Our social:

Wednesday, 29 June 2016

Definisi agama

Definisi agama
Disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah: agama.
                                            Dosen pengampu:H.Nur Cholid,M.AG,       


Disusun Oleh  :
M.syarif Ali Rachmatullah(134411035)
Anggit setyo utami       (134411036)
Jurusan : Tasawuf & Psikoterapi (H)

FAKULTAS AGiRI BISNIS
UNIVERSITAS WAHID HASYIM SEMARANG
2015

Abstrak: كَانَ النَّاسُ أُمَّةً وَاحِدَةً فَبَعَثَ اللَّهُ النَّبِيِّينَ مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ وَأَنْزَلَ مَعَهُمُ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِيَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ فِيمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ وَمَا اخْتَلَفَ فِيهِ إِلا الَّذِينَ أُوتُوهُ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْهُمُ الْبَيِّنَاتُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ فَهَدَى اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا لِمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَاللَّهُ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ (٢١٣) أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّى يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَى نَصْرُ اللَّهِ أَلا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ (٢١٤

213. Manusia itu (dahulunya) satu umat. (setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus Para Nabi untuk menyampaikan kabar gembira dan peringatan. Dan diturunkan-Nya bersama mereka kitab yang mengandung kebenaran, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidak ada yang berselisih tentang hal itu[melainkan orang-orang yang telah diberi Kitab, yaitu setelah datang kepada mereka bukti-bukti yang nyata, karena kedengkian di antara mereka sendiri. Maka dengan kehendak-Nya, Allah memberi petunjuk kepada mereka yang beriman tentang kebenaran yang mereka perselisihkan. Allah memberi petunjuk orang yang Dia kehendaki ke jalan yang lurus.
     Pendahuluan
         I.          Rumusan masalah?
1. apa itu agama ?
2. unsur Agama?
      II.          Pembahasan
A.       Definisi Agama

            Pengertian Agama Secara Umum Merumuskan pengertian agama bukan suatu perkara mudah, dan ketidak sanggupan manusia untuk mendefinisikan agama karena disebabkan oleh persoalan-persoalan yang berkaitan dengan kepentingan mutlak dan tidak dapat ditawar-tawar lagi, karena itu tidak mengherankan jika secara internal  muncul pendapat-pendapat yang secara apriori menyatakan bahwa agama tertentu saja sebagai satu-satunya agama samawi, meskipun dalam waktu yang bersamaan menyatakan bahwa agama samawi itu meliputi Islam, Kristen dan Yahudi. Sumber terjadinya agama terdapat dua katagori, pada umumnya agama Samawi dari langit, agama yang diperoleh melalui Wahyu Illahi antara lain Islam, Kristen dan Yahudi.—-dan agama Wad’i atau agama bumi yang juga sering disebut sebagai agama budaya yang diperoleh berdasarkan kekuatan pikiran atau akal budi manusia antara lain Hindu, Buddha, Tao, Khonghucu dan berbagai aliran keagamaan lain atau kepercayaan. Dalam prakteknya, sulit memisahkan antara wahyu Illahi dengan budaya, karena pandangan-pandangan, ajaran-ajaran, seruan-seruan pemuka agama meskipun diluar Kitab Sucinya, tetapi oleh pengikut-pengikutnya dianggap sebagai Perintah Illahi, sedangkan pemuka-pemuka agama itu sendiri merupakan bagian dari budaya dan tidak dapat melepaskan diri dari budaya dalam masa kehidupannya, manusia selalu dalam jalinan lingkup budaya karena manusia berpikir dan berperilaku. Beberapa acuan yang berkaitan dengan kata  “Agama” pada umumnya; berdasarkan Sansekerta yang menunjukkan adanya keyakinan manusia berdasarkan Wahyu Illahi dari kata A-GAM-A, awalan A berarti “tidak” dan GAM berarti “pergi atau berjalan, sedangkan akhiran A bersifat menguatkan yang kekal, dengan demikian “agama: berarti pedoman hidup yang kekal” Berdasarkan kitab, SUNARIGAMA yang memunculkan dua istilah; AGAMA dan UGAMA, agama berasal dari kata A-GA-MA, huruf A berarti “awang-awang, kosong atau hampa”, GA berarti “genah atau tempat” dan MA berarti “matahari, terang atau bersinar”, sehingga agama dimaknai sebagai ajaran untuk menguak rahasia misteri Tuhan, sedangkan istilah UGAMA mengandung makna, U atau UDDAHA yang berarti “tirta atau air suci” dan kata GA atau Gni berarti “api”, sedangkan MA atau Maruta berarti “angin atau udara” sehingga dalam hal ini agama berarti sebagai upacara yang harus dilaksanakan dengan sarana air, api, kidung kemenyan atau mantra. Berdasarkan kitab SADARIGAMA dari bahasa sansekerta IGAMA yang mengandung arti I atau Iswara, GA berarti Jasmani atau tubuh dan MA berarti Amartha berarti “hidup”, sehingga agama berarti Ilmu guna memahami tentang hakikat hidup dan keberadaan Tuhan. [1]
aga·ma menurut kamus kbbi adalah ada ajaran, sistem yg mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kpd Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yg berhubungan dng pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya: -- Islam;-- Kristen -- Buddha-- samawi agama yg bersumberkan wahyu Tuhan, spt agama Islam dan Kristen;

ber·a·ga·ma  mempunyai arti1 menganut (memeluk) agama: saya ~ Islam dan dia ~ Kristen; 2 beribadat; taat kpd agama; baik hidupnya (menurut agama): ia datang dr keluarga yg ~; 3 cak sangat memuja-muja; gemar sekali pd; mementingkan: mereka ~ pd harta benda;
                     
ke·ber·a·ga·ma·an memppunyai arti  perihal beragama;

meng·a·ga·ma·kan mempunyai arti menjadikan sbg penganut atau pemeluk suatu agama;

ke·a·ga·ma·an  mempunyaib arti yg berhubungan dng agama.[2]

   Secara sederhana, pengertian Agama dapat dilihat dari sudut kebahasaan (etimologi) dan sudut istilah (terminologi). Pengertian Agama dari sudut kebahasaan akan sangat mudah diartikan daripada pengertian dari sudut istilah, karena pengertian dari sudut istilah ini sudah mengandung muatan subyektivitas dari orang yang mengartikannya. Atas dasar ini, maka tidak mengherankan jika muncul beberapa ahli yang tidak tertarik mendefenisikan Agama. James H. Leuba misalnya, berusaha mengumpulkan beberapa defenisi yang pernah dibuat orang tentang Agama, tidak kurang dari 48 teori. Namun akhirnya ia berkesimpulan, bahwa usaha untuk mendefenisikan Agama itu tidak ada gunanya, karena hanya merupakan kepandaian dersilat lidah. Mukti Ali berpandapat, tidak ada penertian yang lebih mudah dari pengertian Agama, pernyataan ini didasarkan atas tiga alasan. Pertama, bahwa Agama adalah masalah batin, subyektif dan sangat individual sifatnya. Kedua, belum ada orang yang sangat terlalu bersemangat dan emosional daripada orang yang membicarakan Agama. Setiap pengertian atas Agama selalu ada emosi yang melekat erat sehingga kata Agama itu sangat susah untuk didefenisikan. Ketiga, konsep tentang Agama dipengaruhi oleh tujuan dari orang yang memberi defenisi tersebut.
            M. Sastraprateja mengatakan, salah satu kesulitan untuk berbicara mengenai Agama secara umum ialah adanya perbedaan-perbedaan dalam memahami pengertian Agama, disamping ada perbedaan-perbedaan dalam memehami arti Agama, disamping terdapat perbedaan juga dalam memahami serta menerima setiap Agama terhadap suatu usaha memahami Agama.
            Hingga sampai sekarang, perdebatan tentang pengertian Agama belum selesai, seorang ahli ilmu jiwa Agama W.H. Clark mengatakan bahwa, tidak ada yang lebih sukar dari pada mencari kata-kata yang dapat digunakan untuk membuat defenisi Agama karena pemahaman Agama sangat subyektif, intern dan individual, dimana setiap orang akam merasakan pengalaman agam yang berbeda dari orang lain. Disamping itu dapat dilihat bahwa, pada umumnya orang akan lebih condong kepada mengaku Agama daripada ia tidak menjalankannya.
            Pengertian Agama dari segi bahasa dapat kita ikuti antara lain uraian yang diberikan Harun Nasution. Dalam masyarakat Indonesia selain dari kata Agama, dikenal juga dengan kata dien dari bahasa Arab dan kata religi dari bahasa Eropa. Agama berasal dari bahasa Sanskrit. Kata itu berasal dari dua kata yaitu kata a (tidak) dan gam (pergi), jadi Agama berarti tidak pergi, tetap ditempat, diwarisi secara turun temurun. Hal demikian menunjukan pada satu sifat Agama, yaitu diturunkan dan diwariskan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi lainnya. Selanjutnya ada yang berpendapat berbeda yang mengatakan bahwa Agama berasal dari teks dan kitab suci. Dan Agama-Agama memang mempunyai kitab-kitab suci. Selanjutnya dikatakan lagi bahwa Agama berarti tuntunan. Pengertian ini menggambarkan salah satu fungsi Agama sebagai tuntunan bagi kehidupan manusia.
            Selanjutnya dien dalam bahasa Semit berarti undang-undang atau hukum. Dalam bahasa Arab kati ini mengandung arti menguasai, mendudukan, patuh utang, balasan, dan kebiasaan. Pengertian ini juga sejalan dengan kandungan Agama yang didalamnya terdapat aturan-aturan yang merupakan hukum, yang harus dipatuhi penganut Agama yang bersangkutan. Selanjutnya Agama juga menguasai diri seseorang dan membuat ia tunduk dan patuh kepada Tuhan dengan menjalankan ajaran-ajaran Agama. Agama lebih lanjut membawa utang yang harus dibayar oleh para penganutnya. Paham kewajiban dan kepaTuhan ini selanjutnya membawa kepada timbulnya paham balasan. Orang yang menjalankan kewajiban dan patuh pada perintah Agama akan mendapat balasan dari Tuhannya. Sedangkan orang yang tidak menjalankan kewajiban dan ingkat terhadap perintah Tuhanya akan mendapatkan balasan yang menyedihkan.
            Adapun kata religi  (relegere) berasal dari bahasa latin yang mengandung arti membaca atau mengumpulkan. Pengertian demikian juga sejalan dengan penertian Agama yang mengandung pengertian kumpulan cara-cara mengabdi kepada Tuhan yang tersusun dalam kitab suci yang harus dibaca. Tetapi menurut pendapat lain, bahwa kata Agama berasal dari kata relegere yang berarti mengikat. Ajaran-ajaran Agama memang mempunyai sifat mengikat bagi manusia. Dalam Agama selanjutnya terdapat pula ikatan manusia dengan Tuhannya. Dan lebih lanjut lagi memang mengikat manusia dengan Tuhannya.
            Dari beberapa definisi tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa intisari yang terkandung dari istilah-istilah diatas adalah ikatan. Agama memang mengandung arti ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia. Ikatan ini mengandung pengaruh besar sekali terhadap kehidupan manusia sehari-hari. Ikatan ini berasal dari sesuatu kekuatan yang lebih tinggi dari manusia. Suatu kekuatan gaib yang tidak dapat ditangkap oleh panca indra.
Adapun pengertian Agama dari segi istilah dapat dikemikakan senbagai berikut. Elizabet K. Notthigham dalam bukunya Agama dan Masyarakat berpendapat bahwa Agama adalah gejala yang begitu sering terdapat dimana-mana sehingga sedikit membantu usaha-usaha kita untuk membuat abstraksi ilmia. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa Agama terkait dengan usaha-usaha manusia untuk mengatur dalamnya makna dari keberadaannya sendiri dan kederadaan alam semesta. Agama telah menimbulkan khayalnya yang paling luas dan juga digunakan untuk membenarkan kekejaman orang yang luar biasa terhadap orang lain. Agama dapat membangkitkan kebahagiaan batin yang sempurna, dan juga perasaan takut dan ngeri. Agama juga merupakan pantulan dari solidaritas sosial.
Jika dikaji lebih dalam, Agama dan Tuhan itu sebenarnya adalah ciptaan manusia[3]

            B. latar belakang Agama dan Manusia
 terdapat tiga alasan yang melatarbelakangi perlunya manusia akan Agama, diantaranya adalah:

1)               Latar belakang fitrah manusia

Fitrah manusia, dalam bentuknya yang murni, selaras dengan hukum alam. Ia mempersembahkan diri, parsah, dan tunduk kepada Tuhannya, sepasrah dan setunduk segala sesuatu dan setiap yang bernyawa. Maka setiap orang yang menyimpangb dari hukum illahi, bukan saja ia bertabrakan dengan alam, melainkan juga dengan fitrah yang ada dalam dirinya. Akibatnya ia akan sengsara, gelisah, galau dan bingung.
Manusia kini dihadapkan dengan kekosongan jiwa. Jiwanya kosong akan hakikat iman serta aturan illahi. Dan fitrahnya yang murni tidak dapat bertahan lama dengan sesuatu yang hampa. Aturan illahi inilah yang sanggup mengharmonisasikan gerakanya dengan gerak alam tempat ia hidup. 
Disaat berbicara dengan para Nabi, imam Ali Alaihissalam menyebutkan bahwa mereka diutus untuk mengingatkan manusia kepada perjanjian yang telah diikat kepada fitrah mereka, yang kelak mereka akan dituntut untuk memenuhinya. Perjanjian itu tidak tercatat diatas kertas, tidak pula diucapkan dengan lidah,  melainkan terukir dengan penciptaan Allah yang terukit dalam kalbu dan lubuk fitrah manusia, dan di setiap permukaan hati murni serta di dalam perasaan batiniah. Adanya setiap manusia dilahirkan atas dasar berAgama Islam, karena Allah telah mengadakan dialog dengan semua roh manusia sejak manusia pertama sampai manusia yang bakal lahir diakhir zaman kelak. Sebelum diciptakanya jasad, Allah telah meminta kesaksian roh di dalam alam arwah. Dan semua roh manusia itu sudah sama-sama memberikan kesaksianya. Kesaksian dan pengakuan roh-roh semacam itu dapat di baca dalam Al-Quran surat Al-A’raf ayat 172:
“dan ingatah tatkala Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap roh-roh mereka seraya Allah berkata: Bukankah aku Tuhanmu ? mereka menjawab : Ya, (Engkau Tuhan kami) kami bersaksi (kami lakukan yang demikian itu) agar nanti dihari kiamat kami tidak mengatakan: sesungguhnya kami lupa tentang hal ini (tidak diberi peringatan)”[4]
Mengapa Allah meminta kesaksian lebih dahulu terhadap roh-roh atas dirinya sebelum diciptakan? Terdapat dua alasan untuk menjawab pertanyaaan tersebut, yaitu:
1.      Agar manusia tidak beralasan dan lupa, karena Roh suci itu, tidak bisa lupa
2.      Agar manusia tidak melemparkan kesalahan kepada nenek moyangnya yang telah mempersekutukan Allah dengan Tuhan lainya. Karena Roh nenek moyangnya, cucu, dan anaknya itu sudah sama-sama memberi kesaksian di hadapan Allah. Roh itulah yang di tiupkan oleh Allah kedalam jasad manusia setelah sempurna kejadianya setelah berumur 4 bulan dalam kandungan ibunya.
Terdapat 3 bukti bahwa Roh manusia itu sudah pernah mengadakan perjanjian dengan allah, yaitu:
1.      Adanya rasa takut dan harap
2.      Adanya rasa estetika
3.      Adanya rasa berTuhan

Menurut ilmu sosiologi, fitrah tersebut dinamakan hasrat bergaul. Diantara hasrat-hasrat :
1.      Hasrat ingin bergaul
2.      Hasrat ingin mengetahui
3.      Hasrat ingin memberi tahu
4.      Hasrat ingin patuh
5.      Hasrat ingin dihormati

