Our social:

Wednesday, 15 March 2017

MAKALAH SYATTARIYAH



 MAKALAH SYATTARIYAH

PENDAHULUAN

Dalam konteks dunia Melayu-Indonesia, tarekat sejak awal telah memainkan peran penting, terutama karena Islam yang masuk ke wilayah ini pada periode awal adalah yang bersorak tasawuf, sehingga karenanya tarekat sebagai organisasi dalam dunia tasawuf senantiasa dijumpai di wilayah manapun di Melayu-Indonesia ini Islam berkembang.
Pada makalah ini, penulis akan mencoba membahas salah satu Tarekat Muktabaroh, yakni Tarekat Syattariyah, dimulai dari melacak sejarahnya, ajarannya, penyebarannya dan seorang biografi penyebar di Indonesia yakni Abdur Rauf al-Sinkli, meskipun tidak komprehensif.
Tarekat Syattariyah yang merupakan salah satu jenis tarekat terpenting dalam proses islamisasi di dunia Melayu-Indonesia, sejauh ini diketahui bahwa persebarannya berpusat pada satu tokoh utama, yakni Abdur Rauf al-Sinkli di Aceh. Melalui sejumlah muridnya, ajaran Tarekat Syattariyah kemudian tersebar ke berbagai wilayah di dunia Melayu-IndonEsia. Diantara murid-murid al-Sinkli adalah Syeikh Burhanudin dari Ulakan, Pariaman, Sumatera Barat dan Syeikh Abdul Muhyi dari Pamijahan, Tasikmalaya, Jawa Barat. Keduanya berhasil mengembangkan Tarekat Syattariyah di wilayahnya masing-masing.
Bersama-sama dengan tarekat lain, Tarekat Syattariyah yang dikembangkan oleh al-Sinkli dan murid-muridnya tersebut menjadi salah satu tarekat yang mengembangkan ajaran tasawuf di dunia Melayu-Indonesia dengan kecenderungan Neosufisme. Diantara karakteristik yang menonjol dari ajaran Neosufisme adalah adanya ajaran untuk saling pendekatan antara ajaran syariah dengan ajaran tawasuf. Dalam konteks tradisi intelektual Islam di dunia Melayu-Indonesia, ajaran tawasuf dengan corak ini telah menjadi wacana dominan sejak awal abad ke-17, sehingga mempengaruhi hampir semua karya-karya keislamam yang muncul, khusunya di bidang tasawuf.
Gambaran singkat perjalanan tarekat ini sejak lahirnya seperti ini, didirikan oleh  Abdullah asy-Syattar, àMuhammad A’la, à Muhammad Ghaus dari Gwalior (w.1562), à Syah Wajihuddin (w.1609) à Sibghatullah bin Ruhullah (1606) à Ahmad Syimnawi (w.1619) à Ahmad al-Qusyasyi (w.1661) à Ibrahim al Kurani (w. 1689) à Abdul Rauf Singkel à Syekh Burhanuddin dan Abdul Muhyi.
Di Nusantara Syeh Abdurrauf menjadi guru utama tareqat ini, dan ia masuk dalam silsilah tarekat yang dibacakan penganut tarekat Syattariyah sampai saat ini. Syeh Abdurrauf memiliki pengaruh besar dalam penyebaran Islam di Nurantara. Ia memiliki murid dari berbagai daerah. Di Sumatera Barat ajaran-ajaran tasauf As-Sinkili dibawa oleh muridnya Syaikh Burhanuddin Ulakan. Berkat muridnya ia Tarekat Syattariyah menjadi tarekat yang sangat berpengaruh di sekitar daerah Pariaman. Sementara di Sulawesi ajaran-ajaran tasawuf as-Sinkili dibawa oleh Syaikh Yusuf Tajul Khalwati Makssar. Di kepulauan Jawa Syattariyah disebarkan oleh muridnya Syaeh Abdul Muhyi. Ia belajar kepada as-Sinkili pada saat singgah di Aceh dalam pejalanannya ke Makkah utuk menunaikan ibadah haji. Tarekat ini juga berkembang hingga ke Tanah Melayu yang dibawa oleh muridnya, Abdul Malik bin Abdullah.
Melihat banyaknya murid As-Sinkili dari berbagai daerah di Nusantara tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa tasawuf memiliki peranan penting dalam perkembangan Islam di Nusantara pasca melemahnya kerajaan Aceh Darussalam. Sebab pada masa itu, murid menjadi ujung tobak dalam penyebaran Islam. Saat ia telah “tamat” belajar pada guru tertentu, ia akan mencari guru lain atau pulang ke daerahnya dan menyebarkan ilmu keislaman di sana. Ini juga yang terjadi pada murid-murid as-Sinkili. Dengan jalan inilah pengaruh tasawuf yang diajarkan as-Sinkili menjalaar ke seluruh Nusantara.
Kebenaran aliran Tarekat Syattariyah jika ditinjau dari segi syariat, sering menarik perhatian dari beberapa pengamat. Satu pihak menganggap tarekat itu sebagai ajaran yang sesat, di lain pihak menganggapnya sebagai suatu aliran yang sesuai dengan syariat Islam. Ulama yang membenarkan ajaran tarekat tersebut diperkirakan karena dua hal: pertama, mereka berasal dari kelompok aliran tersebut sehingga penilaiannya bersifat subjektif. Kedua, ulama yang memberikan pandangannya itu dengan membedakan antara ajaran tarekat dengan penganutnya, dengan asumsi bahwa ajarannya tetap dipandang sebagai ajaran yang benar tetapi penganutnya yang diperkirakan terpengaruh oleh unsur kepercayaan lain.
Berdasarkan data-data yang ada, maka penulis merasa perlu mengadakan pembahasan lebih dalam terhadap tarekat Syattariyah, meskipun sepenuhnya adalah kajian teks-teks yang sudah itulis oleh ahlinya. Dengan harapan agar kajian ini berfaedah bagi pembangunan bidang spiritual, khususnya bagi penulis.
Itulah sekilas tentang Tarekat Syattariyah, lebih lanjut tentang Tarekat Syattariyah insya Allah akan dibahas dalam makalah ini. Semoga makalah ini bisa menambah khazanah keilmuan kita tentang dunia tarekat.

BAB II
PEMBAHASAN
       a. MELACAK AKAR HISTORIS
lihat versi lengkapnya di sini.

tips download

tips download hilangkan centang(^) pada kata fast download






Daftar Pustaka

Azra, Azyumardi, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII-XVIII, Bandung: Penerbit Mizan, 1994
Mulyati, Sri, et.al, Tarekat-tarekat Muktabarah di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2004.
Shadily, Hassan, Ensiklopedia Indonesia.. Jakarta: Penerbit Buku Ichtiar Baru-vanHoeve, 1980. Jilid I
www.sufinews.com

________________________________________
[1]   Prof. Dr. Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII-XVIII, (Bandung: Penerbit Mizan, 1994), hal 109

[2]    Sri Mulyati, Tarekat-tarekat Muktabarah di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2004), Ed. I, hal. 153.

[3]  www.sufinews.com.
[4]   Hassan Shadily, Ensiklopedia Indonesia. Jilid I. (Jakarta: Penerbit Buku Ichtiar Baru-van Hoeve, 1980), hal 405.


0 comments: