MAKALAH : TAFSIR DAN HADITS TEMATIK KONSEP AKAL DAN PENGARUHNYA DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM
A. PENDAHULUAN
Sebagaimana kita meyakini bersama, bahwa
Al-Quran dan Al-Hadits, keduanya adalah wahyu Allah Swt. Ia adalah sumber pokok
ajaran Islam, sebagai pedoman hidup manusia terutama bagi kaum Muslim dan
Mukmin untuk mncapai kebahagiaan didunia dan di akhirat. Sebagai pedoman dan
petunjuk bagi kehidupan manusia karena memang Al-Quran dan Al-Hadits berisi
ajaran dan aturan yang paling lengkap dan sempurna mencakup esensi dan
eksestensi serta semua aspek kehidupan manusia itu sendiri.
Untuk mengaplikasikan ajaran Al-Quran
tersebut bagi kaum muslim wajib mempelajari dan memahami isi kandungannya, baik
melalui terjemah maupun Tafsir Al-Quran itu sendiri, serta
penjelasan-penjelasan khusus melalui Hadits Nabi Saw. Karenanya Al-Quran dan
Al-Hadits tidak bisa dipisahkan. Bahkan secara akademis Al-Quran dan Al-Hadits
menjadi suatu disiplin Ilmu Keislaman, dan lebih sepesifik lagi sekarang
menjadi mata kuliah Tafsir dan Hadits Tematik, yang berarti cara mengkaji dan
mendalami isi Al-Quran melalui Tafsir yaitu “Penjelasan atas Al-Quran” [1] dan
Hadits Nabi Muhammad Saw. menurut topik, judul, klasifikasi, aspek, atau
tema-tema materi tertentu.
Untuk memepelajari dan memahami semua
aspek kandungannya, sudah tentu menggunakan Akal fikiran dan nalar yang sehat
dan cerdas, tidak berdasrkan hawa nafsu. Salah satu aspek ajaran Al-Quran dan
Hadit Nabi Saw yang memerlukan penalaran akal sehat dan cerdas adalah persoalan
pengembangan Pendidikan Islam sesuai dengan judul Makalah ini yaitu “Konsep
Akal Dan Pengaruhnya Dalam Pengembangan Pendidikan Islam” Secara garis besar
isi Makalah ini, Penulis mengangkat sub-sub materi antara lain; pendahuluan,
beberapa tinjauan tentang akal, bebrapa ayat Al-Quran dan Al-Hadits tentang
akal, deskripsi singkat berkenaan dengan pendidikan Islam, konsep akal dan
pengaruhnya dalam pengembangan pendidikan Islam dan parmasalahannya, serta
bagian penutup. Dari gambaran pokok isi makalah di atas, penulis mengharapkan
dapat merespon sebagaian tujuan penulisan makalah ini, yaitu untuk memenuhi
tugas perkuliahan yang telah ditentukan oleh Dosen Pengampu Mata Kuliah Tafsir
dan Hadits Tematik.
Penulisan Makalah ini menggunakan
pendekatan kutipan langsung dan tidak langsung dari beberapa literatur dan
sumber rujukan, serta sedikit analisis menurut persepsi penulis sendiri. Dalam
hal ini sudah tentu banyak kekurangnannya, karena itu penulis meng-harapkan
masukan untuk penyempurnaan yang sifatnya kunstruktif dan ilmiah dari pihak
teman-teman melalui forum diskusi. Terima kasih.
B. BEBRAPA TINJAUAN TENTANG AKAL
1. Pengertian dan Hakikat Akal
a. Arti harfiyah dari Bahasa Arab,”
al-aql (العقل ) ini bentuk kata benda, aqaluuh (عقلوه ), ta’qiluun (تعقلون ),
na’qil (نعقل ), ya’qiluhaa (يعقلها ), ya’qiluuna ( يعقلون) semua kata itu
berarti Paham dan mengerti.” [2]
b. Kamus Bahasa Indonesia, ”akal berarti
daya fikir untuk mengerti; fikiran; ingatan; jalan atau cara melakukan sesuatu;
daya upaya; ikhtiar; tipu daya; muslihat; kecerdikan; kelicikan; kemampuan
melihat cara-cara memahami lingkungan; ” dan sebagainya. [3]
c. Ensiklopedi Islam. Aqal berasal dari
bahasa Arab ”aqala yang berarti mengikat dan menahan”. Atau ’aql berarti daya
berfikir yang ada dalam diri manusia dan merupakan salah satu daya dari jiwa
serta mengandung arti berfikir, memahami, dan mengerti.[4] Dalam sumber lain
(Ensiklopedi Hukum Islam) bahwa ’Aqal ialah Daya atau kekuatan yang
dianugerahkan oleh Allah Swt. Kepada manusia sebagai alat berfikir dan alat
untuk mempertimbangkan dan memikirkan buruk baiknya sesuatu; merupakan suatu
potensi yang diberikan oleh Allah Swt kepada manusia di samping nafsu.[5]
d. Beberapa Ulama dan Pakar. (
Al-Gazali) Akal itu adalah mengetahui hakikat segala sesuatu. Akal merupakan
sifat ilmu yang terdapat dalam perbendaharaan hati. Akal itu ialah alat untuk
menangkap dan mendapatkan segala maklumat. Akal itu ialah hati itu sendiri yang
merupakan hakikat manusia. (Mukhtar Yahya) Akal itu ialah suatu sifat daripada
ciri-ciri jiwa (hati). (Muhammad Taqiyyul Mudarrisi) Akal itu ialah nur di mana
manusia dapat membedakan antara jalan yang lurus dengan jalan yang menyimpang;
kebaikan dengan kejahatan, kemungkinan dengan kemustahilan dan yang benar
dengan yang palsu. (Fairuzabadi) "Akal itu ialah nur rohani yang boleh
mendapatkan bahan-bahan ilmu." (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah) berkata,
Akal adalah menahan dan memegang erat ilmu, yang mengharuskan untuk
mengikutinya. [6]
Dari beberapa uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa makna dan hakekat (Haki - kat ialah intisari atau dasar …
kenyataan yang sebenarnya [7]) adalah potensi jiwa selain untuk menyelesaikan
masalah-masalah ilmiah, juga lebih dari itu, yakni akal yang boleh
mempertimbangkan antara perkara yang baik dengan yang buruk, antara yang benar
dengan yang salah, antara yang haq dengan yang bathil dengan tuntunan wahyu
Ilahi.
2. Konsep Akal Menurut Beberapa Disiplin
Ilmu
a. Akal Menurut Ulama Kalam. Akal
menurut mayoritas Ulama Kalam dari golongan Ahlusunnah tidak lain hanyalah satu
dari beberapa ‘Ilmu Dharuurii (Ilmu yang menjadi kebutuhan pokok). Sedangkan
golongan Mu’tazilah menambahkan bahwa akal juga merupakan ilmu yang menilai
baik dan buruknya tingkah laku.[8]
b. Akal Menurut Perspektif Filsafat.
Oleh tokoh filosuf Yunan bahwa Akal adalah merupakan persoalan yang realistis
dan alamiah krena mereka tidak menggunakan Al-quran sebagai dasar kajian
permasalahan. Oleh Filosuf Muslim dalam memaknai konsep Akal sebagai sarana
untuk mencari dan mencapai suatu kebenaran sementara, bahkan kebenaran mutlak
jika dituntun dengan Wahyu Allah.[9]
c. Akal Menurut Ulama Sufi. Akal adalah
Lubb (intisari akal) , Lubb (kesempurnaan akal dari Allah), Nur Mabshuth
(cahaya luas), ’Aql Muwaffaq (aqal yang mendapat pertolongan Allah), ’Aql Al-Hidayah
(aqal yang mendapat petunjuk Allah), orang yang memiliki Lubb Allah Swt.
menyebut mereka ’Uluul Albaab. [10]
d. Akal Menurut Ulama Fiqh. Aqal adalah
sarana Ijtihad, yang berarti upaya mempergunakan segala kemampuan Aqal fikiran
untuk mengeluarkan hukum syara’ dari Kitabullah dan Sunah Rasul. Atau ijtihad
itu ialah menghabiskan segala kemampuan dan memebrikan segala kekuatan akal
fikiran untuk memperoleh hukum syar’i dengan jalan istinbath dari Al-Quran dan
As-Sunnah. [11]
e. Akal Menurut Perspektif Pendidikan
Islam. Bahwa “Akal menurut asal bahasa adalah At Tarbiyyah (pemeliharaan),
yaitu sesuatu yang mengekang dan mengikat diri manusia agar tidak lari kekanan
dan kekiri, terlebih lagi jika dia mengikuti ajaran Al-Quran dan Sunnah
Rasulullah Saw. [12] ”Aqal yaitu suatu kemampuan mengelola diri agar dapat
diterima oleh lingkungan sosial. Ini berarti bahwa keberhasilan seseorang
dimasyarakat, ternyata tidak semata-mata ditentukan oleh prestasi akademisnya,
melainkan juga kemampuan mengelola diri. [13]
3. Tingkatan-Tingkatan Akal
Dalam Buku Psikologi Kenabian, karangan
Hamdani Bakran Adz-Dzakiey telah menguraikan bahwa ; ”dilihat dari segi hakekat
dan kerjanya, akal manusia terbagi dari 3 kelomok tingkatan, yaitu ; Akal awam,
Akal Khawas, dan Akal Khawasul Khawas. [14]
a. Akal Awam.
Akal awam yaitu akal yang dimiliki oleh
orang kebanyakan atau pada umumnya. Kerja akal pada tingkat ini sangat bersifat
normatif dan terbatas menurut apa adanya, belum dapat memahami dibalik apa
adanya tersebut. Sebagaimana diisyaratkan Allah Swt. dengan beberapa ayat dalam
Al-Quran, misal pada Ali-Imran; 118, Yasin: 60-62
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا
بِطَانَةً مِنْ دُونِكُمْ لا يَأْلُونَكُمْ خَبَالا وَدُّوا مَا عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ
الْبَغْضَاءُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ قَدْ بَيَّنَّا
لَكُمُ الآيَاتِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْقِلُونَ (١١٨)
118. Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar
kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan
bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari
mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar
lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu
memahaminya. (Ali-Imran; 118)
أَلَمْ أَعْهَدْ إِلَيْكُمْ يَا بَنِي آدَمَ
أَنْ لا تَعْبُدُوا الشَّيْطَانَ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ (٦٠) وَأَنِ اعْبُدُونِي
هَذَا صِرَاطٌ مُسْتَقِيمٌ (٦١) وَلَقَدْ أَضَلَّ مِنْكُمْ جِبِلا كَثِيرًا أَفَلَمْ
تَكُونُوا تَعْقِلُونَ (٦٢)
60. Bukankah Aku telah memerintahkan
kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah
syaitan? Sesungguhnya syaitan itu adalah
musuh yang nyata bagi kamu", 61. dan hendaklah kamu menyembah-Ku. Inilah
jalan yang lurus. 62. Sesungguhnya syaitan itu telah menyesatkan sebahagian
besar diantaramu, Maka apakah kamu tidak memikirkan ? ( Yasin: 60-62) [15]
Mencermati kandungan beberapa ayat
Al-quran tentang akal tersebut, maka tersirat menunjukkan makna yang ditujukan
kepada akal manusia yang masih terbatas belum berkembang seperti pada contoh
ayat diatas أَفَلا تَعْقِلُونَ apakah kamu tidak berakal/ berfikir?
Ini mengisyaratkan makna mengapa kamu
tidak menggunakan akal, artinya tersirat makna perintah kembangkanlah akalmu!
Tingkatan akal inilah disebut Akal Awam
b. Akal Khawas
Tingkatan akal Khawasul Khawas yaitu
akal yang dimiliki oleh para intelektual, ulama, dan pemikir. Akal pada tinkat
ini telah terlatih berfikir dengan baik dalam memahami obyek-obyek apa saja,
secara sistematis dan metodologis, ini dapat juga disebut akal ilmiah dan
filosofis . Potensi kerja akal fikir tingkat ini di dalam al-Quran dibagi atas
4 tahapan yaitu;
† Tahap pengamatan dengan kekuatan
nazhar نظر) ( , yaitu menangkap dengan mata kepala dan disimpan dalam ingatan
secara cermat, sebagaimana diisyaratkatkan dalam beberapa ayat al-Quran berikut
:
أَفَلا يَنْظُرُونَ إِلَى الإبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ
(١٧) وَإِلَى السَّمَاءِ كَيْفَ رُفِعَتْ (١٨) وَإِلَى الْجِبَالِ كَيْفَ نُصِبَتْ
(١٩) وَإِلَى الأرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْ (٢٠)
17. Maka apakah mereka tidak
memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan, 18. Dan langit, bagaimana ia
ditinggikan? 19. Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? 20. Dan bumi
bagaimana ia dihamparkan? (Al-Ghasyiyah: 17-20)
مَا الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ إِلا رَسُولٌ
قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ وَأُمُّهُ صِدِّيقَةٌ كَانَا يَأْكُلانِ الطَّعَامَ
انْظُرْ كَيْفَ نُبَيِّنُ لَهُمُ الآيَاتِ ثُمَّ انْظُرْ أَنَّى يُؤْفَكُونَ (٧٥)
75. Al Masih putera Maryam itu hanyalah
seorang Rasul yang sesungguhnya telah berlalu sebelumnya beberapa rasul, dan
ibunya seorang yang sangat benar, kedua-duanya biasa memakan makanan[433].
Perhatikan bagaimana Kami menjelaskan kepada mereka (ahli kitab) tanda-tanda
kekuasaan (Kami), kemudian perhatikanlah bagaimana mereka berpaling (dari
memperhatikan ayat-ayat Kami itu). (Al-Maaidah: 75)
[433]. Maksudnya ialah: bahwa Isa a.s.
dan ibunya adalah manusia, yang memerlukan apa yang diperlukan manusia, seperti
makan, minum dan sebagainya.
أَوَلَمْ يَنْظُرُوا فِي مَلَكُوتِ السَّمَاوَاتِ
وَالأرْضِ وَمَا خَلَقَ اللَّهُ مِنْ شَيْءٍ وَأَنْ عَسَى أَنْ يَكُونَ قَدِ اقْتَرَبَ
أَجَلُهُمْ فَبِأَيِّ حَدِيثٍ بَعْدَهُ يُؤْمِنُونَ (١٨٥)
185. Dan apakah mereka tidak
memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah,
dan kemungkinan telah dekatnya kebinasaan mereka? Maka kepada berita manakah
lagi mereka akan beriman sesudah Al Quran itu? (Al-A’raf: 185)
† Tahap pengamatan dengan kekuatan
bashar(بصر ) , yaitu menangkap objek pengamatan dengan menggunakan penglihatan
mata hati (bathin) sebagaimana diisyaratkan didalam beberapa ayat Al-Quran
berikut : [16]
قُلْ أَرَأَيْتُمْ إِنْ جَعَلَ اللَّهُ عَلَيْكُمُ
النَّهَارَ سَرْمَدًا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ مَنْ إِلَهٌ غَيْرُ اللَّهِ يَأْتِيكُمْ
بِلَيْلٍ تَسْكُنُونَ فِيهِ أَفَلا تُبْصِرُونَ
72. Katakanlah: "Terangkanlah
kepadaku, jika Allah menjadikan untukmu siang itu terus menerus sampai hari
kiamat, siapakah Tuhan selain Allah yang akan mendatangkan malam kepadamu yang
kamu beristirahat padanya? Maka apakah kamu tidak memperhatikan?"
(Al_Qashash: 72)
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ
الْجِنِّ وَالإنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لا يُبْصِرُونَ
بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لا يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَئِكَ كَالأنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ
أُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ (١٧٩)
179. Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk
(isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati,
tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka
mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda
kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya
untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan
mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (Al-A’raf: 179)
† Tahap perenungan dan penghayatan
dengan kekuatan tafakkur ( تفكر ), yaitu merenungkan dan menghayati secara
terperinci dari apa yang telah ditangkap oleh nazhar نظر) ( dan bashar(بصر )
untuk memeperoleh pemahaman, sebagaimana diisyaratkan didalam beberapa ayat
Al-Quran berikut :
كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الآيَاتِ
لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ (٢٦٦)…..
Demikianlah Allah menerangkan
ayat-ayat-Nya kepada kamu supaya kamu memikirkannya[169].
[169]. Inilah perumpamaan orang yang
menafkahkan hartanya karena riya, membangga-banggakan tentang pemberiannya
kepada orang lain, dan menyakiti hati orang. (Al-Baqarah: 266)
وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَكِنَّهُ
أَخْلَدَ إِلَى الأرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِنْ تَحْمِلْ
عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَثْ ذَلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا
بِآيَاتِنَا فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ (١٧٦)
176. Dan kalau Kami menghendaki,
sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia
cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka
perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan
jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah
perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah
(kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir. (Al-A’raf: 176)
† Tahap penganalisaanو pengambilan
hikmah atau kesimpulan tadabbur ( تدبر ), yaitu kerja akal fikir pada tahap
analisis, perbandingan, dan pengambilan hikmah dari apa-apa yang telah dikaji
secara mendalam. Sehingga menghasilkan kemantapan hati dan keyakinan dari
kebaikan dan kebenaran yang dihasilkan dari kerja akal itu. Di dalamnya
terdapat berbagai hal yang dapat memberikan manfaat secara nyata dan dapat
dirasakan oleh jiwa serta diyani oleh hati, sebagaimana diisyaratkan didalam
beberapa ayat Al-Quran berikut : [17]
أَفَلا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ
مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلافًا كَثِيرًا (٨٢)
82. Maka apakah mereka tidak
memperhatikan Al Quran? Kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah,
tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya. (An-Nisa’: 82)
أُولَئِكَ الَّذِينَ لَعَنَهُمُ اللَّهُ فَأَصَمَّهُمْ
وَأَعْمَى أَبْصَارَهُمْ (٢٣)أَفَلا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَى قُلُوبٍ
أَقْفَالُهَا (٢٤)
23. Mereka itulah orang-orang yang
dila'nati Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya penglihatan
mereka. 24. Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah hati mereka
terkunci? (Muhammad: 23-24)
Dari kandungan beberapa ayat al-Quran di
atas, maka dapat disimpulkan bahwa Tingkatan Akal Khawas ini merupakan akal
yang dimiliki oelh kaum intelektual, Ulama, dan para pemikir, memahami dibalik
kenyataan, secara sistematis, metodologis meliputi hasil pengamatan kekuatan
mata kepala (نظر), kekuatan mata hati (بصر), kekuatan perenungan dan
penghayatan (تفكر ), serta kekuatan analisis hikmah-hikmah, pengambilan
kesimpulan (تدبر). Sebagai contoh memahami makna dibalik peristiwa sejarah,
alamiah, dan diri manusia agar mengambil pelajaran, dsb. Tingkatan akal ini
juga disebut Akal Ilmiah.
c. Akal Khawas bil Khawas
Akal Khawas bil Khawas, yaitu akal yang
dimiliki oleh para Nabi, Rasul, dan Aulaya’ Allah Swt. Daya fikir tingkat akal
ini merupakan anugerah dan karunia langsung dari Allah Swt. Atas ketaatan dan
ketaqwaan para Hamba-Nya tersebut. Tingkat akal ini disebut juga Akal Ilahiyah
. Inilah tingkat akal tertinggi yang dianugerahkan Allah kepada hamba-Nya
(Rabbaniyyun). Di dalam al-quran disebut dengan ( رشد) dan ( لب), artinya
berfikir dengan petunjuk Ilahi dan hati nurani.[18] Diisyaratkan didalam
beberapa ayat Al-Quran:
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي
قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا
بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ (١٨٦)
186. Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya
kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku
mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka
hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman
kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. (Al-Baqarah: 186)
وَلَقَدْ آتَيْنَا إِبْرَاهِيمَ رُشْدَهُ مِنْ
قَبْلُ وَكُنَّا بِهِ عَالِمِينَ (٥١)
51. Dan sesungguhnya telah Kami
anugerahkan kepada Ibrahim hidayah kebenaran sebelum (Musa dan Harun)[960], dan
adalah Kami mengetahui (keadaan)nya. (Al-Anbiya’: 51)
[960]. Maksudnya sebelum diturunkan
Taurat kepada Nabi Musa a.s. dan Nabi Harun a.s.
وَأَنَّا مِنَّا الْمُسْلِمُونَ وَمِنَّا الْقَاسِطُونَ
فَمَنْ أَسْلَمَ فَأُولَئِكَ تَحَرَّوْا رَشَدًا (١٤)
14. Dan sesungguhnya di antara kami ada
orang-orang yang taat dan ada (pula) orang-orang yang menyimpang dari
kebenaran. Barangsiapa yang yang taat, maka mereka itu benar-benar telah
memilih jalan yang lurus. (Al-Jin: 14)
وَالَّذِينَ اجْتَنَبُوا الطَّاغُوتَ أَنْ
يَعْبُدُوهَا وَأَنَابُوا إِلَى اللَّهِ لَهُمُ الْبُشْرَى فَبَشِّرْ عِبَادِي (١٧)
الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ
أَحْسَنَهُ أُولَئِكَ الَّذِينَ هَدَاهُمُ اللَّهُ وَأُولَئِكَ هُمْ أُولُو الألْبَابِ
(١٨)
17. Dan orang-orang yang menjauhi
thaghut (yaitu) tidak menyembah- nya[1310] dan kembali kepada Allah, bagi
mereka berita gembira; sebab itu sampaikanlah berita itu kepada hamba-
hamba-Ku, 18. yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik
di antaranya[1311]. Mereka itulah orang-orang yg telah diberi Allah petunjuk
dan mereka itulah orang2 yg mempunyai akal. (Az-Zumar: 17-18)
[1310]. Thaghut ialah syaitan dan apa
saja yang disembah selain Allah s.w.t. [1311]. Maksudnya ialah mereka yang
mendengarkan ajaran-ajaran Al Quran dan ajaran-ajaran yang lain, tetapi yang
diikutinya ialah ajaran-ajaran Al Quran karena ia adalah yang paling baik.
Menurut Prof.Dr. M.Quraish Shihab, MA
dalam Tafsir Al-Misbah, beliau menafsirkan (QS. Al-Baqarah: 179) kata لب ( الباب
) Al-Baab bentuk jamak dari لب (Lubb) yaitu saripati sesuatu. Ulul Al-Baab
adalah orang yang memiliki akal yang murni yang tidak diselubungi oleh kulit,
yakni kabut ide yang dapat melahirkan kerancuan dalam berfikir. [19]
Tingkatan akal yang ketiga ini hanya
dimiliki oleh para Nabi, Rasul, dan para Auliya’. Dan akal ini merupakan
anugerah dan karunia Allah Swt. Cara kerja akal ini didasari adanya
“Ketajallian Nur Ilmu Allah (penampakan diri Tuhan yang bersifat absolut dalam
bentuk alam yang bersifat terbatas)”[20] Tingkatan akal ini berfikir dengan
petunjuk Allah dan hati nurani guna mecapai manfaat kebaikan, kebenaran,
bersyukur, dan takarrub kepada Allah Swt. Dengan demikian berarti ekploitasi akal
disini bermakna selalu dalam koridor dan bimbingan Wahyu Allah Swt, yaitu
Al-Quran dan Sunnah Rasulullah Saw.
4. Fungsi Akal Bagi Manusia
Akal adalah nikmat besar yang Allah
titipkan dalam jasmani manusia. Nikmat yang bisa disebut hadiah ini menunjukkan
akan kekuasaan Allah yang sangat menak jubkan. Oleh karenanya, banyak ayat
Allah memberi semangat untuk berakal yakni menggunakan akal. Dan secara
langsung dan tidak langsung, akal inilah yang membedakan di antara manusia
dengan makhluk lain. Gunanya untuk menilai dan merenung setiap kejadian agar
dijadikan i'tibar dalam kehidupan. Dengan demikian akal bagi manusia memiliki
beberapa fungsi, yaitu sebagai berikut : [21]
a. Sebagai Pembeda Manusia dengan Mahluk
lain.
Sebagai Identitas yang khas untuk membedakan
antara manusia dengan makhluk lainnya. Artinya dengan akal manusia akan dapat
dapat mencapai martabat tertinggi dari makhluk lainnya. Yaitu mahluk yang dapat
memahami dan mengenal hakikat dirinya, Wujud Pencipta dirinya, dan alam
sekitarnya.
b. Sebagai Alat Daya Fikir Untuk Memaham
Sebagai alat dan sarana yang mengandung
daya fikir, yaitu untuk memahami segala apa yang telah ditangkap atau diterima
oleh hati dan pancaindera, baik yang berhubungan dengan persoalan ketuhanan
Allah Swt, maupun segaala ciptaan-Nya. Dalam hal ini banyak sekali ayat
Al-Quran yang memerintahkan agar alat dan sarana (akal) terbut benar-benar
digunakan dan difungsikan dengan baik dan benar.
c. Sebagai Alat Daya Fikir Untuk
Membanding
Fungsi akal disini adalah Sebagai alat
yang mengandung daya fikir untuk memban ding segala apa yang ditangkap dan
diterima oleh hati dan pancaindera, baik yang berhubungan dengan persoalan
Ketuhanan, maupun ciptaan-Nya. Perbandingan itu berupa antara Allah Swt. dengan
makhluk-makhluk-Nya, yang haqq dan yang bathil, yang baik dan yang buruk, yang
manfaat dan yang mudharat, yang lahir dan yang bathin, dan sebagainya.
d. Sebagai Alat Daya Fikir Untuk
Mengambil Hikmah
Fungsi akal manusia dalam hal ini
dimaksudkan adalah sebagai alat yang mengandung daya fikir untuk mengambil
hikmah dari semua yang telah dipahami dan dibandingkan, yakni mana yang dapat
memberikan manfaat, kesejahteraan, kebaikan, ketentraman, keselamatan,
kedamaian, ketertiban, dan kebahagiaan bagi manusia dan mahluk lainnya, baik dalam
tatanan hidup dan kehidupan di bumi dan di langit, di dunia hingga di akhirat
kelak.
Mencermati uraian diatas berarti bahwa;
memfungsikan akal seluas-luasnya dan setinggi-tingginya adalah wajib, karena
hal itu merupakan perintah Allah Swt. dan Rasul-Nya. Setinggi-tinggi kerja akal
adalah memikirkan, memahami, mengkaji, menganalisis,, membanding, dan mencari
hikmah dari ciptaan-ciptaan-Nya, sehingga ia berhasil mengenal keberadaan
Tuhannya, sehingga ia mencintai, dan menaati segala perintah-Nya dan menjauhi
segala larangan-Nya, serta tabah dan tawakkal terhadap segala cobaan-Nya.
C. AYAT AL-QURAN TENTANG KEDUDUKAN AKAL
BAGI MANUSIA
1. Allah Swt. murka terhadap manusia
yang tidak menggunakan akalnya.
وَمَا كَانَ لِنَفْسٍ أَنْ تُؤْمِنَ إِلا بِإِذْنِ
اللَّهِ وَيَجْعَلُ الرِّجْسَ عَلَى الَّذِينَ لا يَعْقِلُونَ
Dan tidak ada seorangpun akan beriman
kecuali dengan izin Allah; dan Allah menimpakan kemurkaan kepada orang-orang
yang tidak mempergunakan akalnya. (Yunus : 100)
2. Bukti orang-orang yang menggunakan
Akal.
وَهُوَ الَّذِي يُنَزِّلُ الْغَيْثَ مِنْ بَعْدِ
مَا قَنَطُوا وَيَنْشُرُ رَحْمَتَهُ وَهُوَ الْوَلِيُّ الْحَمِيدُ
Dan Dialah Yang menurunkan hujan sesudah
mereka berputus asa dan menyebarkan rahmat-Nya. Dan Dialah Yang Maha Pelindung
lagi Maha Terpuji. (Asy-Syuura : 28)
3. Tidakkah kalian menggunakan Akal ?
أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ
أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلا تَعْقِلُونَ
Mengapa kamu suruh orang lain
(mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri,
padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?