Adanya hasrat itulah setiap manusia, bagaimana jeleknya, akan merasa malu bila dikatakan jelek. Manusia bagaimana kecil dan hinanya dalam pandangan masyarakat pasti tidak mau dihina dan direndahkan.
Bukti bahwa manusia merupakan mahluk yang memiliki potensi berAgama ini dapat dilihat melalui bukti historis dan antropologis. Melalui bukti historis dan antropologis kita mangetahui pada manusia primitif yang kepadanya tidak pernah datang informasi mengenai Tuhanya, ternyata mereka mempercayai adanya Tuhan, sungguhpun Tuhan yang mereka sembah itu terbatas pada data hayalan. Mereka misalnya memperTuhankan pada benda-benda alam yang menimbulkan kesan misterius atau mengagumkan. Pohon kayu yang usianya sudah ratusan tahun tidak tumbang di anggap memiliki kekuatan misterius dan selanjutnya mereka perTuhankan. Kepercayaan demikian itu kemudian dinamakan Agama dinamisme. Selanjutnya kekuatan misterius tersebut diganti istilah ruh atau jiwa yang memiliki karakter dan kecenderungan baik dan buruk yang selanjutnya mereka dinamkan Agama animisme. Ruh yang memiliki karakter tersebut mereka personofikasikan dalam bentuk dewa yang jumlahnya banyak dan selanjutnnya dianamakan Agama politeisme. Kenyataan ini menunjukan bahwa manusia memiliki potensi berTuhan. Namun karena potensi tersebut tidak diarahkan, maka mengambil bentuk bermacam-macam yang keadaanya serba relatif. Dalam keadaan itulan diutus para Nabi kepada mereka untuk menginformasikan bahwa Tuhan yang mereka cari itu adalah Allahyang memiliki sifat-sifat sebagaimana juga dinyatakan dalam Agama yang di sampaikan Nabi. Untuk itu, jika manusia ingin mendapatkan keagamaan yang benar haruslah melalui bantuan para Nabi. Kepada mereka itu, para Nabi menginformasikan bahwa Tuhan yang menciptakan mereka dan wajib di sembah adalah Allah. Dengan demikian sebutan Allah adalah Tuhan, bukanlah hasil karya ciptaan manusia, dan bukan pula hasil seminar, penelitian dan lain sebagainya. Sebutan nama Allah bagi Tuhan adalah disampaikan oleh Tuhan sendiri.
Melalui beberapa penjelasan diatas, dapat kita simpulkan bahwa latar belakang perlunya manusia akan Agama adalah karena dalam diri manusia sudah terdapat potensi untuk berAgama. Potensi berAgama ini memerlukan bimbingan, pengarahan dan pengembangan dan seterusnya mengenalkan Agama kepadanya.

2)               Kelemahan dan kekurangan menusia
Manusia adalah mahluk berfikir. Berfikir adalah bertanya, bertanya adalah mencari jawaban, mencari jawaban adalah mencari kebenaran. Jadi manusia adalah mahluk mencari kebenaran. Manusia terdiri dari dua unsur, jasmani dan rohani. Kedua unsur tersebut berasal dari bahasa Arab yaitu roh dan jasad. Roh bisa diartikan nyawa atau jiwa, jasad berarti tubuh atau raga, sehingga bisa disebut jiwa raga. Masalah jasad tubuh atau raga, sudah diketahui oleh manusia. Sedangkan masalah roh, nyawa atau jiwa, ilmu pengetahuan belum berhasil mengetahui hakikatnya. Allah sendiri telah menyatakan ketidak mamppuan manusia untuk mengetahui masalah roh tersebut. Surat Al-Isra’ ayat 85 yang artinya: mereka menanyakan engkau tentang roh. Katakanlah: Roh itu termasuk urusan Tuhanku dan kamu tidak diberi ilmu kecuali sedikit sekali. Berdasarkan ayat tersebut terkandung pengertian:

1.      Hakikat roh, hanya diketahui oleh Allah
2.      Manusia sejak dulu, belum mengetahui hakikat roh tersebut
3.      Ilmu pengetahuan tersebut belum/tidak akan mampu menyingkap rahasia roh itu[5]

Berarti, manusia belum mampu menyingkap hakikat dirinya. Atau dengan kata lain, manusia belum mengetahui hakikat manusia itu sendiri. Namun yang harus kita ketahui hakikat manusia adalah masalah rohnya. Maka roh akan dihadapkan dengan pengetahuan Agama apa yang seharusnya dianut oleh manusia ini. Apabila kita tidak memiliki pegangan maka kita akan hanyut dibawa gelombang propaganda. Dalam Islam terdapat ajaran bahwa manusia dilahirkan atas dasar fitrah. Fitrah dalam artian mamiliki sifat-sifat yang baik, sifat-sifat keTuhanan atau berAgama. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits Nabi yang diraiwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah, bahwa Rosulullah pernah bersabda: tidak ada seorang anakpun yang dilahirkan, kecualai dilahirkan dalam keadaan fitrah. Maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan Yahudi atau Nasrani dan Majusi. Setelah Abu Huraira menbacakan hadits tersebut beliau mengatakan bacalah firman Allah yang artinya: Fitrah Allah, yang diatas fitrah itulah Allah menciptakan manusia tidak ada perubahan bagi ciptaan Allah tersebut (Ar-Rum: 30).
Ditambahkan oleh Quraish Shihab, bahwa kita diilhami oleh potensi agar manusia melalui jiwa menangkap makna kebaikan dan keburukan. Namun diperoleh pula isyarat bahwa pada hakikatnya potensi positif manusia labih kuat daripada isyarat negatifnya. Sifat-sifat yang cenderung kepada keburukan yang ada pada diri manusia itu antara lain berlaku dzalim (aniaya), dalam keadaan susah payah (kabad), suka melampaui batas (anid), sombong (kubbar), ingkar dan lain sebagainya. Karena itu  manusia dituntut agar memelihara kesucian jiwanya, dan tidak mengotorinya. Untuk dapat menjaga kesucian jiwanya, manusia harus mendekatkan dirinya kepada Tuhannya dengan bimbingan Agama, dan disinilah letak kebutuhan manusia akan Agama.


3)               Tantangan manusia

Latar belakang perlunya manusia akan Agama adalah karena manusia dalam kehidupanya selalu diahadapkan dengan tentangan, baik tantangan yang berasal dari dalam maupun dari luar. Tantangan yang berasal dari dalam adalah hawa nafsu yang mempengaruhi jasad dan dapat berpengaruh pada tugas jiwa dalam menguasai emosi, perasaan, dan sikap sentimentilnya.
Semua perbuatan yang dilakukan bersifat kehendak, pasti akan dilakukan dengan proses berfikir. Proses tersebut biasanya disertai beberapa langkah strategi dan terkadang strategi itu harus dilaksanakan secara keseluruhan. Akan tetapi dalam sebuah keadaan, strategi itu dilaksanakan hanya sebagian saja. Terdapat beberapa langkah dalam berfikir, langkah pertama dalam berfikir adalah merasakan bahwa setiap masalah pasti ada solusinya. Langkah kedua adalah menentukan masalah yang sedang di hadapi. Langkah ketiga, memikirkan langkah-langkah yang akan ditempuh sebagai langkah unttuk diselesaikan. Langkah keempat adalah menimbang solusi yang tepat. Langkah kelima adalah mengambil satu dari sekian banyak solusi yang ada untuk dijadikan solusi akhir.[6]













IV. Kesimpulan :
           
                                                                                                     










Daftar pustaka
1.  DR. H. Abuddin Nata, metodologi studi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998),
2. Kbbi offline versi 1,3 freeware2010-2011 by ebta setiyawan.
4. Departemen Agama, Al-qurannul Karim Dan terjemahnya (bandung: Diponegoro, 1995),
5. Drs. Abubakar Muhammad, membangun manusia seutuhnya menurut al-Quran (Surabaya: Al-ikhla)
6. Muhammad Izzuddin Taufiq, Dalil Afaq Al-Quran dan Alam Semesta Dalam Memahami Ayat-Ayat Syubhat (Solo: Tiga Serangkai)







[1] http://makalahzaki.blogspot.co.id/2011/07/pengertian-agama-secara-umum.html
[2] Kbbi offline versi 1,3 freeware2010-2011 by ebta setiyawan
[3]  DR. H. Abuddin Nata, metodologi studi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), hal, 11
[4] Departemen Agama, Al-qurannul Karim Dan terjemahnya (bandung: Diponegoro, 1995), Al A’raf, ayat 172. 
[5] Drs. Abubakar Muhammad, membangun manusia seutuhnya menurut al-Quran (Surabaya: Al-ikhlas), hal, 23.
[6] Muhammad Izzuddin Taufiq, Dalil Afaq Al-Quran dan Alam Semesta Dalam Memahami Ayat-Ayat Syubhat (Solo: Tiga Serangkai), hal. 19

0 comments: