Definisi agama
Definisi agama
Disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah: agama.
Dosen
pengampu:H.Nur Cholid,M.AG,

Disusun Oleh
:
M.syarif Ali
Rachmatullah(134411035)
Anggit setyo
utami (134411036)
Jurusan :
Tasawuf & Psikoterapi (H)
FAKULTAS AGiRI
BISNIS
UNIVERSITAS
WAHID HASYIM SEMARANG
2015
Abstrak: كَانَ النَّاسُ
أُمَّةً وَاحِدَةً فَبَعَثَ اللَّهُ النَّبِيِّينَ مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ
وَأَنْزَلَ مَعَهُمُ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِيَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ فِيمَا
اخْتَلَفُوا فِيهِ وَمَا اخْتَلَفَ فِيهِ إِلا الَّذِينَ أُوتُوهُ مِنْ بَعْدِ مَا
جَاءَتْهُمُ الْبَيِّنَاتُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ فَهَدَى اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا
لِمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَاللَّهُ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ
إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ (٢١٣) أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ
وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ مَسَّتْهُمُ
الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّى يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ
آمَنُوا مَعَهُ مَتَى نَصْرُ اللَّهِ أَلا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ (٢١٤
213. Manusia
itu (dahulunya) satu umat. (setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus
Para Nabi untuk menyampaikan kabar gembira dan peringatan. Dan diturunkan-Nya
bersama mereka kitab yang mengandung kebenaran, untuk memberi keputusan di
antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidak ada yang
berselisih tentang hal itu[melainkan orang-orang yang telah diberi Kitab, yaitu
setelah datang kepada mereka bukti-bukti yang nyata, karena kedengkian di
antara mereka sendiri. Maka dengan kehendak-Nya, Allah memberi petunjuk kepada
mereka yang beriman tentang kebenaran yang mereka perselisihkan. Allah memberi
petunjuk orang yang Dia kehendaki ke jalan yang lurus.
Pendahuluan
I.
Rumusan
masalah?
1. apa itu agama ?
2. unsur Agama?
II.
Pembahasan
A.
Definisi Agama
Pengertian
Agama Secara Umum Merumuskan pengertian agama bukan suatu perkara mudah, dan
ketidak sanggupan manusia untuk mendefinisikan agama karena disebabkan oleh
persoalan-persoalan yang berkaitan dengan kepentingan mutlak dan tidak dapat
ditawar-tawar lagi, karena itu tidak mengherankan jika secara internal muncul pendapat-pendapat yang secara apriori
menyatakan bahwa agama tertentu saja sebagai satu-satunya agama samawi,
meskipun dalam waktu yang bersamaan menyatakan bahwa agama samawi itu meliputi
Islam, Kristen dan Yahudi. Sumber terjadinya agama terdapat dua katagori, pada
umumnya agama Samawi dari langit, agama yang diperoleh melalui Wahyu Illahi
antara lain Islam, Kristen dan Yahudi.—-dan agama Wad’i atau agama bumi yang
juga sering disebut sebagai agama budaya yang diperoleh berdasarkan kekuatan pikiran
atau akal budi manusia antara lain Hindu, Buddha, Tao, Khonghucu dan berbagai
aliran keagamaan lain atau kepercayaan. Dalam prakteknya, sulit memisahkan
antara wahyu Illahi dengan budaya, karena pandangan-pandangan, ajaran-ajaran,
seruan-seruan pemuka agama meskipun diluar Kitab Sucinya, tetapi oleh
pengikut-pengikutnya dianggap sebagai Perintah Illahi, sedangkan pemuka-pemuka
agama itu sendiri merupakan bagian dari budaya dan tidak dapat melepaskan diri
dari budaya dalam masa kehidupannya, manusia selalu dalam jalinan lingkup
budaya karena manusia berpikir dan berperilaku. Beberapa acuan yang berkaitan
dengan kata “Agama” pada umumnya;
berdasarkan Sansekerta yang menunjukkan adanya keyakinan manusia berdasarkan
Wahyu Illahi dari kata A-GAM-A, awalan A berarti “tidak” dan GAM berarti “pergi
atau berjalan, sedangkan akhiran A bersifat menguatkan yang kekal, dengan
demikian “agama: berarti pedoman hidup yang kekal” Berdasarkan kitab,
SUNARIGAMA yang memunculkan dua istilah; AGAMA dan UGAMA, agama berasal dari
kata A-GA-MA, huruf A berarti “awang-awang, kosong atau hampa”, GA berarti
“genah atau tempat” dan MA berarti “matahari, terang atau bersinar”, sehingga
agama dimaknai sebagai ajaran untuk menguak rahasia misteri Tuhan, sedangkan
istilah UGAMA mengandung makna, U atau UDDAHA yang berarti “tirta atau air
suci” dan kata GA atau Gni berarti “api”, sedangkan MA atau Maruta berarti
“angin atau udara” sehingga dalam hal ini agama berarti sebagai upacara yang
harus dilaksanakan dengan sarana air, api, kidung kemenyan atau mantra.
Berdasarkan kitab SADARIGAMA dari bahasa sansekerta IGAMA yang mengandung arti
I atau Iswara, GA berarti Jasmani atau tubuh dan MA berarti Amartha berarti
“hidup”, sehingga agama berarti Ilmu guna memahami tentang hakikat hidup dan
keberadaan Tuhan. [1]
aga·ma menurut kamus
kbbi adalah ada ajaran, sistem yg mengatur tata keimanan (kepercayaan)
dan peribadatan kpd Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yg berhubungan dng
pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya: -- Islam;-- Kristen --
Buddha-- samawi agama yg bersumberkan wahyu Tuhan, spt agama Islam dan Kristen;
ber·a·ga·ma mempunyai arti1 menganut (memeluk) agama:
saya ~ Islam dan dia ~ Kristen; 2 beribadat; taat kpd agama; baik hidupnya
(menurut agama): ia datang dr keluarga yg ~; 3 cak sangat memuja-muja; gemar
sekali pd; mementingkan: mereka ~ pd harta benda;
ke·ber·a·ga·ma·an memppunyai
arti perihal beragama;
meng·a·ga·ma·kan mempunyai
arti menjadikan sbg penganut atau pemeluk suatu agama;
ke·a·ga·ma·an mempunyaib arti yg berhubungan dng agama.[2]
Secara sederhana, pengertian Agama dapat dilihat dari sudut kebahasaan
(etimologi) dan sudut istilah (terminologi). Pengertian Agama dari sudut
kebahasaan akan sangat mudah diartikan daripada pengertian dari sudut istilah,
karena pengertian dari sudut istilah ini sudah mengandung muatan subyektivitas
dari orang yang mengartikannya. Atas dasar ini, maka tidak mengherankan jika
muncul beberapa ahli yang tidak tertarik mendefenisikan Agama. James H. Leuba
misalnya, berusaha mengumpulkan beberapa defenisi yang pernah dibuat orang tentang
Agama, tidak kurang dari 48 teori. Namun akhirnya ia berkesimpulan, bahwa usaha
untuk mendefenisikan Agama itu tidak ada gunanya, karena hanya merupakan
kepandaian dersilat lidah. Mukti Ali berpandapat, tidak ada penertian yang
lebih mudah dari pengertian Agama, pernyataan ini didasarkan atas tiga alasan.
Pertama, bahwa Agama adalah masalah batin, subyektif dan sangat individual
sifatnya. Kedua, belum ada orang yang sangat terlalu bersemangat dan emosional
daripada orang yang membicarakan Agama. Setiap pengertian atas Agama selalu ada
emosi yang melekat erat sehingga kata Agama itu sangat susah untuk
didefenisikan. Ketiga, konsep tentang Agama dipengaruhi oleh tujuan dari orang
yang memberi defenisi tersebut.
M. Sastraprateja mengatakan, salah satu kesulitan untuk berbicara
mengenai Agama secara umum ialah adanya perbedaan-perbedaan dalam memahami
pengertian Agama, disamping ada perbedaan-perbedaan dalam memehami arti Agama,
disamping terdapat perbedaan juga dalam memahami serta menerima setiap Agama
terhadap suatu usaha memahami Agama.
Hingga sampai sekarang, perdebatan tentang pengertian Agama belum
selesai, seorang ahli ilmu jiwa Agama W.H. Clark mengatakan bahwa, tidak ada
yang lebih sukar dari pada mencari kata-kata yang dapat digunakan untuk membuat
defenisi Agama karena pemahaman Agama sangat subyektif, intern dan individual,
dimana setiap orang akam merasakan pengalaman agam yang berbeda dari orang
lain. Disamping itu dapat dilihat bahwa, pada umumnya orang akan lebih condong
kepada mengaku Agama daripada ia tidak menjalankannya.
Pengertian Agama dari segi bahasa dapat kita ikuti antara lain uraian
yang diberikan Harun Nasution. Dalam masyarakat Indonesia selain dari kata
Agama, dikenal juga dengan kata dien dari bahasa Arab dan kata religi dari
bahasa Eropa. Agama berasal dari bahasa Sanskrit. Kata itu berasal dari dua
kata yaitu kata a (tidak) dan gam (pergi), jadi Agama berarti tidak pergi,
tetap ditempat, diwarisi secara turun temurun. Hal demikian menunjukan pada
satu sifat Agama, yaitu diturunkan dan diwariskan secara turun temurun dari
satu generasi ke generasi lainnya. Selanjutnya ada yang berpendapat berbeda
yang mengatakan bahwa Agama berasal dari teks dan kitab suci. Dan Agama-Agama
memang mempunyai kitab-kitab suci. Selanjutnya dikatakan lagi bahwa Agama
berarti tuntunan. Pengertian ini menggambarkan salah satu fungsi Agama sebagai
tuntunan bagi kehidupan manusia.
Selanjutnya dien dalam bahasa Semit berarti undang-undang atau hukum.
Dalam bahasa Arab kati ini mengandung arti menguasai, mendudukan, patuh utang,
balasan, dan kebiasaan. Pengertian ini juga sejalan dengan kandungan Agama yang
didalamnya terdapat aturan-aturan yang merupakan hukum, yang harus dipatuhi
penganut Agama yang bersangkutan. Selanjutnya Agama juga menguasai diri
seseorang dan membuat ia tunduk dan patuh kepada Tuhan dengan menjalankan
ajaran-ajaran Agama. Agama lebih lanjut membawa utang yang harus dibayar oleh
para penganutnya. Paham kewajiban dan kepaTuhan ini selanjutnya membawa kepada
timbulnya paham balasan. Orang yang menjalankan kewajiban dan patuh pada
perintah Agama akan mendapat balasan dari Tuhannya. Sedangkan orang yang tidak
menjalankan kewajiban dan ingkat terhadap perintah Tuhanya akan mendapatkan
balasan yang menyedihkan.
Adapun kata religi (relegere)
berasal dari bahasa latin yang mengandung arti membaca atau mengumpulkan.
Pengertian demikian juga sejalan dengan penertian Agama yang mengandung
pengertian kumpulan cara-cara mengabdi kepada Tuhan yang tersusun dalam kitab
suci yang harus dibaca. Tetapi menurut pendapat lain, bahwa kata Agama berasal
dari kata relegere yang berarti mengikat. Ajaran-ajaran Agama memang mempunyai
sifat mengikat bagi manusia. Dalam Agama selanjutnya terdapat pula ikatan
manusia dengan Tuhannya. Dan lebih lanjut lagi memang mengikat manusia dengan
Tuhannya.
Dari beberapa definisi tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa intisari
yang terkandung dari istilah-istilah diatas adalah ikatan. Agama memang mengandung
arti ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia. Ikatan ini mengandung
pengaruh besar sekali terhadap kehidupan manusia sehari-hari. Ikatan ini
berasal dari sesuatu kekuatan yang lebih tinggi dari manusia. Suatu kekuatan
gaib yang tidak dapat ditangkap oleh panca indra.
Adapun pengertian Agama dari segi istilah
dapat dikemikakan senbagai berikut. Elizabet K. Notthigham dalam bukunya Agama
dan Masyarakat berpendapat bahwa Agama adalah gejala yang begitu sering
terdapat dimana-mana sehingga sedikit membantu usaha-usaha kita untuk membuat
abstraksi ilmia. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa Agama terkait dengan
usaha-usaha manusia untuk mengatur dalamnya makna dari keberadaannya sendiri
dan kederadaan alam semesta. Agama telah menimbulkan khayalnya yang paling luas
dan juga digunakan untuk membenarkan kekejaman orang yang luar biasa terhadap
orang lain. Agama dapat membangkitkan kebahagiaan batin yang sempurna, dan juga
perasaan takut dan ngeri. Agama juga merupakan pantulan dari solidaritas
sosial.
Jika dikaji lebih dalam, Agama dan Tuhan itu
sebenarnya adalah ciptaan manusia[3]
B.
latar belakang Agama dan Manusia
terdapat tiga alasan yang melatarbelakangi
perlunya manusia akan Agama, diantaranya adalah:
1) Latar belakang fitrah manusia
Fitrah manusia, dalam bentuknya yang murni,
selaras dengan hukum alam. Ia mempersembahkan diri, parsah, dan tunduk kepada
Tuhannya, sepasrah dan setunduk segala sesuatu dan setiap yang bernyawa. Maka
setiap orang yang menyimpangb dari hukum illahi, bukan saja ia bertabrakan
dengan alam, melainkan juga dengan fitrah yang ada dalam dirinya. Akibatnya ia
akan sengsara, gelisah, galau dan bingung.
Manusia kini dihadapkan dengan kekosongan
jiwa. Jiwanya kosong akan hakikat iman serta aturan illahi. Dan fitrahnya yang
murni tidak dapat bertahan lama dengan sesuatu yang hampa. Aturan illahi inilah
yang sanggup mengharmonisasikan gerakanya dengan gerak alam tempat ia
hidup.
Disaat berbicara dengan para Nabi, imam Ali
Alaihissalam menyebutkan bahwa mereka diutus untuk mengingatkan manusia kepada
perjanjian yang telah diikat kepada fitrah mereka, yang kelak mereka akan
dituntut untuk memenuhinya. Perjanjian itu tidak tercatat diatas kertas, tidak
pula diucapkan dengan lidah, melainkan
terukir dengan penciptaan Allah yang terukit dalam kalbu dan lubuk fitrah
manusia, dan di setiap permukaan hati murni serta di dalam perasaan batiniah.
Adanya setiap manusia dilahirkan atas dasar berAgama Islam, karena Allah telah
mengadakan dialog dengan semua roh manusia sejak manusia pertama sampai manusia
yang bakal lahir diakhir zaman kelak. Sebelum diciptakanya jasad, Allah telah
meminta kesaksian roh di dalam alam arwah. Dan semua roh manusia itu sudah
sama-sama memberikan kesaksianya. Kesaksian dan pengakuan roh-roh semacam itu
dapat di baca dalam Al-Quran surat Al-A’raf ayat 172:
“dan ingatah tatkala Tuhanmu mengeluarkan
keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian
terhadap roh-roh mereka seraya Allah berkata: Bukankah aku Tuhanmu ? mereka
menjawab : Ya, (Engkau Tuhan kami) kami bersaksi (kami lakukan yang demikian
itu) agar nanti dihari kiamat kami tidak mengatakan: sesungguhnya kami lupa
tentang hal ini (tidak diberi peringatan)”[4]
Mengapa Allah meminta kesaksian lebih dahulu
terhadap roh-roh atas dirinya sebelum diciptakan? Terdapat dua alasan untuk
menjawab pertanyaaan tersebut, yaitu:
1.
Agar manusia tidak beralasan dan lupa, karena Roh suci itu, tidak bisa
lupa
2.
Agar manusia tidak melemparkan kesalahan kepada nenek moyangnya yang
telah mempersekutukan Allah dengan Tuhan lainya. Karena Roh nenek moyangnya,
cucu, dan anaknya itu sudah sama-sama memberi kesaksian di hadapan Allah. Roh
itulah yang di tiupkan oleh Allah kedalam jasad manusia setelah sempurna
kejadianya setelah berumur 4 bulan dalam kandungan ibunya.
Terdapat 3 bukti bahwa Roh manusia itu sudah
pernah mengadakan perjanjian dengan allah, yaitu:
1.
Adanya rasa takut dan harap
2.
Adanya rasa estetika
3.
Adanya rasa berTuhan
Menurut ilmu sosiologi, fitrah tersebut
dinamakan hasrat bergaul. Diantara hasrat-hasrat :
1.
Hasrat ingin bergaul
2.
Hasrat ingin mengetahui
3.
Hasrat ingin memberi tahu
4.
Hasrat ingin patuh
5.
Hasrat ingin dihormati
Adanya hasrat itulah setiap manusia, bagaimana
jeleknya, akan merasa malu bila dikatakan jelek. Manusia bagaimana kecil dan
hinanya dalam pandangan masyarakat pasti tidak mau dihina dan direndahkan.
Bukti bahwa manusia merupakan mahluk yang
memiliki potensi berAgama ini dapat dilihat melalui bukti historis dan
antropologis. Melalui bukti historis dan antropologis kita mangetahui pada
manusia primitif yang kepadanya tidak pernah datang informasi mengenai Tuhanya,
ternyata mereka mempercayai adanya Tuhan, sungguhpun Tuhan yang mereka sembah
itu terbatas pada data hayalan. Mereka misalnya memperTuhankan pada benda-benda
alam yang menimbulkan kesan misterius atau mengagumkan. Pohon kayu yang usianya
sudah ratusan tahun tidak tumbang di anggap memiliki kekuatan misterius dan
selanjutnya mereka perTuhankan. Kepercayaan demikian itu kemudian dinamakan
Agama dinamisme. Selanjutnya kekuatan misterius tersebut diganti istilah ruh
atau jiwa yang memiliki karakter dan kecenderungan baik dan buruk yang
selanjutnya mereka dinamkan Agama animisme. Ruh yang memiliki karakter tersebut
mereka personofikasikan dalam bentuk dewa yang jumlahnya banyak dan
selanjutnnya dianamakan Agama politeisme. Kenyataan ini menunjukan bahwa manusia
memiliki potensi berTuhan. Namun karena potensi tersebut tidak diarahkan, maka
mengambil bentuk bermacam-macam yang keadaanya serba relatif. Dalam keadaan
itulan diutus para Nabi kepada mereka untuk menginformasikan bahwa Tuhan yang
mereka cari itu adalah Allahyang memiliki sifat-sifat sebagaimana juga
dinyatakan dalam Agama yang di sampaikan Nabi. Untuk itu, jika manusia ingin
mendapatkan keagamaan yang benar haruslah melalui bantuan para Nabi. Kepada
mereka itu, para Nabi menginformasikan bahwa Tuhan yang menciptakan mereka dan
wajib di sembah adalah Allah. Dengan demikian sebutan Allah adalah Tuhan,
bukanlah hasil karya ciptaan manusia, dan bukan pula hasil seminar, penelitian
dan lain sebagainya. Sebutan nama Allah bagi Tuhan adalah disampaikan oleh
Tuhan sendiri.
Melalui beberapa penjelasan diatas, dapat kita
simpulkan bahwa latar belakang perlunya manusia akan Agama adalah karena dalam
diri manusia sudah terdapat potensi untuk berAgama. Potensi berAgama ini
memerlukan bimbingan, pengarahan dan pengembangan dan seterusnya mengenalkan
Agama kepadanya.
2) Kelemahan dan kekurangan menusia
Manusia adalah mahluk berfikir. Berfikir
adalah bertanya, bertanya adalah mencari jawaban, mencari jawaban adalah
mencari kebenaran. Jadi manusia adalah mahluk mencari kebenaran. Manusia
terdiri dari dua unsur, jasmani dan rohani. Kedua unsur tersebut berasal dari
bahasa Arab yaitu roh dan jasad. Roh bisa diartikan nyawa atau jiwa, jasad
berarti tubuh atau raga, sehingga bisa disebut jiwa raga. Masalah jasad tubuh
atau raga, sudah diketahui oleh manusia. Sedangkan masalah roh, nyawa atau
jiwa, ilmu pengetahuan belum berhasil mengetahui hakikatnya. Allah sendiri
telah menyatakan ketidak mamppuan manusia untuk mengetahui masalah roh
tersebut. Surat Al-Isra’ ayat 85 yang artinya: mereka menanyakan engkau tentang
roh. Katakanlah: Roh itu termasuk urusan Tuhanku dan kamu tidak diberi ilmu
kecuali sedikit sekali. Berdasarkan ayat tersebut terkandung pengertian:
1.
Hakikat roh, hanya diketahui oleh Allah
2.
Manusia sejak dulu, belum mengetahui hakikat roh tersebut
3.