(Al-Baqarah : 44)
يَا قَوْمِ لا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا
إِنْ أَجْرِيَ إِلا عَلَى الَّذِي فَطَرَنِي أَفَلا تَعْقِلُونَ
Hai kaumku, aku tidak meminta upah kepadamu
bagi seruanku ini. Upahku tidak lain hanyalah dari Allah yang telah
menciptakanku. Maka tidakkah kamu memikirkan(nya)?"
(Huud : 51)
لَقَدْ أَنْزَلْنَا إِلَيْكُمْ كِتَابًا فِيهِ
ذِكْرُكُمْ أَفَلا تَعْقِلُونَ
Sesungguhnya telah Kami turunkan kepada
kamu sebuah kitab yang di dalamnya terdapat sebab-sebab kemuliaan bagimu. Maka
apakah kamu tiada memahaminya? (Al-Anbiya’ : 10)
أُفٍّ لَكُمْ وَلِمَا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ
اللَّهِ أَفَلا تَعْقِلُونَ
Ah (celakalah) kamu dan apa yang kamu
sembah selain Allah. Maka apakah kamu tidak memahami? (Al-Anbiya’ : 67)
وَلَقَدْ أَضَلَّ مِنْكُمْ جِبِلا كَثِيرًا
أَفَلَمْ تَكُونُوا تَعْقِلُونَ
Sesungguhnya syaitan itu telah
menyesatkan sebahagian besar diantaramu, Maka apakah kamu tidak memikirkan ?.
(Yaasiin : 62)
وَمَنْ نُعَمِّرْهُ نُنَكِّسْهُ فِي الْخَلْقِ
أَفَلا يَعْقِلُونَ
Dan barangsiapa yang Kami panjangkan
umurnya niscaya Kami kembalikan dia kepada kejadian(nya)[1271]. Maka apakah
mereka tidak memikirkan? (Yaasiin : 68)
[1271]. Maksudnya: kembali menjadi lemah
dan kurang akal.
4. Tentang Taqwa dan Akal
الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ فَمَنْ فَرَضَ
فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلا رَفَثَ وَلا فُسُوقَ وَلا جِدَالَ فِي الْحَجِّ وَمَا تَفْعَلُوا
مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللَّهُ وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى
وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الألْبَابِ
(Musim) haji adalah beberapa bulan yang
dimaklumi[122], barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan
mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats[123], berbuat fasik dan
berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan
berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya
sebaik-baik bekal adalah takwa[124] dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang
yang berakal. (Al-Baqarah: 197)
[122]. Ialah bulan Syawal, Zulkaidah dan
Zulhijjah. [123]. Rafats artinya mengeluarkan perkataan yang menimbulkan berahi
yang tidak senonoh atau bersetubuh. [124]. Maksud bekal takwa di sini ialah
bekal yang cukup agar dapat memelihara diri dari perbuatan hina atau
minta-minta selama perjalanan haji.
5. Agar manusia menggunakan Akal
كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ
لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
Demikianlah Allah menerangkan kepadamu
ayat-ayat-Nya (hukum-hukum-Nya) supaya kamu memahaminya. (Al-Baqarah : 242)
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا
لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa
Al Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya. (Yusuf : 2)
إِنَّا جَعَلْنَاهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ
تَعْقِلُونَ
Sesungguhnya Kami menjadikan Al Quran
dalam bahasa Arab supaya kamu memahami(nya).
(Az-Zukhruf : 3)
اعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يُحْيِي الأرْضَ بَعْدَ
مَوْتِهَا قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
Ketahuilah olehmu bahwa sesungguhnya
Allah menghidupkan bumi sesudah matinya. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan
kepadamu tanda-tanda kebesaran (Kami) supaya kamu memikirkannya. (Al-Hadiid :
17)
6. Tak adakah di antara kalian yang
menggunakan Akal ?
وَجَاءَهُ قَوْمُهُ يُهْرَعُونَ إِلَيْهِ وَمِنْ
قَبْلُ كَانُوا يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ قَالَ يَا قَوْمِ هَؤُلاءِ بَنَاتِي هُنَّ
أَطْهَرُ لَكُمْ فَاتَّقُوا اللَّهَ وَلا تُخْزُونِي فِي ضَيْفِي أَلَيْسَ مِنْكُمْ
رَجُلٌ رَشِيدٌ
Dan datanglah kepadanya kaumnya dengan
bergegas-gegas. Dan sejak dahulu mereka selalu melakukan perbuatan-perbuatan
yang keji[730]. Luth berkata: "Hai kaumku, inilah puteri-puteriku, mereka
lebih suci bagimu, maka bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu mencemarkan
(nama)ku terhadap tamuku ini. Tidak adakah di antaramu seorang yang
berakal?" (Huud : 78)
[730]. Maksudnya perbuatan keji di sini
ialah: mengerjakan liwath (homoseksuall).
7. Hanya orang yang berakallah dapat
memetik pelajaran
هَذَا بَلاغٌ لِلنَّاسِ وَلِيُنْذَرُوا بِهِ
وَلِيَعْلَمُوا أَنَّمَا هُوَ إِلَهٌ وَاحِدٌ وَلِيَذَّكَّرَ أُولُو الألْبَابِ
(Al Quran) ini adalah penjelasan yang
sempurna bagi manusia, dan supaya mereka diberi peringatan dengan-Nya, dan
supaya mereka mengetahui bahwasanya Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dan agar
orang-orang yang berakal mengambil pelajaran. (Ibrahim : 52)
كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ
لِيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الألْبَابِ
Ini adalah sebuah kitab yang Kami
turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya
dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran. (Shaad :29)
أَفَمَنْ يَعْلَمُ أَنَّمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ
مِنْ رَبِّكَ الْحَقُّ كَمَنْ هُوَ أَعْمَى إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الألْبَابِ
Adakah orang yang mengetahui bahwasanya
apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu benar sama dengan orang yang
buta? Hanyalah orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran,
(Ar-Ra’du : 19)
8. Sikap orang yang berakal
وَالَّذِينَ اجْتَنَبُوا الطَّاغُوتَ أَنْ
يَعْبُدُوهَا وَأَنَابُوا إِلَى اللَّهِ لَهُمُ الْبُشْرَى فَبَشِّرْ عِبَادِي
Dan orang-orang yang menjauhi thaghut
(yaitu) tidak menyembah- nya[1310] dan kembali kepada Allah, bagi mereka berita
gembira; sebab itu sampaikanlah berita itu kepada hamba- hamba-Ku, (Az-Zumar ;
17)
[1310]. Thaghut ialah syaitan dan apa
saja yang disembah selain Allah s.w.t.
الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ
أَحْسَنَهُ أُولَئِكَ الَّذِينَ هَدَاهُمُ اللَّهُ وَأُولَئِكَ هُمْ أُولُو الألْبَابِ
Yang mendengarkan perkataan lalu
mengikuti apa yang paling baik di antaranya[1311]. Mereka itulah orang-orang
yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai
akal. (Az-Zumar ; 18)
[1311]. Maksudnya ialah mereka yang
mendengarkan ajaran-ajaran Al Quran dan ajaran-ajaran yang lain, tetapi yang
diikutinya ialah ajaran-ajaran Al Quran karena ia adalah yang paling baik.
9. Sipat orang yang berakal
الَّذِينَ يُوفُونَ بِعَهْدِ اللَّهِ وَلا
يَنْقُضُونَ الْمِيثَاقَ
(yaitu) orang-orang yang memenuhi janji
Allah dan tidak merusak perjanjian, (Ar-Ra’du : 20)
وَالَّذِينَ يَصِلُونَ مَا أَمَرَ اللَّهُ
بِهِ أَنْ يُوصَلَ وَيَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ وَيَخَافُونَ سُوءَ الْحِسَابِ
dan orang-orang yang menghubungkan
apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan[771], dan mereka takut kepada
Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk. (Ar-Ra’du : 21)
[771]. Yaitu mengadakan hubungan
silaturahim dan tali persaudaraan.
وَالَّذِينَ صَبَرُوا ابْتِغَاءَ وَجْهِ رَبِّهِمْ
وَأَقَامُوا الصَّلاةَ وَأَنْفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلانِيَةً وَيَدْرَءُونَ
بِالْحَسَنَةِ السَّيِّئَةَ أُولَئِكَ لَهُمْ عُقْبَى الدَّارِ
Dan orang-orang yang sabar karena
mencari keridhaan Tuhannya, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezki
yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta
menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang itulah yang mendapat tempat
kesudahan (yang baik), (Ar-Ra’du : 22)
جَنَّاتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا وَمَنْ صَلَحَ
مِنْ آبَائِهِمْ وَأَزْوَاجِهِمْ وَذُرِّيَّاتِهِمْ وَالْمَلائِكَةُ يَدْخُلُونَ عَلَيْهِمْ
مِنْ كُلِّ بَابٍ
(yaitu) syurga 'Adn yang mereka masuk ke
dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya,
isteri-isterinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke
tempat-tempat mereka dari semua pintu; (Ar-Ra’du : 23)
10. Masuk neraka karena tidak
menggunakan Akal [22]
#qä9$s%ur öqs9 $¨Zä. ßìyJó¡nS ÷rr&
ã@É)÷ètR $tB $¨Zä. þ’Îû É=»ptõ¾r& ÎŽÏè¡¡9$#
10. Dan mereka berkata: "Sekiranya
kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami
termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala".
D. HADITS NABI SAW. TENTANG AKAL BAGI
MANUSIA
1. Tiadalah beragama bagi orang yang
tidak berakal. Rasulullah pernah bersabda: Tiadalah beragama orang yang tidak
berakal dan tiadalah berakal orang yang tiada beragama. Malah ada orang
berpendapat bahwa agama seseorang itu adalah mengikut akalnya, bagaimana
kedudukan akalnya maka begitulah kedudukan agamanya. Kitapun dapat melihat
agama Islam dalam ajarannya memberikan bentuk kemuliaan terhadap akal
2. Agama adalah akal, tidak punya agama
maka ia tidak punya akal. Agama adalah akal, barang siapa yang tidak punya
agama maka ia tidak punya akal.” Diriwayatkan oleh An-nasa’i dalam kitabnya
Al-Kuna dan Ad-Dulabi meriwayat kan darinya dalam kitabnya Al-Kuna wal Asma
(2/104) melalui seorang perawi bernama Bisyr bin Ghalib bin Bisyr bin Ghalib
dari Az-Zuhri dari Mujammi’ bin Jariyah dari pamannya sampai kepada Nabi tanpa
kalimat “ Agama adalah akal.” An-Nasa’I mengatakan: “Hadist ini batil,mungkar.”
3. Akal sebagai tempat bergantungnya
hukum. Allah menjadikan akal sebagai tem pat bergantungnya hukum sehingga yang
tidak berakal tidak dibebani hukum. Sabda Nabi :
رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلاَثَةٍ عَنِ الْمَجْنُوْنِ
الْمَغْلُوْبِ عَلىَ عَقْلِهِ حَتَّى يَبْرَأَ وَعَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقَظَ
وَعَنِ الصَّبِيِّ حَتَّى يَحْتَلِمُ
“Pena diangkat dari tiga golongan: orang
yang gila yang akalnya tertutup sampai sembuh, orang yang tidur sehingga
bangun, dan anak kecil sehingga baligh.” (HR. Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan
Ad-Daruquthni dari shahabat ‘Ali dan Ibnu ‘Umar, Asy-Syaikh Al-Albani
mengatakan: “Shahih” dalam Shahih Jami’)
4. Akal sebagai salah satu dari lima
perkara yang harus dilindungi. Islam menjadikan akal sebagai salah satu dari
lima perkara yang harus dilindungi yaitu: agama, akal, harta, jiwa dan
kehormatan. Allah mengharamkan khamr untuk menjaga akal (QS. Al-Maidah: 90).
Juga Nabi bersabda :“Setiap yang memabukkan itu haram” (dari Abu Musa
Al-Asy’ari). Asy-Syinqithi mengatakan, “Dalam rangka menjaga akal maka wajib
ditegakkan had (Hudud) bagi peminum khamr.”
5. Batasan wilayah Jangkauan akal. Batasan
wilayah akal pada dasrnya tidak mampu menjangkau perkara-perkara ghaib dibalik
alam nyata yang kita saksikan ini, seperti pengetahuan tetntang Allah dan
sifat-sifat-Nya, arwah,surga dan neraka yang semua itu hanya dapat diketahui
oleh akal melalui Wahyu. Nabi bersabda :“Berfikirlah tentang makhluk-makhluk
Allah dan jangan berfikir tentang Dzat Allah.” (HR.Ath-Thabarani, Al-lalikai
dan Al-Baihaqi dari Ibnu Umar).“Dan mereka bertanya tentang ruh. Katakanlah:
“Ruh itu termasuk urusan Rabb-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan
melainkan sedikit.” (QS. Al-Isra: 85)
6. Ijtihad menggunakan akal. Ijtihad
menggunakan akal. Ijtihad ( Arab: اجتهاد ) adalah sebuah usaha yang sungguh-
sungguh, yang sebenarnya bisa dilaksanakan oleh siapa saja yang sudah berusaha
mencari ilmu untuk memutuskan suatu perkara yang tidak dibahas dalam Al Quran
maupun hadis dengan syarat menggunakan akal sehat dan pertimbangan matang.
(sebaiknya hanya dilakukan para ‘Ulama Muslim.) [23] Dalam Hadits Nabi Saw.
حديث عمر وبن العص، أنه سمع رسول الله صل الله
عليه وسلم، يقول اذا حكم حاكم فاجتهد ثم اصاب فله اجران ، واذا حكم فاجتهد ثم اخطأ
فله اجر
“Dari Amr bin Al-Ash. ra. Telah
mendengar Rasulullah Saw. bersabda: apabila hakim memu tuskan hukum sesudah
ijtihad kemudian tepat, maka mendapat pahala dua kali lipat, dan jira hasil
ijtihadnya itu ternyata salah, maka mendapat satu pahala. (HR. Bukhari,
Muslim)[24]
7. Dialog Nabi Saw. dengan Mu’az bin
Jabal. Dialog Nabi Saw. dengan Mu’az bin Jabal ketika hendak diutus ke Negeri
Yaman. Pada intinya Nabi Saw. bertanya kepada Mu’az bagaimana kamu menetapkan
hukum jika kamu dihadapkan dengan perkara yang memerlukan penetapan hukum?
Mu’az menjawab; Saya akan menetapkannya dengan Kitab Allah. Kemudian Rasul
bertanya; Seandainya kamu tidak mendapatkannya dalam Kitab Allah, Mu’az
menjawab; dengan Sunnah Rasulullah. Rasul bertanya lagi seandainya kamu tidak
mendapatkannya dalam Kitab Allah dan dalam Sunnah Rasul, Mu’az menjawab ; Saya
akan berijtihad dengan pendapat saya sendiri. Maka Rasulullah Saw menepuk-nepuk
belakang Mu’az seraya berkata segala puji bagi Allah yang telah menyelaraskan
utusan Rasul dengan sesuatu yang Rasul kehendaki. ( HR.AbuDaud dan At-Tirmidzi
) [25] ( Dasar Ijtihad Quran Surah An-Nisa:83 Asy-syuara’:38, Al-Hasyr:2,
Al-Baqarah:59). [26]
Mencermati beberapa kandungan ayat
Al-Quran dan beberapa Hadits Nabi Saw di atas, maka sangat jelas betapa besar
dan pentingnya makna keberadaan akal dalam ajaran Islam serta bagi makhluk
manusia itu sendiri. Meskipun demikian, dikalangan Ulama, Pemikir , dan
Cendikiawan Muslim terdapat perbedaan pendapat (pro dan contra) tentang
penggunaan dan eksploitasi akal secara berlebihan tanpa berpedoman kepada
Al-Quran dan Hadits Nabi Saw.
E. GAMBARAN SINGKAT TENTANG PENDIDIKAN
ISLAM
1. Pendidikan Dalam Perspektif Al-Quran
dan Hadits Nabi saw. Alquran memiliki muatan yang universal bagi kehidupan umat
manusia secara kese luruhan, salah satu di antaranya bagaimana ajaran Alquran
berbicara masalah pendidikan. Surah yang pertama diwahyukan Allah Swt kepada
Nabi Muhammad Saw. QS. Al-’Alaq: 1-5 jelas tersurat dan tersirat perintah serta
padat makna nilai pendidikan dan pembelajaran ba gi umat manusia, khususnya
kaum muslimin. Dan banyak sekali ayat Al-Quran yang berisi, bernilai, bermakna,
bertujuan, dan berbicara tentang pendidikan.
Proses pendidikan terhadap manusia
terjadi pertama kali ketika Allah Swt selesai menciptakan Adam As, kemudian
Allah Swt mengumpulkan tiga golongan mahluk yang diciptakan-Nya untuk diadakan
proses belajar mengajar, yaitu Jin, Malaikat, dan Manusia (Adam As) sebagai
“mahasiswa” nya, sedangkan Allah Swt bertindak sebagai “Maha Guru” nya. Setelah
selesai PBM maka Allah Swt mengadakan evaluasi kepada seluruh mahasiswa ( jin,
malaikat, dan manusia) dengan cara bertanya dan menyuruh menjelaskan seluruh
materi pelajaran yang diberikan, dan ternyata Adamlah (dari golongan manusia)
yang berhasil menjadi juara dalam ujian tersebut. (QS. Al-Baqoroh: 30-33)
Paradigma pendidikan dalam Alquran tidak
lepas dari tujuan Allah SWT menciptakan manusia itu seindiri, yaitu pendidikan
penyerahan diri secara ikhlas kepada sang Kholik yang mengarah pada tercapainya
kebahagiaan hidup dunia maupun akhirat, sebagaimna Firman-Nya dalam QS.
Adz-Dzariyat: 56 : Tidak semata-mata kami ciptakan jin dan manusia kecuali hanya
untuk beribadah.
Pendidikan dalam perspektif Alquran
dapat dilihat bagaimana Luqman Al-Hakim memberikan pendidikan yang mendasar
kepada putranya, sekaligus memberikan contohnya, juga menunjukkan perbuatannya
lewat pengamalan dan sikap mental yang dilakukannya sehari-hari dalam rangka
mendekatkan diri kepada Allah SWT. Diantara wasiat pendidikan ‘monumental’ yang
dicontohkan Luqman lewat materi billisan dan dilakukannya lewat bilamal
terlebih dahulu adalah: Jangan sekali-kali menyekutukan Allah, berbuat baiklah
kepada kedua orang tua, jangan mengikuti seruan syirik, ingatlah bahwa manusia
itu pasti mati, hendaklah kita tetap merasa diawasi oleh Allah, hendaklah
selalu mendirikan sholat, kerjakan selalu yang baik dan tinggalkan perbuatan
keji, jangan suka menyombongkan diri, sederhanalah dalam berpergian, dan
rendahkanlah suaramu. (QS. Luqman (31):12-19) [27]
Walaupun sederhana materi dan metode
yang diajarkan Luqman Al-Hakim kepada putranya termasuk kepada kita semua yang
hidup di jaman modern ini, namun betapa cermat dan mendalam filosofi pendidikan
serta hikmah yang dimiliki Luqman untuk dapat dipelajari oleh generasi
berikutnya sampai akhir zaman.
Ketokohan Luqman Al-Hakim seperti
dijelaskan di atas merupakan suatu keniscayaan dalam dunia pendidikan, hingga
dapat melahirkan para ahli pendidikan dibidangnya masing-masing sejak Alquran
diwahyukan hingga sekarang, bahkan sampai akhir zaman. Islam memandang dan
memposisikan sendi-sendi keilmuan atau ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai
sesuatu yang sangat utama dan urgen. Ia merangkul iptek sedemikian rupa
sehingga menganggap suci dan disamakan derajatnya dengan jihad bagi perjuangan
orang-orang yang berilmu dan yang mencari ilmu, juga karya-karya yang mereka
temukan tentang fenomena dan rahasia alam semesta ini. Hal ini dijelaskan
dengan firman Allah dalam QS. Al-Mujadilah ayat 11 :“Allah meninggikan
orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat.”
Ilmu pengetahuan yang dituju oleh
Alquran adalah ilmu pengetahuan dengan pengertiannya yang menyeluruh, yang
mengatur segala yang berhubungan dengan kehidupan dan tidak terbatas pada ilmu
syariah dan akidah saja. Ia mencakup berbagai disiplin ilmu seperti ilmu
sosial, ekonomi, sejarah, fisika, biologi, matematika, astronomi, dan geografi
dalam bentuk gejala-gejala umum, general ideas, atau grand theory yang perlu
dikembangkan lagi oleh akal manusia dengan salah satu cara melalui proses
pendidikan.
Berikut beberapa Hadits Nabi Saw.
menggambarkan konsep pendidikan Islam meliputi beberapa aspek dan faktor
pendidikan dalam arti; pengembangan akal, wawasan, ilmu pengetahuan, pendidikan
dan pembelajaran, dan sebagainya. Seperti ( terjemahan ) Hadits Beliau berikut
ini : [28]
(1) Belajar dan menuntut ilmu itu adalah
kewajiban bagi setiap muslim laki-laki dan perempuan. (HR. Bukhari – Muslim)”
(2) Tuntutlah ilmu itu sejak dari buaian
sampai ke liang lahad ( sejak kecil sampai mati) (HR. Ibnu ’Abdil Barr)”
(3) Siapa yang menginginkan
(kebahagiaan) didunia, maka hendaklah ia berilmu, dan siapa yang menginginkan
(kebahagiaan) di akhirat, maka hendaklah ia belajar dan berilmu, dan siapa yang
menghendaki (kebahagiaan) keduanya, maka iapun harus berilmu. (HR. Ahmad)”
(4) Setiap kamu adalah pemimpin, dan
masing-masing kamu harus bertanggung jawab atas kepemimpinanmu itu. (HR.
Bukhari).”
(5) Barang siapa saja yang ditanya
tentang ilmu, kemudian ia menyimpan ilmunya (tidak mau mengajarkan), maka allah
akan mengekang dia dengan kekangan api neraka pada hari kiamat. (HR. Abu Daud
dan At-Turmuzi)’
(6) Anas mengatakan bahwa rasulullah Saw
bersabda ; Anak itu pada hari ke-7 dari kelahirannya sembelihkan akikahnya,
serta diberi nama, dan dibersihkan dari segala kotoran-kotoran. Jika ia telah
berumur 6 tahun ia dididik beradab susila. Jika ia telah berumur 9 tahun
dipisahkan tempat tidurnya, dan jika telah berumur 13 tahun pukullah jika ia
tidak sholat. Jika ia telah berusia 16 tahun boleh dikawinkan, setelah itu ayah
berjabatan tangan dengannya dan mengatakan ”saya telah mendidik, mengajar dan
mengawinkan kamu, saya memohon perlingdungan kepada Allah dari segala fitnahan
di dunia dan siksaan di akhirat ...” (Al-Gazaly, Ihya Ulumuddin II, hl. 217).
Juga dalam beberapa Hadits Nabi Saw. (
Kurang jelas Sanad dan Rawinya ) yang Penulis kutip dari Buku Dasar-Dasar Pokok
Pendidikan Islam, karangan Prof. Dr. Mohammad ’Athiyah Al-Abrasyi ( juga
terjemahannya ) sebagai berikut : [29].
(1) ”Kami Para Nabi diperintahkan untuk
menempatkan seseorang pada posisinya, berbicara dengan seseorang sesuai dengan akalnya..”
(2) Seseorang yang menyampaikan
(sesuatu) kepada suatu kaum atau golongan dengan pembicaraan yang tidak sesuai
dengan akalnya, maka hal demikian akan menimbulkan fitnah dikalangan mereka.”
(3) Setiap anak dilahirkan dalam keadaan
suci, tetapi ibu-bapaknyalah yang (dapat) menjadikan ia Yahudi, Masrani, atau
Majusi.”
(4) Sarjana dan Ulama adalah pewaris
dari pada para Nabi”.
(5) Tinta para Ulama dan Sarjana lebih
mulia dari pada darahnya para Syuhada”. (6) Didiklah anak-anakmu, karena mereka
itu dijadikan buat menghadapi masa yang lain dari masa kamu ini”.
(7) Seseorang itu dapat dianggap seorang
yang ’alim dan berilmu, selama ia masih terus belajar, apabila ia menyangka
bahwa ia serba tahu, maka ia sesungguhnya seorang jahil.”
(8) Seluruh isi langit dan bumi
memintakan ampun bagi seorang ahli ilmu.” (9) Mereka ini (kelompok) pertama
minta (berdoa) kepada Allah, bila Allah menghendaki, maka ia akan dipenuhi
permintaannya tersebut, dan jika Allah menghendaki, maka tidak akan
dikabulkannya.. Tepai golongan (kelompok) kedua ini mereka mengajar manusia,
sedang saya sendiri (Rasulullah Saw) diutus untuk menjadi juru pendidik.”
(10) Manusia ini hanya dua macam; yaitu
orang berilmu dan orang belajar, selain dari kedua golongan ini tidak ada
manfaatnya.”
(11) Meninggalnya suatu suku (kaum)
lebih enteng dari pada meninggalnya seorang berilmu.”
(12) Kkelebihan seorang Sarjana atau
ahli ilmu dari pada orang ahli ibadah ialah seperti kelebihannya bulan dari
segala bintang-bintang lainnya.”.
(13) Malaikat-Malaikat itu merendahkan
sayapnya kepada penuntut ilmu, justeru karena ia (malaikat) merasa senang atas
apa yang dilakukannya.”
(14) Pelajarilah Ilmu, karena belajar
itu disisi Allah merupakan suatu kebaikan, me nuntut ilmu itu merupakan tasbih,
, mencari ilmu itu merupaka jihad, mengejar ilmu itu suatu ibadah, mengajarkan
ilmu itu adalah sedekah, , sedangkan menggunakan ilmu itu bagi yang
membutuhkannya merupakan suatu taqarrub atau pendekatan diri kepada Allah Swt.”
(15) Seseorang boleh meremehkan ilmu,
jika ia mengetahui betapa sedikitnya manfaat yang yang dapat diperoleh dengan
ilmu itu.”
(16) Belum dianggap seseorang itu
berilmu sampai ia mengamalkan ilmunya.” (17) Orang yang bertambah ilmunya dan
tidak bertambah petunjuk yang dimilikinya, maka ia semakin jauh dari Allah
Swt.”
(18) Pelajarilah apa-apa yang engkau
kehendaki, Allah tidak akan memberi ganjaran kepada engkau sampai engkau
mengamalkannya.”
(19) Tunjukilah saudaramu, karena ia
sudah tersesat.”
(20) Sesungguhnya aku diutus (oleh Allah
Swt) adalah untuk menyempurnakan akhlaq mulia.”
(21) Aku diajar oleh Tuhan, dan Ia telah
mendidikku dengan sebaik-baiknya.” (22) Ambillah separo agamamu dari dari
wanita berkulit putih ini.”
(23) Apakah anda akan meminta keringanan
dari hukum yang telah ditetapkan Tuhan?”
(24) Wahai manusia, orang-orang yang
sebelum kamu telah sesat, oleh karena jika yang mencuri itu seorang bangsawan,
mereka biarkan saja. Bila yang mencuri itu seorang lemah, mereka dijatuhi
hukuman. Demi Allah, kalau yang mencuri itu Fatimah binti Muhammad sekalipun,
maka Muhammad akan memotong tangannya.”
(25) Seorang laki-laki yang memiliki
hamba sahaya wanita, kemudian ia beri pelajaran dengan sebaik-baiknya,
diberinya pendidikan sebaik-baiknya, setelah itu ia merdekakan, dan lantas
mengawininya pula, maka laki-laki itu akan memeproleh dia pahala.”
(26) Rusaknya umatku adalah karena dua
macam orang, yaitu seorang ’alim yang durjana dan seorang shaleh yang jahil.
Orang yang paling baik ialah Ulama yang baik, dan orang yang paling jahat ialah
orang-orang yang bodoh.”
(27) Janganlah anda mempelajari suatu
ilmu dengan maksud untuk berbangga-bangga dengan ’Ulama, atau untuk melayani
orang-orang bodoh, bukan pula untuk berkuasa dalam persidangan, tetapiu
pelajarilah ilmu demi untuk keridhaan Allah dan untuk akhirat.”
(28) Bekerjalah untuk duniawimu
seakan-akan kamu akan hidup selamanya, dan beramallah untuk akhiratmu
seakan-akan kamu akan mati besok pagi.”
Dalam sumber lain Sejumlah ”Hadits Nabi
Saw. tentang pendidikan akhlak/adab dalam pergaulan; antara orang tua dengan
anak, murid dengan guru, suami dan isteri, dengan tetangga, jual beli, majikan
dengan pembantu, ditempat umum, adab berbicara, bersikap, dan berbagai larangan
yang bermakna pendidikan , dan sebagainya.”[30]
2. Pengetian dan Tujuan Pendidikan Islam
Pendidikan Islam ialah pendidikan yang
dilaksanakan berdasarkan ajaran Islam. Atau Pendidikan Islam ialah usaha berupa
bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar kelak setelah selesai
pendidikannya dapat memahami dan mengamalkan ajaran Islam serta menjadikannya
sebagai pandangan hidupnya demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia
maupun di akhirat kelak. Dengan demikian, berarti pendidikan Islam bertujuan
untuk mencapai terwujudnya keperibadian seseorang yang membuatnya menjadi Insan
Kamil dengan pola hidup Taqwa . Insan Kamil artinya manusia utuh rohani dan
jasmani, dapat hidup dan berkembang secara wajar dan normal karena taqwanya
kepada Allah Swt. [31]
3. Landasan, Kerangka Dasar ,
Faktor-Faktor , dan Materi Pendidikan Islam
Landasan atau sumber utama pelaksanaan
pendidikan Islam adalah meliputi; (1) Al-Quranul Karim, (2) As-Sunnah atau
Hadits Nabi Muhammad Saw, dan (3) Ijtihad yaitu upaya menggunakan akal fikiran
yang tidak bertentangan dengan Al-Quran dan Hadits Nabi Muhammad Saw. [32]
Adapun kerangka dasar dan Faktor-Faktor
Pendidikan Islam menurut Muhammad Thalib ( sesuai Al-Quran dan Hadits ) yang
penulis ringkas sbb ; (1) Ada Dasarnya yaitu Al-Quran, Hadits, dan Ijtihad, (2)
Ada Tujuan, (3) Ada Pendidik, (4) Ada Peserta didik, (5) Ada Materi, (6)Ada
pengetahuan dasar, (7) Ada sistem, (8) Asas potensi anak, (9) Ada metode,
(10)Sifat atau karakteristik, (11) Ada seni variatif kondisional, (12) Bentuk
individual dan klasikal, (13)Masa waktu, kesempatan, (14) Berjenjang dan
berklas, (15) Ada Penanggung jawab, (16) Ada Dana, (17) Ada fasilitas
pembuktian/ peraga, (18) Ada sarana atau tempat, (19)Kode Etik pelaku
pendidikan, dan (20) Peraturan, tata tertib dan sanksi. [33]
“Materi pendidikan Islam meliputi ; (1)
Al-Quran, (2) Al-Hadits, (3) Aqidah, (4)Syari’ah/ Ibadah, (5) Syari’ah
Mua’amalah, (6) Akhlaq, dan (6) Iptek. “ [34]
F. KONSEP AKAL DAN PENGARUHNYA DALAM
PENGEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM
Mencermati berbagai uraian di atas, maka
dapat dianalisis bahwa konsep akal dan pengaruhnya dalam pengembangan
Pendidikan Islam sangat jelas, yaitu keterpaduan antara semua aspek seperti ;
hakekat dan fungsi akal itu sendiri tidak dapat dipisahkan dengan Dasar
pendidikan Islam yaitu Al-Quran, Al-Hadits, terlebih lagi Ijtihad itu sendiri.
Juga jika mencermati pendidikan dalam perspektif Al-Quran dan Hadits Nabi Saw,
Kerangka dasar pendidikan Islam, Faktor-Faktor pendidikan Islam, Materi
pendidikan Islam itu sendiri, dan sebagainya. Semua aspek tersebut tidak ada
maknanya manakala tidak diakomodir , difasilitasi, dimotori, didorong, digali,
dibina, dan dikembangkan oleh Akal manusia itu sendiri. Ini merupakan suatu
pengaruh Akal manusia yang sangat jelas dan luar biasa terhadap perkembangan
pendidikan itu sendiri secara umum.
Dalam Buku Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan
oleh Dr. H. Abuddin Nata, MA, menyatakan bahwa ;
Manusia sebagai pelaku dan sasaran
pendidikan memiliki alat yang dapat digunakan untuk mencapai kebaikan, dan
keburukan. Alat yang dapat digunakan untuk mencapai kebaikan adalah hati
nurani, akal, ruh, dan sirr. Sedangkan alat yang dapat digunakan untuk mencapai
keburukan adalah hawa nafsu syahwat yang berpusat di perut, dan hawa nafsu
amarah yang berpusat di dada. Dalam konteks ini, pendidikan harus berupaya
mengarahkan manusia agar memiliki keterampilan untuk dapat mempergunakan alat
yang dapat membawa kepada kebaikan, yaitu akal, dan menjauhi penggunaan alat
yang dapat membawa kepada keburukan, yaitu hawa nafsu. [35]
Dewasa ini, telah kita ketahui bersama
bahwa, betapa banyaknya teori-teori pendi dikan yang bermunculan dari berbagai
sendikiawan bangsa, meskipun keberadannya tidak terlepas dari pro dan kontra.
Semua teori tersebut merupakan hasil atau produk pengaruh dari potensi akal dan
nalar manusia itu sendiri. Seperti teori filsafat pendidikan, paedagogik,
metodologi, psikologi, epistemologi pendidikan, dan terus berkembang hingga
pada teori-teori science, iptek dan sebagainya.
Tegasnya bahwa, konsep akal dan
pengaruhnya dalam pendidikan Islam pada dasrnya sangat jelas, betapa banyak
ayat Al-Quran dan Hadits Nabi Saw. yang berisi nilai praktis antara fungsi
akal, pendidikan dengan berbagai aspeknya, serta tujuan ajaran Islam itu
sendiri. Salah satu bukti konkrit yaitu, dalam konsep pendidikan Islam telah
disepakati bahwa , salah satu landasan pendidikan Islam selain Al-Quran dan
Hadits Nabi Saw. adalah Ijtihad. Ijtihad berarti upaya menggunakan akal fikiran
secara maksimal untuk menggali dan mengembangkan nilai semua aspek ajaran
Islam, termasuk aspek pendidikan Islam itu sendiri dengan paradigma Wahyu Ilahi,
yaitu Al-Quran dan Al-Hadits.
G. PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan uraian materi di atas, maka
penulis dapat menarik kesimpulan bahwa, Konsep akal dan pengaruhnya dalam
pendidikan Islam sebagai salah satu sub materi Tafsir Hadits Tematik adalah
sebagai berikut :
1) Bahwa esensi dan eksestensi makna
akal bagi manusia, merupakan satu dimensi psikhis bernilai plus, sebagai
pembeda sekaligus penyempurna bentuk dan potensi dibanding dengan sekian ragam
makhluk Allah Swt. yang lainnya.
2) Dalam Ajaran Islam yang bersumber
dari Al-Quran dan Al-Hadits, dimana banyak sekali ayat Al-Quran dan Hadits Nabi
Saw. yang mengakomodir keberadaan dan perintah penggunaan akal manusia secara
maksimal dan produktif, sehingga melahirkan Ijtihad dalam arti Ijtihad
berdasarkan acuan kepada Al-Quran dan Al-Hadits.
3) Konsep akal dan pengaruhnya dalam
pendidikan Islam mutlak saling berkaitan, saling memerlukan, bahkan tidak bisa
dipisahkan sejak lahirnya Islam hingga sekarang, bahkan seterusnya. Di sisi
lain. Tetapi terpenting yang dimaksud disini adalah ekploitasi akal teoretis,
akal praktis, akal khawas dengan kekuatan nazhar نظر) (, bashar(بصر ) ,
tafakkur ( تفكر ), tadabbur ( تدبر ), lebih lagi Akal Khawasul Khawas atau Akal
Ilahiyah, ini sangat diharapkan selalu mampu untuk memberi warna dan pengaruh
terhadap konsep pendidikan Islam itu sendiri atas dasar wahyu Ilahi.
4) Konsep akal Ilahiyah sangat
diharapkan selalu memberi pengaruhnya dalam pendidikan Islam mengingat Tujuan
pendidikan Islam pada dasarnya adalah tujuan ajaran Islam itu sendiri, yaitu ;
membentuk manusia beriman, berakhlak, berilmu, beramal sholeh, bertaqwa,
produktif dan dinamis menjadi insan kamil, berbahagia di dunia dan di akhirat.
2. Saran
Dalam penulisan makalah ini berjudul
Konsep Akal dan Pengaruhnya dalam Pendidikan Islam yang merupakan salah satu
sub materi mata kuliah Tafsir Hadits Tematik sudah tentu ada kekurangannya,
mengingat terbatasnya kapasitas penulis dalam hal format dan teknis penulisan,
serta penguasaan materi bidang Tafsir dan Hadits. Oleh karena itu diharapkan
masukan perbaikan dari teman-teman dan Dosen Pengampu. Terima kasih.
=== bdp ===
DAFTAR SUMBER RUJUKAN
A. Athaillah, Rasyid Ridha Konsep
Teologi Rasional Dalam Tafsir Al-Manar, Erlangga, Yakarta, 2006
Abubakar Muhammad, Hadits Tarbiyah,
Al-Ikhlas, Surabaya, 1995,
Abuddin Nata, Tafsir Ayat-Ayat
Pendidikan, PT. Raja Grafindo Persada, Yakarta, 2008,
Daud Rasyid, Menempatkan Posisi Akal,
daudrasyid. com_content Official website
Ditjen Bimbaga Islam, Ilmu Pendidikan
Islam, Proyek Pembinaan PTA/IAIN, Jakarta, 1984
Hamdani Bakran Adz-Dzakiey, Psikologi
Kenabian, Al-Manar, Yogyakarta, 2008.
Imam Az-Zabidi, Ringkasan Hadits Shahih
Al-Bukhari, Pustaka Amani, Yakarta, 2002,
Khairuddin Hadhiri, Klasifikasi
Kandungan al-Quran, Gema Insani Press, Yakarta, 1993,
mhdkosim.blogspot.com/2009/02/makalah-filsafat-pendidikan-islam_04.html
Muhammad Abdullah Asy-Syarqawi, Sufistic
dan Akal, Pustaka Hidayah, Bandung, 2003
Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama
Islam, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998
Muhammd Fuad Abdul Baqi, Mutiara Hadits
Shahih Bukhari Muslim, PT. Bina Ilmu, Surabaya, 2005,
Muhammad Quraish Shihab, Tafsir
Al-Misbah Volume 7, Pesan, Kesan, dan Keserasian Al- Quran, Lentera Hati,
Jakarta, 2005, hlm. 56
Muhammad Thalib, 20 Kerangka Pokok
Pendidikan Islami, Irsyad Baitus Salam, Bandung, 2001
N.A. Baiquni, Dkk., Indeks Al-Quran,
Arbola, Surabaya, 1996
Oemar Bakry, Tafsir Ramat Cet.3, Toko
Mesir Abdullah bin Afiff, Yakarta, 1984,
Qomar Suaidi ZA, Lc Wikipedia bahasa
Indonesia, ensiklopedia bebas wikipedia.org.id/ wiki/Syariat_Islam
Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah
Al-Quran, FkBA, Yogyakarta, 2001,
Tim Penyusun, Ensiklopedi Islam Jilid 1,
2 , PT. Ikhtiar Baru Van Hoeve, Yakarta, 2001.
Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia
Ed.II, Balai Pustaka, Jakarta, 1995,
Yusuf Al-Qardlawy, Iman dan Kehidupan,
Bulan Bintang, Yakarta, 1983,
========
DAFTAR ISI Halaman :
A. PENDAHULUAN
..................................................................................
1
B. BEBRAPA TINJAUAN TENTANG AKAL
................................................................... 2
1. Pengertian dan Hakikat Akal
........................................................................ 2
2. Konsep Akal Menurut Beberapa Disiplin
Ilmu ............................................... 3
3. Tingkatan-Tingkatan Akal
........................................................................... 3
4. Fungsi Akal Bagi Manusia
........................................................................... 7
C. AYAT AL-QURAN TENTANG KEDUDUKAN AKAL
BAGI MANUSIA ………………. 9
1. Allah Swt. murka terhadap manusia
yang tidak menggunakan akalnya. …… 9
2. Bukti orang-orang yang menggunakan
Akal. ............................................. 9
3. Tidakkah kalian menggunakan Akal ?
........................................................ 9
4. Tentang Taqwa dan Akal
..................................................................... 9
5. Agar manusia menggunakan Akal
............................................................. 10
6. Tak adakah di antara kalian yang
menggunakan Akal ? ............................. 10
7. Hanya orang yang berakallah dapat
memetik pelajaran ............................. 10
8. Sikap orang yang berakal
....................................................................... 10
9. Sipat orang yang berakal
....................................................................... 11
10. Masuk neraka karena tidak
menggunakan Akal ........................................ 11
D. HADITS NABI SAW. TENTANG AKAL BAGI
MANUSI ........................................ 11
1. Tiadalah beragama bagi orang yang
tidak berakal ........................................ 11
2. Agama adalah akal,tidak punya agama
maka ia tidak punya akal ................. 11
3. Akal sebagai tempat bergantungnya
hukum .............................................. 12
4. akal sebagai salah satu dari lima
perkara yang harus dilindungi .................. 12
5. Batasan wilayah Jangkauan akal ................................................................
12
6. Ijtihad menggunakan akal.
......................................................................... 12
7. Dialog Nabi Saw. dengan Mu’az bin
Jabal ................................................ 13
E. GAMBARAN SINGKAT TENTANG PENDIDIKAN
ISLAM ....................................... 13
1. Pendidikan Dalam Perspektif Al-Quran
dan Hadits Nabi saw. ...................... 13
2. Pengetian dan Tujuan Pendidikan Islam
.................................................... 18
3. Landasan, Kerangka Dasar ,
Faktor-Faktor , dan Materi Pendidikan Islam ..... 18
F. KONSEP AKAL DAN PENGARUHNYA DALAM
PENGEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM ..... 19
G. PENUTUP
...................................................................................................
20
DAFTAR SUMBER RUJUKAN
............................................................................ 21
[1] Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi
Sejarah Al-Quran, FkBA, Yogyakarta, 2001, hlm. 353
[2] Abuddin Nata, Tafsir Ayat-Ayat
Pendidikan, PT. Raja Grafindo Persada, Yakarta, 2008, hl. 130.
[3] Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa
Indonesia Ed.II, Balai Pustaka, Jakarta, 1995, hlm. 15
[4] Tim Penyusun, Ensiklopedi Islam
Jilid 1, PT. Ikhtiar Baru Van Hoeve, Yakarta, 2001. hlm. 98.
[5] ------------------- , Ensiklopedi
Hukum Islam jilid 1, PT. Ikhtiar Baru Van Hoeve, Yakarta, 2006. hlm. 68.
[6] Daud Rasyid, Menempatkan Posisi
Akal, daudrasyid. com_content Official website -
[7] Tim Penyusun, Op Cit. 335
[8] Muhammad Abdullah Asy-Syarqawi,
Sufistic dan Akal, Pustaka Hidayah, Bandung, 2003. hlm. 105
[9] I b i d , 120
[10] I b i d , 141-144
[11] Hasbi Ash-Shiddieqy, Pengantar
Hukum Islam, Bulan Bintang, Yogyakarta, 1980, hlm. 63-65.
[12] Muhammad Abdullah, Op Cit
[13] Abuddin Nata, Tafsir Ayat-Ayat
Pendidikan, PT. Raja Grafindo Persada, Yakarta, 2008, hlm. 138
[14] Hamdani Bakran Adz-Dzakiey,
Psikologi Kenabian, Al-Manar, Yogyakarta, 2008. hlm. 275-279.
[15] Oemar Bakry, Tafsir Ramat Cet.3,
Toko Mesir Abdullah bin Afiff, Yakarta, 1984, hlm.
[16] Hamdani Bakran Adz-Dzakiey, Op cit
, hlm. 280.
[17] I b i d , hlm. 282
[18] I b i d , hlm. 284
[19] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah
Volume 1, Pesan, Kesan, dan Keserasian Al- Quran, Lentera Hati, Jakarta, 2005,
hlm. 396
[20] Tim Penyusun, Ensiklopedi Islam
Jilid 5, hlm. 40
[21] Hamdani Bakran Adz-Dzakiey, Loc cit
, hlm. 294
[22] A. Athaillah, Rasyid Ridha Konsep
Teologi Rasional Dalam Tafsir Al-Manar, Erlangga, Yakarta, 2006 hl. 61
[23] Qomar Suaidi ZA, Lc Wikipedia bahasa
Indonesia, ensiklopedia bebas wikipedia.org.id/wiki/Syariat_Islam
[24] Muhammd Fuad Abdul Baqi, Mutiara
Hadits Shahih Bukhari Muslim, PT. Bina Ilmu, Surabaya, 2005, hl. 597.
[25] Munzier Saputra, Ilmu Hadits, PT.
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, hl. 54
[26] Tim Penyusun, Ensiklopedi Islam
Jilid 2, PT. Ikhtiar Baru Van Hoeve, Yakarta, 2001. hl. 183
[27] Oemar Bakry, Tafsir Ramat Cet.3,
Toko Mesir Abdullah bin Afiff, Yakarta, 1984, hl. 801-803
[28] Ditjen Bimbaga Islam, Ilmu
Pendidikan Islam, Proyek Pembinaan PT. Agama/IAIN, Jakarta, 1984, hlm. 5-39.
[29] Mohd. ‘Athiyah Al-Abrasyi,
Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1977, hl. 25-173
[30] Abubakar Muhammad, Hadits Tarbiyah,
Al-Ikhlas, Surabaya, 1995, hl. 121-212
[31] Ditjen Bimbaga Islam, Op cit, hl.
28-82
[32] I b i d , hl. 19-21
[33] Muhammad Thalib, 20 Kerangka Pokok
Pendidikan Islami, Irsyad Baitus Salam, Bandung, 2001, hlm. 13-84
[34] Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama
Islam, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998, hlm. 199-408
[35] Abuddin Nata, Tafsir Ayat-Ayat
Pendidikan, PT. Raja Grafindo Persada, Yakarta, 2008, hlm. 129