang berarti “lembaga kehidupan” atau “daya hidup” .
Jiwa ini merupakan prinsip keselesaian dan kesempurnaan, dan sifatnya baik,
sempurna serta abadi; tidak ada yang perlu di perbaiki lagi. Oleh karena itu
jiwa mendorong manusia kepada perbuatan-perbuatan baik dan susila; mengarahkan
manusia pada usaha transendensi diri dan konstruksi diri.
c. Teori Kemauan Bebas (free will)
menyatakan, bahwa manusia itu bisa bebas berbuat menurut kemauannya. Dengan
kemauan bebas dia berhak menentukan pilihan dan sikapnya. Sebab kejahatan
adalah kemauan manusia itu sendiri. Jika dia dengan sadar benar berkeinginan
melakukan kejahatan maka tak aka nada yang mampu melarang perbuatannya
tersebut.
d. Teori penyakit jiwa menyebutkan
adanya kelainan-kelainan yang bersifat psikis, sehingga indifidu yang mengalami
ini sering melakukan kejahatan-kejahatan. Penyakit jiwa tersebut berupa: psikopat
dan defect moral.
Psikopat adalah
bentuk kekalutan mental yang di tandai dengan tidak adanya pengorganisasian dan
pengintegrasian pribadi. Defect moral (defisiensi moral) di cirikan
dengan: individu-individu yang hidupnya delinquent/jahat, selalu melakukan
kejahatan kedurjanaan, dan bertingkah laku a-sosial atau anti sosial.
e. Teori fa’al tubuh (fisiologis)
menyebutkan sumber kejahatan adalah cirri-ciri jasmaniah dan bentuk jasmaninya.
Yaitu pada bentuk tengkorak, wajah, dahi, hidung, mata, rahang, telinga, leher,
lengan, tangan, jari-jari, kaki dan anggota badan lainnya. Semua cirri fisik
itu mengkonstituir kepribadian seseorang dengan kecenderungan-kecenderungan
kriminil. Penganut-penganut teori ini antara lain ialah Dr. G. Frans Joseph
Call (Sosiolog), Agus Compte dan M.B. Samson.
f. Teori yang menitik beratkan pengaruh anthropologis
(dekat sekali dengan teori fisiologis) menyatakan adanya ciri-ciri
individual yang karakteristik, dan cirri
anatomis yang khas menyimpang. Dalam kelompok ini di masukkan teori atavisme,
dalam hal: kemalasan, impulsivitas, cepat naik darah dan kegelisahan Psiko-fisik.
g. Teori yang menitik beratkan faktor sosial, dari
sekolah Sosiologis Perancis. Mashab ini dengan tegas
menyatakan, bahwa pengaruh paling menentukan yang mengakibatkan kejahatan
ialah: Faktor-faktor eksternal atau lingkungan sosial dan
kekuatan-kekuatan sosial. Gabriel Tarde dan Emile Durkheim menyatakan:
kejahatan itu merupakan insiden alamiah.
Aristoteles (348-322 M)
menyebutkan adanya hubungan di antara masyarakat dan kejahatan. Yaitu dalam
wujud peristiwa: kemiskinann menimbulkan
pemberontakan dan kejahatan. Dan kejahatan besar itu tidak di lakukan orang
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup yang vital, akan tetapi lebih banyak
di dorong oleh keserakahan manusia mengejar kemewahan dan kesenangan yang
berlebih-lebihan.
h. Mashab bio-sosiologis menyatakan
bahwa kejahatan tidak hanya di sebabkan oleh konstitusi biologis yang ada pada
diri individu saja, akan tetapi juga di pengaruhi oleh faktor-faktor atau
pengaruh-pengaruh eksternal. Timbulnya
kejahatan di sebabkan oleh kombinasi dari kondisi individu dan kondisi social.
i.
Teori susunan
ketatanegaraan. Beberapa filsuf dan negarawan, yaitu Plato
(427-347 S.M.), Aristoteles (384-322 S.M.), dan Thomas More dari
Inggris (1478-1535) beranggapan, bahwa stuktur ketata negaraan dan falsafah
Negara itu turut menentukan ada dan tidaknya kejahatan. Jika susunan Negara
baik dan pemerintahannya bersih, serta mampu melaksanakan tugas memerintah
rakyat dengan adil, maka kejahatan tidak akan bisa berkembang. Sebaliknya, jika
pemerintah korupt dan tidak adil, maka banyak orang memenuhi kebutuhan vitalnya
dengan cara masing-masing yang inkonvensional dan jahat atau kriminil.
j.
