MAKALAH SYATTARIYAH
MAKALAH SYATTARIYAH
PENDAHULUAN
Dalam konteks dunia Melayu-Indonesia, tarekat sejak
awal telah memainkan peran penting, terutama karena Islam yang masuk ke wilayah
ini pada periode awal adalah yang bersorak tasawuf, sehingga karenanya tarekat
sebagai organisasi dalam dunia tasawuf senantiasa dijumpai di wilayah manapun
di Melayu-Indonesia ini Islam berkembang.
Pada makalah ini, penulis akan mencoba membahas
salah satu Tarekat Muktabaroh, yakni Tarekat Syattariyah, dimulai dari melacak
sejarahnya, ajarannya, penyebarannya dan seorang biografi penyebar di Indonesia
yakni Abdur Rauf al-Sinkli, meskipun tidak komprehensif.
Tarekat Syattariyah yang merupakan salah satu jenis
tarekat terpenting dalam proses islamisasi di dunia Melayu-Indonesia, sejauh
ini diketahui bahwa persebarannya berpusat pada satu tokoh utama, yakni Abdur
Rauf al-Sinkli di Aceh. Melalui sejumlah muridnya, ajaran Tarekat Syattariyah
kemudian tersebar ke berbagai wilayah di dunia Melayu-IndonEsia. Diantara
murid-murid al-Sinkli adalah Syeikh Burhanudin dari Ulakan, Pariaman, Sumatera
Barat dan Syeikh Abdul Muhyi dari Pamijahan, Tasikmalaya, Jawa Barat. Keduanya
berhasil mengembangkan Tarekat Syattariyah di wilayahnya masing-masing.
Bersama-sama dengan tarekat lain, Tarekat
Syattariyah yang dikembangkan oleh al-Sinkli dan murid-muridnya tersebut
menjadi salah satu tarekat yang mengembangkan ajaran tasawuf di dunia
Melayu-Indonesia dengan kecenderungan Neosufisme. Diantara karakteristik yang
menonjol dari ajaran Neosufisme adalah adanya ajaran untuk saling pendekatan
antara ajaran syariah dengan ajaran tawasuf. Dalam konteks tradisi intelektual
Islam di dunia Melayu-Indonesia, ajaran tawasuf dengan corak ini telah menjadi
wacana dominan sejak awal abad ke-17, sehingga mempengaruhi hampir semua
karya-karya keislamam yang muncul, khusunya di bidang tasawuf.
Gambaran singkat perjalanan tarekat ini sejak
lahirnya seperti ini, didirikan oleh
Abdullah asy-Syattar, àMuhammad A’la, à Muhammad Ghaus dari Gwalior
(w.1562), à Syah Wajihuddin (w.1609) à Sibghatullah bin Ruhullah (1606) à Ahmad
Syimnawi (w.1619) à Ahmad al-Qusyasyi (w.1661) à Ibrahim al Kurani (w. 1689) à
Abdul Rauf Singkel à Syekh Burhanuddin dan Abdul Muhyi.
Di Nusantara Syeh Abdurrauf menjadi guru utama
tareqat ini, dan ia masuk dalam silsilah tarekat yang dibacakan penganut
tarekat Syattariyah sampai saat ini. Syeh Abdurrauf memiliki pengaruh besar
dalam penyebaran Islam di Nurantara. Ia memiliki murid dari berbagai daerah. Di
Sumatera Barat ajaran-ajaran tasauf As-Sinkili dibawa oleh muridnya Syaikh
Burhanuddin Ulakan. Berkat muridnya ia Tarekat Syattariyah menjadi tarekat yang
sangat berpengaruh di sekitar daerah Pariaman. Sementara di Sulawesi
ajaran-ajaran tasawuf as-Sinkili dibawa oleh Syaikh Yusuf Tajul Khalwati
Makssar. Di kepulauan Jawa Syattariyah disebarkan oleh muridnya Syaeh Abdul
Muhyi. Ia belajar kepada as-Sinkili pada saat singgah di Aceh dalam
pejalanannya ke Makkah utuk menunaikan ibadah haji. Tarekat ini juga berkembang
hingga ke Tanah Melayu yang dibawa oleh muridnya, Abdul Malik bin Abdullah.
Melihat banyaknya murid As-Sinkili dari berbagai
daerah di Nusantara tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa tasawuf memiliki
peranan penting dalam perkembangan Islam di Nusantara pasca melemahnya kerajaan
Aceh Darussalam. Sebab pada masa itu, murid menjadi ujung tobak dalam
penyebaran Islam. Saat ia telah “tamat” belajar pada guru tertentu, ia akan
mencari guru lain atau pulang ke daerahnya dan menyebarkan ilmu keislaman di
sana. Ini juga yang terjadi pada murid-murid as-Sinkili. Dengan jalan inilah
pengaruh tasawuf yang diajarkan as-Sinkili menjalaar ke seluruh Nusantara.
Kebenaran aliran Tarekat Syattariyah jika ditinjau
dari segi syariat, sering menarik perhatian dari beberapa pengamat. Satu pihak
menganggap tarekat itu sebagai ajaran yang sesat, di lain pihak menganggapnya
sebagai suatu aliran yang sesuai dengan syariat Islam. Ulama yang membenarkan
ajaran tarekat tersebut diperkirakan karena dua hal: pertama, mereka berasal
dari kelompok aliran tersebut sehingga penilaiannya bersifat subjektif. Kedua,
ulama yang memberikan pandangannya itu dengan membedakan antara ajaran tarekat
dengan penganutnya, dengan asumsi bahwa ajarannya tetap dipandang sebagai
ajaran yang benar tetapi penganutnya yang diperkirakan terpengaruh oleh unsur kepercayaan
lain.
Berdasarkan data-data yang ada, maka penulis merasa
perlu mengadakan pembahasan lebih dalam terhadap tarekat Syattariyah, meskipun
sepenuhnya adalah kajian teks-teks yang sudah itulis oleh ahlinya. Dengan
harapan agar kajian ini berfaedah bagi pembangunan bidang spiritual, khususnya
bagi penulis.
Itulah sekilas tentang Tarekat Syattariyah, lebih
lanjut tentang Tarekat Syattariyah insya Allah akan dibahas dalam makalah ini.
Semoga makalah ini bisa menambah khazanah keilmuan kita tentang dunia tarekat.
BAB II
PEMBAHASAN
a.
MELACAK AKAR HISTORIS
lihat versi lengkapnya di sini.
tips download
tips download hilangkan centang(^) pada kata fast download
tips download
tips download hilangkan centang(^) pada kata fast download
Daftar Pustaka
Azra, Azyumardi, Jaringan Ulama Timur Tengah dan
Kepulauan Nusantara Abad XVII-XVIII, Bandung: Penerbit Mizan, 1994
Mulyati, Sri, et.al, Tarekat-tarekat Muktabarah di
Indonesia, Jakarta: Kencana, 2004.
Shadily, Hassan, Ensiklopedia Indonesia.. Jakarta:
Penerbit Buku Ichtiar Baru-vanHoeve, 1980. Jilid I
www.sufinews.com
________________________________________
[1] Prof.
Dr. Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad
XVII-XVIII, (Bandung: Penerbit Mizan, 1994), hal 109
[2] Sri
Mulyati, Tarekat-tarekat Muktabarah di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2004), Ed.
I, hal. 153.
[3] www.sufinews.com.
[4] Hassan
Shadily, Ensiklopedia Indonesia. Jilid I. (Jakarta: Penerbit Buku Ichtiar
Baru-van Hoeve, 1980), hal 405.
0 comments:
Post a Comment