Rasionalisme dan pemikiranya
A. Rumusan masalah
1.
Pengertian dan Sejarah Rasionalime
2.
Tokoh-tokoh
rasionalisme dan pemikirannya
PEMBAHASAN
1.
Pengertian dan Sejarah Rasionalisme
Secara bahasa rasionalisme berasal dari bahsa Inggris rationalism.
Kata ini berasal dari bahasa latin yang berarti “akal”. Dan secara istilah
rasionalisme adalah aliran yang dipandang sebagai aliran yang berpegang pada
prinsip bahwa akal harus diberi peranan utama dalam ilmu pengetahuan.
Rasionalisme adalah paham filsafat yang mengatakan bahwa
akal (reason) adalah alat terpenting dalam memperoleh pengetahuan dan mengetes
pengetahuan. Rasionalisme mengajarkan bahwa pengetahuan diperoleh dengan cara
berpikir. Alat dalam berpikir itu ialah kaidah-kaidah logis atau kaidah-kaidah
logika.
Rasionalisme ada dua macam : dalam bidang agama dan
adalam bidang filsafat. Rasionalisme dalam bidang agama biasanya digunakan untk
mengkritik ajaran agama, rasionalisme dalam bidang filsafat terutama berguna
sebagai teori pengetahuan. Sebagai lawan empirisme, rasionalisme berpendapat
bahwa sebagian dan bagian penting pengetahuan datang dari penemuan akal. Contoh
yang paling jelas adalah pemahaman kita tentang logika dan matematika.
Sejarah rasionalisme sudah tua sekali. Thales telah
menerapkan rasionaisme dalam filsafatnya. Ini dilanjutkan dengan jelas sekali
pada orang-orang sofis dan tokoh-tokoh penentangnya (Socrates, Plato,
Aristoteles), dan juga beberapa tokoh sesudah itu. Pada Zaman Modern filsafat,
tokoh pertama rasionalisme ialah Descartes, selain itu juga ada tokoh
rasionalisme besar lainnya seperti Baruch Spinoza dan Leibniz. Setelah periode
ini rasionalisme dikembangkan secara sempurna oleh Hegel yang kemudian terkenal
sebagai tokoh rasionalisme dalam sejarah.
Latar belakang munculnya rasionalisme adalah keinginnan
untuk membebaskan diri dari segala pemikiran tradisional (skolastik), yang
pernah diterima tetapi ternyata tidak mampu menangani hasil-hasil ilmu
penngetahuan yang dihadapi. Apa yang ditanam oleh Aristoteles dalam pemikiran saat
itu juga masih dipengaruhi oleh khayalan-khayalan.
Descartes menginginkan cara yang baru dalam berpikir,
maka diperlukan titik tolak pemikiran pasti yang dapat ditemukan dalam
keragu-raguan, Cogito ergo sum (saya berfikir maka saya ada). Jelasnya
bertolak dari keraguan untuk mendapatkan kepastian.
Descartes telah lama merasa tidak puas terhadap
perkembangan filsafat yang amat lamban dan banyak memakan korban itu. Amat
lamban terutama bila dibandingkan dengan perkembangan filsafat pada zaman
sebelumnya. Ia melihat tokoh-tokoh Gereja yang mengatasnamakan agama telah
menyebabkan lambnanya perkembangan itu. Ia ingin filsafat dilepaskan dari
dominasi agama Kristen. Ia ingin filsafat dikembalikan kepada semangat filsafat
Yunani, yaitu filsafat yang berbasis pada akal. Ia ingin menghidupkan kembali
rasionalisme Yunani.[1]
2. Tokoh-tokoh dan pemikirannya
A. Descartes (1596-1650)
Descartes lahir pada tahun 1596 adn meninggal pada tahun
1650. Bukunya yang terpenting di dalam filsafat murni ialah Discours
de la Methode (1637) dan Meditations (1642). Di dalam kedua buku
inilah ia menuangkan metodenya yang terkenal itu, metode keraguan Descartes (Cartesian
Doubt). Metode ini sering disebut Cogito
Descartes, atau metode Cogito saja.
Ia mengetahui bahwa tidak mudah meyakinkan tokoh-tokoh
Gereja bahwa dasar filsafat haruslah rasio (akal). Untuk meyakinkan orang bahwa
dasar filsafat haruslah akal, ia menyusun argumentasi yang tertuang di dalam
metode cogito tersebut.
Untuk menemukan basisi yang kuat bagi filsafat ,
Descartes meragukan (lebih dahulu) segala sesuatu yang dapat diragukan.
Mula-mula ia mencoba meragukan semua
yang dapat diindera, objek yang sebenarnya tidak meragukan tidak mungkin
diragukan. Inilah langkah pertama metode cogito tersebut. Tahapan metode
Descartes dapat diringkas sebagai berikut.
![]() |
![]() |
||||||||
![]() |
![]() |
![]() |
|||||||
Fondasi bagi filsafatnya adalah aku yang berpikir.
Descartes memulai filsaat dari metode. Metode keraguan itu bukanlah tujuannya.
Tujuan metode ini bukanlah untuk
mempertahankan keraguan, metode ini bergerak dari keraguan menuju
kepastian.
Setelah fondasi itu ditemukan, mulailah ia mendirikan
bangunan filsafat di atasnya. Akal itulah basis yang peling terpercaya dalam
berfilsafat. Inilah titik awal kemenangan akal atas iman (hati) pada Zaman
Modern. Cara ini kemudian diikuti oleh filosof-filosof zaman itu.
Kemenangan akal pada ronde ini telah menyebabkan tragedi
Yunanni terulang kembali. Descartes telah menimbulkan sebjektivisme dan
relativisme, persis seperti kebimbangan alam pikiran pada zaman sofisme tempo
hari.[2]
Descartes berpendapat bahwa pengetahuan berdifat
rasional-alami. Descartes menganggap akal sebagai indera, karena pengetahuan
kita adalah pengetahuan tentang substansi-substansi yang diketahui oleh akal.[3]
B. Spinoza (1632-1677)
Spinoza dilahirkan pada tahun 1632 dan
meninggal dunia pada 1677. Nama aslinya Baruch Spinoza. Setelah ia mengucilkan
diri dari agama Yahudi, ia mengubah namanya menjadi Benedictus de Spinoza. Ia
hidup di pinggiran kota Amsterdam (Solomon, 1981:71).
Spinoza
juga mengikuti cara berpikir Descartes. Secara selintas masalah metafisika
modern tetap sama dengan masalah metafisika masa pra-Sokrates, yaitu: Berapa
substansi yang ada? Apa itu? Apa
beda yang sat dengan yang lain? Bagaimana setiap substansi berinteraksi?
Bagaimana substansi itu muncul? Apakah alam semesta mempunyai permulaan? Spinoza
mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan itu.
Seperti
dalam geometri, Spinoza memulai dengan meletakkan definisi-definisi. Beberappa definisi ni yang digunakannya dalam
membuat kesimpulan-kesimpulan dalam metafisika.
Beberapa Definisi :
1. Sesuatu yang sebebnya pada dirinya, saya maksudkan esendinya mengandung
eksistensi, atau sesuatu yanghanya dipahami sebagai ada.
2. Sesuatu yang dikatakan terbatas bila ia dapat dibatasi oelh sesuatu yang
lain; misalnya tubuh kita terbatas, yang membatasinya ialah besarnya tubuh kita
itu.
3. Substansi ialah sesuatu yang ada dalam dirinya, dipahami melalui dirinya,
konsep dapat dibentuk tentangnya bebas dari yang lain.
4.
Yang
saya maksud atribut (sifat) ialah apa yang dapat dipahami sebagai melekat pada
esensi substansi.
5. Yang saya maksud dengan mode ialah perubahan-perubahan pada substansi.
6. Tuhan yang saya maksud ialah sesuatu yang tidak terbatas secara absolut
(mutlak)
7. Sesuatu yang saya sebut bebas ialah sesuatu yang ada sendirian, bukan
disebabkan oleh yang lain, dan tindakannya ditentukan olehnya sendiri.
8. Yang saya maksud dengan kekekalan ialah sifat pada eksistensi tadi.[4]
Sama halnya dengan tatkala ia berbicara dalam astronomi,
definisi selalu diikuti oleh Aksioma. Aksioma adalah suatu kebenaran yang tidak
memerlukan pembelaan. Dalam geometri, contoh aksioma ialah: jarak terdekat
antara dua titik ialah garis lurus. Aksioma-aksioma yang dipasangnya dalam
metafisika sebagai berikut:
1. Segala sesuatu yang ada dalam dirinya atau ada dalam sesuatu yang lain.
2. Sesuatu yang tidak dapat dipahami melalui sesuatu yang lain harus dipahami
melalui dirinya sendiri.
3. Dari suatu sebab, tentu diikuti akibat; bila tidak ada sebab, tidak mungkin
ada akibat yang mengikutinya.
4. Pengetahuan kita tentang akibat ditentukan oleh pengetahuan kita tentang
sebab.
5. Sesuatu yang tidak biasa dikenal dengan umum tidak akan dapat dipahami;
konsep tentang sesuatu tidak melibatkan konsep tentang yang lain.
6. Idea yang benar harus sesuai dengan objeknya.
7. Bila sesuatu bisa dipahami sebagi tidak ada, maka esensinya tidak ada.
Berdasarkan definisi dan aksioma itu Spioza mulai
membuktikan proposisi-proposisinya. Inilah beberapa proposisi yang disusunnya:
Prop. 1 : Substansi mesti
mendahului modifikasinya
Bukti : ini jelas dari
definisi 3 dan 5
Prop. 2 : dua substansi
yang atributnya berbeda tidak akan mempunyai persamaan.
Bukti : juga jelas dari
definisi 3 karena sesuatu harus ada dalam dirinya sendiri dan
dipahami melalui dirinya sendiri. Dengan kata lain, konsep tentang sesuatu tidak sama dengan
konsep tentang sesuatu yang lain. Dan
seterusnya.[5]
C. Leibniz (1646-1716)
Gotfried Willheim Von Leibniz lahir pada tahun 1646
danmeninggal pada tahun 1716. Ia filosof Jerman matematikawan, fisikawan, dan
sejarahwan. Lama menjadi pegawai pemerintah, menjadi atase, pembantu pejabat
tinggi negara. Pusat
metafisikanya adalah idea tentang substansi yang dikembangkan dalam konsep monad.
Metafisika Leibniz sama dengan memusatkan perhatian pada
substansi. Bagi Spinoza, alam semesta ini mekanitis dan keseluruhannya
bergantung pada sebab, sementara substansi pad Leibniz adalah hidup, dan setiap
sesuatu terjadi untuk suatu tujuan. Penunun prinsip filsafat Leibniz adalah
“prinsip akal yang mencukupi”, yang secara sederhana dapat dirumuskan “sesuatu
harus mempunyai alasan”. Bahkan Tuhan juga harus mempunyai alasan untuk setiap
yang diciptakan-Nya. Kita lihat bahwa prinsip ini menuntun filsafat Leibniz.
Ini adalah singkatan metafisika Leibniz :
1. Monad, yang kita bicarakan di sini, adalah substansi yang sederhana, yang
selanjutnya menyusun substansi yang lebih besar.
2. harus ada substansi yang sederhana karena adanya susunan itu, karena
susunan tidak lain dari suatu koleksi substansi sederhana.
3. Sekarang, apapun yang tidak mempunyai bagian-bagian tentulah tidak
mempunyai ukurann, tidak berbentuk, tidak dapat dibagi. Monad itu adalah
atom yang sebenarnya pada sifatnya dan kenyataannya adalah unsur segala
sesuatu.
4. Kerusakan, karena itu, tidak akan terjadi pad substansi itu, ya, karena
tidak dapat dibagi itu, karena imaterial
itu.
5. Dengan cara yang sama tidak ada jalan untuk memahami simple substance.
Itu dicipta (come to existence) karena monad ittu tidak dapat dibentuk
dengan menyusun.
6. Kita hanya dapat menyatakan sekarang bahwa monad itu mulai dan
berakhir hanya satu kali. Monad muncul kkarena dicipta dan berakhir
melalui peniadaan. Yang tersusun mempunyai permulaan dan berakhir secara
berangsur.
7. Tida ada jalan untuk menjelaskan bagaimana monad-monad itu dapat
berubah dalam dirinya sendiri oelh sesuatu di luarnya karena tidak ada
kemungkinan sesuatu yang masuk ke dalamnya.
8. Monad tidak mempunyai kualitas, karenanya mestinya mereka tidak akan pernah ada.
9. Setiap monad harus dibedakan satu dengan yang lainnya karena tidak
pernah ada isi alam yang sama sekalipun kita tidak dapat mengetahui perbedaan
itu.
Masalahnya ialah setiap substansi itu bebas, dankarena
itu sesuatu yang lain tidak dapat melakukan sesuatu kepadanya satu sama
lainnya. Descartes menemui kesulitan dalam memyelesaikan hubungan mind dan
body. Spinoza, sebagai monis, menyelesaikan masalah masalah ini dengan cara
yang amat sederhana: karena hanya ada satu substansi, maka persoalan ini tidak
ada padanya. Akan tetapi, Leibniz adalah pluralis; ada lebih dari satu
substansi, yang tidak dapat saling berinteraksi. Monad itu tidak dapat saling
berinteraksi. Monad itu tidak mempunyai jendela; mereka tidakmemahami satu sama
lain. Ia mengatakan “tidak ada yang dapat masuk dan keluar”. Dan Leibniz tidak
mau mengambil penyelesaian lama bahwa mona-monad itu berkombinasi dan
berkombinasi lagi untuk membentuk susunan. Jadi bagaimana monad berubah? Mereka
harus mempunyai perubahan tatkala mereka diciptakan Tuhan, dalam dirinya
sendiri. Jadi, perubahan monad ada secara internal diatur oleh Tuhan tatkala
menciptakannya. Perhatikan, monad itu imaterial, jadi ia “berkembang” tidak
dapat dipahami oleh dunia fisik. Pertumbuhan terjadi secara internal, terjadi
antar monad; ini hanya dipahami oleh dunia monad itu. Disini terlihat bahwa
Leibniz seorang idealis.[6]
D. Hegel (1770-1831)
Hegel
memiliki nama lengkap George Whilhelm Friedrich Hegel. Ia lahir tanggal 27 Agustus 1770 di Stuttgart,
dan meninggal pada tanggal 14 Nopember 1831. Hegel adalah filosof idealis
berlatar belakang teolog, dan pada dirinya terpadu dua struktur bangunan
intelektual, teologi dan idealise postkantian.
Filsafat Hegel dikenal sebagai salah satu filsafat paling
sulit karena banyak mennggunakan istilah-istilah yang terlalu teknis dan
terkesan ekstrem.hegel yakin bahwa paradoks adalah hukum realitas, sebagaimana
hukum pemikiran. Ambisi Hegel adalah menyusun suatu sistem filsafat sintesis.[7]
1. Rasionalisme Hegel
Realitas Hegel adalah ruh,
dan alam semesta dakam beberapa hal adalah produk dan pikiran sehingga hal itu
dapat dimengerti oleh pikiran. Dengan demikian, filsafat Hegel lebih tepat
dikarakteristikkan dengan julukan “Rasionalis”.
Diktum Hegel yang terkenal
adalah Alles vernunftige ist wirklich und alle wirkuche ist vernunftig,
yaitu segala rasional adalah real, dan segala real adalah rasional. Jadi,
struktur pikiran sama dengan struktur kenyataan atau ide yang dimengerti dari
kenyataan itu adalah sama.
Karena pentingnya peranan akal, logika menduduki tempat penting
dalam filsafat Hegel. Logika didefinisiannya sebagai ilmu tentang ide murni
atau sebagai ilmu tentang pemikiran yang meliputi hukum-hukum dan karakteristik
bentuk-bentuknya. Kebenaran logika berkaitan dengan masalah dasar yang ada. Sebab persoalan
yang ada dianggap sebagai permulaan dan akhir filsafat. Jadi, logika Hegel
pendeknya dapat disebut sebagagi ontologi. Sehingga yang khas dari logika
Hegeladalah didasarkan atas keyakinan adanya suatu sintesis yang dicapai
melalui proses dialektika : tesis, antitesis, dan sintesis.
2. Metode Dialektika
Berpikir secara dialektis
bukan suatu jenis deduksi. Dialektika lebih bersifat deskriptif, yaitu
deskripsi tentang proses pemikiran, di mana orang harus memiliki pengalaman
untuk memahaminya. Dialektika dalam pengertian ini boleh dibilang sharing
dengansuatu kualitas intuisi atas seluruh pengalaman langsung.
Pada tahap tesis,
nuansa-nuansa belum memainkan peran. Disini dalam suatu kesatuan yang tidak dipisahkan,
terdapat masih banyak perbedaan bahkan pertentangan. Di dalamnya terdapat
unsur-unsur positif dan negatif, akan tetapi unsur positifya lebih banyak.
Untuk tahap antitesis,
dikemukakan suatu pertentangan yang radikal serta tidak bernuansa. Di dalamnya,
ia mengandung lebih banyak unsur negatif dari pada yang positif, jika dibanding
dengan tesisnya.
Sedangkanpada tahap
sintesis, nuansa-nuansa dan pertentangan dan tesis serta antitesis mencapai
kesatuan dan kebenaran yang diperhalus serta diperkaya. Di dalamnya, segala
unsur positif dari tesis dan antitesis didintesiskan menjadi suatu kesatuan
yang lebih tinggi. Pada tahap ini tesis dan antitasis bukan dibatasi melainkan aufgehoben
(dirawat, disimpan dalam suatu kesatuan, serta ditempatkan pada dataran yang
lebih tinggi dan tidak saling mengecilkan).
3. Ruh
Seluruh proses dunia adalah suatu
perkembangan ruh. Sesuai dengan hukum dialektika, ruh meningkatkan diri tahap
demi tahap kepada yang mutlak. Sesuai dengan perkembangan ruh ini, maka
filsafat Hegeldisusun dalm tiga tahap, yaitu:
1. Tahap ketika ruh berada dalam keadaan “ada dalam dirinya sendiri”. Ilmu
filsafat membicarakan ruh berada dalam keadaan logika.
2. Dalam tahap kedua, ruh berada dalam keadaan “berbeda dengan dirinya
sendiri”, berbeda dengan “yanglain”. Ruh di sisni keluar dari dirinya sendrir
yang menjadikan dirinya “di luar” dirinya dalam bentuk alam, yang terikat oleh
ruang dan waktu. Ilmu filsafat yang membicarakan tahap ini disebutnya filsafat
alam.
3. Terakhir, tahap ketiga, yaitu tahap ketika ruhh kembali kepada dirinya
sendiri. Yakni kembeli dan berada di luar dirinya,sehingga ruh berada dalam
keadaan “dalam dirinya dan bagi dirinya sendiri”. Tahap inilah yang menjadi
sasaran filsafat ruh.[8]
Hegel berpendapat bahwa ruh adalah subjek, substansi dan
tujuan keseluruhan sejarah. Karena itu, pemahaman akan realitas harus diawali
dengan ruh dan diakhiri dengan ruh. Karena hakikat ruh adalah ide atau pikiran,
maka seolah-oleh ruh masih memikirkan dirinya sendiri, yang mana di dalamnya
masih bersemayam kategori-kategori logis semata-mata, semacam bentuk yang tanpa
isi. Di sini ruh masih subjektif, dalam arti ia belum mengobjekkan
dirinya. Ia masih bebas dan belum masuk ikatan ruang dan waktu
[1]
Ahmad,Tafsir,2003, Filsafat Umum, Bandung: Pt. Remaja Rosdakarya
[2]
Ahmad,Tafsir,2003, Filsafat Umum, Bandung: Pt. Remaja Rosdakarya
[3]
Fu’ad, Farid Isma’il, Abdul Hamid Mutawalli,2012,Cara Mudah Berfilsafat,
Jogjakarta: IRCiSoD
[4]
Ahmad,Tafsir,2003, Filsafat Umum, Bandung: Pt. Remaja Rosdakarya
[5]
Ahmad,Tafsir,2003, Filsafat Umum, Bandung: Pt. Remaja Rosdakarya
[6]
http://muh-arsyad92.blogspot.com
[7]
Joko Siswanto,Sistem-sistem Metafisika Barat. hlm 72.
[8]
Harun Hadiwijoyo, Sari Sejarah Filsafat Barat, hlm. 101.
#makalah #rasionalisme # islam #filsafat #thariqah #islam #populer