Mashab
spiritualis dengan teori non-religiusitas (tidak beragamanya individu). Setiap
agama yang mempunyai keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa selalu mengutamakan
sifat-sifat kebaikan dan kebajikan. Dan dengan sendirinya menjauhi kejahatan
dan kemunafikan. Terutama kebajikan berdasarkan kasih sayang terhadap sesame
makhluk. Maka, agama itu mempunyai pengaruh untuk mengeluarkan manusia dari
rasa egoism atau Ich-Sucht.
E.
Alternatif yang
dikemukakan oleh para agamawan dan filosof tentang kejahatan:[6]
1. Kekuasaan
mutlak tuhan harus bersyarat. Tuhan tidak berkuasa menciptakan sesuatu yang
bertentangan dalam dirinya, seperti Tuhan tidak mampu membuat tali yang
mempunyai satu ujung. C.S. Louis mengatakan bahwa Tuhan maha Kuasa berarti
mempunyai kemampuan untuk meengerjakan segala sesuatu yang memang tabiatnya
mustahil. Menurutnya, perbuatan yang demikian tidak mengurangi kekuasaan Tuhan.
Pendapat semacam ini
pernah juga dikemukakan oleh golongan Mu’tazilah dalam teologi Islam.
Menurutnya, Tuhan terbatas oleh sifat keadilan dan hukum-hukum alam yang di
buat-Nya sendiri. Tuhan tidak berkuasa untuk melanggar hukum-hukum yang sudah
ditetapkan-Nya. Karena itu, terjadinya banjir adalah bagian dari hukum alam,
yaitu air yang melimpah akan menghanyutkan rumah dan isinya. Manusia menurut
Mu’tazilah memiliki kebebasan bertindak. Dengan kebebasan itu manusia
bertanggung jawab atas perbuatan yang di lakukannya. Kalau perbuatan itu jahat,
dia akan dapat siksaan dan kalau baik, dia akan dapat pahala. Tuhan tidak mampu
memasukkan menyiksa orang yang berbuat baik karena bertentangan dengan keadilan
Tuhan dan hukum yang telah ditetapkan-Nya.
Jadi, kejahatan menurut
mu’tazilah tidak berasal dari Tuhan, tetapi dari hukum alam itu sendiri.
Kejahatan manusia juga berasal dari manusia yang sudah di beri akal untuk
memilih yang terbaik. Dengan akal manusia mampu mengetahui yang baik dan yang
buruk, dan sekaligus menjalankan yang baik dan menjauhi yang jahat. Kemampuan
akal ini menjadikan dia bebas untuk memilih dan sekaligus bertanggung jawab
atas pilihan tersebut. Seandainya manusia tidak bebas dan segala sesuatu di
tetapkan oleh tuhan, termasuk perbuatannya, maka kejahatan tentu perbuatan
tuhan juga. Prinsip ini, menurut Mu’tazilah, memberikan gambaran negatif kepada
Tuhan, sedangkan Tuhan bebas dari segala kekurangan.
2. Kejahatan
adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kebaikan yang lebih tinggi. Adanya
kejahatan untuk menuju kesempurnaan. Seorang ibu yang sakit ketika melahirkan,
dia akan segera girang ketika melihat bayinya lahir dengan selamat. Seseorang
tidak akan merasakan nikmat sehat kalau dia tidak pernah sakit. Ilmu kedokteran
berkrmbang karena ada penyakit. Dengan demikian, suatu kebaikan dapat di capai
melalui sebuah perjuangan. Jesus di salib (salah satu doktrin pokok dalam
ajaran agama Kristen) demi untuk menebus dosa umat manusia seluruhnya. Penyaliban
Jesus adalah biaya (penderitaan) yang harus di bayar untuk tujuan yang lebih
mulia, yaitu membebaskan manusia dari dosa.
3. Setiap
kejahatan adalah kutukan bagi manusia yang berdosa. Terjadinya gempa bumi di
sebabkan oleh penduduk suatu daerah yang berdosa. Hal ini di perkuat oleh
sebagian agamawan bahwa dalam kitab suci di ceritakan kaum ‘Ad, Samud dan Luth
tertimpa bencana alam karena melanggar sunnatullah. Ungkapan Al-Qur’an tentang
peristiwa tersebut bisa sebenarnya terjadi dan bisa juga merupakan gambaran
simbolis. Sebab, kalau di teliti secara cermat, kejahatan yang di umgkapkan
Al-Qur’an ada korelasinya dengan perbuatan mereka.
Kaum Nabi Luth di timpa
oleh badai hujan karena mereka melakukan homoseksual. Dewasa ini hhomoseksual
merupakan salah satu faktor penyebab penyakit AIDS. Untuk menghilangkan
penyakit tersebut, Al-Qur’an menurunkan hujan badai, dengan arti bahwa penyakit
itu harus dibersihkan dengan air dan diterbangkan oleh angin. (Q.S. 7:84).
Sedangkan azab yang di timpakan kepada umat syu’aib dan musa adalah gempa bumi
dan tenggelam di dasar laut. Ungkapan al-Qur’an yang ini berarti cocok dengan
sikap kaum yang serakah dan sombong. Dari peristiwa dan ungkapan tersebut,
kejahatan bukan berasal dari Tuhan, tetapi dari manusia yang berdosa.
4. Keyakinan
tentang segala sesuatu yang terjadi tidak lepas dari hikmah Tuhan. Karena
keterbatasan, manusia tidak mampu mengetahui semua hikmah yang ada. Hanya
sedikit yang mampu di ketahui, sedangkan yang belum di ketahui sangat banyak.
Kendati yang sedikit itu sudah di ketahui, belum tentu cocok dengan hikmah yang
di tetapkan Tuhan. Karena itu, manusia harus pasrah dan menerima musibah yang
terjadi.
Pendapat ini lebih
dekat dengan aliran Asy’ariyah dalam teologi Islam. Golongan Asy’ariyah
mengibaratkan hikmah atau perbuatan Tuhan dengan tukang kebun dan kebunnya.
Dalam kebun ada beraneka macam bunga dan pepohonan, serta jenis rerumputan. Tukang kebun selalu
menggunting rumput, tetapi tidak pernah menggunting pohon, dan begitu juga
bunga. Kalau di pandang dari aspek rumput saja, tukang kebun tidak adil karena
dia selalu memotong rumput, sedangkan pohon dan bunga di biarkan saja. Namun,
kalau di lihat secara keseluruhan yaitu keindahan semua kebun, maka rumput
memang sebaiknya di potong terus. Tuhan dengan alam bagaikan tukang kebun dan
kebunnya. Ada manusia yang miskin dan menderita terus menerus dan ada juga
manusia yang selalu kaya raya. Ada orang yang pintar dan ada yang bodoh. Semua
itu mempunyai hikmah. Hanya saja manusia yang terbatas tidak mampu mengetahui
semua hikmah tersebut.
F. Kemungkinan-kemungkinan
pemecahan/saran soal kejahatan[7]
a. Penderitaan
itu merupakan akibat yang langsung dari pada dosa dan merupakan hukuman Tuhan
oleh karena kita berdosa.
Teori
ini banyak di anut orang, khususnya bagi orang-orang umum. Setiap ada gempa
bumi atau peristiwa alam lainnya, pasti di hubung-hubungkan dengan kejahatan manusia
pada wilayah tersebut. Tetapi teori ini akan memuaskan karena tiga hal :
1. Teori
tersebut tidak member tafsiran tentang dosa itu sendiri yang meerupakan suatu
kejahatan yang lebih besar artinya dari pada penderitaan yang di katakan
sebagai akibat dari dosa itu. Dengan menerima teori itu kita tak menjadi lebih
dekat kepada soal yang pokok yang bagaimana kita dapat menghindar bahwa Tuhan
itu pembuat dosa.
2. Teori
yang tersebut di atas tidak cocok dengan kejadian-kejadian yang kita dapati.
Orang yang menulis perjanjian lama mungkin ia akan mengatakan bahwa ia tidak
pernah melihat orang yang jujur dan dialpakan Tuhan, akan tetapi kebanyakan
orang pernah melihat keadaan semacam itu.
Malapetaka
alam, seperti gempa bumi menimpa kota-kota yang berdosa yang banyak pelacuran
dan perjudian, akan tetapi tiap-tiap kota mengandung kejahatan. Maka mengapa
gempa bumi menimpa suatu kota yang tertentu, apakah kita harus percaya bahwa
penduduk gunung Agung di Bali pada tahun 1963 itu lebih berdosa dari pada
penduduk Jakarta atau Surabaya?
3. Teori
tersebut di atas tidak sesuai dengan sifat Rahman dan Rahim Tuhan. Teori itu
melibatkan orang-orang yang tak berdosa, khususnya anak-anak kecil dan di
samping itu teori itu hanya berdasar pada keadilan yang abstrak dan tidak
mengandung saran untuk cinta, belas kasih dan sebagainya.
b. Teori
yang mengatakan, bahwa segala kejahatan adalah baying-bayang. Teori yang
semacam itu dalam agama Kristen di propagandakan oleh aliran yang di namakan Christian
Science dan dalam dunia filsafat di kemukakan oleh beberapa orang yang mengikuti
aliran idealisme.
Teori
tersebut mendapat dukungan dari beberapa kenyataan yang menunjukkan bahwa apa
yang kelihatannya merupakan kejahatan kemudian ternyata sebaliknya. Kalau di
pandang dari kaca mata yang lebih luas, umpama; seorang mahasiswa di sebuah
fakultas tidak lulus ujian, hal ini di rasa sebagai kejahatan. Kemudian ia
pindah ke fakultas lain, lalu lulus dan akhirnya menjadi orang ternama dan
berkedudukan. Jadi kegagalannya dalam fakultas yang pertama yang tadinya di
anggap kejahatan menjadi kebaikan, sesudah di tinjau dari sudut pandang yang
lebih luas.
Anggapan
seperti itu mengandung kesalahan sebab anggapan itu menyamakan antara kejahatan
dan kekeliruan.
c. Pemecahan
yang ketiga adalah jauh lebih penting dari pada yang pertama dan yang kedua,
yaitu pemecahan yang mengatakan, bahwa kejahatan itu suatu cacat yang lazim
dalam rancangan yang baik.
Kejahatan
adalah suatu kelaziman di dalam tiap-tiap usaha moril, sebab dunia yang tak
mengandung kejahatan tak akan dapat menyajikan keputusan moril yang merupakan
usaha untuk memperkembang kekuatan moril. Walaupun kadang-kadang penderitaan
itu mematikan orang yang menderita, akan tetapi pada umumnya hasil pada
penghasilan merupakan hasil yang gilang-gemilang. Yang tidak mungkin di
dapatkan di dunia tanpa kejahatan.
d. Pemecahan
soal yang keempat adalah pengakuan bahwa adanya kejahatan itu di sebabkan oleh
karena kekuatan Tuhan memang terbatas.
Anggapan
bahwa Tuhan itu terbatas telah di ikuti oleh beberapa ahli-ahli pikir. Menurut
L.P. Jacks, dunia yang sekarang ini adalah dunia yang sebaik-baik mungkin,
yaitu bahwa Tuhan telah berusaha sekuat-kuatnya untuk mengadakan dunia yang
baik, akan tetapi kekuasaannya terbatas, hingga hasilnya hanya dunia yang
mengandung banyak derita.
Brightman
menolak kritik yang mengatakan bahwa anggapan tentang terbatasnya sifat-sifat
Tuhan itu bertentangan dengan Agama, menurut beliau adanya Tuhan terbatas itu
member empat macam faidah, yaitu:
1. Kita
dapat lebih yakin akan sifat cinta dan belas kasihan Tuhan kepada kita;
2. Kita
mendapat kesan tentang dahsyatnya perjuangan hidup dalam dunia ini;
3. Anggapan
bahwa Tuhan itu terbatas mendorong kita untuk bekerja sama dengan Tuhan dalam
menegakkan apa yang baik;
4. Tuhan
yang terbatas sifatnya akan lebih lunak dan mudah terpengaruh oleh permohonan
dan kelemahan kita.
e. Saran
yang ke lima adalah kepercayaan yang dalam dan tidak kritis seperti kepercayaan
yang mengatakan bahwa apa-apa yang terjadi itu ada hikmahnya, dan kita manusia
hanya memiliki paham yang terbatas dan tak mengetahui hikmah Allah. Saran ini
terbatas, akan tetapi harus menjadi bagian bagi tiap-tiap pemecahan yang
memuaskan.
G. Kesimpulan
Kejahatan
adalah tingkah laku yang melanggar hukum dan melanggar norma-norma sosial,
sehingga masyarakat menentangnya. Namun, setiap masalah selalu memiliki
pemecahannya sendiri. Salah satunya adalah dengan berpeggang teguh pada agama.
H.
Penutup
Sekian
makalah dari saya, mohon maaf atas segala kekurangan yang ada, semoga
bermanfaat dan terimakasih atas perhatian pembaca.
Daftar Pustaka
Dra.
Kartini Kartono, PANTOLOGI SOSIAL,Jilid I., (Jakarta; c.v.rajawali,
1981)
Drs. Amsal Bakhtiar, M.A.,FILSAFAT AGAMA 1, (Jakarta:
Logos Wacana Ilmu, 1997)
Prof.
Dr.H.M. Rasjidi, FILSAFAT AGAMA, (Jakarta; Bulan Bintang, 1965)
[1]
Dra. Kartini Kartono, PANTOLOGI SOSIAL,Jilid I., (Jakarta; c.v.rajawali,
1981), hlm. 133
[2] Ibid,hlm.
134
[3] Ibid,hlm.
137
[4]
Drs. Amsal Bakhtiar, M.A.,FILSAFAT AGAMA 1, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,
1997), hlm. 156-157
[5]
Dra. Kartini Kartono, PANTOLOGI SOSIAL,Jilid I., (Jakarta; c.v.rajawali,
1981), hlm. 151-165
[6] Op.Cit,
hlm. 157-
[7]
Prof. Dr.H.M. Rasjidi, FILSAFAT AGAMA, (Jakarta; Bulan Bintang, 1965),
hlm. 178-187
#Makalah Problem Tentang Adanya Kejahatan #filsafat#makalah#kebudayaan#tasawuf#thariqah#logika
0 comments:
Post a Comment