Ilmu pengetahuan tersebut belum/tidak akan mampu menyingkap rahasia roh
itu[5]
Berarti, manusia belum mampu menyingkap
hakikat dirinya. Atau dengan kata lain, manusia belum mengetahui hakikat
manusia itu sendiri. Namun yang harus kita ketahui hakikat manusia adalah
masalah rohnya. Maka roh akan dihadapkan dengan pengetahuan Agama apa yang
seharusnya dianut oleh manusia ini. Apabila kita tidak memiliki pegangan maka
kita akan hanyut dibawa gelombang propaganda. Dalam Islam terdapat ajaran bahwa
manusia dilahirkan atas dasar fitrah. Fitrah dalam artian mamiliki sifat-sifat
yang baik, sifat-sifat keTuhanan atau berAgama. Sebagaimana dijelaskan dalam
hadits Nabi yang diraiwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah, bahwa Rosulullah
pernah bersabda: tidak ada seorang anakpun yang dilahirkan, kecualai dilahirkan
dalam keadaan fitrah. Maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan Yahudi atau
Nasrani dan Majusi. Setelah Abu Huraira menbacakan hadits tersebut beliau
mengatakan bacalah firman Allah yang artinya: Fitrah Allah, yang diatas fitrah
itulah Allah menciptakan manusia tidak ada perubahan bagi ciptaan Allah
tersebut (Ar-Rum: 30).
Ditambahkan oleh Quraish Shihab, bahwa kita
diilhami oleh potensi agar manusia melalui jiwa menangkap makna kebaikan dan
keburukan. Namun diperoleh pula isyarat bahwa pada hakikatnya potensi positif
manusia labih kuat daripada isyarat negatifnya. Sifat-sifat yang cenderung
kepada keburukan yang ada pada diri manusia itu antara lain berlaku dzalim
(aniaya), dalam keadaan susah payah (kabad), suka melampaui batas (anid),
sombong (kubbar), ingkar dan lain sebagainya. Karena itu manusia dituntut agar memelihara kesucian
jiwanya, dan tidak mengotorinya. Untuk dapat menjaga kesucian jiwanya, manusia
harus mendekatkan dirinya kepada Tuhannya dengan bimbingan Agama, dan disinilah
letak kebutuhan manusia akan Agama.
3)
Tantangan manusia
Latar belakang perlunya manusia akan Agama
adalah karena manusia dalam kehidupanya selalu diahadapkan dengan tentangan,
baik tantangan yang berasal dari dalam maupun dari luar. Tantangan yang berasal
dari dalam adalah hawa nafsu yang mempengaruhi jasad dan dapat berpengaruh pada
tugas jiwa dalam menguasai emosi, perasaan, dan sikap sentimentilnya.
Semua perbuatan yang dilakukan bersifat
kehendak, pasti akan dilakukan dengan proses berfikir. Proses tersebut biasanya
disertai beberapa langkah strategi dan terkadang strategi itu harus
dilaksanakan secara keseluruhan. Akan tetapi dalam sebuah keadaan, strategi itu
dilaksanakan hanya sebagian saja. Terdapat beberapa langkah dalam berfikir,
langkah pertama dalam berfikir adalah merasakan bahwa setiap masalah pasti ada
solusinya. Langkah kedua adalah menentukan masalah yang sedang di hadapi.
Langkah ketiga, memikirkan langkah-langkah yang akan ditempuh sebagai langkah
unttuk diselesaikan. Langkah keempat adalah menimbang solusi yang tepat. Langkah
kelima adalah mengambil satu dari sekian banyak solusi yang ada untuk dijadikan
solusi akhir.[6]
IV. Kesimpulan :
Daftar pustaka
1. DR. H. Abuddin Nata, metodologi studi Islam, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1998),
2. Kbbi offline versi 1,3
freeware2010-2011 by ebta setiyawan.
4. Departemen Agama,
Al-qurannul Karim Dan terjemahnya (bandung: Diponegoro, 1995),
5. Drs. Abubakar Muhammad, membangun
manusia seutuhnya menurut al-Quran (Surabaya: Al-ikhla)
6. Muhammad Izzuddin Taufiq, Dalil Afaq
Al-Quran dan Alam Semesta Dalam Memahami Ayat-Ayat Syubhat (Solo: Tiga
Serangkai)
[1] http://makalahzaki.blogspot.co.id/2011/07/pengertian-agama-secara-umum.html
[2] Kbbi offline versi 1,3 freeware2010-2011 by ebta setiyawan
[4] Departemen Agama, Al-qurannul Karim Dan terjemahnya (bandung:
Diponegoro, 1995), Al A’raf, ayat 172.
[5] Drs. Abubakar Muhammad, membangun manusia seutuhnya menurut al-Quran
(Surabaya: Al-ikhlas), hal, 23.
[6] Muhammad Izzuddin Taufiq, Dalil Afaq Al-Quran dan Alam Semesta Dalam
Memahami Ayat-Ayat Syubhat (Solo: Tiga Serangkai), hal. 19
0 comments:
Post a Comment