Our social:

Monday, 23 May 2016

Rasionalisme dan pemikiranya

A.    Rumusan masalah
1.      Pengertian dan Sejarah Rasionalime
2.      Tokoh-tokoh rasionalisme dan pemikirannya


PEMBAHASAN
1.              Pengertian dan Sejarah Rasionalisme
Secara bahasa rasionalisme berasal dari bahsa Inggris rationalism. Kata ini berasal dari bahasa latin yang berarti “akal”. Dan secara istilah rasionalisme adalah aliran yang dipandang sebagai aliran yang berpegang pada prinsip bahwa akal harus diberi peranan utama dalam ilmu pengetahuan.
Rasionalisme adalah paham filsafat yang mengatakan bahwa akal (reason) adalah alat terpenting dalam memperoleh pengetahuan dan mengetes pengetahuan. Rasionalisme mengajarkan bahwa pengetahuan diperoleh dengan cara berpikir. Alat dalam berpikir itu ialah kaidah-kaidah logis atau kaidah-kaidah logika.
Rasionalisme ada dua macam : dalam bidang agama dan adalam bidang filsafat. Rasionalisme dalam bidang agama biasanya digunakan untk mengkritik ajaran agama, rasionalisme dalam bidang filsafat terutama berguna sebagai teori pengetahuan. Sebagai lawan empirisme, rasionalisme berpendapat bahwa sebagian dan bagian penting pengetahuan datang dari penemuan akal. Contoh yang paling jelas adalah pemahaman kita tentang logika dan matematika.
Sejarah rasionalisme sudah tua sekali. Thales telah menerapkan rasionaisme dalam filsafatnya. Ini dilanjutkan dengan jelas sekali pada orang-orang sofis dan tokoh-tokoh penentangnya (Socrates, Plato, Aristoteles), dan juga beberapa tokoh sesudah itu. Pada Zaman Modern filsafat, tokoh pertama rasionalisme ialah Descartes, selain itu juga ada tokoh rasionalisme besar lainnya seperti Baruch Spinoza dan Leibniz. Setelah periode ini rasionalisme dikembangkan secara sempurna oleh Hegel yang kemudian terkenal sebagai tokoh rasionalisme dalam sejarah.
Latar belakang munculnya rasionalisme adalah keinginnan untuk membebaskan diri dari segala pemikiran tradisional (skolastik), yang pernah diterima tetapi ternyata tidak mampu menangani hasil-hasil ilmu penngetahuan yang dihadapi. Apa yang ditanam oleh Aristoteles dalam pemikiran saat itu juga masih dipengaruhi oleh khayalan-khayalan.
Descartes menginginkan cara yang baru dalam berpikir, maka diperlukan titik tolak pemikiran pasti yang dapat ditemukan dalam keragu-raguan, Cogito ergo sum (saya berfikir maka saya ada). Jelasnya bertolak dari keraguan untuk mendapatkan kepastian.
Descartes telah lama merasa tidak puas terhadap perkembangan filsafat yang amat lamban dan banyak memakan korban itu. Amat lamban terutama bila dibandingkan dengan perkembangan filsafat pada zaman sebelumnya. Ia melihat tokoh-tokoh Gereja yang mengatasnamakan agama telah menyebabkan lambnanya perkembangan itu. Ia ingin filsafat dilepaskan dari dominasi agama Kristen. Ia ingin filsafat dikembalikan kepada semangat filsafat Yunani, yaitu filsafat yang berbasis pada akal. Ia ingin menghidupkan kembali rasionalisme Yunani.[1]

2.      Tokoh-tokoh dan pemikirannya
A.    Descartes (1596-1650)
Descartes lahir pada tahun 1596 adn meninggal pada tahun 1650. Bukunya yang terpenting di dalam filsafat murni ialah Discours de la Methode (1637) dan Meditations (1642). Di dalam kedua buku inilah ia menuangkan metodenya yang terkenal itu, metode keraguan Descartes (Cartesian Doubt). Metode ini sering disebut  Cogito Descartes, atau metode Cogito saja.
Ia mengetahui bahwa tidak mudah meyakinkan tokoh-tokoh Gereja bahwa dasar filsafat haruslah rasio (akal). Untuk meyakinkan orang bahwa dasar filsafat haruslah akal, ia menyusun argumentasi yang tertuang di dalam metode cogito tersebut.
Untuk menemukan basisi yang kuat bagi filsafat , Descartes meragukan (lebih dahulu) segala sesuatu yang dapat diragukan. Mula-mula ia mencoba meragukan  semua yang dapat diindera, objek yang sebenarnya tidak meragukan tidak mungkin diragukan. Inilah langkah pertama metode cogito tersebut. Tahapan metode Descartes dapat diringkas sebagai berikut.
 












Fondasi bagi filsafatnya adalah aku yang berpikir. Descartes memulai filsaat dari metode. Metode keraguan itu bukanlah tujuannya. Tujuan metode ini bukanlah untuk  mempertahankan keraguan, metode ini bergerak dari keraguan menuju kepastian.
Setelah fondasi itu ditemukan, mulailah ia mendirikan bangunan filsafat di atasnya. Akal itulah basis yang peling terpercaya dalam berfilsafat. Inilah titik awal kemenangan akal atas iman (hati) pada Zaman Modern. Cara ini kemudian diikuti oleh filosof-filosof zaman itu.
Kemenangan akal pada ronde ini telah menyebabkan tragedi Yunanni terulang kembali. Descartes telah menimbulkan sebjektivisme dan relativisme, persis seperti kebimbangan alam pikiran pada zaman sofisme tempo hari.[2]
Descartes berpendapat bahwa pengetahuan berdifat rasional-alami. Descartes menganggap akal sebagai indera, karena pengetahuan kita adalah pengetahuan tentang substansi-substansi yang diketahui oleh akal.[3]
B.     Spinoza (1632-1677)
            Spinoza dilahirkan pada tahun 1632 dan meninggal dunia pada 1677. Nama aslinya Baruch Spinoza. Setelah ia mengucilkan diri dari agama Yahudi, ia mengubah namanya menjadi Benedictus de Spinoza. Ia hidup di pinggiran kota Amsterdam (Solomon, 1981:71).
            Spinoza juga mengikuti cara berpikir Descartes. Secara selintas masalah metafisika modern tetap sama dengan masalah metafisika masa pra-Sokrates, yaitu: Berapa substansi yang ada? Apa itu? Apa beda yang sat dengan yang lain? Bagaimana setiap substansi berinteraksi? Bagaimana substansi itu muncul? Apakah alam semesta mempunyai permulaan? Spinoza mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan itu.
Seperti dalam geometri, Spinoza memulai dengan meletakkan definisi-definisi. Beberappa definisi ni yang digunakannya dalam membuat kesimpulan-kesimpulan dalam metafisika.
Beberapa Definisi :
1.      Sesuatu yang sebebnya pada dirinya, saya maksudkan esendinya mengandung eksistensi, atau sesuatu yanghanya dipahami sebagai ada.
2.      Sesuatu yang dikatakan terbatas bila ia dapat dibatasi oelh sesuatu yang lain; misalnya tubuh kita terbatas, yang membatasinya ialah besarnya tubuh kita itu.
3.      Substansi ialah sesuatu yang ada dalam dirinya, dipahami melalui dirinya, konsep dapat dibentuk tentangnya bebas dari yang lain.
4.      Yang saya maksud atribut (sifat) ialah apa yang dapat dipahami sebagai melekat pada esensi substansi.
5.      Yang saya maksud dengan mode ialah perubahan-perubahan pada substansi.
6.      Tuhan yang saya maksud ialah sesuatu yang tidak terbatas secara absolut (mutlak)
7.      Sesuatu yang saya sebut bebas ialah sesuatu yang ada sendirian, bukan disebabkan oleh yang lain, dan tindakannya ditentukan olehnya sendiri.
8.      Yang saya maksud dengan kekekalan ialah sifat pada eksistensi tadi.[4]

Sama halnya dengan tatkala ia berbicara dalam astronomi, definisi selalu diikuti oleh Aksioma. Aksioma adalah suatu kebenaran yang tidak memerlukan pembelaan. Dalam geometri, contoh aksioma ialah: jarak terdekat antara dua titik ialah garis lurus. Aksioma-aksioma yang dipasangnya dalam metafisika sebagai berikut:
1.      Segala sesuatu yang ada dalam dirinya atau ada dalam sesuatu yang lain.
2.      Sesuatu yang tidak dapat dipahami melalui sesuatu yang lain harus dipahami melalui dirinya sendiri.
3.      Dari suatu sebab, tentu diikuti akibat; bila tidak ada sebab, tidak mungkin ada akibat yang mengikutinya.
4.      Pengetahuan kita tentang akibat ditentukan oleh pengetahuan kita tentang sebab.
5.      Sesuatu yang tidak biasa dikenal dengan umum tidak akan dapat dipahami; konsep tentang sesuatu tidak melibatkan konsep tentang yang lain.
6.      Idea yang benar harus sesuai dengan objeknya.
7.      Bila sesuatu bisa dipahami sebagi tidak ada, maka esensinya tidak ada.
Berdasarkan definisi dan aksioma itu Spioza mulai membuktikan proposisi-proposisinya. Inilah beberapa proposisi yang disusunnya:
Prop. 1             : Substansi mesti mendahului modifikasinya
Bukti               : ini jelas dari definisi 3 dan 5
Prop. 2             : dua substansi yang atributnya berbeda tidak akan mempunyai                                persamaan.
Bukti               : juga jelas dari definisi 3 karena sesuatu harus ada dalam dirinya                             sendiri             dan dipahami melalui dirinya sendiri. Dengan kata lain, konsep               tentang sesuatu tidak sama dengan konsep tentang sesuatu yang lain.                   Dan seterusnya.[5]
C.  Leibniz (1646-1716)
Gotfried Willheim Von Leibniz lahir pada tahun 1646 danmeninggal pada tahun 1716. Ia filosof Jerman matematikawan, fisikawan, dan sejarahwan. Lama menjadi pegawai pemerintah, menjadi atase, pembantu pejabat tinggi negara. Pusat metafisikanya adalah idea tentang substansi yang dikembangkan dalam konsep monad.
Metafisika Leibniz sama dengan memusatkan perhatian pada substansi. Bagi Spinoza, alam semesta ini mekanitis dan keseluruhannya bergantung pada sebab, sementara substansi pad Leibniz adalah hidup, dan setiap sesuatu terjadi untuk suatu tujuan. Penunun prinsip filsafat Leibniz adalah “prinsip akal yang mencukupi”, yang secara sederhana dapat dirumuskan “sesuatu harus mempunyai alasan”. Bahkan Tuhan juga harus mempunyai alasan untuk setiap yang diciptakan-Nya. Kita lihat bahwa prinsip ini menuntun filsafat Leibniz. Ini adalah singkatan metafisika Leibniz :
1.      Monad, yang kita bicarakan di sini, adalah substansi yang sederhana, yang selanjutnya menyusun substansi yang lebih besar.
2.      harus ada substansi yang sederhana karena adanya susunan itu, karena susunan tidak lain dari suatu koleksi substansi sederhana.
3.      Sekarang, apapun yang tidak mempunyai bagian-bagian tentulah tidak mempunyai ukurann, tidak berbentuk, tidak dapat dibagi. Monad itu adalah atom yang sebenarnya pada sifatnya dan kenyataannya adalah unsur segala sesuatu.
4.      Kerusakan, karena itu, tidak akan terjadi pad substansi itu, ya, karena tidak dapat dibagi itu, karena imaterial  itu.
5.      Dengan cara yang sama tidak ada jalan untuk memahami simple substance. Itu dicipta (come to existence) karena monad ittu tidak dapat dibentuk dengan menyusun.
6.      Kita hanya dapat menyatakan sekarang bahwa monad itu mulai dan berakhir hanya satu kali. Monad muncul kkarena dicipta dan berakhir melalui peniadaan. Yang tersusun mempunyai permulaan dan berakhir secara berangsur.
7.      Tida ada jalan untuk menjelaskan bagaimana monad-monad itu dapat berubah dalam dirinya sendiri oelh sesuatu di luarnya karena tidak ada kemungkinan sesuatu yang masuk ke dalamnya.
8.      Monad tidak mempunyai kualitas, karenanya mestinya mereka tidak akan pernah ada.
9.      Setiap monad harus dibedakan satu dengan yang lainnya karena tidak pernah ada isi alam yang sama sekalipun kita tidak dapat mengetahui perbedaan itu.
Masalahnya ialah setiap substansi itu bebas, dankarena itu sesuatu yang lain tidak dapat melakukan sesuatu kepadanya satu sama lainnya. Descartes menemui kesulitan dalam memyelesaikan hubungan mind dan body. Spinoza, sebagai monis, menyelesaikan masalah masalah ini dengan cara yang amat sederhana: karena hanya ada satu substansi, maka persoalan ini tidak ada padanya. Akan tetapi, Leibniz adalah pluralis; ada lebih dari satu substansi, yang tidak dapat saling berinteraksi. Monad itu tidak dapat saling berinteraksi. Monad itu tidak mempunyai jendela; mereka tidakmemahami satu sama lain. Ia mengatakan “tidak ada yang dapat masuk dan keluar”. Dan Leibniz tidak mau mengambil penyelesaian lama bahwa mona-monad itu berkombinasi dan berkombinasi lagi untuk membentuk susunan. Jadi bagaimana monad berubah? Mereka harus mempunyai perubahan tatkala mereka diciptakan Tuhan, dalam dirinya sendiri. Jadi, perubahan monad ada secara internal diatur oleh Tuhan tatkala menciptakannya. Perhatikan, monad itu imaterial, jadi ia “berkembang” tidak dapat dipahami oleh dunia fisik. Pertumbuhan terjadi secara internal, terjadi antar monad; ini hanya dipahami oleh dunia monad itu. Disini terlihat bahwa Leibniz seorang idealis.[6]
D.       Hegel (1770-1831)
Hegel memiliki nama lengkap George Whilhelm Friedrich Hegel. Ia lahir tanggal 27 Agustus 1770 di Stuttgart, dan meninggal pada tanggal 14 Nopember 1831. Hegel adalah filosof idealis berlatar belakang teolog, dan pada dirinya terpadu dua struktur bangunan intelektual, teologi dan idealise postkantian.
Filsafat Hegel dikenal sebagai salah satu filsafat paling sulit karena banyak mennggunakan istilah-istilah yang terlalu teknis dan terkesan ekstrem.hegel yakin bahwa paradoks adalah hukum realitas, sebagaimana hukum pemikiran. Ambisi Hegel adalah menyusun suatu sistem filsafat sintesis.[7]
1.      Rasionalisme Hegel
            Realitas Hegel adalah ruh, dan alam semesta dakam beberapa hal adalah produk dan pikiran sehingga hal itu dapat dimengerti oleh pikiran. Dengan demikian, filsafat Hegel lebih tepat dikarakteristikkan dengan julukan “Rasionalis”.
            Diktum Hegel yang terkenal adalah Alles vernunftige ist wirklich und alle wirkuche ist vernunftig, yaitu segala rasional adalah real, dan segala real adalah rasional. Jadi, struktur pikiran sama dengan struktur kenyataan atau ide yang dimengerti dari kenyataan itu adalah sama.
            Karena pentingnya peranan akal, logika menduduki tempat penting dalam filsafat Hegel. Logika didefinisiannya sebagai ilmu tentang ide murni atau sebagai ilmu tentang pemikiran yang meliputi hukum-hukum dan karakteristik bentuk-bentuknya. Kebenaran logika berkaitan dengan masalah dasar yang ada. Sebab persoalan yang ada dianggap sebagai permulaan dan akhir filsafat. Jadi, logika Hegel pendeknya dapat disebut sebagagi ontologi. Sehingga yang khas dari logika Hegeladalah didasarkan atas keyakinan adanya suatu sintesis yang dicapai melalui proses dialektika : tesis, antitesis, dan sintesis.
2.      Metode Dialektika
            Berpikir secara dialektis bukan suatu jenis deduksi. Dialektika lebih bersifat deskriptif, yaitu deskripsi tentang proses pemikiran, di mana orang harus memiliki pengalaman untuk memahaminya. Dialektika dalam pengertian ini boleh dibilang sharing dengansuatu kualitas intuisi atas seluruh pengalaman langsung.
            Pada tahap tesis, nuansa-nuansa belum memainkan peran. Disini dalam suatu kesatuan yang tidak dipisahkan, terdapat masih banyak perbedaan bahkan pertentangan. Di dalamnya terdapat unsur-unsur positif dan negatif, akan tetapi unsur positifya lebih banyak.
            Untuk tahap antitesis, dikemukakan suatu pertentangan yang radikal serta tidak bernuansa. Di dalamnya, ia mengandung lebih banyak unsur negatif dari pada yang positif, jika dibanding dengan tesisnya.
            Sedangkanpada tahap sintesis, nuansa-nuansa dan pertentangan dan tesis serta antitesis mencapai kesatuan dan kebenaran yang diperhalus serta diperkaya. Di dalamnya, segala unsur positif dari tesis dan antitesis didintesiskan menjadi suatu kesatuan yang lebih tinggi. Pada tahap ini tesis dan antitasis bukan dibatasi melainkan aufgehoben (dirawat, disimpan dalam suatu kesatuan, serta ditempatkan pada dataran yang lebih tinggi dan tidak saling mengecilkan).
3.      Ruh
     Seluruh proses dunia adalah suatu perkembangan ruh. Sesuai dengan hukum dialektika, ruh meningkatkan diri tahap demi tahap kepada yang mutlak. Sesuai dengan perkembangan ruh ini, maka filsafat Hegeldisusun dalm tiga tahap, yaitu:
1.      Tahap ketika ruh berada dalam keadaan “ada dalam dirinya sendiri”. Ilmu filsafat membicarakan ruh berada dalam keadaan logika.
2.      Dalam tahap kedua, ruh berada dalam keadaan “berbeda dengan dirinya sendiri”, berbeda dengan “yanglain”. Ruh di sisni keluar dari dirinya sendrir yang menjadikan dirinya “di luar” dirinya dalam bentuk alam, yang terikat oleh ruang dan waktu. Ilmu filsafat yang membicarakan tahap ini disebutnya filsafat alam.
3.      Terakhir, tahap ketiga, yaitu tahap ketika ruhh kembali kepada dirinya sendiri. Yakni kembeli dan berada di luar dirinya,sehingga ruh berada dalam keadaan “dalam dirinya dan bagi dirinya sendiri”. Tahap inilah yang menjadi sasaran filsafat ruh.[8]
Hegel berpendapat bahwa ruh adalah subjek, substansi dan tujuan keseluruhan sejarah. Karena itu, pemahaman akan realitas harus diawali dengan ruh dan diakhiri dengan ruh. Karena hakikat ruh adalah ide atau pikiran, maka seolah-oleh ruh masih memikirkan dirinya sendiri, yang mana di dalamnya masih bersemayam kategori-kategori logis semata-mata, semacam bentuk yang tanpa isi. Di sini ruh masih subjektif, dalam arti ia belum mengobjekkan dirinya. Ia masih bebas dan belum masuk ikatan ruang dan waktu



[1] Ahmad,Tafsir,2003, Filsafat Umum, Bandung: Pt. Remaja Rosdakarya
[2] Ahmad,Tafsir,2003, Filsafat Umum, Bandung: Pt. Remaja Rosdakarya
[3] Fu’ad, Farid Isma’il, Abdul Hamid Mutawalli,2012,Cara Mudah Berfilsafat, Jogjakarta: IRCiSoD
[4] Ahmad,Tafsir,2003, Filsafat Umum, Bandung: Pt. Remaja Rosdakarya
[5] Ahmad,Tafsir,2003, Filsafat Umum, Bandung: Pt. Remaja Rosdakarya
[6] http://muh-arsyad92.blogspot.com
[7] Joko Siswanto,Sistem-sistem Metafisika Barat. hlm 72.
[8] Harun Hadiwijoyo, Sari Sejarah Filsafat Barat, hlm. 101.

#makalah #rasionalisme # islam #filsafat #thariqah #islam #populer

0 comments: